Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

Asuhan Keperawatan Pada Pasien

Dengan Gangguan Kebutuhan Nyeri

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliat Kebutuhan Dasar Manusia

Dosen Pengampu : Ermawati Dalami, S.Kp, M.Kes

DISUSUN OLEH :

Nama : Hikmawati Sugi

NIM : P27904121059

Semester : 3

POLTEKKES KEMENKES BANTEN

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

JL. DR Sitanala, RT.002/RW.003, Karang Sari, Kec. Neglasari. Kota Tangerang, Banten
15121

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN RASA AMAN DAN NYAMAN (NYERI)

A. Konsep Gangguan Kebutuhan Dasar Pada Gangguan Kebutuhan Nyeri


1. Definisi
Nyaman adalah keadaan ketika individu mengalami sensasi yang tidak
menyenangkan dalam merespons terhadap sesuatu rangsangan yang berbahaya.
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat
sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala
ataupun tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. (Tetty, 2015).
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat
sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal
skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan
atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
2. Etiologi
Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu
penyebab yang berhubungan dengan fisik dan yang berhubungan dengan psikis.
Secara fisik misalnya, penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma mekanik,
termis, kimiawi, maupun elektrik), neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi
darah, dan lain-lain. Secara pesikis, penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena
adanya trauma psikologis (Asmadi, 2008).
Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan ataupun luka. Trauma termis
menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat
panas atau dingin. Trauma kimiawi tejadi karena tersentuh zat asam atau hasa
yang kuat. Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran
listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri. Neoplasma menyebabkan nyeri
karena teradinya tekanan atau kerusakan jaringan yang mengandung reseptor
nyeri dan juga karena tarikan, jepitan atau metastase. Nyeri peradangan terjadi
karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau
terjepit oleh pembekakan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nyeri
yang disebabkan oleh faktor fisik berkaitan dengan terganggunya serabut saraf
reseptor nyeri. Nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang
dirasakan bukan karena penyebab organik, melainkan akibat trauma psikologis
dan pengaruhnya terhadap fisik (Asmadi, 2009).
3. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri secara umum di bagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan
kronis.Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat
menghilang,yang tidak melebihi 6 bulan dan di tandai adanya peningkatan
tegangan otot.Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan,
biasanyaberlangsung cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Termasuk dalam
kategori nyerikronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri
psikosomatis.
4. Patofisiologi dan Pathway
 Patofisiologi

Pada saat sel saraf rusak


akibat trauma jaringan, maka
terbentuklah zat-zat kimia
seperti
Bradikinin, serotonin dan
enzim proteotik. Kemudian
zat-zat tersebut merangsang
dan
merusak ujung saraf
reseptor nyeri dan
rangsangan tersebut akan
dihantarkan ke
hypothalamus melalui saraf
asenden. Sedangkan di
korteks nyeri akan
dipersiapkan
sehingga individu
mengalami nyeri. Selain
dihantarkan ke
hypothalamus nyeri dapat
menurunkan stimulasi
terhadap reseptor mekanin
sensitif pada termosensitif
sehingga
dapat juga menyebabkan atau
mengalami nyeri (Wahit
Chayatin, N.Mubarak, 2007).
Pada saat sel saraf rusak
akibat trauma jaringan, maka
terbentuklah zat-zat kimia
seperti
Bradikinin, serotonin dan
enzim proteotik. Kemudian
zat-zat tersebut merangsang
dan
merusak ujung saraf
reseptor nyeri dan
rangsangan tersebut akan
dihantarkan ke
hypothalamus melalui saraf
asenden. Sedangkan di
korteks nyeri akan
dipersiapkan
sehingga individu
mengalami nyeri. Selain
dihantarkan ke
hypothalamus nyeri dapat
menurunkan stimulasi
terhadap reseptor mekanin
sensitif pada termosensitif
sehingga
dapat juga menyebabkan atau
mengalami nyeri (Wahit
Chayatin, N.Mubarak, 2007).
Pada saat sel saraf rusak
akibat trauma jaringan, maka
terbentuklah zat-zat kimia
seperti
Bradikinin, serotonin dan
enzim proteotik. Kemudian
zat-zat tersebut merangsang
dan
merusak ujung saraf
reseptor nyeri dan
rangsangan tersebut akan
dihantarkan ke
hypothalamus melalui saraf
asenden. Sedangkan di
korteks nyeri akan
dipersiapkan
sehingga individu
mengalami nyeri. Selain
dihantarkan ke
hypothalamus nyeri dapat
menurunkan stimulasi
terhadap reseptor mekanin
sensitif pada termosensitif
sehingga
dapat juga menyebabkan atau
mengalami nyeri (Wahit
Chayatin, N.Mubarak, 2007).
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor. merupakan ujung-ujung saraf
sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang
tersebar pada kulit dan mukosa. khususnya pada visera, persendian, dinding
arteri, hati, dan kandung empedu.
Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi atau
rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamin,
bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas apabila
terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulus yang
lain dapat berupa termal, listrik, atau mekanis
Selanjutnya, stimulus yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan
berupa impuls impuls nyeri ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis tersebut
yang bermyelin rapat atau serabut A (delta) dan serabut lamban (serabut C).
Impuls-impuls yang ditransmisikan ke serabut delta A mempunyai sifat inhibitor
yang ditransmisikan ke serabut C. Serabut-serabut aferen masuk ke spinal
melalui akar dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsal horn Dorsal horn
terjadi atas beberapa lapisan atau laminae yang saling bertautan. Di antara
lapisan dua dan tiga terbentuk substantia gelatinosa yang merupakan saluran
utama impuls. Kemudian, impuls nyeri menyebrangi sumsum tulang belakang
pada interneuron dan bersambung ke jalur spinal asenden yang paling utama,
yaitu jalur spinothalamic tract (STT) atau spinothalamus dan spinoreticular tract
(SRT) yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi nyeri.
Dari proses transimisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu
jalur opiate dan jalur nonopite. Jalur opiate desendens dari thalamus yang
melalui otak tengah dan medula ke tanduk dorsal dari sumsum tulang belakang
yang berkonduksi dengan nociceptor impuls supersif. Serotinin merupakan
neurotransmiter dalam implus supresif sistem supresif lebih mengaktifkan
stimulasi nociceptor yang ditransmisikan oleh serabut A. Jalur nonopiate
merupakan jalur desendens yang tidak memberikan respons terhadap naloxone
yang kurang banyak di ketahui mekanismenya.
 Pathway

5. Manifestasi Klinis
 Gangguan tidur
 Posisi menghindari nyeri
 Gerakan menghindari nyeri
 Raut wajah kesakitan (menangis, meringis)
 Perubahan nafsu makan
 Pernafasan meningkat
 Tekanan darah meningkat
 Depresi

6. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)


1) Penatalaksanaan keperawatan
 Monitor tanda-tanda vital
 Kaji adanya infeksi atau peradangan nyeri
 Distraksi (mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk
nyeri ringan sampai sedang)
 Kompres hangat
 Mengajarkan teknik relaksasi
2) Penatalaksanaan Medis
 Pemberian Analgesik
Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien merasakan
nyeri yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri
 Plasebo
Plasebo merupakan obat yang tidak mengandung komponen obat
analgesik seperti gula, larutan garam/normal saline, atau air.
Terapi ini dapat menurunkan rasa nyeri, hal ini karena faktor
persepsi kepercayaan pasien
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan skala nyeri
2. Pemeriksaan USG
3. Pemeriksaan foto rontgen
4. Pemeriksaan Laboratorium
5. Ct scan
8. Komplikasi
1) Edema Pulmonal
2) Kejang
3) Masalah Mobilisasi
4) Hipertensi
5) Hipertermi
6) Gangguan pola istirahat dan tidur
B. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Kebutuhan Nyeri
1. Pengkajian (Data Fokus)
a. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Lingkungan, kebisingan mempengaruhi rasa aman dan nyaman.
Lingkungan pasien mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang
mempengaruhi atau berakibat terhadap kehidupan atau kelangsungan
hidup pasien. Keamanan yang ada dalam lingkungan ini akan
mengurangi insiden terjadinya penyakit dan cedera yang akan
mempenngaruhi rasa aman dan nyaman pasien.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Trauma pada jaringan tubuh, misalnya ada luka bekas operasi/bedah
menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi secar langsung
pada reseptor sehingga mengganggu rasa nyaman pasien.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat ini bisa dapat menyebabkan gangguan rasa aman dan nyaman,
karena dengan adanya riwayat penyakit maka klien akan beresiko
terkena penyakit sehingga menimbulka rasa tidak nyaman seperti nyeri.
b. Lokasi
Pengkajian lokasi nyeri mencakup 2 dimensi :
1) Tingkat nyeri, nyeri dalam atau superficial
2) Posisi atau lokasi nyeri
Nyeri superficial biasanya dapat secara akurat ditunjukkan oleh klien,
sedangkan nyeri yang timbul dari bagian dalam (visceral) lebih dirasakan
secara umum. Nyeri dapat pula dijelaskan menjadi 4 kategori yang
berhubungan dengan lokasi :
a) Nyeri terlokalisir : nyeri dapat jelas terlihat pada area asalnya.
b) Nyeri Terproyeksi : nyeri sepanjang syaraf atau serabut saraf spesifik
c) Nyeri Radiasi : penyebaran nyeri sepanjang area asal yang tidak dapat
dilokalisir
d) Reffered Pain (Nyeri alih) : nyeri dipersepsikan pada area yang jauh dari
area rangsangan nyeri
c. Intensitas
Nyeri dapat berupa ringan, sedang, berat atau tak tertahankan, dapat
menggunakan skala dari 0-10. Perubahan dari intensitas nyeri dapat
menandakan adanya perubahan kondisi patologis dari klien.
d. Waktu dan Lama (Time & Duration)
Perawat perlu mengetahui, mencatat kapan nyeri mulai, berapa lama,
bagaimana timbulnya, juga interval tanpa nyeri, kapan nyeri terakhir timbul.
e. Kualitas
Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dan nyeri.
Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui.
f. Skala Nyeri
0 : tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan, secara obyektif klien dapat berkomunikasi baik.
4-6 : Nyeri sedang, secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat, secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.
10 : Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi berinteraksi
dengan orang lain.
g. Perilaku Non Verbal
Beberapa perilaku nonverbal yang dapat kita amati antara lain: ekspresi
wajah, gemeretak gigi, menggigit bibir bawah dan lain-lain.
h. Faktor Presipitasi
Beberapa faktor presipitasi yang akan meningkatkan nyeri : lingkungan,
suhu ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba, stressor fisik dan emosi.
i. Karakteristik Nyeri (PQRST)
P (Provokatif) : faktor yang mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri
Q (Quality) : seperti apa nyeri tersebut (tajam, tumpul, atau tersayat)
R (Region) : daerah perjalanan nyeri
S (Skala Nyeri) : keparahan/intensitas nyeri
T (Time) : lama/waktu serangan/frekuensi nyeri
2. Pemeriksaan Fisik
Ekspresi Wajah
1) Menutup mata rapat-rapat
2) Membuka mata lebar-lebar
3) Menggigit bibir dibawah
Verbal
1) Menangis
2) Berteriak
Tanda-tanda Vital
1) Tekanan Darah
2) Nadi
3) Pernafasan
4) Suhu
Ekstremitas
Amati gerak tubuh pasien untuk mengalokasikan tempat atau rasa yang tidak
nyaman
3. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d Inflamsi
2. Risiko ketidakseimbangan cairan b.d Disfungsi intesrinal
3. Defisit pengetahuan b.d gaya hidup sehat

4. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
Nyeri Akut b.d Inflamasi Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 2x24 1. Identifikasi lokasi,
jam diharapkan nyeri pasien karakteristik, durasi,
menurun dengan kriteria frekuensi, kualitas,
hasil : intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi nyeri
menurundari 2 (cukup 3. Identifikasi adanya
menurun) menjadi 3 respon nyeri non verbal
(sedang) Nursing Care
2. Meringis menurun dari 1. Fasilitasi posisi yang
2 (cukup menurun) nyaman bagi klien
menjadi 3 (sedang) 2. Berikan teknik non
3. Gelisah menurun dari 2 farmakologis untuk
(cukup menurun) mengurangi rasa nyeri
menjadi 3 (sedang) (mis. Tens, hipnotis,
4. Frekuensi nadi akupresur, terapi music,
membaik dari 3 teknik imajinasi
(sedang) menjadi 4 terbimbing, teknik nafas
(cukup membaik dalam)
3. Lakukan reposition
(hanya boleh dilakukan 1
kali) jika diperlukan
4. Fiksasi atau lakukan
pemasangan spalk
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
meredakan nyeri (teknik
nafasdalam, teknik
distraksi, teknik imajinasi
terbimbing)
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan dokter
pemberiananalgetik, jika
perlu
2. Kolaborasi dengan dokter
untuk dilakukan
pembedahan dan
pemasangan pen, jika
perlu

Risiko Keseimbangan cairan Manajemen Cairan


ketidakseimbangan cairan Setelah dilakukan tindakan Observasi
b.d Disfungsi Intestinal keperawatan selama 1x24 1. Monitor status hidrasi
jam diharapkan (frekuensi nadi, kekuatan
keseimbangan cairan pasien nadi, akral, pengisian
meningkat dengan kriteria kapiler, kelembaban
hasil : mukosa mulut, turgor
1. Asupan cairan kulit, tekanan darah)
meningkat dari 3 2. Monitor berat badan
(sedang) menjadi 4 harian
(cukup meningkat) 3. Monitor hasil
2. Kelembaban membrane pemeriksaan
mukosa meningkat dari laboratorium
2 (cukup menurun) Nursing Care
menjadi 4 (cukup 1. Catat intake-output dan
meningkat) hitung balance cairan 24
3. Asupan makanan jam
meningkat dari 2 (cukup 2. Berikan asupan cairan,
menurun) menjadi 4 sesuai kebutuhan
(cukup membaik) 3. Berikan cairan intravena
4. Dehidrasi menurun jika perlu
dari2 (cukup Edukasi
meningkat) menjadi 4 1. Edukasi tanda dan gejala
(cukup menurun) dehidrasi atau
5. Memembran mukosa kekurangan cairan
membaik dari 2 (cukup Kolaborasi
memburuk) menjadi 4 1. Kolaborasi dengan dokter
(cukup membaik) untuk memberikan obat
6. Turgor kulit membaik atau suplemen untuk
dari 2 (cukup memperbaiki kondisi
memburuk) menjadi 4 pasien
(cukup membaik)
Defisit Pengetahuanb.d Tingkat pengetahuan Edukasi kesehatan
Setelah dilakukan tindakan Observasi
gaya hidup sehat keperawatan selama 3x24 1. Identifikasi kesiapan dan
jam diharapkan kemampuan menerima
keseimbangan cairan pasien informasi
meningkat dengan kriteria 2. Identifikasi factor-faktor
hasil : yang dapat meningkatkan
1. Perilaku sesuai ajuran dan menurunkan motivasi
meningkat dari 2 (cukup perilaku hidup bersih dan
menurun) menjadi 4 sehat
(cukup meningkat) Terapeutik
2. Kemampuan 1. Sediakan materi dan
menjelaskan media pendidikan
pengetahuan tentang kesehatan
suatu topic 2. Jadwalkan pendidikan
meningkatdari 2 (cukup kesehatan sesuai
menurun) menjadi 4 kesepakatan
(cukup meningkat) 3. Berikan kesempatan
3. Perilaku sesuai dengan untuk bertanya
pengetahuan meningkat Edukasi
dari skala 2 (cukup 1. Jelaskan factor resiko
menurun) menjadi 4 yang dapat
(cukup meningkat) mempengaruhi kesehatan
4. Pertamyaam tentang 2. Ajarkan perilaku hidup
masalah yang dihadapi yang bersih dan sehat
menurun dari2 (cukup 3. Ajarkan strategi yang
meningkat) menjadi 4 dapat digunakan untuk
(cukup menurun meningkatkan perilaku
5. Persepsi yang keliru hidup bersih dan sehat
terhadap masalah
menurun dari 2 (cukup
meningkat) menjadi 4
(cukup menurun)
6. Perilaku meningkat dari
2 (cukup menurun)
menjadi 4 (cukup
meningkat)
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.).
Jakarta:Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia
Andarmoyo, Sulistyo.(2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri . Yogyakarta : Ar-
Ruzz Media.
Tetty, S.(2015). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai