Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Congestive Heart Failure (CHF) atau yang biasa disebut gagal jantung
kongestif merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus meningkat
insiden dan prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal jantung berkisar antara
5-10% pertahun pada gagal jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40%
pada gagal jantung berat. Selain itu, gagal jantung merupakan penyakit yang
paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit (readmission)
meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal (R. Miftah
Suryadipraja). CHF adalah ketidak mampuan jantung untuk memompa darah ke
seluruh tubuh (Ebbersole, Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang
lanjutusia (lansia) karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini
dapat menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-penyakit seperti:
hipertensi, penyakit, kardiomiopati, dan lain-lain. CHF juga dapat menjadi
kondisi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada miokard infark. Dalam
makalah ini membahas CHF disertai penanganan dan asuhan Keperawatan gawat
darurat klien dengan CHF.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gagal jantung?
2. Apa saja factor resiko penyakit gagal jantung?
3. Apa penyebab penyakit gagal jantung?
4. Apa saja klasifikasi penyakit gagal jantung?
5. Bagaimana patofisiologi penyakit gagal jantung?
6. Apa saja diagnosa penyakit gagal jantung?
7. Apa saja bentuk terapi yang harus diberikan pada penderita penyakit gagal
jantung?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mendapatkan pengetahuan mengenai penyakit Gagal
Jantung Kongestif yang menyerang sistem kardiovaskuler dan dapat
mengetahui bahwa bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat pada klien

1
dengan Gagal Jantung Kongestif menggunakan pendekatan proses
keperawatan.
2. Tujuan Khusus.
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan gagal jantung
kongestif
b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan gagal
jantung kongestif
c. Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gagal
janutng kongestif
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan gagal
jantung kongestif
e. Mampu melaksanakan evaluasi pada klien dengan gagal jantungkongesti

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi CHF
Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai abnormalitas dari fungsi
struktural jantung atau sebagai kegagalan jantung dalam mendistribusikan
oksigen sesuai dengan yang dibutuhkan pada metabolisme jaringan,
meskipun tekanan pengisian normal atau adanya peningkatan tekanan
pengisian (Mc Murray et al., 2012).
Gagal jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi
jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Smeltzer & Bare, 2001).
Gagal serambi kiri dan atau kanan dari jantung mengakibatkan
ketidakmampuan untuk memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongestif pulmonal dan
sistemik.Karenanya diagnostik dan terapetik berlanjut. Gagal Jantung
Kongestif selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan mortilitas
(Donges Mariyan E. dkk,2011).
B. Etiologi
Berbagai gangguan penyakit jantung yang mengganggu kemampuan
jantung untuk memompa darah menyebabkan gagal jantung yang biasanya
diakibatkan karena kegagalan otot jantung yang menyebabkan hilangnya
fungsi yang penting setelah kerusakan jantung, keadaan hemodinamis kronis
yang menetap yang disebabkan karena tekanan atau volume overload yang
menyebabkan hipertrofi dan dilatasi dari ruang jantung, dan kegagalan
jantung dapat juga terjadi karena beberapa faktor eksternal yang
menyebabkan keterbatasan dalam pengisian ventrikel.
Mekanisme fisiologis yang menjadi penyebab gagal jantung dapat berupa :
a. Meningkatnya beban awal karena regurgitasi aorta dan adanya cacat
septum ventrikel.

3
b. Meningkatnya beban akhir karena stenosis aorta serta hipertensi
sistemik.
c. Penurunan kontraktibilitas miokardium karena infark miokard,
ataupun kardiomiopati.
Gagal jantung dan adanya faktor eksaserbasi ataupun beberapa penyakit
lainnya, mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam penanganannya
dan seharusnya dilakukan dengan penuh pertimbangan.
C. Patofisiologi
a. Mekanisme dasar
Kelainan kontraktilitis pada Gagal Jantung Kongestif akan
mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel. Kontraktilitas ventrikel
kiri yang menurun mengurangi Cardiac Out Put (COP) dan
meningkatkan volume ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume
akhir diastolik ventrikel) maka terjadi pula peningkatan tekanan akhir
diastolik kiri (LEDV).
Dengan meningkatnya LEDV maka terjadi pula peningkatan
tekanan atrium (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung
kedalam anyaman vaskuler paru-paru meningkatkan tekanan kapiler dan
pena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru
melebihi tekanan osmotik vaskuler, maka akan terjadi transudasi cairan
melebihi kecepatan drainase limfatik, maka akan terjadi edema intersitial.
Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembas
kealveoli dan terjadi lah edema paru-paru.
b. Respon kompensentorik
1) Meningkatkan aktivitas adrenergik simpatik
2) Meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem Renin Angiotensin
Aldosteron (RAA), aktvitas RAA menyebabkan retensi Na dan air
oleh ginjal, meningkatan volume ventrikel-ventrikel tegangan
tersebut. Peningkatan beban awal ini akan menambah kontrakbilitas
miokardium.
3) Atropi ventrikel
Menurunnya cardiac output akan meningkatkan aktivitas
adrenergik simpatik yang dengan merangsang pengeluaran
katekolamin dan saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal.

4
Denyut jantung dan kekuatan kontraktil akan meningkat untuk
menambah Cardiac Out Put (COP), juga terjadi vasokontriksil arteri
perifer unruk menstabilkan tekanan arteri dan retibusi volume darah
dengan mengurangi aliran darah keorgan-organ yang rendah
metabolismenya, seperti kulit dan ginjal agar perfusi kejantung dan
keotak dapat dipertahankan.
Vasokontriksi akan meningkatkan aliran balik vena kesisi kanan
jantung yang selanjutnya akan menambah kekuatan kontriksi.
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hidrotropi
miokardium akan bertambah tebalnya dinding.
4) Efek negatif dari respon kompensantorik
Pada awal respon kompensantorik menguntungkan namun pada
akhirnya dapat menimbulkan berbagai gejala, meningkatkan laju
jantung dan memperburuk tingkat gagal jantung. Resistensi jantung
yang dimaksudkan untuk meningkatkatkan kekuatan kontraktilitas
dini mengakibatkan bendungan paru-paru dan vena sistemik dan
edema, fase kontruksi arteti dan retribusi aliran darah mengganggu
perfusi jaringan pada anyaman vaskuler yang terkena menimbulkan
tanda serta gejala, misalnya berkurangnya jumlah air kemih yang
dikeluarkan dan kelemahan tubuh, vasokontriksi arteri juga
menyebabkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap
ejeksi ventrikel, beban akhir juga meningkat kalau dilatasi ruang
jantung.
Akibat kerja jantung dan kebutuhan miokard akan oksigen juga
meningkat, yang juga ditambah lagi adanya hipertensi mikard dan
perangsangan simpatik lebih lanjut. Jika kebutuhan miokard akan
oksigen tidak terpenuhi maka akan terjadi iskemia miokard akhirnya
dapat timbul beban miokard yang tinggal dan serangan gagal jantung
yang berulang. (Wijaya Saferi A dkk, 2013).

5
Pathway

Hipervolemia Hipertensi Stenosis Katup Kerusakan


katup inkompetent miokardium

Peningkatan Preolad Peningkatan


afteload

Peningkatan kerja jantung

6
Peningkatan kekuatan Penurunan kekuatan
kontraksi ventrikal kiri kontraksi ventrikal
MK : penurunan kanan
Curah Jantung

Depan Belakang
Peningkatan
RA preload

Peningkatan perfusi Peningkatan


organ sistemik LVEDV
MK : Intoleransi Peningakatan aliran
aktivitas balik sistemik
penurunan venus
Peningkatan Peningkatan retun
TD sistemik preload
Peningkatan
renal blood
Peningkatan ADH Peningkatan Mendesak Edema
LA preoload lobus ekstremitas
hepar
Aktivitas
renninangiotensin
aldostern Peningkatan MK : resiko
Kematian
tekkapiler Tinggi
sel, hepar,
pulmoner gangguan
fibrosis,
integritas
sirosis
Retensi Na kulit
dan air

Peningkatan MK :
Edema tekanan kelebihan
volume
cairan
MK : resiko tinggi
gangguan integritas Edema
Akumulasi cairan
kulit pulmoner
di sirkulasi
mesenteriks Ansietas

MK: gangguan pertukaran


gas gangguan pola tidur

7
D. Manifestasi klinis
a. Gagal jantung kiri
Menyebabkan kongestif, bendungan pada paru dan gangguan pada
mekanisme kontrol pernafasan.
Gejala :
1) Dispnes.
2) Orthopnes.
3) Paroksimal nocturnal dyspnea.
4) Batuk.
5) Mudah lelah.
6) Ronchi.
7) Gelisah.
8) Cemas.
b. Gagal jantung kanan
Menyebabkan peningkatan vena sistemik
Gejala :
1) Oedom perifer.
2) Peningkatan BB.
3) Distensi vena jugularis.
4) Hepatomegaly.
5) Asitesis.
6) Pitting edema.
7) Anorexia.
8) Mual.
c. Secara luas peningkatan Cardiac Out Put (COP)dapat menyebabkan
perfusi oksigen kejaringan rendah, sehingga menimbulkan gejala :
1) Pusing.
2) Kelelahan.
3) Tidak toleran terhadap aktivitas dan panas.
4) Ekstremitas dingin.

8
5) Perfusi pada ginjal dapat menyebabkan pelepasan renin serta sekresi
aldosterone dan retensi cairan dan antrium yang menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler.(Wijaya Saferi A dkk, 2013).
E. Klasifikasi
Berdasarkan American Heart Association (Yancy et al., 2013), klasifikasi
dari gagal jantung kongestif yaitu sebagai berikut :
a. Stage A
Stage A merupakan klasifikasi dimana pasien mempunyai resiko
tinggi, tetapi belum ditemukannya kerusakan struktural pada jantung
serta tanpa adanya tanda dan gejala (symptom) dari gagal jantung
tersebut. Pasien yang didiagnosa gagal jantung stage A umumnya
terjadi pada pasien dengan hipertensi, penyakit jantung koroner,
diabetes melitus, atau pasien yang mengalami keracunan pada
jantungnya (cardiotoxins).
b. Stage B
Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B apabila
ditemukan adanya kerusakan struktural pada jantung tetapi tanpa
menunjukkan tanda dan gejala dari gagal jantung tersebut. Stage B
pada umumnya ditemukan pada pasien dengan infark miokard,
disfungsi sistolik pada ventrikel kiri ataupun penyakit valvular
asimptomatik.
c. Stage C
Stage C menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan struktural pada
jantung bersamaan dengan munculnya gejala sesaat ataupun setelah
terjadi kerusakan. Gejala yang timbul 12 dapat berupa nafas pendek,
lemah, tidak dapat melakukan aktivitas berat.
d. Stage D
Pasien dengan stage D adalah pasien yang membutuhkan penanganan
ataupun intervensi khusus dan gejala dapat timbul bahkan pada saat
keadaan istirahat, serta pasien yang perlu dimonitoring secara ketat
The New York Heart Association (Yancy et al., 2013)
mengklasifikasikan gagal jantung dalam empat kelas, meliputi :

1) Kelas I

9
Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik
secara normal tidak menyebabkan dyspnea, kelelahan, atau
palpitasi.
2) Kelas II
Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik
secara normal menyebabkan kelelahan, dyspnea, palpitasi,
serta angina pektoris (mild CHF).
3) Kelas III
Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik
sedikit saja mampu menimbulkan gejala yang berat
(moderate CHF).
4) Kelas IV
Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan
aktivitas fisik apapun, bahkan dalam keadaan istirahat
mampu menimbulkan gejala yang berat (severe CHF).

Klasifikasi gagal jantung baik klasifikasi menurut AHA maupun NYHA


memiliki perbedaan yang tidak signifikan. Klasifikasi menurut AHA
berfokus pada faktor resiko dan abnormalitas struktural jantung, sedangkan
klasifikasi menurut NYHA berfokus pada pembatasan aktivitas dan gejala
yang ditimbulkan yang pada akhirnya kedua macam klasifikasi ini
menentukan seberapa berat gagal jantung yang dialami oleh pasieN.

F. Komplikasi
a. Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri.
b. Syok kardiogemik : Stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat
dari penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat
keorgan vital (jantung dan otak).
c. Episode trombolitik
Trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi
dengan aktivitas trombus dapat menyumbat pembuluh darah.
d. Efusi perikardial dan tamponade jantung
Masuknya cairan ke kantung perikardium, cairan dapat meregangkan
perikardium sampai ukuran maksimal. COP menurun dan aliran balik

10
vena kejantung menjadi tamponade jantung. (Wijaya Saferi A dkk,
2013).
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita Gagal Jantung Kongestif
bertujuan untuk :
a. Mengurangi beban kerja jantung
1) Melalui pembatasan aktivitas fisik yang ketat tanpa menimbulkan
kelemahan otot-otot rangka.
b. Mengurangi beban awal
1) Pembatasan garam.
2) Pemberian diuretik oral.
c. Meningkatkan kontraktilitas
1) Dengan pemberian obat inotropik.
d. Mengurangi beban akhir
Pemberian vasodilator seperti hidralazine dan nitrat yang menimbulkan
dilatasi anyaman vaskular memalalui 2 cara yaitu :
1) Dilatasi langsung otot polos pembuluh darah.
2) Menghambat enzim konversi angiotensin. (Wijaya Saferi A dkk,
2013).
H. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG : Hipertropi atrial atau ventrikular, penyimpangan aksis, iskemia,
dan kerusakan pola mungkin terlihat. Distrimia, misalkan takikardia,
fibrilasi atrial, mungkin sering terdapat KVP, kenaikan segmen ST/T
persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukkan
adanya aneurisme ventrikular (dapat menyebebabkan gagal/disfungsi
jantung).
b. Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram doppler) : Dapat
menunjukkan dimensi perbesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktural katup, atau area penuruan kontraktilitis ventrikular.
c. Skan jantung : (Multigated Acquisition [MUGA]) : Tindakan
penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
d. Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan
stenosis katup atau insufisiensi. Juga mengkaji potensi arteri koroner. Zat

11
kontras disuntikan ke dalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan
ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas.
e. Rontgen dada : Dapat menunjukkan perbesaran jantungn, bayangan
mencerminkan dilatasi/hipetrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh
darah mencerminkan peningkatan peningkatan tekanan pulmonal. Kontur
abnormal misalkan bulging pada perbatasan jantung kiri, dapat
menunjukkan aneurisme ventrikel.
f. Enzim Hepar : Meningkat dalam gagal/kongestif hepar.
g. Elektrolit : Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan
fungsi ginjal, terapi diuretik.
h. Oksimetri nadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika Gagal
Jantung Kongestif akut memperburuk PPOM atau Gagal Jantung
Kongestif Kronik.
i. Analisa Gas Darah (AGD) : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan
alkalosis respiratorik ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan
PCO2 (akhir).
j. BUN, kreatinin : Pengkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal.
Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
k. Albumin/transferin serum : Mungkin menurut sebagian akibat penurunan
masukan protein atau penurunan sistesis protein dalam hepar yang
mengalami kongestif.
l. Artial Septal Defect (ASD) : Mungkin menunjukkan anemia, polisitemia,
atau perubahan kepekatan menandakan retensi air, SDP mungkin
meningkat, mencerminkan MI baru/akut, perikarditis, atau status
inflamasi atau infeksius lain.
m. Kecepatan sedimentasi (ESR) : Mungkin meningkat, menandakan reaksi
inflamasi akut.
n. Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan
hiperaktivitas tiroid sebagai pre-pencetus Gagal Jantung Kongestif.
(Donges Mariyan E. dkk,2011).
I. Konsep asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses
dinamis yang terorganisasi, dan meliputi tiga aktivitas dasar yaitu:

12
Pertama, mengumpulkan data secara sistematis; Kedua, memilah dan
mengatur data yang dikumpulkan; dan Ketiga, mendokumentasikan data
dalam format yang dapat dibuka kembali. (Tarwoto Wartonah, 2010).
a. Riwayat Kesehatan
1) Kondisi :
a) Menurunnya kontraktilitas miokard, MCI, kardiomiopati,
gangguan konduksi.
b) Meningkatnya beban miokard, penyakit katup jantung, anemia,
hipertermia.
2) Keluhan :
a) Sesak nafas bekerja, dispnea nokturnal paroksismal, otopnea.
b) Lelah, pusing.
c) Nyeri dada.
d) Bengkak pada kaki, sepatu/sendal terasa sempit.
e) Nafsu makan menurun, nausea (mual), distensi abdomen.
f) Urine menurun. (Aspiani, 2014 dalam Pujianto A, 2017).
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terdiri atas keadaan umum dan pengkajian B1-B6
1) Keadaan Umum
Pada pemeriksaan keadaan umum klien gagal jantung biasanya
didapatkan kesadaran yang baik atau composmentis dan akan
berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem
saraf pusat.
2) B1 (Breathing)
Pengkajian yang didapat dengan adanya tanda kongesti vaskular
pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal,
batuk, dan edema pulmonal akut.Crackles atau ronki basah halus
secara umum terdengar pada dasar posterior paru.Hal ini dikenali
sebagai bukti gagal ventrikel kiri.
3) B2 (Bleeding)
Berikut ini adalah pengkajian yang dilakukan pada pemeriksaan
jantung dan pembuluh darah.

13
Inspeksi
1) Lihat adanya dampak penurunan curah jantung seperti dispnea,
ortopnea. Selain gejala-gejala yang diakibatkan dari penurunan curah
jantung dan kongesti vaskular pulmonal, klien dapat mengeluh
lemah, mudah lelah, kesulitan berkonsentrasi dan penurunan toleransi
latihan.
2) Distensi Vena Jugularis
Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi, maka akan
terjadi dilatasi ruang, peningkatan volume dan tekanan pada diastolik
akhir ventrikel kanan. Peningkatan tekanan ini sebaliknya
memantulkan ke hulu vena kava dan dapat diketahui dengan
peningkatan pada tekanan vena jugularis.Distensi vena jugularis
dapat dievaluasi dengan melihat pada vena-vena di leher dengan
posisi klien 30º dan 60º.
3) Edema
Edema yang berhubungan dengan kegagalan di ventrikel kanan,
bergantung pada lokasinya. Bila klien berdiri atau bangun, perhatikan
pergelangan kakinya dan tinggikan kakinya bila kegagalan makin
buruk. Bila klien berbaring di tempat tidur, bagian yang bergesekan
dengan tempat tidur adalah dibagian area sakrum. Manifestasi klinis
yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah, yang biasanya
merupakan edema pitting. Edema pitting adalah edema yang akan
tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan dengan ujung jari.
Penilaian pitting edema :
Derajat I : kedalamannya 1-3 mm dengan waktu kembali 3 detik.
Derajat II : kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik.
Derajat III : kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik.
Derajat IV : kedalamannya 7 mm dengan waktu kembali 7 detik.
Palpasi
Irama lain yang berhubungan dengan kegagalan pompa meliputi
kontraksi atrium prematur, takikardia atrium paroksimal dan denyut
ventrikel premature, perubahan nadi, pemeriksaan denyut arteri selama
gagal jantung menunjukkan denyut yang cepat dan lemah. Denyut

14
jantung yang cepat atau takikardia, mencerminkan respon terhadap
perangsangan saraf simpatis.
Auskultasi
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dapat dikenali
dengan mudah di bagian yang meliputi: bunyi jantung ketiga dan ke
empat (S3,S4) atau gallop atrium serta crackles pada paru-paru. S3 atau
gallop ventrikel adalah tanda penting dari gagal ventrikel kiri dan
diindikasikan terhadap gagal kongestif. Murmur jantung juga kadang
terjadi.
Perkusi
Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya hipertrofi jantung
(kardiomegali).
1) B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, didapatkan sianosis perifer
apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien :
wajah meringis, merintih, meregang, dan menggeliat.
2) B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan
cairan, karena itu diperlukan pemantauan adanya oiguria karena
merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema
ekstremitas menandakan adanya retensi cairan yang parah.
3) B5 (Bowel)
Biasanya didapatkan mual dan muntah, penurunan nafsu makan
akibat pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen,
serta penurunan berat badan.
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena di hepar merupakan manifestasi dari
kegagalan jantung. Bila proses ini berkembang maka tekanan dalam
pembuluh portal akan meningkat, sehingga cairan terdorong dalam
pembuluh portal akan meningkat, sehingga cairan terdorong keluar
rongga abdomen, yaitu suatu kondisi yang dinamakan asites.
4) B6 (Bone)
Hal – hal yang biasanya terjadi dan ditemukan pada pengkajian B6
adalah sebagai berikut :

15
a) Kulit Dingin
Kulit yang pucat dan dingin diakibatkan oleh vasokontriksi
perifer, penurunan lebih lanjut dari curah jantung dan
meningkatnya kadar hemoglobin tereduksi mengakibatkan
sianosis. Vasokontriksi kulit menghambat kemampuan tubuh
untuk melepaskan panas. Oleh karena itu, demam ringan dan
keringat yang berlebihan dapat ditemukan.
b) Mudah Lelah
Terjadi akibat curah jantung yang kurang, sehingga menghambat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme. Perfusi yang kurang pada
otot – otot rangka menyebabkan kelemahan dan keletihan.
(Muttaqin, A., 2012).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penyataan yang jelas mengenai
status kesehatan atau masalah actual atau resiko dalam rangka
mengidentifikasi dan menentukan intervensi keperawatan untuk
mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien
yang ada pada tanggung jawabnya (Tarwoto,2011).
Menurut (Dongoes, 2002) Masalah keperawatan yang lazim
muncul pada pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF) yaitu :
a. Penurunan Curah Jantung berhubungaan dengan perubahan frekuensi
jantung.
b. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
kebutuhan oksigen.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi.
d. Kelebihan Volume Cairan (hipervolemia) berhubungan dengan
gangguan aliran balik vena.
e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi berhubungan dengan kurang
terpapar informasi.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan adalah tahap ketiga dari proses
keperawatan dimana pada tahap ini ada empat tahap yaittu menentukan

16
prioritas masalah, menentukan tujuan, menentukan kriteria hasil,
merupakan intervensi dan aktivitas perawatan. (Tarwoto,2010).

Intervensi Keperawatan pada Pasien CHF

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi


Keperawatan Kriteria Hasil
1 a. Penurunan Tujuan : 1. Observasi tanda gejala primer
Curah Jantung Setelah dilakukan penurunan curah jantung mis.(
berhubungaan tindakan dispnea,kelelahan,oedema,ortopnea,pen
dengan keperawatan ingkatan CVP).
perubahan selama 3x24 jam 2. Identifikasi tanda gejala sekunder
frekuensi Kriteria Hasil mis.(peningkatan
jantung 1. Tanda Vital BB,hepatomegali,ronkhi basah,oliguria)
dalam rentang 3. Monitpor tekanan darah
normal (Tekanan 4. Monitor saturasi oksigen
darah, Nadi, 5. Monitor intake output
respirasi) 6. Monitor keluhan nyeri dada
2. Dapat 7. Monitor aritmia ( kelainan irama dan
mentoleransi frekensi).
aktivitas, tidak
ada kelelahan
3. Tidak ada edema
paru, perifer, dan
tidak ada asites
4. Tidak ada
penurunan
kesadaran
2 b. Intoleransi Tujuan : 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
Aktivitas Setelah dilakukan menyebabkan kelelahan.
berhubungan tindakan 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional.
dengan keperawatan 3. Monitor pola dan jam tidur
ketidakseimba selama 3x24 jam 4. Lakukan latihan rentang gerak pasif atau

17
ngan suplai Kriteria Hasil: aktif.
kebutuhan 1. Berpartisipasi 5. Berikan aktivitas distraksi yang
oksigen. dalam aktivitas menenangkan,
fisik tanpa 6. Anjurkan tirah baring.
disertai 7. Anjurkan melakukan aktivitas secara
peningkatan bertahap.
tekanan darah, 8. Ajarkan strategi koping untuk
nadi dan RR mengurangi kelelahan
2. Mampu
melakukan
aktivitas sehari-
hari (ADLs)
secara mandiri
3. Mampu
berpindah:
dengan atau
tanpa bantuan
alat

3 Gangguan Tujuan : 1. Monitor efektifitas terapi oksigen


pertukaran gas Setelah dilakukan 2. Monitor kemampuan melepas oksigen
berhubungan tindakan 3. Monitor tanda tanda hipoventilasi
dengan keperawatan 4. Monitor tanda gejala toksikasi oksigen
ketidakseimbanga selama 3x24 jam 5. Bersihkan sekret pada hidung mulut
n ventilasi Kriteria Hasil: trakea jika perlu
perfusi. 1. Mendemonstras 6. Pertahankan kepatenan jalan napas
ikan 7. Berikan oksigen tambahan jika perlu
peningkatan 8. Gunakan perngkat oksigen yang sesuai
ventilasi dan 9. Kolaborasi penentuan dosis oksigen.
oksigenasi yang
adekuat
2. Memelihara
kebersihan paru

18
paru dan bebas
dari tanda-tanda
distress
pernafasan
3. Mendemonstrasi
kan batuk
efektif dan suara
nafas yang
bersih, tidak ada
sianosis dan
dyspneu
(mampu
mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak
ada pursed lips)

4 Kelebihan Tujuan : 1. Periksa tanda dan gejala


Volume Cairan Setelah dilakukan hipervolemia(mis:Ortpnea,dipsnea,edem
(hipervolemia) tindakan a,JVP/CVP meningkat, suara napas
berhubungan keperawatan tambahan).
dengan gangguan selama 3x24 jam 2. Identivikasi penybebab hipervolemia
aliran balik vena Kriteria Hasil: 3. Monitor status hemodinamik(mis.(
1. Terbebas dari Frekuensi jantung, tekanan darah,
edema, efusi, MAP,CVP,OP,PCWP) jika tersedia.
anaskara 4. Monitor intake dan output cairan.
2. Bunyi nafas 5. Ajarkan cara mengukur dan mencatat
bersih, tidak ada asupan cairan.
dyspneu/ortopn 6. Ajarkan cara membatasi cairan.
eu 7. Kolaborasi pemberian diuretik.
3. Terbebas dari 8. Kolaborasi penggantian kalium akibat
distensi vena diuretik.

19
jugularis, reflek
hepatojugular
(+)
4. Memelihara
tekanan vena
sentral, tekanan
kapiler paru,
output jantung
dan vital sign
dalam batas
normal
5. Menjelaskan
indikator
kelebihan cairan
5 Kurang Tujuan : 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
pengetahuan Setelah dilakukan menerima informasi
mengenai kondisi tindakan 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
berhubungan keperawatan meningkatkan dan menurunkan motivasi
dengan kurang selama 3x24 jam perilaku hidup bersih sehat.
terpapar informasi Kriteria Hasil: 3. Sediakan materi dan media pendidikan
1. pasien dan kesehatan.
keluarga 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
menyatakan dengan kesepakatan.
pemahaman 5. Berikan kesempatan untuk bertanya.
tentang 6. Jelaskan faktor resiko yang dapat
penyakit,progno mempengaruhi kesehatan.
sis,kondisi, dan 7. Ajarkan perilakau hidup bersih sehat.
program
pengobatan.
2. Pasien dan
keluarga
mampu
menjelaskan

20
kembali apa
yang dijelaskan
perawat atau
tim kesehatan
lainnya.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana perawatan.Tindakan keperawatan mencakup tindakan
mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri
(independen) adalah aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan
atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari
petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang
didasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan
lain. Agar lebih jelas dan akurat dalam melakukan implementasi,
diperlukan perencanaan keperawatan yang spesifik dan operasional.
(Tarwoto Wartonah, 2010).
5. Evaluasi
Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari
hasilnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan
perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan. Langkah – langkah evaluasi adalah sebagai
berikut :
a. Daftar tujuan – tujuan pasien
b. Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu
c. Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien
d. Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak
(Tarwoto Wartonah, 2010).

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal jantung adalah sindroma klinik yang ditandai oleh adanya
kelainan pada struktur atau fungsi jantung yang mengakibatkan jantung tidak
dapat memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.
B. Saran
Setelah kami menguraikan dan menyimpulkan, kami dapat
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan yang ada, maka selanjutnya kami
akan menyampaikan saran yang di tunjukan pada perawat ruangan, klien dan
keluarga sebagai berikut:
1. Kerjasama dengan klien dan keluarga tetap di pertahan kan dan di
tingkatkan agar asuhan keperawatan yang diberikan pada klien akan lebih
optimal.
2. Untuk perawat supaya setiap kali melakukan tindakan keperawatan
mendokumentasikan semua tindakan dan respon klien terhadap tindakan
yang dilakukan agar dapat melakukan evaluasi secara akurat.

22
DAFTAR PUSTAKA

Mutaqqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular Dan Hematomegali. Yogyakarta: Salemba Medika.
Nurarif, Ah (2015).Buku Ajar Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Berdasarkan
Diagnosa Nic & Noc.Jogjakarta : Media Action
Smeltzer, Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Bruner & Suddart. Edisi
8. Jakarta: EGC
Wartona, T. D. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.

23

Anda mungkin juga menyukai