Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka bakar adalah cedera yang terjadi akibat pajanan panas, bahan kimia,
radiasi, atau arus listrik. Rentang keparahan luka bakar mulai dari kehilangan
minor srgmen kecil lapisan terluar kulit sampai cedera kompleks yang
melibatkan semua sistem tubuh.
Diperkirakan bahwa 500.000 milyar cedera luka bakar yang memerlukan
intervensi medis terjadi setiap tahun di Amerika Serikat, dan dari jumlah
tersebut, sekitar 40.000 memerlukan hospitalisasi dengan perkiraan sekitar
4.000 cedera luka bakar mengakibatkan kematian (American Burn
Association [ABA], 2007). Rumah merupakan tempat yang paling umum
terjadinya luka bakar terkait kebakaran (43%). Kebakaran rumah
menyebabkan 92,5% dari semua kematian terkait kebakaran.
Factor yang dikaitkan dengan kematian akibat luka bakar adalah usia
terutama anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun dan individu dewasa
yang berusia 65 tahun dan lebih tua, merokok sembarangan, intksikasi
alkohol atau obat, dan disabilitas fisik dan jiwa.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan luka bakar?
1.2.2 Bagaimana etiologi luka bakar terjadi?
1.2.3 Bagaimana patofisiologis luka bakar?
1.2.4 Apa saja klasifikasi luka bakar?
1.2.5 Bagaimana luas luka pada luka bakar?
1.2.6 Bagaimana pertolongan pertama pada luka bakar?
1.2.7 Bagaimana perawatan pada luka bakar?
1.2.8 Bagaimana penanganan medis pada luka bakar?
1.2.9 Bagaimana perhitungan resusitasi pada luka bakar?
1.2.10 Bagaimana Maintenance luka bakar?
1.2.11 Bagaimana kebutuhan nutrisi pada luka bakar?
1.2.12 Bagaimana memposisikan luka pada luka bakar?
2

1.2.13 Apa saja masalah keperawatan pada fase akut, sub akut, dan
rehabilitasi?
1.2.14 Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada luka bakar?

1.3 Tujuan
Tujuan Umum :
Untuk mengetahui dan memahami luka bakar beserta penanganannya.
Tujuan Khusus:

1.3.1 Untuk mengetahui definisi luka bakar


1.3.2 Untuk mengetahui etiologi luka bakar terjadi
1.3.3 Untuk mengetahui patofisiologis luka bakar
1.3.4 Untuk mengetahui klasifikasi luka bakar
1.3.5 Untuk mengetahui luas luka pada luka bakar
1.3.6 Untuk mengetahui pertolongan pertama pada luka bakar
1.3.7 Untuk mengetahui perawatan pada luka bakar
1.3.8 Untuk mengetahui penanganan medis pada luka bakar
1.3.9 Untuk mengetahui perhitungan resusitasi pada luka bakar
1.3.10 Untuk mengetahui Maintenance luka bakar
1.3.11 Bagaimana kebutuhan nutrisi pada luka bakar?
1.3.12 Untuk mengetahui cara memposisikan luka pada luka bakar
1.3.13 Untuk mengetahui masalah keperawatan pada fase akut, sub akut, dan
rehabilitasi
1.3.14 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada luka bakar
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat langsung
atau ekspose dengan sumber panas (thermal), kimia, elektrik, dan radiasi
(joyce, MB, 1997).

Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas yang memberikan
gejala, tergantung luas dalam dan lokasi lukanya (Tim Bedah, FKUA, 1999)

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam (Irna Bedah RSUD Dr. Soetomo, 2001).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa luka bakar adalah
suatu trauma atau kerusakan jaringan tubuh terutama kulityang disebabkan
oleh panas, arus listrik, bahan kimia, dan radiasi yang memberikan gejala
tergantung pada luas dalam dan lokasi lukanya.

2.2 Etiologi
1. Luka bakar termal
Agen pencedera dapat berupa api, air panas atau kontak dengan objek
panas, luka bakar api berhubungan dengan asap/cedera inhalasi (cedera
terbakar, kontak dan kobaran api).
2. Luka bakar listrik
Cedera listrik yang disebabkan oleh aliran listrik di rumah merupakan
insiden tertinggi pada anak-anak yang masih kecil, yang sering
memasukkan benda konduktif kedalam colokan listrik yang menggigit
atau mengisap kabel listrik yang tersambung (Herndon dkk, 1996).
Terjadi dari tife/voltase aliran yang menghasilkan proporsi panas untuk
tahanan dan mengirimkan jalan sedikit tahanan (contoh saraf memberikan
tahanan kecil dan tulang merupakan tahanan terbesar).Dasar cedera
menjadi lebih berat dari cedera yang terlihat.
4

3. Luka bakar kimia


Terjadi dar tife/kandungan agen pencedera, serta konsentrasi dan suhu
agen.
4. Luka bakar radiasi
Luka bakar bila terpapar bahan radioaktif dosis tinggi (Dongoes, E.M,
2000)& (Long, 1996).

2.3 Patofisiologi
Respons Jaringan Lokal
Cedera selular dimulai saat jaringan terpajan sumber energy (suhu, kimia,
listrik atau radiasi).Kedalaman cedera akibat panas ditunjukkan dengan
kedalaman cedera menembus lapisan kulit. Area hyperemia sembuh dengan
cepat dan tidak terjadi kematian sel. Pada area statis, sel dapat sembuh atau
mengalami nekrosis dalam 24 jam pertama. Diarea koagulasi, suhu telah
mencapai 45˚C.jaringan berwarna hitam, abu-abu, cokelat kekuningan, atau
putih dan telah mengalami koagulasi protein dan kematian sel.
Respon Sistemik
Perubahan utama di tingkat selular menyebabkan respon sistemik yang hebat
yang dijumpai oleh pasien luka bakar.Respon local menyebabkan koagulasi
protein selular, yang menyebabkan cedera sel irreversible dengan produksi
komplemen, histamine, dan radikal bebas oksigen di area local. Radikal bebas
oksigen mengubah sel lipid dan protein, sehingga memengaruhi integritas
membrane sel. Menyebabkan masalh endothelium sirkulasi mikorovaskuler
karena gangguan pada membrane sel menyebabkan peningkatan
permeabilitas b=vascular. Peningkatan permeabilitas vaskuler menyebabkan
kehilangan protein plasma dan menghasilkan penurunan volume sirkulasi
secara mencolok.Aktifitas komplemen dan pelepasan histamine menyebabkan
peningkatan permeabilitas vaskuler dengan meningkatkan produksi radikal
bebas oksigen, sehingga menyebabkan edema intersisial.System vascular
pulmonal terkena dan terbentuk edema intersisial pulmonal, dengan
perdarahan intraalveolar.Kerusakan awal paru ini diduga menjadi precursor
terbentuknya distress pernapasan akut.
5

Secara sistemik, cedera luka bakar menyebabkan pelepasan zat vasoaktif


seperti histamine, prostaglandin, interleukin, dan metabolit asam
arakidonat.Zat ini memicu sindrom respons inflamasi sistemik.Mediator kuat
dan sitokinin (oksida nitrat, factor pengaktifan trombosit, serotonin,
tromboksan A2 dan factor nekrosis tumor) mengurangi aliran volume
intravascular, mengurangi aliran darah ke ginjal.Oksida nitrat merelaksasi
otot polos dan menghasilkan vasodilatasi dan hipotensi.PAF memicu aktivasi
sel darah putih dan neutrofil dan menimbulkan inflamasi jaringan, PAF juga
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengurangi
kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan Vasodilatasi dan
hipotensi.Beberapa prostaglandin menyebabkan vasokontriksi dan
meningkatkan aliran darah.Demam juga dapat menyertai aktivasi
prostaglandin.Serotonin menyebabkan vasodilatasi, hipotensi, dan
peningkatan pereabilitas pembuluh darah.Tromboksan A2 menyebabkan
inflamasi, agregasi trombosit, dan pelekatan sel polimorfonuklear. TNF
menimbulkan sejumlah besar respon sel, termasuk peningkatan pembentukan
radikal bebas oksigen, yang menyebabkan cedera pada paru, saluran
gastrointestinal, dan ginjal; peningkatan produksi sitokinin; hipreglikemia
awal yang diikuti dengan hipoglikemia; hipotensi; asidosis metabolic;
koagulopati; dan aktivitasi kaskade koagulasi.Hasil akhir respon local dan
sistemik amat hebat, jika luka bakar terjadi pada lebih dari 20% TBSA.
Individu yang mengalami cedera luka bakar mayor akan mengalami bentuk
syok hipovolemik yang dikenal sebagai syok luka bakar. Dalam beberapa
menit setelah cedera akibat panas, terjadi peningkatan tekanan hidrostatik
kapiler yang mencolok dijaringan yag terluak, dsertai dengan peningkatan
permeabilitas kapiler. Ini menghasilkan perpindahan cairan plasma secara
cepat dari kompartemen intravaskuler melintasi kapiler yang telah dirusak
oleh panas, menuju area interstitial (menyebabkan edema), dank e luka bakar
itu sendiri.Kehilangan cairan plasma dan protein plasma menyebabkan
penurunan tekanan osmotk koloid dalam kompartemen vaskuler.Akibatnya,
cairan dan elektrolit bocor keluar dari kompartemen vascular, menyebabkan
pembentukan edema tambahan di area yang terbakar dan di seluruh tubuh.
6

Pada pasien yang mendapatkan resusitasi cairan adekuat, curah jantung


biasanya kembali ke normal di jam –jam terakhir pada 24 jam pertama setelah
cedera luka bakar. Saat volume plasma digantikan selama 24 jam kedua,
curah jantung meningkat sampai ke tingkat hipermetabolik dan secara
perlahan kembal ke tingkat yang lebih normal saat luka bakar
menutup.Kehilangan cairan di seluruh ruang intravascular tubuh
menyebabkan pengentalan dan kelambatan volume aliran darah sirkulasi yang
masih ada.Efeknya mengenai system tubuh.Penurunan sirkulasi ini
memungkinkan bacteria dan materi seluler berada dibagian bawah pembuluh
darah, terutama kapiler, sehingga menghasilkan endapan.
Reaksi antigen-antibodi terhadap jaringan yang terbakar memperburuk
kongesti sirkulasi dengan menggumpalkan atau mengaglutinasi sel. Jika
terjad thrombus maka akan terjadi iskemia dibagian yang terkena dan
menyebabkan nekrosis.

2.4 Klasifikasi
1. Kedalaman luka bakar
Partial
Karakteristik Superfisal Full Thickness
Thickness
Lapisan kulit Epidermis Epidermis dan Epidermis,
yang hilang dermis dermis, dan
jaringan
dibawahnya
Penampilan Merah muda Lepuh berisi Putih seperti
kulit pada hingga merah cairan; merah llin; kering,
luka bakar dan kering; muda terang atau kasar, hangus
dapat mengalai merah dengan
edema lokal partial thickness
superficial
Pucat, berbintik-
bintik, putih
seperti lilin
7

dengan luka bakar


partial thickness
dalam
Fungsi kulit Ada Tidak ada Tidak ada
Sensasi nyeri Ada Ada Tidak ada
Manifestasi Nyeri, edema Nyeri hebat, Sedikit nyeri,
pada area luka lokal edema, edema
bakar mengeluarkan
cairan
Terapi Pembersihan Pembersihan Pembersihan
teratur teratur teratur
Agens topikal Agens topikal Agens topikal
pilihan pilihan pilihan
Dapat Pengganti kulit
memerlukan Eksisi eskar
tandur kulit pada Tandur kulit
luka bakar partial
thickness dalam
Jaringan parut Tidak ada Dapat terjadi pada Area yang
luka bakar dalam ditandur
Waktu 3 - 6 hari 14 - <21 hari Memerlukan
penyembuhan tandur kulit
untuk sembuh

