Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KASUS

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI NERS GANGGUAN


KETIDAKNYAMANAN (NYERI) PADA Tn. Z DENGAN CELULITIS DM
DI RUANG BAKUNG
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Preceptor: Yuk Bariroh S.Kep.,Ns

Disusun Oleh:

Nama : Sri Winarti

NIM : 24121496

Kelompok : II (Dua)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES SURYA GLOBAL

YOGYAKARTA

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN KETIDAKNYAMANAN (NYERI)
A. Pengertian
Kenyamana merupakan suatu keadaan seseoranag merasa sejahtera
atau nyaman baik secara mental, fisik maupun social (Keliat, Windarwati,
Pawirowiyono & Subu, 2015).
Gangguan rasa nyaman adalah keadaan dimana individu merasa kurang
nyaman, lega dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual,
lingkungan, budaya dan/atau sosial (NANDA Internasional, 2015).
Gangguan rasa nyaman nyeri menurut NANDA-I (2015) secara umum
dibagi menjadi beberapa batasan karakteristik, yaitu:
1. Nyeri akut, adalah suatu keadaan dimana individu memiliki pengalaman
sensori dan emosial tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan
jaringan aktual atau potensial atau yang digambarakan sebagai kerusakan
(International Association of the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba
atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi.
2. Nyeri kronis, adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau
digambarkan sebagai suatu kerusakan (International Association of the
Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan
hingga berat, terjadi konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung lebih dari tiga (>3) bulan.
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial
(Internasional Assosiation for the Study of Pain [IASP],2009). Nyeri
merupakan sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat individual
karena respon individu terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak bisa
disamakan satu sama lain (Asmadi, 2008).Nyeri merupakan keadaan
ketika individu mengalami sensasi ketidaknyaman dalam merespons suatu
rangsangan yang tidak menyenangkan (Lynda Juall, 2012).
Nyeri dibagi menjadi 2 yaitu nyeri akut dan nyeri kronis.
Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan
dengan cedera spesifik, waktunya kurang dari enam bulan
dan biasanya kurang dari satu bulan. Nyeri kronik adalah nyeri
konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu.
Nyeri kronis berlangsung selama enam bulan atau lebih (Potter
& Perry, 2006).
B. Etiologi
Menutur NANDA-I (2015), etiologi nyeri yang terbagi kedalam nyeri akut
dan kronis adalah sebagai berikut:
1. Agens cedera biologis (seperti infeksi, iskemia, neoplasma dan lainnya).
2. Agens cedera fisik (seperti luka bakar, abses, amputasi, terpotong,
mengangkat berat, prosedur bedah, trauma, olahraga berlebihan).
3. Agens cedera kimiawi (seperti luka bakar, kapsaisin, metilen klorida,
agens mustard).
4. Cedera medula spinalis
5. Cedera otot
6. Cedera tabrakan
7. Distress emosi
8. Fraktur
9. Gangguan iskemik
10. Gangguan metabolic
11. Infiltrasi tumor
12. Pasca-trauma karena gangguan (seperti infeksi, inflamasi dan lainnya).
C. Patofisiologi
Reseptor nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor mencakup ujung
ujung saraf bebas yang berespon terhadap berbagai rangsangan termasuk
tekanan mekanis, deformasi, suhu yang ekstrim, dan berbagai bahan
kimia. Pada rangsangan yang intensif, reseptor-reseptor lain misalnya
badan juga mengirim informasi yang dipersepsikan sebagai nyeri. Zat-zat
kimia yang memperparah nyeri antara lain adalah histamin, bradikini,
serotonin, beberapa prostaglandin, ion kalium, dan ion hydrogen. Masing-
masing zat tersebut tertimbun di tempat cedera, hipoksia, atau kematian
sel. Nyeri cepat (fast pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat A delta,
nyeri lambat (slow pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat C lambat.
Serat-serat C tampak mengeluarkan neurotransmitter substansi P sewaktu
bersinaps di korda spinalis. Setelah di korda spinalis, sebagian besar serat
nyeri bersinaps di neuron-neuron tanduk dorsal dari segmen. Namun,
sebagian serat berjalan ke atas atau ke bawah beberapa segmen di korda
spinalis sebelum bersinaps. Setelah mengaktifkan sel-sel di korda spinalis,
informasi mengenai rangsangan nyeri dikirim oleh satu dari dua jaras ke
otak-traktus neospinotalamikus atau traktus paleospinotalamikus.
Informasi yang di bawa ke korda spinalis dalam serat-serat A delta di
salurkan ke otak melalui serat-serat traktus neospinotalamikus. Sebagian
dari serat tersebut berakhir di reticular activating system dan menyiagakan
19 individu terhadap adanya nyeri, tetapi sebagian besar berjalan ke
thalamus. Dari thalamus, sinyal-sinyal dikirim ke korteks sensorik somatik
tempat lokasi nyeri ditentukan dengan pasti
Informasi yang dibawa ke korda spinalis oleh serat-serat C, dan
sebagian oleh serat A delta, disalurkan ke otak melalui serat-serat traktus
paleospinotalamikus. Serat-serat ini berjalan ke daerah reticular dibatang
otak, dan ke daerah di mesensefalon yang disebut daerah grisea
periakuaduktus. Serat- serat paleospinotalamikus yang berjalan melalui
daerah reticular berlanjut untuk mengaktifkan hipotalamus dan system
limbik. Nyeri yang di bawa dalam traktus paleospinotalamik memiliki
lokalisasi difus dan menyebabkan distress emosi berkaitan dengan nyeri.
D. Mekanisme Nyeri Akut
Antara suatu rangsang sampai dirasakannya sebagai persepsi nyeri
terdapat 5 proses elektrofisiologik yang jelas, dimulai dengan proses
transduksi, konduksi, modulasi, transmisi dan persepsi. Keseluruhan
proses ini disebut nosisepsi (nociception) (Perry & Potter, 2009).
Mekanisme Nyeri Akut melalui proses nosisepsis adalah sebagai berikut :

