Anda di halaman 1dari 29

Bab I.

PENDAHULUAN
Stroke merupakan salah satu penyakit serebrovaskular yang sering dijumpai di
negara-negara berkembang dan merupakan penyebab kematian kedua di dunia
setelah penyakit jantung, serta merupakan penyebab kecacatan utama di
Indonesia pada kelompok usia lebih dari 45 tahun.

Stroke adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral akibat gangguan
serebrovaskular, baik secara fokal maupun menyeluruh yang berlangsung
dengan cepat, selama lebih dari 24 jam, yang dapat berakhir dengan kematian.
Stroke menyerang segala usia, namun seiring bertambahnya usia faktor resiko
terkena stroke juga meningkat, stroke juga menyerang semua ras dan jenis
kelamin, namun insidennya lebih tinggi pada ras kulit berwarna dan pada jenis
kelamin laki-laki. Pada dasarnya stroke dibagi menjadi dua golongan besar yaitu
stroke hemorrhagic dan stroke non-hemorrhagic, yang dapat dibedakan melalui
gejala klinis yang ditimbulkan dan dikonfirmasi menggunakan pencitraan
radiologi salah satunya adalah CT-Scan. (1,2)

Bab II. PEMBAHASAN

Definisi WHO, stroke adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral,
baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, selama
lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab lain
selain gangguan vaskuler. Istilah kuno apopleksia serebri sama maknanya
dengan Cerebrovascular Accidents/Attacks (CVA) dan Stroke.(1)

Pada dasarnya stroke itu mempunyai 2 tipe yaitu Stroke Perdarahan


(Stroke Hemorrhagic) dan Stroke Sumbatan (Stroke Ischemic/Stroke non
Hemorrhagic).

EPIDEMIOLOGI

Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke
pada tahun 2001 dengan penderita hipertensi menyumbangkan 17,5 juta
(2)
kasus stroke di dunia.
Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga penyebab kematian di
bawah penyakit jantung dan kanker. Setiap tahun terdapat laporan
700.000 kasus. Sebanyak 500.000 diantaranya kasus serangan pertama.
Sebanyak 75% penderita stroke menderita lumpuh dan kehilangan
pekerjaan.(2) Di Indonesia, stroke menduduki posisi ketiga setelah jantung
dan kanker. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia. Sisanya
menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang
dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.(2)

Stroke mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun, sebagian


besar kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun.
Semakin tua umur, resiko terjangkit stroke semakin besar. Stroke lebih
banyak menjangkiti laki-laki daripada perempuan, dan orang berkulit
berwarna berpeluang terkena stroke lebih besar daripada orang berkulit
putih.(2)

Faktor-faktor resiko terjadinya stroke:


1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)

2. Hipertensi

3. Merokok

4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri,


dan fibrilasi atrium kiri)

5. Hiperkolesterolemia

6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler(4,5)

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Otak merupakan organ yang paling aktif secara metabolik dalam tubuh, dengan
ukurannya yang hanya 2% dari massa tubuh, membutuhkan 15-20% dari curah
jantung untuk menyediakan glukosa dan oksigen untuk keperluan metabolisme.

Pengetahuan tentang anatomi arteri serebrovaskular dan wilayah yang


diperdarahinya, sangat berguna dalam menentukan pembuluh darah yang
terlibat pada kasus stroke akut. Pola atipikal yang tidak sesuai dengan distribusi
pembuluh darah, dapat menunjukkan diagnosis selain stroke iskemik.

Distribusi Arteri
Hemisfer otak diperdarahan oleh 3 pasang arteri utama yaitu a. cerebri anterior,
a. cerebri media, dan a. cerebri posterior.

Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna,
setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke
rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus
kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan
retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri
media.

Anterior Cerebral Artery (ACA) memperdarahi bagian medial lobus frontal dan
parietal dan bagian anterior dari ganglia basal dan kapsula interna anterior.

Middle Cerebral artery (MCA) memperdarahi bagian lateral lobus frontal dan
parietal, serta bagian anterior dan lateral lobus temporal, dan menimbulkan
perforantes cabang ke globus pallidus, putamen dan kapsula interna.

Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium
melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing
sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons,
keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok
cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai
sepasang cabang:

Posterior Cerebral Artery (PCA) memperdarahi talamus dan batang otak dan
cabang-cabang kortikal ke lobus temporal medial dan posterior dan lobus
oksipital. Cerebellum diperdarahi Posterior Inferior Cerebellar Artery (PICA)
cabang dari arteri vertebralis, dan bagian superior oleh arteri cerebellaris
superior, dan anterolateral oleh Anterior Inferior Cerebllar Artery (AICA) dari
basilar Artery.

MCA (merah) memasok aspek lateral dari belahan otak, termasuk parietal frontal
lateral, dan lobus temporal anterior, insula dan ganglia basal. ACA (biru)
memasok lobus frontal dan parietal medial. PCA (hijau) memasok lobus temporal
dan oksipital talamus dan inferior. Arteri Choroidal anterior (kuning) memasok
tungkai posterior kapsul internal dan bagian dari hippocampus memperluas ke
permukaan anterior dan superior dari tanduk oksipital ventrikel lateral.

3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu:(1)

Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun


oleh arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior
(yang menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang
arteri serebri media posterior dan arteri komunikans posterior (yang
menghubungkan arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri.
Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.

Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna


di daerah orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri
fasialis ke arteri maksilaris eksterna.

Hubungan antara sitem vertebral dengan arteri karotis ekterna


(pembuluh darah ekstrakranial).(1)

Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna,
yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok
vena eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan
mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis
laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan menuju
ke jantung.(1)

FISIOLOGI

Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem


vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum
dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi
terutama 3 faktor.

tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem


vena

tahanan (perifer) pembuluh darah otak.

viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk


membeku).(1)

ETIOLOGI

Ada beberapa etiologi yang menyebabkan terjadinya stroke non hemorrhagic,


antara lain :

1. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak)
yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah.

Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis dengan


cara :
Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah.
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus dan perdarahan
aterom
Dapat terbentuk trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau
menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek..4

2. Emboli
Benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah. Biasanya
benda asing ini berasal dari trombus yang terlepas dari perlekatannya dalam
pembuluh darah jantung, arteri atau vena.4

3. Infeksi
Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama
yang menuju otak.4

4. Obat-obatan
Ada beberapa obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti
amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit umen pembuluh darah
otak.4

5. Hipotensi (penurunan aliran darah serebral)


Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran
darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa
terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.4
Selain faktor-faktor diatas, penyebab lain bisa karena viskositas darah, sistem
pompa darah dan penyakit jantung (penyakit jantung katup, miocard infark,
penyakit jantung ischemic.5

PATOFISIOLOGI

Berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke non hemorrhagic dikelompokkan


menjadi :
1. TIA (Transient Ischemic Attack)

Stroke tipe ini disebut juga stroke sepintas karena kejadiannya berlangsung
sementara waktu, beberapa detik hingga beberapa jam, tapi tidak lebih dari 24
jam.
2. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24
jam, tapi tidak lebih dari seminggu

3. Progessive stroke (Stroke in Evolution)


Deficit neurology yang berlangsung secara bertahp dari ringan sampai makin
lama makin berat.

4. Completed Stroke (Permanent Stroke)

Kelainan neurologis sudah menetap dan tidak bisa berkembang lagi.1

Pathofisiologi

Stroke non hemorragik adalah stroke yang biasanya disebabkan kerana


adanya sumbatan pada pembuluh darah otak yang dapat berupa emboli
maupun kalsifikasi ditambah dengan kerusakan vaskuler oleh lipid.
Sumbatan ini menyebabkan terjadinya edema di daerah yang mengalami
iskemik berupa edema vasogenik. Stroke jenis ini paling banyak
disebabkan oelh emboli ekstrakranial atau thrombosis intracranial. Namun
dapat juga disebabkan oleh penurunan aliran darah serebri.

Infark merukan kematian jaringan akibat influx Ca2+ dan pelepasan


radikel bebas kerana terjadi suplai O2 ke jaringan terhambat. Bila jaringan
otak kekurangan O2, akan terjadi pelunakan dan edema baik intrasel
maupun ekstrasel. Pada daerah otak yang mengalami infark kita akan
menemukan daerah yang disebut Umbra (daerah sel neuronnya sudah
mati dan dikenali sebagai daerah infark) dan Penumbra ( daerah yang
neuronnya masih setengah hidup dan setengah mati dipanggil pre-infark).

Patofisiologi

Stroke iskemik akut adalah hasil dari oklusi vaskuler sekunder terhadap penyakit
tromboemboli (lihat Etiologi). Iskemia menyebabkan hipoksia sel dan menipisnya
adenosin trifosfat selular (ATP). Tanpa ATP, hasil kegagalan energi dalam
ketidakmampuan untuk mempertahankan gradien ion melintasi membran sel
dan depolarisasi sel. Dengan masuknya ion natrium dan kalsium dan pasif inflow
air ke dalam sel, hasil edema sitotoksik [6, 7, 8].
Iskemik inti dan penumbra

Sebuah oklusi vaskular akut menghasilkan daerah heterogen iskemia di wilayah


pembuluh darah yang terkena. Jumlah aliran darah lokal terdiri dari setiap aliran
sisa dalam sumber arteri utama dan jaminan pasokan, jika ada.

Daerah otak dengan penurunan ADO dari 10 mL/100g jaringan / menit disebut
secara kolektif sebagai inti, dan sel-sel ini diduga mati dalam beberapa menit
dari onset stroke.

Zona perfusi menurun atau marjinal (CBF <25 mL/100g jaringan / menit) secara
kolektif disebut penumbra iskemik. Jaringan dalam penumbra dapat bertahan
hidup selama beberapa jam karena perfusi jaringan marjinal.
Iskemik kaskade

Pada tingkat sel, neuron iskemik menjadi depolarized sebagai ATP habis dan
membran ion-sistem transportasi gagal. Masuknya kalsium sehingga
menyebabkan pelepasan sejumlah neurotransmitter, termasuk sejumlah besar
glutamat, yang pada gilirannya mengaktifkan N-metil-D-aspartat (NMDA) dan
reseptor rangsang lainnya pada neuron lainnya. Neuron ini kemudian menjadi
depolarized, menyebabkan masuknya kalsium lebih lanjut, pelepasan glutamat
lebih lanjut, dan amplifikasi lokal dari penghinaan iskemik awal. Ini masuknya
kalsium besar enzim degradatif juga mengaktifkan berbagai, menyebabkan
kerusakan membran sel dan struktur saraf penting. [9]

Radikal bebas, asam arakidonat, dan oksida nitrat dihasilkan oleh proses ini,
yang menyebabkan kerusakan saraf lebih lanjut.

Iskemia juga langsung menyebabkan disfungsi pembuluh darah serebral, dengan


rincian penghalang darah-otak yang terjadi dalam 4-6 jam setelah infark. Setelah
rincian penghalang itu, protein dan air banjir ke dalam ruang ekstraseluler,
menyebabkan edema vasogenic. Edema Vasogenic menghasilkan tingkat lebih
besar dari pembengkakan otak dan efek massa yang puncak pada 3-5 hari dan
resolve selama beberapa minggu berikutnya dengan resorpsi air dan protein [10,
11].

Dalam beberapa jam ke hari setelah, stroke gen-gen tertentu yang diaktifkan,
yang mengarah pada pembentukan sitokin dan faktor lain yang, pada gilirannya,
menyebabkan peradangan lebih lanjut dan kompromi microcirculatory [9]. Pada
akhirnya, penumbra iskemik dikonsumsi oleh penghinaan progresif,
penggabungan dengan inti infarcted, sering beberapa jam setelah timbulnya
stroke.

Infark mengakibatkan kematian astrosit serta oligodendroglia dan mikroglia


mendukung sel. Jaringan infarcted akhirnya mengalami nekrosis pencairan dan
dibuang oleh makrofag dengan perkembangan kehilangan volume parenkim.
Sebuah wilayah baik dibatasi dari cairan serebrospinal seperti kepadatan rendah
pada akhirnya terlihat, yang terdiri dari encephalomalacia dan perubahan kistik.
Evolusi perubahan kronis dapat dilihat pada minggu ke bulan setelah infark
tersebut.

Gambaran Radiologis

1. Stroke Non-hemoragik : CT-Scan


a. Pada stadium awal sampai 6 jam pertama, tak tampak kelainan pada
CT-Scan. Kadang kadang sampai 3 hari belum tampak gambaran yang
jelas. Sesudah 4 hari tampak gambaran lesi hipodens ( warna hitam),
batas tidak tegas.
b. Fase lanjut, densitas akan semakin turun, batas juga akan semakin
tegas, dan bentuk semakin sesuai dengan area arteri yang tersumbat.
c. Fase akhir, terlihat sebagai daerah hipodens dengan densitas sesuai
dengan densitas liquordan berbatas tegas.

DIAGNOSIS

Diagnosis stroke ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pmeriksaan penunjang. Anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan gejala
defisit neurologik secara mendadak tanpa trauma otak dan terdapat faktor resiko
gangguan aliran darah otak. Dan pemeriksaan penunjang seperti CT scan yang
sangat berguna pada fase akut dan dapat ditunjang denganpemeriksaan
angiografi serebri. Dan pemeriksaan laboratorium untuk melihat faktor resiko
dan penyakit yang diderita pasien, dan mennetukan terapi.

Gejala utama stroke ischemic akibat trombosis cerebri adalah timbulnya defisit
neurologik yang mendadak, didahului dengan gejala prodromal, terjadi saat
istirahat atau bangun pagi dengan kesadaran yang menurun.

Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang


tersumbat.

1) Arteri serebri media (MCA)

Gejala-gejalanya antara lain hemiparese kontralateral, hipestesi


kontralateral, hemianopsia ipsilateral, agnosia, afasia, dan disfagia.
Karena MCA memperdarahi motorik ekstremitas atas maka kelemahan
tungkai atas dan wajah biasanya lebih berat daripada tungkai bawah.(4,8)

2) Arteri serebri anterior

Umumnya menyerang lobus frontalis sehingga menyebabkan gangguan


bicara, timbulnya refleks primitive (grasping dan sucking reflex),
penurunan tingkat kesadaran, kelemahan kontralateral (tungkai bawah
lebih berat dari pada tungkai atas), defisit sensorik kontralateral,
demensia, dan inkontinensia uri.(4,8)

3) Arteri serebri posterior

Menimbulkan gejalah seperti hemianopsia homonymous kontralateral,


kebutaan kortikal, agnosia visual, penurunan tingkat kesadaran,
hemiparese kontralateral, gangguan memori.(4,8)

4) Arteri vertebrobasiler (sirkulasi posterior)


Umumnya sulit dideteksi karena menyebabkan deficit nervus kranialis,
serebellar, batang otak yang luas. Gejalah yang timbul antara lain vertigo,
nistagmus, diplopia, sinkop, ataksia, peningkatan refleks tendon, tanda
Babynski bilateral, tanda serebellar, disfagia, disatria, dan rasa tebal pada
wajah. Tanda khas pada stroke jenis ini adalah temuan klinis yang saling
berseberangan (defisit nervus kranialis ipsilateral dan deficit motorik
kontralateral).(4,8)

5) Arteri karotis interna (sirkulasi anterior)

Gejala yang ada umumnya unilateral. Lokasi lesi yang paling sering
adalah bifurkasio arteri karotis komunis menjadi arteri karotis interna dan
eksterna. Adapun cabang-cabang dari arteri karotis interna adalah arteri
oftalmika (manifestasinya adalah buta satu mata yang episodik biasa
disebut amaurosis fugaks), komunikans posterior, karoidea anterior,
serebri anterior dan media sehingga gejala pada oklusi arteri serebri
anterior dan media pun dapat timbul.(4,8)

6) Lakunar stroke

Lakunar stroke timbul akibat adanya oklusi pada arteri perforans kecil di
daerah subkortikal profunda otak. Diameter infark biasanya 2-20 mm.
Gejala yang timbul adalah hemiparese motorik saja, sensorik saja, atau
ataksia. Stroke jenis ini biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit
pembuluh darah kecil seperti diabetes dan hipertensi.(4)

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Computed Tomography (CT)


Computed Tomography (CT) akan membedakan perdarahan infark
setidaknya lima hari setelah stroke. Pendarahan baru memiliki gambaran
kepadatan tinggi (putih), biasanya bulat dan menempati ruang. Infark
biasanya
kepadatan rendah (gelap) dan menduduki wilayah vaskular dengan
swelling. Pada
pasien dengan stroke menggambarkan scan yang tidak normal yaitu
perdarahan

dan infark diasumsikan.


Emergent non-contrast head CT scanning is mandatory for rapidly distinguishing ischemic from
hemorrhagic infarction and for defining the anatomic distribution of stroke. Head CT scan is a
fundamental branch point in the evaluation of stroke, since patients with acute ischemic stroke may be
triaged to receive thrombolytic therapy, while patients with hemorrhagic stroke are taken down a
completely different diagnostic and therapeutic pathway. CT scans also may rule out other life-
threatening processes, such as hematomas, neoplasms, and abscesses.
The changes in CT scan over the time course of acute cerebral infarction must be understood. Most
patients who have had onset of ischemic stroke symptoms within 6 hours initially will have normal
findings on CT scan. After 6-12 hours, sufficient edema is recruited into the stroke area to produce a
regional hypodensity on CT scan. A large hypodense area present on CT scan within the first 3 hours
of symptom onset should prompt careful requisitioning regarding the time of stroke symptom onset.

Tidak ada "optimal" waktu untuk pasien stroke dengan citra CT dan
berharap untuk menunjukkan infark yang pasti. Banyak infark tidak
menjadi
tampak hipodens sampai jam atau bahkan sehari setelah stroke, jika
infark kecil
kurang terlihat daripada yang besar sekitar 90% pasien dengan gejala
infark
kortikal besar (infark total sirkulasi anterior Taci) memiliki infark terlihat
oleh 48
jam setelah stroke dibandingkan dengan sekitar 40% pasien dengan
lacunar (Laci)
atau infark kortikal kecil (parsial sirkulasi anterior infarct PACI). Infark lebih
besar banyak yang terlihat dalam waktu enam jam meskipun penampilan
adalah
halus dan tergantung pada seberapa dekat scan yang diperiksa.
Pengamatan untuk
tanda-tanda spesifik infark awal (bahkan di kalangan ahli) adalah miskin
(gambar
1). Selanjutnya, antara 10 hari dan tiga minggu setelah stroke, infark
longgar
hypodensity dan menjadi isodense dengan otak normal selama beberapa
hari untuk
dua minggu. Bengkak juga berlalu pada tahap ini, mereka mungkin sama
sekali
tak terlihat atau luasnya mereka yang sebenarnya tidak mungkin untuk
menentukan. Fase ini disebut sebagai "fogging". Dengan 2 sampai 3 bulan
infark
biasanya menjadi menyusut dan kepadatan cairan serebrospinal dan lebih
mudah
terlihat.
Waktu yang terbaik untuk pencitraan pada pasien stroke secara rutin
dengan CT sesegera mungkin, tidak ada yang menunggu, dan mungkin
akan
hilang. Dalam prakteknya waktu pemindaian dipengaruhi oleh perawatan
apa
yang sedang dipertimbangkan dan sumber daya yang tersedia. Pada
pasien
dianggap kandidat untuk jaringan rekombinan plasminogen activator (rt-
PA), CT
scan adalah wajib untuk menyingkirkan perdarahan intrakranial atau
infark yang
cukup besar sebelum obat trombolitik. Saat ini, mengingat potensi
bahaya, ada
argumen yang baik untuk hanya mempertimbangkan penggunaan
trombolitik
dalam lingkungan klinis yang sangat terorganisir, dengan perawatan yang
tepat
jalur khusus didirikan dan ahli meninjau CT Scan dilakukan segera.
Mengingat relatif kurangnya bahaya yang timbul dari beberapa dosis
aspirin pada pasien yang ternyata memiliki perdarahan di IST / Cast
(International
Stroke percobaan/ percobaan Stroke Cina akut). Dokter harus
mempertimbangkan
aspirin menunggu memindai jika mereka menganggap perdarahan yang
tidak
mungkin atas dasar klinis, dan memperoleh CT scan pada hari berikutnya.
Aspirin
kemudian dapat dihentikan jika CT scan menunjukkan pendarahan. Dokter
dan
ahli radiologi harus memiliki pedoman yang ditetapkan pada pemindaian
yang
mencerminkan sumber daya lokal yang tersedia.
Uses of CT in stroke
c To differentiate vascular from non-vascular disorders
c To differentiate infarct from haemorrhage
c If in doubt, repeat scan a few weeks later without
contrast
c Contrast can be misleading and should only be used in
special circumstances
Caveats on CT in stroke
c Identifies all parenchymal haemorrhage with near 100%
accuracy only within 57 days of strokethereafter small
haemorrhages are indistinguishable from infarcts
c Only about 50% of infarcts ever become visible
c There is no optimal time for seeing an infarct
c Seeing the infarct is not necessary to diagnose ischaemic
stroke

Gambar 1. CT scan otak menunjukkan sirkulasi belahan infark anterior


kanan
total (A) empat jam dan (B) pada lima hari setelah onset gejala. Catatan
pada (A)
tanda- tanda halus infark awal: kehilangan ganglia basal di sebelah kanan
(panah
putih bandingkan dengan caudate dan inti lentiform jelas terlihat),
kehilangan
deferensiasi materi abu- abu/ putih kortikal (panah hitam), pembengkakan
kecil
dengan penipisan sulcal (panah hitam dan membandingkan sisi kiri). Pada
hari
kelima ada hipodensity jelas dan infark besar dengan pergeseran
pembengkakan

garis tengah dan obstruksi dari ventrikel lateral kiri.

Pasien dengan stroke lacunar mungkin kurang dibandingkan dengan infark


kortikal yang memiliki stenosis; sekitar 8% pasien stroke lacunar akan
memiliki
stenosis di arteri. Dalam beberapa USG, pencitraan leher dilakukan
sebelum
Endarterektomi, sementara yang lain masih mengandalkan intra-arteri
angiografi

untuk pengukuran definitif stenosis, atau menggunakan MR atau CT


angiografi.

Infark vena mungkin terdiagnosis sebagai penyebab stroke. Meningkatkan


kesadaran mengarah ke yang lebih baik. Infark vena menjadi bengkak
dengan
gambaran hipodens dan jauh lebih cepat dari infark arteri serta lebih
sering
mengandung daerah pusat perdarahan. Tambahan gambaran seperti
sinus vena
thrombose (hyperdense sinus pra-kontras, atau mengisi cacat pada sinus
pasca
kontras), atau opak sinus paranasal atau mastoids menunjukkan
kemungkinan
infeksi sebagai penyebab thrombosis harus dicari.
MR menunjukkan gambaran lebih jelas, meskipun mereka mungkin
terlihat pada CT. Membedakan tumor dari infark pada CT (atau MR)
biasanya
tidak masalah, tetapi kadang-kadang tumor yang tumbuh lambat seperti
glioma
dapat meniru infark kortikal kecil dengan muncul berbentuk baji yang
melibatkan
korteks dan materi putih yang berdekatan, sedikit hipodens, dan tidak
meningkatkan dengan kontras.
Kadang-kadang tumor juga dapat hadir sebagai pendarahan dan
pendarahan mungkin cukup luas untuk melenyapkan sementara pada
neoplasma
yang mendasari di scan. Waktu adalah alat diagnostik yang berguna,
mengulangi
pencitraan akan memperjelas diagnosis, infark dan pendarahan umumnya
mendapatkan lebih kecil sedangkan tumor tetap sama atau menjadi lebih
besar.
Lebih lanjut, pasien yang pada awalnya hadir dengan apa yang tampak
seperti
stroke langsung, namun yang tidak berperilaku kemudian sebagai stroke
khas,
harus mengulangi scan untuk mengidentifikasi sesekali tumor atau lesi
nonvaskular.
Ensefalitis kadang-kadang bisa meniru stroke, terutama pada pasien
ditemukan tidak sehat dengan kesadaran berkurang, neurologi fokal, dan
tidak ada
riwayat dari awal.
Pencitraan, baik CT, MR atau lanjutan MR teknik, tidak selalu andal
membedakan antara klinis. Diagnosis tergantung pada penilaian lainnya.
Diseksi
dari karotis atau vertebralis arteri harus dicurigai pada pasien dengan
nyeri leher
dan stroke. MR adalah yang terbaik karena dapat menunjukkan pembuluh
darah
dan lesi parenkim. Sebuah gambaran khas adalah penyempitan aliran
arteri karotis
atau vertebralis karena sebuah cincin atau sinyal yang tinggi disebabkan
oleh
perdarahan di dinding arteri. Penampilan juga dapat menirukan (lebih
sering pada
karotid daripada arteri vertebralis) oleh aliran lambat dalam arteri atas
stenosis
(ateromatosa) ketat, atau proksimal ke oklusi arteri besar intrakranial,
sehingga
hati-hati untuk menegakkan diagnosis yang berlebihan.
Mengingat implikasi terapi mungkin, intra-arteri angiografi harus
dipertimbangkan jika ada keraguan untuk diagnosis dari diseksi. CADASIL
(cerebral autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and
leucoencephalopathy) menyebabkan kelainan yang menonjol pada
subkortikal
memeberikan gambaran putih yang mungkin meniru beberapa infark
lacunar dan
atrofi, sering pada pasien yang relatif muda, dan imaging mendukung
diagnosis.
MR menunjukkan lebih detail dibandingkan dengan CT.
MELAS (mitochondrial encephalopathy, lactic acidosis, and stroke)
menyajikan dengan stroke pada pasien yang lebih muda. Pada CT atau MR
kortikal seperti infark terlihat di daerah temporal atau occipito-temporal
posterior,

sering bilateral dan tidak menempati wilayah pembuluh darah yang khas.

Gambar 3. Trombosis vena serebri dan dan infark(A) dan (B) pasca
intravena
kontras. Scan yang diperoleh pada enam jam setelah onset gejala.
Perhatikan
bahwa hipodensity di wilayah temporal kiri posterior jauh lebih
berkembang
daripada untuk infark arteri pada usia yang sama (1A), dengan tepi yang
lebih
jelas dan pusat perdarahan (panah putih). Setelah ada peningkatan pusat
(panah
putih) dan sinus melintang terlihat trombose (panah hitam). Wilayah yang
terkena
dampak tidak sesuai dengan arteri serebral tengah atau serebral posterior
,

memberikan petunjuk lebih lanjut untuk asal vena.a.

Over the past twenty years, imaging has become part of the routine diagnosis of
stroke victims. Studies showing that pre-treatment CT scans can improve
patient's
prognosis have been widely accepted. The question remains which modality to
use and how.

Most patients are examined with CT, explained Professor Rdiger von Kummer
from Dresden University Hospital, Germany, who will take part in the session. CT
scanners are more widely available than MRI systems, and CT examinations,
because of their rapidity, are easier for sick patients to tolerate. CT
angiography and perfusion measurement are also more robust techniques than
MRA or MR perfusion imaging.

On the other hand, MRI with diffusion-weighted imaging (DWI) is a highly


sensitive technique for detecting small lesions caused by embolic events, which
can be missed by CT. MRI is as sensitive as CT in the detection of acute brain
haemorrhages, but has a higher sensitivity for old brain haemorrhages

CT scan kepala non kontras

Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan


stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu,
pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari
stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang
gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).(4)

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami.
Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional
yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat
daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang
mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non
hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi
MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter.(4,10)

b. CT perfussion

Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk


mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur.
Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.
(4,17)

c. CT angiografi (CTA)

Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi


(CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri
serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab
stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena
daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense. (4)

d. MR angiografi (MRA)

MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih
awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan
MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu
pemeriksaan yang agak panjang.(4,10)

Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. MR T1


dan T2 standar dapat dikombinasikan dengan protokol lain seperti
diffusion-weighted imaging (DWI) dan perfussion-weighted imaging (PWI)
untuk meningkatkan sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke non
hemoragik akut. DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT
scan dan MRI. Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada daerah
kecil. PWI dapat mengukur langsung perfusi daerah di otak dengan cara
yang serupa dengan CT perfusion. Kontras dimasukkan dan beberapa
gambar dinilai dari waktu ke waktu serta dibandingkan.(4)

e. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray

Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis
atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks
karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi
vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis
intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi)
dilakukan pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang
dicurigai mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan
untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga
lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain
yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan
foto thoraks.(4)

Vascular distributions: MCA infarction. Noncontrast CT


demonstrates a large acute infarction in the MCA territory involving the lateral
surfaces of the left frontal, parietal, and temporal lobes, as well as the left insular
and subinsular regions, with mass effect and rightward midline shift. There is
sparing of the caudate head and at least part of the lentiform nucleus and
internal capsule, which receive blood supply from the lateral lenticulostriate
branches of the M1 segment of the MCA. Note the lack of involvement of the
medial frontal lobe (ACA territory), thalami and paramedian occipital lobe (PCA
territory)

Vascular distributions: PCA infarction. The noncontrast


CT images demonstrate PCA distribution infarction involving the right occipital
and inferomedial temporal lobes. The image on the right demonstrates additional
involvement of the thalamus, also part of the PCA territory

Large-artery occlusion
Large-artery occlusion typically results from embolization of atherosclerotic debris
originating from the common or internal carotid arteries or from a cardiac source. A smaller
number of large-artery occlusions may arise from plaque ulceration and in situ thrombosis.
Large-vessel ischemic strokes more commonly affect the MCA territory with the ACA
territory affected to a lesser degree. (See the images below.)

Noncontrast CT in this 52-year-old male with a history of


worsening right-sided weakness and aphasia demonstrates diffuse hypodensity and sulcal
effacement involving the left anterior and middle cerebral artery territories consistent with
acute infarction. There are scattered curvilinear areas of hyperdensity noted suggestive of
developing petechial hemorrhage in this large area of infarction.

MRA in the same patient as in the above image (left)


demonstrates occlusion of the left precavernous supraclinoid internal carotid artery (ICA, red
circle), occlusion or high-grade stenosis of the distal MCA trunk and attenuation of multiple
M2 branches. The diffusion-weighted image (right) demonstrates high signal confirmed to be
true restricted diffusion on the ADC map consistent with acute infarction.

MIP image from a CTA demonstrates a filling defect or high-grade


stenosis at the branching point of the right MCA trunk (red circle), suspicious for thrombus or
embolus. CTA is highly accurate in detecting large vessel stenosis and occlusions, which
account for approximately one third of ischemic strokes.

Lacunar strokes
Lacunar strokes represent 13-20% of all ischemic strokes. They occur when the penetrating
branches of the MCA, the lenticulostriate arteries, or the penetrating branches of the circle of
Willis, vertebral artery, or basilar artery become occluded. (See the image below.)

Axial noncontrast CT demonstrates a focal area of


hypodensity in the left posterior limb of the internal capsule in this 60-year-old male with
new onset of right-sided weakness. The lesion demonstrates high signal on the FLAIR
sequence (middle image) and diffusion-weighted MRI (right image), with low signal on the
ADC maps indicating an acute lacunar infarction. Lacunar infarcts are typically no more than
1.5 cm in size and can occur in the deep gray matter structures, corona radiata, brainstem and
cerebellum.

Cardioembolic stroke: Axial diffusion-weighted images


demonstrate scattered foci of high signal in the subcortical and deep white
matter bilaterally in a patient with a known cardiac source for embolization. An
area of low signal in the left gangliocapsular region may be secondary to prior
hemorrhage or subacute to chronic lacunar infarct. Recurrent strokes are most
commonly secondary to cardioembolic phenomenon.

DIAGNOSIS BANDING

Untuk memastikan diagnosa penyakit stroke, selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik,
maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang radiologi. Pada pemeriksaan radiologi ada
beberapa pilihan pemeriksaan yang dapat dilakukan. Dari pemeriksaan CT scan kepala tanpa
kontras, didapatkan menunjukkan tampak lesi hyperdens didaerah kortek dan medulla lobus
temporalis dx dengan HU: 58,1, disertai perifokal edema; tak tampak gambaran massa pada
parenkhim otak; ventrikel lateralis dx cornu anterior dan posterior, III dan IV DBN; ventrikel
lateralis sn cornu anterior dan posterior sn melebar; sulkus sempit dan gyrus melebar; fissura
sylvii dx sempit, sn melebar, dan falk cerebri DBN; tampak midline shiffting kearah sn; pons
dan cerebellum DBN. Kesan gambaran Stroke Haemorrhagik/SH disertai Perifokal Oedema
didaerah Kortek dan Medulla Lobus Temporalis Dx, Hydrocephalus Sn, Gambaran Tekanan
Intra Kranial meningkat..

CT Scan atau MRI harus dilakukan untuk membedakan antara infark dan hemorragik atau
untuk mengeksklusikan pennyebab lain misalnya abses dan tumor yang dapat memberikan
gambaran mirip stroke, dan juga dapat juga melokalisasi lesi. Gambaran Radiologis Stroke
Non-hemoragik (CT-Scan): pada stadium awal sampai 6 jam pertama, tak tampak kelainan
pada CT-Scan, kadang kadang sampai 3 hari belum tampak gambaran yang jelas, sesudah 4
hari tampak gambaran lesi hipodens ( warna hitam), batas tidak tegas; Fase lanjut, densitas
akan semakin turun, batas juga akan semakin tegas, dan bentuk semakin sesuai dengan area
arteri yang tersumbat; Fase akhir, terlihat sebagai daerah hipodens dengan densitas sesuai
dengan densitas liquordan berbatas tegas. Gambaran Radiologis Stroke Hemoragik (CT-
Scan) terlihat gambaran lesi hiperdens warna putih dengan batas tegas. Pada stadium lanjut
akan terlihat edema disekitar perdarahan ( edem perifokal) yang akan menyebabkan
pendesakan. Jika terjadi absorbs lengkap, gambarannya akan menjadi hipodens.

diagnostik Pertimbangan

Meniru Stroke biasanya mengacaukan diagnosis klinis stroke. Sebuah penelitian melaporkan
bahwa 19% pasien yang didiagnosis dengan stroke iskemik akut oleh ahli saraf sebelum
pemindaian CT kranial benar-benar memiliki penyebab noncerebrovascular untuk gejala
mereka.

Meniru stroke yang paling sering meliputi berikut ini:

*
Kejang (17%)
*
Sistemik infeksi (17%)
*
Tumor otak (15%)
*
Racun metabolisme penyebab, seperti hiponatremia dan hipoglikemia (13%)
*
Posisi vertigo (6%).

Sebuah masquerading kritis metabolisme kekacauan tidak akan terjawab oleh penyedia
adalah hipoglikemia [38, 39].

Untuk informasi lebih lanjut, lihat Penyakit Metabolik dan Stroke - Hiperglikemia /
Hipoglikemia.

Diagnosis dan manajemen dari suatu bentuk yang jarang dari stroke, trombosis vena serebri
(CVT), adalah subyek dari pernyataan 2011 AHA / ASA untuk profesional kesehatan.
Menurut pernyataan itu, mendiagnosis CVT membutuhkan tingkat kecurigaan yang tinggi
klinis. Kebanyakan orang didiagnosis dengan CVT hadir dengan sakit kepala, sering
keparahan meningkat, biasanya tetapi tidak selalu disertai dengan tanda-tanda neurologis
fokal. [40]

PENATALAKSANAAN
1. Terapi Umum Fase Akut 2,4
Sasaran pengobatan adalah untuk menyelamatkanneuron yang menderita
jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak
mengganggu/mengancam fungsi otak. Terapi umum ini terfokus pada kecukupan
perfusi darah ke otak, dengan mengoptimalkan ABC (Airway, Breathing,
Circulation), apabila stabil kemudian nilai GCS/kesadaran pasien lalu nilai defisit
neurologis. Yang harus dilakkan antara lain :
Monitoring tekanan Darah
Tekanan darah harus tetap diperhatikan, apabila didapatkan hipertensi berat dan
menetap dengan sistole > 220 mmHg dan diastole > 130 mmHg maka pasien
harus diberikan obat anti hipertensi. Obat anti hipertensi diberikan dengan target
penurunan 15-20% dari tekanan darah awal, hal ini dimaksudkan agar tekanan
perfusi otak tetap adekuat. Obat yang dipakai adalah agen adrenergik seprti
Nifedipin 10 mg sublingual, Clonidine 0,075-0,15 mg IV atau subcutan, Urapidil
12,5 mg IV dan short acting beta blocker (Labetolol 2 mg IV/oral secara berkala.
Apabila pasien hipertensi dengan penyakit jantung ischemik yang
mempengaruhi fungsi ginjal, hipertensi ensefalopati penurunan tekanan darah
secara segera dapat dilakukan perlahan, mungkin diperlukan obat Nitrogliserin 5
mg atau 10 mg oral dan Sodium Nitroprusside, Hidralazine, Calsium channel
blocker.
Monitoring Fungsi Jantung
Pemeriksaan terhadap fungsi jantung dipantau 24-48 jam pertama dan di
evaluasi dengan gambaran EKG dan dipantau juga enzim jantungnya.
Monitoring Gula Darah
Kadar gula yang tinggi dalam darah harus segera diturunkan, karena
hiperglkemia dapat memperluas area otak yang rusak. Target penurunan gula
darah sekitar 140 mg%. Apabila kadar gula > 250mg% dikendalikan dengan
pemberian insulin setiap 4 jam (5 unit untuk setiap 50mg% gula darah). Pada
kondisi pasien hipoglikemia maka dapat diberikan 25 g dextrose 50% IV dan
dipantau secara ketat.
Pertahankan saturasi O2
Diberikan O2 adekuat sebanyak 2-4 liter/menit

PROGNOSIS
KESIMPULAN

Stroke merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya


kecacatan dan kematian paling banyak ketiga di dunia, setelah jantung
dan kanker.
Stroke juga merupakan penyebab kecacatan utama di Indonesia pada
kelompok usia diatas 45 tahun.
WHO 1995 Stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang
berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian,
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
Stroke disebabkan oleh 2 hal utama:
Stroke Sumbatan (Ischemic/Non Hemorrhagic)
Stroke Perdarahan (Hemorrhagic)

Stroke Non Hemorrhagic atau Ischemic adalah stoke yang disebabkan


karena sumbatan pada arteri suplai glukosa dan oksigen ke otak
berkurang kematian sel/jaringan otak yang di suplai.

Klasifikasi
Transient Ischemic Attack (TIA)
Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Stroke in Evolution/Stroke Progressive
Complete Stroke/Permanent Stroke

Gejala Dan Tanda


Kelemahan tubuh kontralateral dan atau kehilangan senssory loss
Terjadi saat istirahat
Gangguan kesadaran atau bingung
Afasia, apraksia, disartria
Hemianopsia parsial atau complete
Diplopia, vertigo, nystagmus, ataksia

L. KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi
edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.(21)

1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi


meskipun agak jarang (10-20%)

2. Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras


adalah indikator independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan.
Manitol dan terapi lain untuk mengurangi tekanan intrakranial dapat
dimanfaatkan dalam situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam
pembengkakan sekunder stroke iskemik lebih lanjut belum diketahui.
Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik pada infark mereka.
Hal ini diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit,
tanpa adanya trombolitik. Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan
dengan penurunan neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai
perdarahan hematoma yang memerlukan evakuasi.

3. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode


pemulihan. Post-stroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar.
Beberapa pasien yang mengalami serangan stroke berkembang menjadi
chronic seizure disorders. Kejang sekunder dari stroke iskemik harus
dikelola dengan cara yang sama seperti gangguan kejang lain yang timbul
sebagai akibat neurologis injury.

M. PROGNOSIS

Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting


adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. Usia
pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga
mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang dari 80%
pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan
didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%.
Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan, mengingat usia lanjut di mana
biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat dari periode akut,
sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen,
sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional.(11,22,23)

DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum


tentang gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology
cetakan keenam editor Harsono. Gadjah Mada university press,
Yogyakarta. 2007. Hal: 81-115.

2. Sutrisno, Alfred. Stroke? You Must Know Before you Get It!. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama. 2007. Hal: 1-13

3. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan


Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.

4. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st


available from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview

5. Mardjono, Mahar. Mekanisme gangguan vaskuler susunan saraf


dalam Neurologi klinis dasar edisi Kesebelas. Dian Rakyat. 2006. Hal: 270-
93.

6. Giraldo, Elias. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st


available from: http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086c.html
7. D. Adams. Victors. Cerebrovasculer diseases in Principles of
Neurology 8th Edition. McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67

8. Chung, Chin-Sang. Neurovascular Disorder in Textbook of Clinical


Neurology editor Christopher G. Goetz. W.B Saunders Company: 1999.
Hal: 10-3

9. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st


available from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-diagnosis

10. Li, Fuhai, dkk. Neuroimaging for Acute Ischemic Stroke. [Online].
Cited 2010 May 1st available from:
http://www.emedmag.com/html/pre/fea/features/039010009.asp

11. Price, A. Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit


edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 966-71.

12. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st
available from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-treatment

13. Ngoerah, I Gst. Ng. Gd. Penyakit peredaran darah otak dalam Dasar-
dasar ilmu penyakit saraf. Penerbit Airlangga University Press. Hal: 245-
58.

14. Hughes, Mark. Miller, Thomas. Nervous System Third Edition.


University of Edinburgh, Edinburgh, UK.

15. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal:
158-67.

16. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi


primer dan prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi.
Penerbit Salemba Medika. Hal: 53-73.
17. Josephson, S. Andrew. Ischemic Stroke. San Fransisco. CA. [Online].
Cited 2010 May 1st available from: http://knol.google.com/k/s-andrew-
josephson/ischemic-stroke/BF8MGEYK/bAWc9g#

18. Simon, Harvey. Stroke Surgery. Harvard Medical School. [Online].


Cited 2010 May 1st available from:
http://www.umm.edu/patiented/articles/what_drugs_used_treat_stroke_pati
ents_prevent_recurrence_000045_8.htm

19. Barnett, Henry dkk. Drugs and Surgery in the Prevention of Ischemic
Stroke. [Online]. Cited 2010 May 1st available from:
http://content.nejm.org/cgi/content/full/332/4/238

20. Aziz, Faisal M.D. Rethinking The Six Weeks Waiting Approach To
Carotid Intervention After Ischemic Stroke . The Internet Journal of
Surgery. 2007 Volume 11 Number 1. Department of General Surgery. New
York Medical College. [Online]. Cited 2010 May 1st available from:
http://www.ispub.com/journal/the_internet_journal_of_surgery/volume_11_
number_1/article/rethinking_the_six_weeks_waiting_approach_to_carotid_i
ntervention_after_ischemic_stroke.html

21. Hassmann KA. Stroke Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st
available from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-followup

22. Giraldo, Elias. Stroke Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available
from: http://www.merck.com/mmpe/sec16/ch211/ch211b.html

23. Goldstein LB. Stroke Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available
from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000726.htm

DAFTAR PUSTAKA
Hadinoto, Sudomo, Tinjauan Umum Penyakit Serebrovaskuler, Simposium
Penatalasanaan Stroke secara Komprehensif Menyongsong Millenium Baru, 4
November 2000, Semarang, hal 1.
Aliah, Amirudin; Kuswara,F.F; Limoa, R.Arifin; Wuysang,Gerrad, Gambaran
Umum tentang Gangguan Peredaran Darah Otak, Kapita Selekta Neurologi, edisi
II, Gajah Mada University Press, cetakan kelima, Agustus 2005, hal 81-102
Noeryanto, M, Masalah-masalah Dalam Stroke Akut, Temu Regional Neurologi,
Universitas Diponegoro, Semarang, 2002
Junaidi, Iskandar, Dr, Pengenalan, Pencegahan, Pengobatan, Rehabilitasi Stoke
A-Z, Kelompok Gramedia, Jakarta 2006
http//www.wikipedia.org/ischemic_stroke

Referensi
Ekayuda, Iwan, Sjahriar Rasad, editor. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Jakarta
: Divisi Radiodiagnostik, Departmen Radioligi FK UI-RSCM, 2005. Hal :
382,385
Joseph U, MD. Stroke Ischemic. www.emedicine.com
Nassisi, Denise, MD. Stroke Hemorragic. www.emedicine.com

Anda mungkin juga menyukai