2. Berat ringannya luka bakar


Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa
factor antara lain :
a. Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh
b. Kedalaman luka bakar
c. Anatomi lokasi luka bakar
d. Umur klien
e. Riwayat pengobatan yang lalu
8

f. Trauma yang menyertai atau bersamaan

American college of surgeon membagi dalam :

1) Parah – critical :
a) Tingkat II : 30% atau lebih
b) Tingkat III : 10% atau lebih
c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah
d) Dengan adanya komplikasi pernafasan, jantung, fraktur, soft tissue
yang luas.
2) Sedang – moderate :
a) Tingkat II : 15-30%
b) Tingkat III : 1-10 %
3) Ringan – minor :
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%
3. Keparahan luka bakar
a. Luka bakar minor
Cedera ketebalan parsial dengan LPTT lebih kecil dari 15% pada
orang dewasa atau LPTT 10% pada anak-anak atau cedera ketebalan
penuh LPTT kurang 2% yang tidak disertai komplikasi.
b. Luka bakar sedang tak terkompilasi
Ketebalan parsial dengan LPTT dari 15% sampai 25% pada orang
dewasa atau LPTT dari 10% sampai 20% pada anak-anak atau cedera
ketebalan penuh dengan LPTT kurang dari 10% tanpa disertai
komplikasi.
c. Cedera luka bakar mayor
Cedera ketebalan parsial dengan LPTT lebih dari 25% pada orang
dewasa atau lebih dari 20% pada anak-anak.Cedera ketebalan penuh
dengan LPTT 10% atau lebih besar.
9

2.5 Luas Luka Bakar


Luas cedera luka bakar dinyatakan dengan presentasi area permukaan
tubuh total (total body surface area, TBSA). Wallace membagi tubuh
bagan atas 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama “Rule of nine”
yaitu :
a. Kepala dan leher : 9%
b. Lengan masing-masing 9% : 18%
c. Badan depan 18%, badan belakang 18 % : 36%
d. Tungkai masing-masing 18% : 36%
e. Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%

2.6 Pertolongan Pertama Luka Bakar


Segera identifikasi kondisi-kondisi yang mengancam jiwa dan lakukan
manajemen emergensi yaitu berdasarkan tata laksana survei primer dari
Emergency Management of Severe Burn (EMSB) course oleh asosiasi luka
bakar Australia & New Zealand yaitu :
1. A (Airway) Penatalaksanaan jalan napas dan manajemen tulang servikal
Look : Nilai tanda klinis trauma inhalasi dengan luka bakar pada wajah,
alis, dan bulu hidung terbakar, edema mukosa bibir dan intaoral, lidah
bengkak. Jika ragu, lakukan laringoskop lihat edema laring.
Listen : Suara napas berubah (hoarseness), wheezing, gargling
Feel : Penurunan atau tidak adanya aliran udara
Tindakan : Patensi jalan napas, jika ada 3 tanda terakhir pada
pemeriksaan look maka lakukan definitive airway (inhalasi). Jaga gerakan
tulang servikal (collar neck).
2. B (Breathing) Pernafasa dan ventilasi
Look : Paparkan dada, lihat penurunan usaha napas, sianosis, tracheal tug,
penggunaan otot-otot aksesori bantu napas, gangguan pola napas,
kesimetrisan dan kedalaman napas, dan lihat saturasi oksigen, lihat tanda
keracunan CO (pasien berwarna merah buah cherry dan tidak bernapas),
dan nilai eskar melingkar dada untuk dilakukan eskarotomi.
10

Listen : Sesak napas, tidak dapat bicara, suara napas tambahan


(hoarseness, stridor, wheezing)
Feel : Simetris pergerakan dan perkembangan dada, deviasi trakea,
krepitasi, dan distensi abdominal
Tindakan :
a. Hati-hati bila napas < 10x/menit atau >30x/menit
b. Berikan High Flow Oksigen 100% (12-15 L/menit) menggunakan
Non Rebreathing Mask, nilai indikasi untuk dilakukan intubasi.
3. C (Circulation) Sirkulasi dengan kontrol perdarahan
Look : Periksa tekanan darah, capilarry refil time < 2 detik (normal), lihat
tanda hipovolemia atau eskar melingkar pada ekstremitas untuk dilakukan
eskarotomi.
Feel : Raba pulsasi nada yang perifer dan sentral (kuat dan lemah).
Tindakan :
a. Pasang IV 2 jalur diameter besar (albocath no.16) pada vena dalam
(femoralis dan antibrachii) ditempat yang terbakar bila ada. Jika tidak
memungkinkan lakukan vena seksi dengan mengambil vena yang
besar.
b. Ambil darah untuk pemeriksaan darah perifer lengkap, elektrolit, agd,
laktat.
c. Masukkan bolus cairan kristaloid (Ringer Laktat) untuk
mempertahankan denyut arteri radialis atau arteri ulnaris.
d. Mencari perdarahan dari organ sistem lain (toraks, abdomen, pelvis,
femur).
e. Indikasi resusitasi cairan pada pasien dewasa >20% luas luka bakar
dan pasien anak-anak >10% luas luka bakar.
4. D (Disabilitas) Status neurogenik
a. Menilai GCS
b. Menilai derajat kesadaran dengan :
1) Alert (sadar, waspada)
2) Vocal (respon rangsang suara)
3) Pain (respon rangsang nyeri)
11

4) Unresponsive (tidak memberi respon)


c. Lihat respon pupil terhadap cahaya pada kedua mata
5. E (Exposure) Paparan + pengendalian lingkungan
a. Lepas semua aksessoris, perhiasan, dan pakaian yang menutupi pasien
b. Miringkan pasien untuk dapat melihat sisi posterior tubuh
c. Jaga agar pasien tetap hangat
d. Menghitung luas luka bakar dengan metode Rule Of Nine
6. F (Fluids) Cairan, pemeriksanaan, pipa, analgesik
a. Resusitasi cairan
1) Cairan inisial diberikan menggunakan rumus Parkland yang
dimodifikasi :
3-4 ml/kg BB/% luas luka bakar dan pada anak-anak ditambah
cairan maintenance.
2) Kristaloid (larutan Hartmann atau Ringer Laktat) adalah cairan
yang direkomendasikan.
3) Separuh cairan berdasarkan perhitungan diberikan dalam 8 jam
pertama, sisanya diberikan pada 16 jam berikutnya.
4) Saat terjadinya trauma ditetapkan sebagai awal resusitasi cairan
5) Monitor keberhasilan resusitasi dengan :
a) Ukur produksi urin melalui catheter setiap jamnya
b) EKG, pulsasi, tekanan darah, frekuensi pernafasan, pulse
oximetry, dan analisis gas darah.
6) Sesuaikan (titrasi) cairan resusitasi sesuai indikasi.
b. Pemeriksaan radiologi
1) Tulang belakang servikal
2) Toraks
3) Panggul
4) Pencitraan lain sesuai indikasi klinis
c. Analgesia
1) Nyeri; berikan morfin IV 0,05-0,1 mg/kg
2) Titrasi untuk memperoleh efek
d. Pipa
12

1) Pemasangan pipa nasogastrik


2) Insersi pipa nasogastrik pada luka bakar luas (>10% pada anak-
anak, 20% pada dewasa) bila dijumpai cedera penyerta, atau
untuk melalukan dekompresi saluran cerna. Gastropararosis
merupan hal yang umum terjadi
3) Volley catheter untuk memantau urine output

2.7.Perawatan Luka Bakar


Tujuan penatalaksanaan luka adalah sebagai berikut:
a. Mengendalikan kolonisasi mikroba dan mencegah infeksi luka
b. Mencegah perkembangan luka
c. Mencapai penutupan luka sedini mungkin
d. Meningkatkan fungsi kulit yang sembuh
Perawatan luka bakar :
1. Debridement Luka
Debridement adalah pengangkatan semua jaringan yang lepas, debris
luka, dan eskar (jaringan mati) dari luka. Tiga metode debridement yang
digunakan: mekanis, enzimatik, dan pembedahan.
Perawat boleh melakukan debridement mekanis dengan memasang dan
melepaskan balutan kasa (basah ke kering atau basah ke lembap),
hidroterapi, irigasi, atau gunting dan pinset.Selama hidroterapi (di kolam
berendam, pancuran atau pada meja semprotan) cedera luka bakar dapat
dicuci secara perlahan dengan sabun antimikroba yang ringan dan non-
parfum, atau larutan pembersih luka untuk menghilangkan kulit mati dan
memisahkan eskar.Larutan kemudian dibilas dengan salin hangat atau air
kran. Rambut tubuh (kecuali alis mata) harus dicukur pada luka bakar
dan hingga 2,5 cm dari tepi luka. Kulit yang lepuh dipegang dengan kasa
kering dan secara perlahan dilepaskan.Tepi lepuh atau eskar dipotong
dengan gunting tumpul.Luka kemudian ditutup dengan agens
antimikroba topikal.
Debridement enzimatik mencakup penggunaan agens topikal untuk
melarutkan dang menghilangkan jaringan nekrotik, dan mengangkat
13

eskar.Enzim (seperti accuzyme, kolagenase) atau fibrinolisis-


deoksiribonuklease digunakan pada lapisan tipis hanya dalam area luka
dan ditutup dengan satu lapisan tipis kasa jaring.Agens antimikroba
topikal kemudian digunakan dan ditutup dengan kasa jaring yang bisa
diregangkan.Agens enzimatik dihentikan penggunaannya saat eskar
dilepas dan jaringan granulasi muncul.
2. Membalut luka
Pada metode terbuka, luka bakar tetap terbuk ke udara, hanya ditutup
dengan agens antimikroba topikal.Agens topikal harus sering digunakan
kembali karena cenderung terseka seprai.Metode terbuka juga
meningkatkan risiko hipotermia.
Pada metode tertutup, agens antimikroba topikal digunakan pada area
luka, yang ditutup dengan kasa atau balutan yang tidak melekat dan
kemudian secara perlahan dibalut dengan perban kasa gulung. Balutan
digunakan menurut kebutuhan secara sirkumferensial dengan cara distal-
ke-proksimal. Semau jari tangan dan jari kaki dibalut secara
terpisah.Balutan difiksasi dengan stockinette, bukan plester untuk
mencegah cedera kulit lebih lanjut. Metode tertutup mengurangi
kehilangan panas, tetapi tidak mengganggu rentang gerak (range of
motion, ROM).
3. Pengaturan posisi, bidai, dan latihan kontraktur
Selama terapi, pasien harus dipetahankan dalam posisi yang mencegah
terjadinya kontrakur.Karena fleksi merupakan posisi istirahat alami pada
sendi dan ekstremitas, tetapi fisik awal mencakup mempertahankan
posisi antideformitas.Bidai mengimobilisasi bagian tubuh dan mencegah
kontraktur sendi.Bidai digunakan sesegera mungkin setelah cedera dan
dilepaskan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh ahli terapi fisik.
4. Pakaian pendukung
Menggunakan tekanan yang sama dapat mencegah atau mengurangi
pembentukan jaringan parut hipertrofik. Perban pendukung tubular
digunakan 5-7 hari pasca tandur untuk mempertahankan tekanan yang
berkisar dari 10-20 mmHg guna mengendalikan pembentukan jaringan
14

parut.Pasien memakai pakaian tekanan elastis yang disesuaikan untuk


satu orang seperti pakaian Jobst selama 6 bulan hingga 1 tahun pasca
tandur.

2.8 Penanganan Medis Luka Bakar


Empat tujuan utama yang berhubungan dengan penatalaksanaan luka bakar
adalah pencegahan, pelaksanaan upaya penyelamatan kehidupan untuk
individu yang mengalami luka bakar berat, pencegahan disabilitas dan
kecacatan (disfigurement), serta rehabilitasi.
1. Resusitasi A, B, C
a. Pernafasan
i. Udara panas, mukosa rusak, oedema, obstruksi.
ii. Efek toksik dari asap : HCN, NO2, HCL, Bensin  iritasi 
Bronkhokontriksi  obstruksi  gagal nafas.
b. Sirkulasi
Gangguan permeabilitas kapiler : cairan dari intra vaskuler pindah ke
ekstra vaskuler  hipovolemi relatif  syok  ATN  gagal
ginjal.
2. Infus, kateter, CVP, oksigen, laboratorium, kultur luka.
3. Resusitasi cairan  Baxter.
Dewasa : Baxter
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam
Anak : jumlah resusitasi + kebutuhan faal :
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x %LB
Kebutuhan faal :
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½  diberikan jam pertama
½  diberikan 16 jam berikutnya
Hari kedua :
15

Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5%/albumin


(3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc)  1 cc/menit
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal
4. Monitor urine dan CVP
5. Topikal dan tutup luka
a. Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% (1:30) + buang jaringan
nekrotik
b. Tulle
c. Silver sulfa diazin tebal
d. Tutup kassa tebal
e. Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor
6. Obat-obatan
a. Antibiotika : Tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak
kejadian
b. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai
kultur
c. Analgesik : Kuat (morfin, petidin)
d. Antasida : kalau perlu

2.9 Perhitungan Resusitasi Cairan


1. Formula Baxter (Parkland)
a. 24 jam pertama
Larutan Ringer Laktat ( 4 ml/kg/%TBSA); setengah diberikan dalam
8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
b. 24 jam kedua
Dextrose dalam air, ditambah cairan yang mengandung kalium dan
koloid (0,3 – 0,5 ml/kg/%TBSA)
2. Formula Brooke
a. 24 jam pertama
16

Larutan Ringer Laktat (1,5 ml/kg/%TBSA) ditambah larutan koloid


(0,5 ml/kg/%TBSA); setengah diberikan dalam 8 jam pertama,
sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
b. 24 jam kedua
Larutan Ringer Laktat (0,5 – 0,75 ml/kg/%TBSA), ditambah 5%
dextrose dalam air (2L)
3. Formula Brooke yang dimodifikasi
a. 24 jam pertama
Larutan Ringer Laktat (2 ml/kg/%TBSA); setengah diberikan dalam
8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
b. 24 jam kedua
Larutan koloid (0,3 – 0,5 ml/kg/%TBSA), ditambah 5% dekstrosa
dalam air untuk mempertahankan keadekuatan haluaran cairan.
4. Formula Konsensus
a. 24 jam pertama
Larutan Ringer Laktat (2-4 ml/kg/%TBSA pada orang dewaa; 3-4
ml/kg/%TBSA pada anak-anak); setengah diberikan dalam 8 jam
pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
b. 24 jam kedua
Cairan yang mengandung koloid (0,3-0,5 ml/kg/%TBSA), ditambah
cairan bebas elektrolit (pada orang dewasa) atau setengah salin
normal (anak-anak) untuk mempertahankan haluaran urin yang
adekuat.
5. Formula Dextran
a. 8 jam pertama
Dextran 40 dalam salin (2 ml/kg/%TBSA) ditambah larutan Ringer
Laktat yang dimasukkan untuk mempertahankan haluaran urine
sebesar 30 ml/jam.
b. 8 jam kedua
Plasma beku segar (0,5 ml/kg/jam) untuk 18 jam, ditambah kristaloid
tambahan untuk mempertahankan keadekuatan haluaran urine.
17

6. Formula Evans
a. 24 jam pertama
Salin normal 0,9 % (1 ml/kg/%TBSA) ditambah larutan koloid (1
ml/kg/%TBSA); setengah diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya.
b. 24 jam kedua
Salin normal 0,9% (0,5 ml/kg/%TBSA) ditambah 5% dekstrosa
dalam air (2L).

2.10 Maintenance

Menggunakan cairan RL, 50 % total perhitungan cairan dibagi menjadi 2


tahap dalam waktu 24 jam pertama. Tahap 1 diberikan 8 jam dan tahap 2 16
jam setelahnya.

Untuk pasien anak dengan prinsip yang sama menggunakan formula parkland
+ cairan rumatan: 3-4 ml x KgBB x %TBSA dan ditambah rumus
maintenance dengan 5% dextrose (glukosa) dalam 0.45% (1/2 normal) saline.

1. Rumus Maintenance anak (post resusitasi fase akut 24 jam pertama):


a. 100ml / kg untuk 10 kg pertama
b. + 50ml / Kg untuk 10 Kg kedua
c. + 20 ml/ Kg untuk 10 berikutnya
2. Rumus Maintenance Dewasa (post resusitasi fase akut 24 jam pertama):
(1500 x TBSA) + ((25+ % LB) x TBSA)

Catatan :

Observasi dan dicatat per jam pada chart monitoring. Adapun untuk
mengetahui TBSA dapat dilihat dari lampiran tabel body survace area.

2.11 Kebutuhan Nutrisi pada Pasien Luka Bakar


Pasien yang mengalami luka bakar mayor berada dalam kondisi
hipermetabolik dan katabolic. Pemakaian energi sisa setelah cedera luka
18

bakar berat dapat meningkat sebesar 100% diatas tingkat normal,


bergantung pada tingkat katabolisme dan aktivitas fisik, ukuran usia, dan
jenis kelamin. Peningkatan ini diyakini terjadi akibat kehilangan panas dari
luka bakar, peningkatan aktivitasbeta-adrenergik, nyeri, dan infeksi.
Akibatnya, kebutuhan kalori total mungkin sebesar 4.000-6.000 kkal per
hari.
Penatalaksanaan diet biasa berdasarkan asupan per oral jarang memenuhi
kebutuhan kkal yang diperlukan untuk mengatasi keseimbangan nitrogen
negative dan memulai proses penyembuhan. Oleh sebab itu, pemberian
makanan nasointestinal dilakukan dalam 24-28 jam cedera luka bakar untuk
mengimbanngi hipermetabolisme, memperbaiki keseimbangan nitrogen,,
mengurangi sepsis, dan mengurangi lama rawat di rumah sakit. Slang
pemberian makan nasointestinal dipasang dibawah fluoroskopi dengan
ujung yang memanjang melewati pylorus untuk mencegah refluks dan
aspirasi.
Pemberian makanan enteraral dikontraindikasikan pada ulus curling,
obstruksi usus, intoleransi pemberian makan, pancreatitis, atau ileus septik.
Nutrisi yang diberikan harus diperhitungkan dengan baik meliputi
karbohidrat, protein, dan lemak serta mikronutrien. Perbandingan energi yang
dibutuhkan dari karbohidrat, lemak, dan protein kira-kira 54% : 24% : 22%.
Sutherland (1959) memformulasikan kebutuhan energy pada pasien luka
bakar dengan memperhitungkan berat badan dan beratnya luka bakar.
Dewasa
20 kkal/kg BB + 70 kkal % luas luka bakar
Anak-anak
60 kkal/kg BB + 35 kkal/% luas luka bakar
Long dkk (1979) melakukan modifikasi dengan menambahkan factor
aktivitas dan factor stress akibat trauma ke dalam rumus Harris-Benedict.
Pria : [66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U)] x FA X FI
Wanita : [665 + (9,6 x BB) + (1,7 x TB) – (4,7 x U)] x FA x FI
Keterangan :
BB : berat badan dalam kg
19

TB : tinggi badan dalam cm


U : umur dalam tahun
FA : factor aktivitas (1,2 atau 1,3 tergantung aktivitas)
FI : factor stress akibat trauma

2.12 Cara Memposisikan Pasien Luka Bakar


Lokasi Luka Kecenderungan
Posisi/Splint
Bakar Kontraktur
Leher bagian depan Fleksi leher Jangan gunakan
bantal, matras
setengah, neck
collar
Aksilla Aduksi Abduksi 120o+
eksorotasi ringan,
bebat
Siku bagian Fleksi Bebat ekstensi siku
anterior pada 5-10o
Pergelangan tangan Ekstensi pergelangan tangan Posisi netral
dorsal pergelangan tangan
Pergelangan tangan Fleksi pergelangan tangan Check up splint
volar untuk pergelangan
Dosum manus Claw hand Bebat tangan
dengan posisi sendi
MCP 70-90oekstensi
penuh sendi IP,
sayap pertama posisi
terbuka, ibu jari
oposis
Volar manus Kontraktur telapak tangan, Bebat ekstensi
tangan berbentuk seperti telapak tangan,
mangkuk sendi MCP
hiperekstensi ringan
Panggul anterior Posisi prone berat
menumpu paha pada
posisi berdiri,
imobilitas lutut
Lutut Fleksi lutut Ekstensi lutut, cegah
eksternal rotasi
Kaki Foot drop Posisi pergelangan
kaki 90odengan
papan kaki bebat
20
21

2.13 Masalah Keperawatan


Masalah keperawatan dapat dibagi dalam beberapa tahap:
1. Tahap Darurat atau Resusitasi
Tahap darurat/resusitasi berlangsung dari awitan cedera sampai
resusitasi cairan yang berhasil.Selama tahap ini, petugas layanan
kesehatan memperkirakan luas cedera luka bakar, melakukan tindakan
pertolongan pertama, dan mengimplementasikan terapi resusitasi
cairan.Pada tahap ini, klien dikaji untuk mengetahui adanya syok dan
tanda gawat napas.Jika diindikasikan, slang intravena dipasang, dan
pasien dan diintubasi secara profilaksis. Selama tahap ini, petugas
layanan kesehatan menentukan apakah pasien dipindahkan ke pusat
penanganan luka bakar untuk strategi intrvensi yang kompleks oleh tim
luka bakar profesional antardisiplin.
Pasien dewasa yang harus ditangani di pusat penanganan luka bakar
mencakup pasien yang mengalami hal berikut:
a. Luka bakar derajat dua atau tiga > 10% TBSA pada individu
dewasa yang berusia lebih dari 50 tahun.
b. Luka bakar derajat dua atau tiga > 20% TBSA pada individu
dewasa yang berusia kurang dari 50 tahun.
c. Luka bakar derajat tiga > 5% TBSA pada individu dewasa berbagai
usia.
d. Luka bakar yang mencakup telapak tangan, telapak kaki, wajah,
mata, telinga, atau perineum.
e. Cedera listrik (termasuk tersambar petir), bahkan kimia dan
inhalasi.
f. Luka bakar sirkumferensial pada ekstremitas dan/atau dada.
g. Setiap luka bakar yang berkaitan dengan masalah meringankan,
penyakit yang ada sebelumnya, fraktur, atau trauma lain.
2. Tahap Akut
Tahap akut diawali dengan dimulainya diuresis dan diakhiri dengan
penutupan luka bakar (baik sembuh secara alami maupun melalui
tandur kulit). Selama tahap ini, penatalaksanaan perawatan luka, terapi
22

nutrisi, dan tindakan untuk mengendalikan proses infeksi dimulai.


Hidroterapi dan eksisi dan tandur luka full thickness dilakukan sesegera
mungkin setelah cedera. Intervensi nutrisi enteral dan parenteral
dimulai sejak dini dalam rencana terapi untuk memenuhi kebutuhan
kalori yang terjadi akibat pemakaian energi yang berlebihan. Tindakan
untuk mengatasi infeksi diimplementasikan selama tahap ini, termasuk
pemberia agens antimikroba topikal dan sistemik. Penatalaksaan yang
signifikan selama proses klinis pasien yang mengalami cedera luka
bakar. Pemberian agens obat narkotik hars dilakukan sebelum semua
prosedur invasif untuk memaksimalkan kenyamanan pasien dan
mengurangi ansietas terkait debridement luka dan terapi fisik intensif .
3. Tahap Rehabilitasi
Tahap rehabilitasi dimulai dari penutupan luka dan berkahir ketika
pasien kembali ke tingkat tertinggi pemulihan kesehatan, yang dapat
berlangsung selama bertahun-tahun.Selama tahap ini, fokus utama
adalah penyesuaian biopsikososial pasien khususnya pencegahan
kontrakatur dan jaringan parut dan berhasil memulai kembali pekerjaan,
keluarga, dan peran okupasional, dan psikososial.Pasien dijarkan untuk
melakukan latihan rentang gerak guna meningkatkan mobilisasi dan
menompang persendian yang cedera.
23

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Identitas pasien
Resiko luka bakar setiap umur berbeda : anak dibawah 2 tahun dan diatas
60 tahun mempunyai angka kematian lebih tinggi, pada umur dibawah 2
tahun lebih rentan terkena infeksi.
b. Riwayat kesehatan sekarang
1) Sumber kecelakaan
2) Sumber panas atau penyebab yang berbahaya
3) Gambaran yang mendalam bagaimana luka bakar terjadi
4) Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan
5) Keadaan fisik disekitar luka bakar
6) Peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk rumah sakit
7) Beberapa keadaan lain yang memperberat luka bakar
c. Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk menentukan apakah pasien mempunyai riwayat penyakit
yang merubah kemampuan untuk memenuhi keseimbangan cairan dan
daya pertahanan terhadap infeksi (seperti DM, gagal jantung, sirosis
hepatis, gangguan pernapasan).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang berhubungan
dengan kesehatan klien, meliputi: jumlah anggota keluarga, kebiasaan
keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga masalah kesehatan.
e. Pola-Pola Kesehatan
1) Aktivitas/istirahat
Tanda : penurunan kekuatan, tahanan, keterbatasan rentang gerak
pada area yang sakit, gangguan massa otot, perubahan tonus.
2) Sirkulasi
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT), hipotensi
(syok), penurunan nadi perifer distal pada ekstemitas yang cedera,
24

vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan


dingin ( syok listrik), takikardia (syok/ansietas/nyeri), disritmia
(syok listrik), pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
3) Integritas ego
Gejala : masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik
diri, marah.
4) Eliminasi
Tanda : haluaran urine menurun/tidak ada selama fase darurat, warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam, diuresis (setelah kebocoran kapiler dan
mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi), penurunan bising usus/tidak
ada, khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20%
sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
5) Makanan/cairan
Tanda : oedema jaringan umum, anoreksia, mual/muntah.
6) Neurosensori
Gejala : area batas, kesemutan.
Tanda : perubahan orientasi, efek, perilaku, penurunan refleks
tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas, aktifitas kejang (syok
listrik), laserasi korneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman
penglihatan (syok listrik), ruptur membran timpanik (syok listrik),
paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara
eksteren sensitif untuk disentuh, ditekan, gerakan udara dan
perubahan suhu, luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat
nyeri, sementara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua
tergantung pada kebutuhan ujung saraf, luka bakar derajat tiga tidak
nyeri.
25

8) Pernafasan
Gejala : terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda : serak, batuk mengi, partikel karbon dalam sputum,
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis, indikasi cedera
inhalasi.
Pengembangan toraks mungkin terbatas pada adanya luka bakar
lingkar dada, jalan napas atau stridor/mengi (obstruksi sehubungan
dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi napas : gemericik
(oedema paru), stridor (oedema laringeal), sekret jalan napas dalam
(ronchi).
9) Keamanan
Kulit umum : destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti
selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler
pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan
pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung
sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api : terdapat area cedera campuran dalam sehubungan
dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar.
Bulu hidung gosong, mukosa hidung dan mulut kering, merah, lepuh
pada faring posterior, oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia : tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seperti kulit samak
halus, lepuh, ulkus, nekrosis, atau jaringan parut tebal. Cedera secara
umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan
jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam stelah cedera.
Cedera listrik : cedera kutaneus ekternal biasanya lebih sedikit
dibawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka
aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada
proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan
pakaian terbakar.
26

Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi


otot tertarik sehubungan dengan syok listrik).
b. Pemeriksaan Diagnostik
1. LED : mengkaji hemokonsentrasi
2. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia.
Inti terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan
dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat
menyebabkan henti jantung.
3. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi
pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
4. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
5. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan
kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
6. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
7. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun
pada luka bakar masif.
8. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi
asap.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Marylinn E. Dongoes dalam Nursing Care Plans, Guidelines for Planning and
Documenting Patient Care (2000) mengemukakan beberapa diagnosa
keperawatan sebagai berikut :
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera panas
b. Resiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan luka bakar
sirkumferensial
c. Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan dan saraf serta dampak
emosional cedera
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak
adekuat, kerusakan perlindungan kulit, jaringan traumatik dan pertahanan
sekunder tidak adekuat, penurunan Hb, penekanan respons inflamasi
27

e. Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas


kehilangan akibat evaporasi luka
3.3 Intervensi Keperawatan

Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan
Intervensi Rasionalisasi
Kriteria Hasil
Kerusakan Tujuan : Pasien 1. Bersihkan luka 1. Untuk
integritas menunjukkan tanda- dan kulit menurunkan
kulit tanda penyembuhan sekitarnya resiko infeksi
berhubungan luka dengan seksama dan untuk
dengan Kriteria hasil : Luka dan angkat meningkatka
cedera panas sembuh tanpa tanda- debris jaringan n proses
tanda kerusakan atau yang mengalami penyembuha
inflamasi devitalisasi n luka
2. Jaga pasien 2. Untuk
untuk tidak mempertaha
menggaruk dan nkan proses
mengorek luka penyembuha
3. Pertahankan n luka
perawatan luka 3. Untuk
4. Diet tinggi kalori menghindari
dan protein kerusakan
5. Pantau tanda dan jaringan
gejala infeksi yang sedang
pada luka berepitelisasi
dan
bergranulasi
4. Untuk
memenuhi
kebutuhan
protein dan
28