a. Transduksi adalah proses di mana suatu stimulus kuat dubah menjadi


aktivitas listrik yang biasa disebut potensial aksi. Dalam hal nyeri akut
yang disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan akan melepaskan
mediator kimia, seperti prostaglandin, bradikinin, serotonin, substasi P,
dan histamin. Zat-zat kimia inilah yang mengsensitasi dan mengaktivasi
nosiseptor mengasilkan suatu potensial aksi (impuls listrik). Perubahan
zat-zat kimia menjadi impuls listrik inilah yang disebut proses transduksi.
13
b. Konduksi adalah proses perambatan dan amplifikasi dari potensial aksi
atau impuls listrik tersebut dari nosiseptor sampai pada kornu posterior
medula spinalis pada tulang belakang.
c. Modulasi adalah proses inhibisi terhadap impuls listrik yang masuk ke
dalam kornu posterior, yang terjadi secara spontan yang kekuatanya
berbeda- beda setiap orang, (dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan,
kepercayaan atau budaya). Kekuatan modulasi inilah yang membedakan
persepsi nyeri orang per orang terhadap suatu stimlus yang sama.
d. Transmisi adalah proses perpindahan impuls listrik dari neuron pertama
ke neuron kedua terjadi dikornu posterior medula spinalis, dari mana ia
naik melalui traktus spinotalamikus ke talamus dan otak tengah. Akhirnya,
dari talamus, impuls mengirim pesan nosiseptif ke korteks somatosensoris,
dan sistem limbik.
e. Persepsi adalah proses yang sangat kompleks yang sampai saat ini
belum diketahui secara jelas. Namun, yang dapat disimpulkan di sini
bahwa persepsi nyeri merupakan pengalaman sadar dari penggabungan
antara aktivitas sensoris di korteks somatosensoris dengan aktivitas
emosional dari sistim limbik, yang akhirnya dirasakan sebagai persepsi
nyeri berupa “unpleasant sensory and emotional experience”(Perry &
Potter, 2009).
E. Penilaian Nyeri
Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi
nyeri yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keteranagan pasien digunakan
untuk menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin
selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang
dirasakan.Penilaian terhadap intensitas nyeri dapat menggunakan beberapa
skala yaitu (Mubarak et al., 2015):
a.Skala Nyeri Deskriptif Skala nyeri deskriptif merupakan alat pengukuran
tingkat keparahan nyeri yang objektif. Skala ini juga disebut sebagai skala
pendeskripsian verbal /Verbal Descriptor Scale (VDS) merupakan garis
yang terdiri tiga sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan
jarak yang sama disepanjang garis. Pendeskripsian ini mulai dari “tidak
terasa nyeri” sampai “nyeri tak tertahankan”, dan pasien diminta untuk
menunjukkan keadaan yang sesuai dengan keadaan nyeri saat ini
(Mubarak et al., 2015). Sumber :Mubarak, W. I., Indrawati, L., & Susanto,
J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
b.Numerical Rating Scale (NRS) (Skala numerik angka) Pasien
menyebutkan intensitas nyeri berdasarkan angka 0 – 10.Titik 0 berarti
tidak nyeri, 5 nyeri sedang, dan 10 adalah nyeri berat yang tidak
tertahankan.NRS digunakan jika ingin menentukan berbagai perubahan
pada skala nyeri, dan juga menilai respon turunnya nyeri pasien terhadap
terapi yang diberikan(Mubarak et al., 2015). Sumber :Mubarak, W. I.,
Indrawati, L., & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
c. Faces Scale (Skala Wajah) Pasien disuruh melihat skala gambar
wajah.Gambar pertama tidak nyeri (anak tenang) kedua sedikit nyeri dan
selanjutnya lebih nyeri dan gambar paling akhir, adalah orang dengan
ekpresi nyeri yang sangat berat.Setelah itu, pasien disuruh menunjuk
gambar yang cocok dengan nyerinya.Metode ini digunakan untuk pediatri,
tetapi juga dapat digunakan pada geriatri dengan gangguan kognitif yang
akhirnya menyebabkan nyeri. (Mubarak et al., 2015). Sumber :Mubarak,
W. I., Indrawati, L., & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Faktor suhu, lesi jaringan, sel nekrotik dll
Merangsang nociceptors pada
kulit

Sumber: Silbernagl dan Lang (2000) dalam Bahrudin (2017)


↑kadar K+ Protein memfiltrasi
Melepas substansi peptide & kalsitonin gen
mikroorgani
Peradangan / Merangsang inflamasi & memberi efek
Depolarisasi
inflamasi vasodilator & ↑ permeabilitas pembuluh
nociceptors
darah
(Leukotrien, prostaglandin E2 &
Migrain
histamine sbg mediator nyeri)
merangsang nociceptors
F. Pathway

G.
Nyeri
Ketidaknyamanan
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Siswantara (2012), pemeriksaan penunjang nyeri adalah sebagai
berikut:
1. Pemeriksaan darah lengkap
2. CT scan
3. MRI
4. EKG
I. Penatalaksanaan Medis
Menurut Siswantara (2012) penatalaksanaan medis pada nyeri adalah sebagai berikut:
1. Pemberian analgesik
Obat golongan analgesik akan merubah persepsi dan interprestasi nyeri
dengan jalan mendpresi sistem saraf pusat pada thalamus dan korteks
serebri. Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien merasakan
nyeri yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri. Contoh obat
analgesik yani asam salisilat (nonnarkotik), morphin (narkotik), dll.
2. Plasebo
Plasebo merupakan obat yang tidak mengandung komponen obat analgesik
seperti gula, larutan garam/ normal saline, atau air. Terapi ini dapat
menurunkan rasa nyeri, hal ini karena faktor persepsi kepercayaan pasien.
J. Komplikasi
Menurut Siswantara (2012), Nyeri dapat menimbulkan komplikasi sebagai
berikut:
1. Gangguan pola istirahat tidur
2. Syok neurogenic
K. Asuhan Keperawatan
1. Identitas
a. Pasien: Mencakup nama, nomer RM, jenis kelamin, umur,
pendidikan, agama, pekerjaan, suku bangsa, alamat, anak ke, diagnosa
medis.
b. Penanggung jawab klien, mencakup nama ayah/ibu/wali, pekerjaan
ayah/ibu/wali, pendidikan ayah/ibu/wali dan alamat.
2. Keluhan Utama: Merupakan keluhan yang paling mengganggu yang
paling utama yang dirasakan oleh klien seperti “ibu pasien mengatakan
anak saya BAB encer sudah 15 kali sejak tadi pagi”.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang: Bagian ini merupakan deskripsi masalah
yang lengkap, jelas dan kronologis yang memicu pasien untuk mencari
layanan kesehatan. Riwayat ini harus mencakup: Apakah yang
menyebabkan gejala? Apa saja yang dapat mengurangi atau memperbaiki
gejala? Bagaimana gejala dirasakan, nampak atau terdengar? Sejauh mana
klien merasakannya sekarang? Dimana gejala terasa? Apakah menyebar?
Seberapakah keparahan dirasakan?
4. Riwayat Kesehatan Dahulu: Mencakup riwayat penyakit, imuniasi.
riwayat pengobatan, riwayat operasi, ada tidaknya alergi dan riwayat
imunisasi.
5. Riwayat pertumbuhan, terkait ada tidaknya masalah pada proses
pertumbuhan pada klien,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga: Kaji apakah penyakit yang dialami ada
kaitannya dengan riwayat kesehatan yang dimiliki anggota keluarga
lainnya dan terjadi atau tidak pada keluarga, seperti penyakit
degenerative/ menurun (misalnya, diabetes, hipertensi), status sosial
ekonomi keluarga dan genogram.
7. Pengkajian tingkat perkembangan saat ini (menggunakan format DDST):
mencakup personal sosial, adaptasi motorik halus, bahasa, motorik kasar,
interpretasi..
8. Riwayat sosial: mencakup pengasuh, hubungan dengan anggota keluarga
hubungan dengan teman sebaya, pembawaan secara umum, lingkungan
rumah.
9. Pola kebiasaan sehari-hari: mencakup aktivitas dan latihan, kebutuhan
istirahat dan tidur, eliminasi, personal hygiene /perawatan diri dan asupan
nutrisi: jenis makanan, frekuensi, habis berapa porsi, makanan kesukaan,
BB, TB, dan IMT, nausea/vomitus, jenis minum dan jumlahnya.
10. Riwayat Psikososial: Mencakup persepsi dan pemeliharaan kesehatan,
konsep diri, peran dan hubungan sosial, spiritual.
11. Pengkajian fisik:
(Sumber: Bickley, 2017)
Hasil Pemeriksaan
Kepala Inspeksi: Kesimetrisan kepala, ada tidaknya lesi dan massa
Palpasi: Ada tidaknya nyeri tekan, ada tidaknya massa.
Rambut Inspeksi: Distribusi rambut, adanya alopesia, warna
rambut,
Palpasi: Kelembaban
Wajah Inspeksi: Kesimentrisan wajah, mimik wajah.
Palpasi: Ada tidaknya nyeri tekan, lesi dan massa.
Mata Inspeksi: Kesimetrisan, pupil, warna seklera.
Palpasi: Konjungtiva anemis atau tidak.

Telinga Inspeksi: Kesimetrisan


Palpasi: Ada tidaknya serumen, ada tidaknya lesi dan
massa.
Hidung Inspeksi: Cuping hidung, kesimetrisan
Palpasi: Ada tidaknya nyeri tekan
Mulut Inspeksi: Mucosa bibir, warna, ada tidaknya stomatitis.
Gigi Inspeksi: Warna gigi
Palpasi: Ada tidaknya gigi berlubang, kelengkapan gigi.
Lidah Inspeksi: Warna lidah
Tenggoroka Inspeksi: Ada tidaknya lesi dan massa
n Palpasi: Ada tidaknya nyeri tekan.

Leher Inspeksi: Ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid.


Palpasi: Ada tidaknya nyeri tekan dan pembesaran kelenjar
tiroid.
Respirasi Inspeksi: Kesimetrisan, penarikan dinding dada
Palpasi: Ada tidaknya lesi dan massa
Perkusi: Sonor atau abnormal (hipersonor, pekak)
Auskultasi: Vesikuler atau abnormal (weezing, stridor dll)
Jantung Inspeksi: Ictus cordis tampak pada intercostal keberapa.
Palpasi: Teraba atau tidaknya ictus cordis
Perkusi: Pekak
Auskultasi: S1 lup dup
Abdomen Inspeksi: Buncit atau tidak
Auskultasi: Bising usus 5-30 x/menit
Palpasi: Ada tidaknya lesi, massa dan nyeri tekan.
Perkusi: Thympani
Genetalia Inspeksi: Terpasang kateter urin atau tidak.
Palpasi: Ada tidaknya lesi dan massa
Anus & Inspeksi: Ada tidaknya lesi atau pembentukan masa
rectum Palpasi: Teraba massa atau tidak, ada tidaknya nyeri tekan.
Integumen Inspeksi:Ada tidaknya lesi dan massa, warna kulit.
Palpasi: Kelembaban kulut, CRT, akral
Ekstremitas Ektremitas atas:
Inspeksi: Ada tidaknya lesi dan massa
Palpasi: Ada tidaknya nyeri
Ekstremitas bawah:
Inspeksi: Ada tidaknya lesi dan massa
Palpasi: Ada tidaknya nyeri
Derajat kekuatan otot diukur.

12. Pemeriksaan Penunjang: Lakukan pemeriksaan laboratorium, radiologi


dan berikan terapi medik
13. Data Fokus: Berisi data yang terbagi menjadi data subjektif dan objektif.
14. Analisa Data: Berisikan PES (Problem, Etiologi, Symtom: mencakup data
subjektif dan objektif).
15. Diagnosa Keperawatan: Pada kasus nyeri mencakup:
a. Nyeri Akut berhubungan dengan Agens cedera bilogis (misalnya
infeksi, iskemia, neoplasma), Agens cedera fisik (misalnya, abses,
amputasi, luka bakar, prosedur bedah, trauma, olahraga berlebihan),
Agens cedera kimiawi (misalnya, luka bakar, metilen klorida).
b. Nyeri Kronis berhubungan dengan Cedera medula spinalis, Cedera
otot, Cedera tabrakan, Distress emosi, Fraktur, Gangguan iskemik,
Gangguan metabolic, Infiltrasi tumor, Pasca-trauma karena gangguan
(seperti infeksi, inflamasi dan lainnya).
(Sumber: NANDA-I, 2017)
16. Perencanaan Keperawatan
No Tgl/ Dx. NOC (Sumber NOC, 2015/2017) NIC (Sumber NIC, 2015/2017) TTD
Jam Kep
Nyeri Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri (1400 hal. 198):
akut semala 3x24 jam, Nyeri akut dapat teratasi O:
dengan kriteria hasil: - Kaji nyeri secara komprehensif
Kontrol nyeri (1605)hal. 247 ) N:
- Mengenali kapan nyeri terjadi dari - Berikan individu penurun nyeri yang optimal
skala 1 (tidak pernah menunjukat) dengan resep analgesik..
menjadi 5 (secara konsisten - Dukung istirahat tidur yang adekuat untuk
menunjukan) membantu penurunan nyeri.
- Mengunakan tindakan pengurangan E:
nyeri tanpa analgetik skala 1 (tidak - Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
pernah menunjukan ) menjadi 5 - Ajarkan teknik non-farmakologi
(secara konsisten menunjukan ) C:
- Melaporkan gejala yang tidak - Kolaborasikan dengan tim kesehatan lain
terkontrol pada professional kesehatan mengenai strategi no-farmakologi dan
skala 1 (tidak pernah menunjukan) farmakologi dalam memanajemen nyeri.
menjadi 5 (secara konsisten
menunjukan)
17. Implementasi Keperawatan: Mengimplementasikan perencanaan/
intervensi keperawatan yang telah ditentukan.
18. Evaluasi keperawatan:
N DIAGNOSA EVALUASI KEPERAWATAN TTD/NAMA
O
Nyeri kronis S (Subjektif):
Data subjektif dari pasien/ keluarga
pasien yang menyatakan bahwa nyeri
sudah berkurang atau tidak lagi
dirasakan.
O (Objektif):
Data objektif dari perawat, hasil
PQRST nyeri telah berkurang
A (Assassment):
Nyeri kronis teratasi/teratasi
sebagain/tidak teratasi.
P (Planing):
Lanjutkan intervensi/ hentikan
intervensi.
Bahrudin, Mochamad. 2017. Patofisiologi Nyeri (Pain). Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang. Diakses pada tanggal 30 Maret 2021 pukul 09.10 WIB dari
http://www.ejournal.umm.ac.id/
Carpenito, L.J.(2012).Diagnosis keperawatan : Bukusaku / Lynda juall Carpenitomoyet;
alihbahasa, Fruriolina Ariani, EstuTiar; editor edisibahasa Indonesia, Ekaanisa Mardela …
[et al] – Edisi 13 – Jakarta : EGC
Keliat, Budi, Ana., Windarwati, Heni Dwi., Pawirowiyono, Akemat., & Subu, M. Arsyad. (2015-
2017). Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Mubarak, W. I., Indrawati, L., & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika
NANDA Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 Edisi
10. Jakarta: EGC.
Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai