OLEH:
Pembimbing:
Ns. Sri Agustina, S. Kep., M.Kep
NIP. 198908232020122003
A. Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya
bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka
bakar dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam
menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga terjadi
diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan. Lama
kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman kerusakan
jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan
yang terjadi (Moenadjat, 2003).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit
dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun
jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak dengan sumber
panas/penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi kerusakan/
gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel (Yepta, 2003).
2. Etiologi
Etiologi Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal (Brunner & Suddart,
2015), diantaranya adalah :
1. Paparan api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan
cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu
baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan
serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan
berupa cedera kontak.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar
yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara
lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan
masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama
waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang
disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya.
Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama
lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya
melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang
menandai permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap
panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta
dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan
nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya
luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan
membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
3. Patofisiologi
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap.
Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan
gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak bewarna gelap akibat jelaga
(Yovita, 2012). Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung
atau radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 44 0C tanpa
kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap derajat
kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan
dengan konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan
intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan
tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan
permeabilitas yang hampir menyeluruh, penimbunan jaringan masif di intersitial
menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit,
timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini
dikenal dengan syok (Moenadjat, 2001).
Ada tiga mekanisme yang menyebabkan cedera pada trauma inhalasi, yaitu
kerusakan jaringan karena suhu yang sangat tinggi, iritasi paru-paru dan asfiksia.
Hipoksia jaringan terjadi karena sebab sekunder dari beberapa mekanisme. Proses
pembakaran menyerap banyak oksigen, dimana di dalam ruangan sempit seseorang
akan menghirup udara dengan konsentrasi oksigen yang rendah sekitar 10-13%.
Penurunan fraksi oksigen yang diinspirasi (FIO2) akan menyebabkan hipoksia dengan
terhirupnya CO maka molekul oksigen digantikan dan CO secara reversible berikatan
dengan hemoglobin sehingga membentuk carboxyhemoglobin (COHb). Hipoksia
jaringan dapat terjadi akibat penurunan secara menyeluruh pada kemampuan.
pengantaran oksigen dalam darah, akibatnya otak juga mengalami penurunan
kebutuhan oksigen (Muflihah et al, 2018).
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan
organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multisistem yaitu terjadinya
kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan
ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan
onkotik dan tekanan cairan intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus
dapat mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan
terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perkusi jaringan
maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi organ-
organ penting seperti: otak, kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan
neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ multi system (Moenajat, 2001)
4. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis luka bakar dapat dikelompokkan menjadi trauma primer dan
sekunder, dengan adanya kerusakan langsung yang disebabkan oleh luka bakar dan
morbiditas yang akan muncul mengikuti trauma awal. Pada daerah sekitar luka, akan
ditemukan warna kemerahan, bulla, edema, nyeri atau perubahan sensasi. Efek sistemik
yang ditemukan pada lukabakar berat seperti syok hipovolemik, hipotermi,
perubahanuji metabolik dan darah (Rudall & Green, 2010).
Syok hipovolemik dapat terlihat pada pasien dengan luas luka bakar lebih dari
25% LPTT. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas pembuluh darah
yang berlangsung secara kontinyu setidaknya dalam 36 jam pertama setelah trauma
luka bakar. Berbagai protein termasuk albumin keluar menuju ruang interstitial dengan
menarik cairan, sehingga menyebabkan edema dan dehidrasi. Selain itu, tubuh juga
telah kehilangan cairan melalui area luka, sehingga untuk mengkompensasinya,
pembuluh darah perifer dan visera berkonstriksi yang pada akhirnya akan menyebabkan
hipoperfusi. Pada fase awal, curah jantung menurun akibat melemahnya kontraktilitas
miokardium, meningkatnya afterload dan berkurangnya volume plasma. Tumour
necrosis factor-α yang dilepaskan sebagai respon inflamasi juga berperan dalam
penurunan kontraktilitas miokardium (Rudall & Green, 2010).
Suhu tubuh akan menurun secara besar dengan luka bakar berat, hal ini
disebabkan akibat evaporasi cairan pada kulit karena suhu tinggi luka bakar dan syok
hipovolemik. Uji kimia darah menunjukkan tingginya kalium (akibat kerusakan pada
sel) dan rendahnya kalsium (akibat hipoalbuminemia). Setelah 48jam setelah trauma
luka, pasien dengan luka bakar berat akan menjadi hipermetabolik (laju metabolik
dapat meningkat hingga 3 kali lipat). Suhu basal tubuh akan meningkat mencapai
38,50C akibat adanya respon inflamasi sistemik terhadap luka bakar. Respon imun
pasien juga akan menurun karena adanya down regulation pada reseptor sehingga
meningkatkan resikoinfeksi dan juga hilangnya barier utama pertahanan tubuh yaitu
kulit (Rudall & Green, 2010).
Nyeri akibat luka bakar dapat berasal dari berbagai sumber yaitu antara lain,
sumber luka itu sendiri, jaringan sekitar, penggantian pembalut luka ataupun donor
kulit. Setelah terjadinya luka, respon inflamasi akan memicu dikeluarkannya berbagai
mediator seperti bradikinin dan histamin yang mampu memberi sinyal rasa nyeri
(Richardson & Mustard, 2009).
Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas permukaan tubuh
atau Total Body Surface Area (TBSA). Untuk menghitung secara cepat dipakai
Rules of Nine atau Rules of Walles dari Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat
diterapkan pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang
berbeda. Pada anak-anak dipakai modifikasi Ruleof Nines menurut Lund and
Browder, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun (Yapa, 2009).
Wallace membagi tubuh bagian 9 % atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama
rule of nine atau rule of Wallace, yaitu:
b) Lengan kanan : 9 %
c) Lengan kiri : 9 %
f) Punggung : 9 %
g) Bokong : 9 %
h) Genetalia : 1 %
1) Fase Akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas),
dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau
beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran
pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi
adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut sering
terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cederatermal yang
berdampak sistemik.
2) Fase Sub-Akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan
atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:
c) Keadaan hipermetabolisme
3) Fase Lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah
penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan
kontraktur.
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan penunjang pada luka bakar
yaitu:
5) Urin Adanya albumin, Hb, dan mioglobin dalam urin mengindikasikan kerusakan
jaringan yang dalam dan kehilangan/pengeluaran protein. Warna urine merah
kehitaman menunjukan adanya mioglobin.
8) ECG Untuk mengetahui adanya gangguan irama jantung pada luka bakar karena
elektrik.
8. Penatalaksanaan
a) Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya dengan
menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan
oksigen pada api yang menyala
c) Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air atau
menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit.
Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung
terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap
2) Resusitasi Cairan Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka
bakar, pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena
yang adekuat harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka
bakar.
3) Perawatan Luka Bakar Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan
resusitasi cairan dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik
dan ukuran dari luka.
4) Early Exicision and Grafting (E&G) Dengan metode ini eschar di angkat secara
operatif dan kemudian luka ditutup dengan cangkok kulit (autograft atau allograft),
setelah terjadi penyembuhan, graft akan terkelupas dengan sendirinya.
9. Komplikasi
Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari
ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka (Burninjury, 2013).
1) Infeksi luka bakar Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi. Sistem integumen memiliki peranan sebagai pelindung utama dalam melawan
infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap
patogen di udara seperti bakteri dan jamur. Infeksi juga dapat terjadi akibat penggunaan
tabung atau kateter. Kateter urin dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius,
sedangkan tabung pernapasan dapat memicu infeksi traktus respirasi seperti pneumonia
2) Terganggunya suplai darah atau sirkulasi penderita dengan kerusakan pembuluh
darah yang berat dapat menyebabkan kondisi hipovolemik atau rendahnya volume
darah. Selain itu, trauma luka bakar berat lebih rentan mengalami sumbatan darah
(bloodclot) pada ekstremitas. Hal ini terjadi akibat lamanya waktu tirah baring pada
pasien luka bakar. Tirah baring mampu menganggu sirkulasi darah normal, sehingga
mengakibatkan akumulasi darah di vena yang kemudian akan membentuk sumbatan.
10. Diagnosa Keperawatan
Majid Abdul & Prayogi S. Agus. (2013). Buku Pintar PerawatanPasienLuka Bakar.
Gosyen Publishing : Yogyakarta
Muflihah et al. (2018). Gambaran Histopatologi Otak Tikus Wistar Akibat Luka Bakar
Termal Seluas 30% Total Body Surface Area(Tbsa) Pada Fase Intravital, Perimortem
Dan Postmortem. http://eprints.undip.ac.id/64157/3/BAB_II.pdf. Diakses pada tanggal
28 November 2019
Rudall, N. & Green, A. (2010). Burns Clinical Features and Prognosis. Pharmaceutical
Journalvolhttps://www.researchgate.net/publication/288104322_Burns_Clinical_featu
res_and_prognosisDiakses pada tanggal 28 November 2019
Yapa, K.S dan Eboch, S. (2009). Management of Burns in the Community. Wound UK.
Vol.5, No 2.