kalori yang
meningkat
dikarenakan
peningkatan
metabolisme
dan
katabolisme
5. Untuk
mematikan
pengenalan
dan terapi
yang tepat
Resiko Tujuan : pasien 1. Pantau tanda dan 1. Untuk
perubahan mempertahankan gejala kompresi memastikan
perfusi sirkulasi yang sirkulasi yang perfusi
jaringan optimal ke daerah berhubungan sirkulasi
berhubungan distal pada dengan edema yang adekuat
dengan luka ekstremitas yang 2. Kaji denyut nadi 2. Untuk
bakar terbakar yang melemah mengetahui
sirkumferensi dengan Doppler adanya
al Kriteria Hasil : dan pengisian penuruna
Perfusi distal yang kapiler yang perfusi distal
adekuat pada memanjang 3. Untuk
ekstremitas yang 3. Tinggikan mencegah
terbakar dapat ekstremitas lebih penurunan
dipertahankan dari jantung sirkulasi
4. Hindari balutan ekstremitas
retriksi pada 4. Untuk
ekstremitas yang mencegah
cedera penurunan
sirkulasi ke
ekstremitas
29

Nyeri Tujuan : pasien 1. Beri posisi 1. Untuk


berhubungan mengalami ekstensi meminimalka
dengan penurunan nyeri 2. Ajarkan latihan n nyeri akibat
cedera sampai tingkat yang fisik aktif dan latihan fisik
jaringan dan dapat diterima pasif yang
saraf serta 3. Redakan iritasi dilakukan
dampak Keriteria Hasil : untuk
emosional Menunjukkan mendapatkan
cedera pengurangan nyeri kembali
sampai tingkat yang posisi
dapat diterima ekstensi
2. Untuk
meminimalka
n
pembentukan
kontraktur
3. Untuk
mencegah
peningkatan
nyeri
Resiko tinggi Tujuan : pasien tidak 1. Pertahankan 1. Untuk
infeksi menunjukkan infeksi teknik cuci meminimalk
berhubungan luka tangan yang an pajanan
dengan seksama oleh tim terhadap
pertahanan Kriteria Hasil : medis dan agen
primer tidak 1. Kemungkinan pengunjung infeksius
adekuat, sumber infeksi 2. Lakukan 2. Untuk
kerusakan hilang pengangkatan mengelimina
perlindungan 2. Luka menunjukkan krusta dan si reservoir
kulit, jaringan tanda-tanda infeksi lepuhan bagi
traumatik dan minimal atau tidak 3. Oleskan preparat organisme
pertahanan ada tanda-tanda antimikroba 3. Untuk
30

sekunder infeksi topical dan mengendalik


tidak adekuat, pasang balutan an poliferasi
penurunan pada luka sesuai bakteri
Hb, indikasi 4. Untuk
penekanan 4. Kaji data dasar memastikan
respons dan lakukan adanya
inflamasi serangkaian peningkatan
biakan luka atau
5. Pantau tanda- penurunan
tanda sepsis dan flora luka
infeksi
(disorientasi,
takipnea, suhu
>39,5oC,
hipotermi,
distensi abdomen
atau ileus
intestinal,
perubahan pada
penampilan luka)
Kurang Tujuan : pasien 1. Berikan cairan 1. Untuk
volume mempertahankan kristaloid dan mengganti
cairan status hidrasi cairan atau cairan kehilangan
berhubungan yang adekuat selama koloid cairan yang
dengan periode akut pasca perprotocol, berhubungan
peningkatan terbakar pantau efek dan dengan luka
permeabilitas pertahankan jalur bakar
kehilangan Kriteria Hasil : intravena 2. Untuk
akibat Resusitasi cairan 2. Pantau berat mengetahui
evaporasi yang adekuat badan setiap hari keseimbanga
luka dipertahankan yang 3. Pantau hasil n cairan
ditandai dengan pemeriksaan yang sesuai
31

perfusi jaringan laboratorium 3. Untuk


yang adekuat dan (hemoglobin, mengevaluas
mempertahankan hematokrit, i status
haluaran urine glukosa, kalium, retensi
serum, natrium cairan atu
serum, protein diuresis
serum, fosfor, 4. Untuk
dan magnesium) mengidentifi
kasi
ketidakseim
bangan
cairan dan
elektrolit

3.4 Implementasi Keperawatan


Penatalaksanaan pada luka bakar dapat dilakukan di tempat kejadian dengan
cara ABCDEF (Airway, Breathing, Circulation, Disabilitas, Expasure, Fluids)
dan dapat dilakukan dengan penanganan medis dirumah sakit, salah satunya
resusitasi cairan.

3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi atau perkembangan keadaan pasien dengan melihat GCS, keadaan
umum, kondisi, criteria luka bakar.
32

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Luka bakar adalah suatu trauma atau kerusakan jaringan tubuh terutama
kulityang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia, dan radiasi yang
memberikan gejala tergantung pada luas dalam dan lokasi lukanya.

4.2 Saran
Penyusun mengharapkan semoga dengan adanya makalah ini dapat
menambah wawasan bagi para pembaca dan merupakan tambahan referensi
untuk ilmu pengetahuan khususnya tentang keperawatan medical bedah 2
tentang luka bakar.
33

DAFTAR PUSTAKA

Digiukio, Mary dkk. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta :


Perpustakaan Nasional.

Hudak, Carolyn M, Barbara M. Gallo. (2010). Keperawatan Kritis:


Pendekatan Holistik, Ed.6, Volume 2. Jakarta : EGC.

Lemone,Priscilla dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.


Jakarta : EGC

Moenadjat, Yefta. (2009). Luka Bakar Masalah dan Tatalaksana, Edisi ke 4.


Jakarta : FKUI.

Noer, M Sjaifuddin. (2006). Penanganan Luka Bakar. Surabaya : Airlangga


University Press.

Padila. (2012). Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Wijaya, Andra Saferi. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah


Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai