Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

LUKA BAKAR

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliat Kebutuhan Dasar Manusia

Dosen Pengampu : Ermawati Dalami, S.Kp, M.Kes

DISUSUN OLEH :

Nama : Hikmawati Sugi

NIM : P27904121059

Semester : 3

POLTEKKES KEMENKES BANTEN

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

JL. DR Sitanala, RT.002/RW.003, Karang Sari, Kec. Neglasari. Kota Tangerang, Banten
15121

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

LUKA BAKAR

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi Combustio/Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid
(misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat
menimbulkan luka bakar dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia
terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan
sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses
penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas
dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas
dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi.
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit
dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun
jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak dengan
sumber panas/penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi
kerusakan/ gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel
Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan
banyak faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yang
mengelupas, petir, atau bahan kimia seperti asam atau basa kuat

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam.
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik,
bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka
ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang
membutuhkan perawatan medis yang intensif.
2. Etiologi Luka Bakar
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara
langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak
terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari
matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar.
Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi :
1. Paparan Api
a. Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung
meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera
kontak.
b. Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda
panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang
mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok
dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan
semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan
berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya
menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat.
Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan
keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang
menandai permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan
radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas
yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila
terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran
napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas
dan oklusi jalan nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan
tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang
menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka
bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
3. Patofisiologi dan Pathway
Patofisiologi
Luka bakar  (Combustio)  disebabkan oleh pengalihan energy dari suatu
sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein
atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi
destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami
kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning
agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi.
Kedalaman luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan agen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas
dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa.
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama
awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi
organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh
fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka
bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas
kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang
intravaskuler ke dalam ruangan interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada
volume darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan
ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi.
Selanjutnya vasokonstriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga
36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8
jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan
menghilang dan cairan mengalir kembali kedalam kompartemen vaskuler, volume
darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang
melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas
distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi
ini dinamakan sindrom kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara drastis pada saat terjadi
syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum
luka bakar ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar
natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi
segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat
destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terjadi kemudian dengan berpindahnya
cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat
kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena
kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan
masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus
luka bakar.
Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi
oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan
respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume
darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan
hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak
memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul
nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor
inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum,
gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka
bakar berisiko tinggi untuk mengalami sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan
ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar
menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan
hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme. (Crowin.2013)
Pathway

4. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinis menurut Suriadi, 2010:
1) Riwayat terpaparnya
2) Lihat derajat luka bakar
3) Status pernapasan; tachycardia, nafas dengan menggunakan otot asesoris,
cuping hidung dan stridor
4) Bila syok; tachycardia, tachypnea, tekanan nadi lemah, hipotensi,
menurunnya pengeluaran urine atau anuri
5) Perubahan suhu tubuh dari demam ke hipotermi
5. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk membantu proses regenerasi kulit
akibat luka bakar, mengidentifikasi infeksi, serta mengidentifikasi status cairan.
Cara yang biasanya digunakan untuk mengatasi luka bakar adalah :
1. Hidroterapi
Membersikan luka dapat dilakukan dengan cara hidroterapi.
Hidroterapi ini terdiri dari merendam dan dengan shower. Tindakan ini
dilakukan selama 30 menit atau kurang  untuk klien dengan luka bakar akut,
dibersihkan secara perlahan atau hati-hati dengan menggunakan berbagai
macam larutan seperti sodium hipokloride, profidon iodine dan
chlorohexidine. Jika hidroterapi tidak dilakukan, maka luka dapat dibersihkan
dan dibilas diatas tempat tidur klien dan ditambahkan dengan penggunaan zat
antimikroba.
2. Debridemen
Debridemen luka meliputi pengangkatan eschar. Tindakan ini
dilakukan untuk meningkatkan penyembuhan luka melalui pencegahan
proliferasi bakteri di bagian bawah eschar. Debridemen luka pada luka bakar
meliputi debridement secara mekanik, debridement enzimatik dan dengan
tindakan pembedahan
3. Obat-obatan
a. Antibiotika    : Tidak diberikan bila klien datang <6 jam sejak kejadian
Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman
dan sesuai hasil kultur.
b. Analgetik      : Kuat (Morfin, petidin)
c. Antasida       : Kalau perlu
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan
cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau
luasnya cedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
13. Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasI
14. Scan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi
15. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
16. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap
7. Komplikasi
Sejumlah komplikasi bisa muncul, dan infeksi merupakan komplikasi yang
paling umum terjadi. Berdasarkan urutan frekuensi terjadinya, mulai dari yang
paling sering sampai yang paling jarang, komplikasi untuk luka bakar dapat
meliputi: pneumonia, selulit, infeksi saluran kencing dan kegagalan pernafasan.
Faktor risiko untuk infeksi termasuk: luka bakar dengan lebih dari 30% LPB,
luka bakar ketebalan lengkap, usia ekstrim (muda atau tua), atau luka bakar
yang terjadi pada kaki atau perineum. Pneumonia umumnya terjadi pada mereka
dengan cedera inhalasi.
Anemia sekunder pada luka bakar ketebalan lengkap dengan LPB lebih
dari 10% sering ditemukan. Luka bakar karena listrik bisa
menyebabkan sindrom kompartemen atau rabdomiolisis karena kerusakan otot.
Penggumpalan darah dalam vena kaki diperkirakan terjadi pada 6% hingga 25%
orang. Keadaan hipermetabolik yang mungkin tidak sembuh selama bertahun-
tahun setelah luka bakar berat menyebabkan penurunan kepadatan tulang dan
hilangnya massa otot.Keloidbisa terjadi sebagai akibat dari luka bakar, terutama
pada orang yang berusia muda dan berkulit gelap.Setelah mengalami luka
bakar, anak-anak mungkin mengalami trauma dan mengalami gangguan stress
paska trauma.Bekas luka juga bisa mengakibatkan gangguan citra tubuh.Di
Negara-negara berkembang, luka bakar parah bisa mengakibatkan isolasi
sosial, kemiskinan ekstrim dan di kalangan anak-anak pengucilan.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
alamat, tanggal MRS, dan informan apabila dalam melakukan
pengkajian kita perlu informasi selain dari klien. Umur seseorang tidak
hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi  anak dibawah
umur 2 tahun dan dewasa diatas 80 tahun memiliki penilaian tinggi
terhadap jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen K.C). data pekerjaan
perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar
agama dan pendidikan menentukan intervensi yang tepat dalam
pendekatan.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar adalah nyeri,
sesak nafas. Nyeri dapat disebabkan kerena iritasi terhadap saraf. Dalam
melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, region, severe,
time, quality (p,q,r,s,t). Sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari
setelah klien mengalami luka bakar dan disebabkan karena pelebaran
pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas,
bila edema paru berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru.
c. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyebab
lamanya kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien
selama menjalan perawatan ketika dilakukan pengkajian.  Apabila
dirawat meliputi beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama
terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari  / 
bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang).
d. Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh
klien sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat
jika klien mempunyai riwayat penyakit kardiovaskuler, paru, DM,
neurologis, atau penyalagunaan obat dan alkohol.
e. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota
keluarga, kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga
mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan.
f. Pola ADL
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila
terjadi perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada
pemenuhan kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia, mual,
dan muntah. Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami
penurunan karena klien tidak dapat melakukan sendiri. Pola pemenuhan
istirahat tidur juga mengalami gangguan. Hal ini disebabkan karena
adanya rasa nyeri .
g. Riwayat psiko sosial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri
body image yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik
mengalami gangguan perubahan. Selain itu juga luka bakar juga
membutuhkan perawatan yang laam sehingga mengganggu klien dalam
melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.
h. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas
sakit dan  gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran
bila luka bakar mencapai derajat cukup berat
b) TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah
sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam
pertama
c) Pemeriksaan Kepala dan Leher
1) Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna
rambut setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar,
grade dan luas luka bakar
2) Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi
adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan
serta bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat
luka bakar
3) Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan
bulu hidung yang rontok.
4) Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering
karena intake cairan kurang
5) Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing,
perdarahan dan serumen
6) Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan
sebagai kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan
7) Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada
tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan
yang masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara
nafas tambahan ronchi
8) Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi
adanya nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi
adanya gastritis.
9) Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi
merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman,
sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk
pemasangan kateter.
10) Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka
baru pada muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
11) Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai
bisa menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok
hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok neurogenik)
12) Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar
(luas dan kedalaman luka).
Pengkajian kedalaman luka bakar dibagi menjadi 3 derajat (grade).
Grade tersebut ditentukan berdasarkan pada keadaan luka, rasa nyeri
yang dirasanya dan lamanya kesembuhan luka
1) Grade I :
Luka bakar ini sangat ringan, hanya mengenai lapisan epidermis,
terdapat warna merah pada kulit tidak ada vesikel, tanpa odema,
nyeri dan biasanya sembuh tanpa adanya pengobatan dalam
waktu 3-7 hari.
2) Grade II :
Dangkal mengenai lapisan dermis, ada bulla (lepuh), terdapat
penumpukan cairan, intersisiel. Timbul rasa nyeri yang hebat,
biasanya sembuh 21-28 hari. tanpa disertai jaringan parut bila
tidak terjadi infeksi.
3) Grade III :
Dalam gambaran klinis sama tetapi gambaran lepuh, pucat dan
agak kering, keluhan nyeri berkurang karena jaringan lemak, otot
terkena. Biasanya penyembuhan agak lama 1bulan atau lebih dan
terdapat jaringan granulasi
4) Grade IV :
Sudah mengenai lapisan paling dalam bahkan sampai tulang.
Keadaan luka kering, warna merah, putih, hitam / coklat, tidak
nyeri pada grade ini. Kesembuhannya lama dan memerlukan
tindakan skin graft.
2. Diagnosis Keperawatan
1) Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri Akut)
2) Kerusakan Integritas Kulit
3) Hambatan Mobilitas Fisik
3. Intervensi
NO Diagnosis Keperawatan NOC NIC
1. Gangguan Rasa Nyaman a. Pain level (level nyeri): Pain Management
(Nyeri Akut) - Klien tidak melaporkan  Lakukan pengkajian nyeri secara
adanya nyeri komprehensif termasuk lokasi,
1 2 3 4 5 karakteristik, durasi, frekuensi,
- Klien tidak merintih kualitas dan faktor presipitasi
ataupun menangis  Observasi reaksi nonverbal dari
1 2 3 4 5 ketidaknyamanan
- Klien tidak menunjukkan  Gunakan teknik komunikasi
ekspresi wajah terhadap terapeutik untuk mengetahui
nyeri pengalaman nyeri pasien
1 2 3 4 5  Kaji kultur yang mempengaruhi
- Klien tidak tampak respon nyeri
berkeringat dingin  Evaluasi pengalaman nyeri masa
lampau
Keterangan:  Evaluasi bersama pasien dan tim
Skala 1: parah kesehatan lain tentang
Skala 2: substansial ketidakefektifan kontrol nyeri
Skala 3: sedang masa lampau
Skala 4: ringan  Bantu pasien dan keluarga untuk
Skala 5: tidak mencari dan menemukan
b.Pain control (kontrol dukungan
nyeri):
 Kontrol lingkungan yang dapat
- Klien dapat mengontrol
mempengaruhi nyeri seperti suhu
nyerinya dengan
ruangan, pencahayaan dan
menggunakan teknik
kebisingan
manajemen nyeri non
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
farmakologis
1 2 3 4 5  Pilih dan lakukan penanganan
- Klien dapat menggunakan nyeri (farmakologi, non
analgesik sesuai indikasi farmakologi dan inter personal)
1 2 3 4 5  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
- Klien melaporkan nyeri menentukan intervensi
terkontrol  Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
Keterangan:  Berikan analgetik untuk
Skala 1: tidak pernah mengurangi nyeri
dilakukan  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Skala 2: jarang dilakukan  Tingkatkan istirahat
Skala 3: dilakukan kadang-  Kolaborasikan dengan dokter jika
kadang ada keluhan dan tindakan nyeri
Skala 4: sering dilakukan tidak berhasil
Skala 5: selalu dilakukan  Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
 Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)
2. Kerusakan integritas kulit Tissue Integrity: Skin & Pressure Management
mucous membran (integritas  Anjurkan pasien untuk
jaringan: kulit dan menggunakan pakaian yang
membrane mukosa) longgar
- Temperatur kulit  Hindari kerutan pada tempat tidur
- Sensasi kulit  Jaga kebersihan kulit agar tetap
- Elastisitas kulit
bersih dan kering
- Hidrasi kulit
- Warna kulit  Mobilisasi pasien (ubah posisi
- Tekstur kulit pasien) setiap dua jam sekali
- Ketebalan kulit  Monitor kulit akan adanya
- Bebas lesi jaringan kemerahan
- Kulit intak ( tidak ada  Oleskan lotion atau minyak/baby
eritema dan nekrosis) oil pada daerah tertekan
 Monitor aktivitas dan mobilisasi
pasien
 Monitor status nutrisi pasien

3. Hambatan mobilitas fisik Joint Movement Exercise therapy : ambulation


berhubungan dengan nyeri Kriteria Hasil : 1. Monitoring vital sign
1. Leher sebelm/sesudah latihan dan
1 2 3 4 5 lihat respon pasien saat
2. Punggung latihan
1 2 3 4 5 2. Konsultasikan dengan terapi
3. jari-jari kanan fisik tentang rencana ambulasi
1 2 3 4 5 sesuai dengan kebutuhan
4. jari-jari kiri 3. Bantu klien untuk
1 2 3 4 5 menggunakan tongkat saat
5. bahu kann berjalan dan cegah terhadap
1 2 3 4 5 cedera
6. bahu kiri 4. Ajarkan pasien atau tenaga
1 2 3 4 5 kesehatan lain tentang teknik
7. tumit kanan ambulasi
1 2 3 4 5 5. Kaji kemampuan pasien
8. tumit kiri dalam mobilisasi
1 2 3 4 5 6. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan ADLs
9. lutut kanan secara mandiri sesuai
1 2 3 4 5 kemampuan
10. lutut kiri 7. Dampingi dan Bantu pasien
1 2 3 4 5 saat mobilisasi dan bantu
Ket : penuhi kebutuhan
skala 1 = penyimpangan ADLS
parah 1. Berikan alat Bantu jika klien
skala 2 = penyimpangan memerlukan.
substansial 2. Ajarkan pasien bagaimana
skala 3 = penyimpangan merubah posisi dan berikan
sedang bantuan jika diperlukan
skala 4 = penyimpangan
ringan

4. Implementasi Keperawatan
Dalam hal ini, prinsip yang harus diterapkan dalam pembuatan implementasi
keperawatan adalah kita harus menentukan perencanaan yang tepat sebelum kita
membuat implementasi keperawatan, adapun yang harus diperhatikan adalah:
1. Mencegah terjadinya komplikasi
2. Meningkatkan konsep diri dan penerimaan situasi
3. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis,
risiko komplikasi dan kebutuhan pengobatan lainnya
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang
sistematik pada status kesehatan klien. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan
melaksanakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil
keputusan :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang
ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan
untuk mencapai tujuan).
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang
lebih lama untuk mencapai tujuan)
DAFTAR PUSTAKA

Crowin,E.J.2008. BukuSakuPatofisiologi. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. 2009. Rencana

Asuhan Keperawatan : Pedoman

Gloria, Howard, Joanne, Cheryl, 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth

Edition. Missouri: Elsevier

Moenadjat Y. 2007. Luka Bakar Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Morhead, Johnson, L. Maas, Swanson, 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC)

Fifth Edition. Missouri :Elsevier

NANDA NIC-NOC. 2012.

AplikasiAsuhanKeperawatanBerdasarkanDiagnosaMedisJilid 2. Jakarta: EGC.

Suriadi, Rita. 2010. AsuhanKeperawatanPadaAnak. Jakarta: CV. SagungSeto.

Anda mungkin juga menyukai