Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelaksanaan Pembangunan kesehatan pada dasarnya dilaksanakan oleh

semua komponen bangsa indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan, dan kemampuan hidup sehat masyarakat agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Keberhasilan

pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kesinambungan antar upaya program

dan sektor - sektor , sehingga tujuan pembangunan kesehatan dapat tercapai dan

masalah kesehatan yang dihadapi bangsa indonesia dapat teratasi. Salah satu masalah

kesehatan yang dihadapi bangsa ini adalah masih ditemukan masyarakat yang buang

air besar di tempat terbuka yang berdampak pada penyakit diare. World Health

Organization (WHO) menyampaikan bahwa kematian yang disebabkan karena

waterborne disease mencapai 3.400.000 jiwa/tahun. Serta menurut WHO, dari semua

kematian yang berakar pada buruknya kualitas air dan sanitasi, diare merupakan

penyebab kematian terbesar yaitu 1.400.000 jiwa/tahun. Demikian pula penduduk

Indonesia yang hidup dengan kondisi sanitasi buruk mencapai 72.500.000 jiwa yang

tersebar di daerah perkotaan (18,2%) dan perdesaan (40%). (Kemenkes, 2013)

Dari sudut pandang Ekonomi, Indonesia mengalami kerugian sebesar $6,3

Milyar (56,7 triliun ) per tahun akibat buruknya kondisi higiene dan sanitasi. Oleh

karena itu adanya intervensi melalui modifikasi lingkungan untuk menurunkan resiko

1
penyakit diare hingga 94 % modifikasi lingkungan tersebut meliputi penyediaan air

bersih menurunkan resiko 25 %, pemanfaatan jamban keluarga menurunkan resiko

2
3

32 % , pengolahan air minum tingkat rumah tangga menurunkan resiko 39 %, dan

cuci tangan pakai sabun menurunkan resiko 45 %. Dari hasil studi tersebut sehingga

diformulasikan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Sebagai Program

Nasional. Target dari STBM adalah pencapaian Millenium Development Goals

(MDGs) 7c , Renstra Kemenkes 2010 – 2014 , RPJMN 2010 – 2014 di mana

persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat sebanyak 75 % sementara itu

capaian pada tahun 2012 adalah 56,24 % dari target yang ditetapkan yaitu 69%.

(Kemenkes,2013 )

STBM merupakan program pemerintah dalam rangka memperkuat upaya

membudayakan hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis

lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat, serta mengimplementasikan

komitmen pemerintah untuk meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar yang

berkesinambungan. Upaya sanitasi berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI

Nomor 852 /Menkes /SK /IX /2008 yang disebut Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

(STBM), meliputi 5 Pilar yaitu: Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS),

Cuci tangan pakai sabun ( CTPS ), Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga dan

Makanan Sehat (PAM-RT), Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PSRT),

Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga (PALRT). (Ditjen PP dan PL, 2011)

Program STBM tergolong program yang baru dilaksanakan dan tidak

adanya subsidi pada program ini merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan.

Pelaksanaan program STBM dimulai dari pilar pertama yaitu Stop Buang Air Besar

Sembarangan (Stop BABS). Fokus pertama dilakukan pada Stop BABS karena pilar

tersebut berfungsi sebagai pintu masuk menuju sanitasi total serta merupakan upaya

untuk memutus rantai kontaminasi kotoran manusia terhadap air baku minum,
4

makanan, dan lainnya. Program ini lebih menekankan pada perubahan perilaku

kelompok masyarakat dengan metode pemicuan. Pemicuan dilaksanakan dengan cara

fasilitasi kepada masyarakat dalam upaya memperbaiki keadaan sanitasi di

lingkungan mereka hingga mencapai kondisi Open Defecation Free (ODF). Kondisi

ODF ditandai dengan 100% masyarakat telah mempunyai akses BAB di jamban

sendiri, tidak adanya kotoran di lingkungan mereka, serta mereka mampu menjaga

kebersihan jamban.

Masyarakat di Provinsi NTT masyarakat masih memiliki perilaku buang

air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun, dan tempat terbuka lainya . Hasil riset

kesehatan dasar Propinsi NTT pada tahun 2013 menunjukkan bahwa rumah tangga

yang memiliki akses terhadap sanitasi Improved adalah yang terendah yaitu 30,5 %.

Seluruh Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur masih terdapat 21,3% rumah

tangga yang belum memiliki fasilitas buang air besar dengan kisaran antara 0,2% di

Kupang, hingga 57,2 % di Sumba Timur. Sebanyak 2% rumah tangga di provinsi

itu memiliki fasilitas buang air besar umum, 6,5% fasilitas buang air besar milik

bersama dan hanya 70,2% yang merupakan milik sendiri. Persentase terbesar

masyarakat yang memiliki fasilitas buang air besar milik sendiri adalah di Timor

Tengah Selatan (91,3 % ) dan Timor Tengah Utara (91,4 %). Serta rumah tangga

yang tidak mempunyai fasilitas tempat buang air yang persentasenya lebih besar

terdapat di pedesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan. ( Kemenkes, 2013 )

Dalam Laporan kemajuan STBM Propinsi NTT menunjukkan bahwa masih

terjadi perilaku buang air besar sembarangan di Kabupaten Sumba Timur. Dari 22

Kecamatan dan 156 Desa yang ada dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) 54.940

yang masih BABS pada saat ini adalah sebanyak 34.706 atau 72, 62 % STBM
5

Indonesia, “Laporan kemajuan STBM di Kabupaten Sumba Timur”, Available

:http://www.stbm-indonesia.org / accesed : 2016 Maret 5). Hal ini tentu

menunjukan layanan sanitasi dasar yang masih rendah di Kabupaten Sumba Timur

serta implikasi dari kondisi seperti ini adalah pada kasus diare. Hasil Rikesdas tahun

2013 menunjukan insiden diare di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah 4,3 % dan

periode prevalence sebesar 10,9 %. Khusus pada balita, insiden diare tahun 2013

adalah 6,7%. Diare balita tertinggi pada kelompok 12-23 bulan yaitu 9,5 %, sedikit

lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan dan mendominasi di

perdesaan.

Program STBM merupakan program nasional yang telah diterapkan pada 22

Kecamatan di Kabupaten Sumba Timur dan bertujuan mengubah perilaku

masyarakat setempat. Pada saat ini fokus utama program STBM di kabupaten ini

masih tertuju pada pilar pertama yaitu Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop

BABS). Indikator keberhasilan pilar pertama adalah tercapainya desa SBS (Stop

Buang Air Besar Sembarangan) yaitu 100% masyarakat desa setempat buang air

besar di jamban yang sehat. Hingga saat ini satu Kecamatan telah berhasil

mendeklarasikan sebagai kecamatan yang ODF. Kecamatan tersebut adalah

Kecamatan Katala Hamu Lingu yang memiliki lima desa sebagai pelaksana program

STBM pilar pertama. (STBM Indonesia,“Laporan kemajuan STBM di Kabupaten

Sumba Timur”, Available :http:// www.stbm-indonesia.org /accesed : 2016 Maret5).

Upaya peningkatan akses jamban keluarga di 21 kecamatan lainnya terus

dilakukan dengan pelaksanaan program STBM pilar pertama. Salah satu kecamatan

yang melaksanakan adalah kecamatan Pandawai. Akses terhadap jamban di

Kecamatan Pandawai adalah sebesar 32,04% serta KK yang BABS sebanyak 2.484
6

KK yang berasal dari 7 desa. Bila dilihat berdasarkan masing- masing desa

menunjukan 65% di Kadumbul, 51,42% di Watumbaka, 35,61% di Kawangu,

33,03% di KambataTana, 18,46% di Laindeha, 17,80% di Palakahembi, dan 2,22%

di Maubokul. Dengan demikian Kecamatan Pandawai belum memiliki desa yang

ODF( Open Defecation Free ). Oleh karena itu, untuk mengetahui hasil program

STBM di Kecamatan Pandawai yang lebih detail perlu dilakukan evaluasi dengan

tujuan sebagai alat untuk memperbaiki kebijaksanaan pelaksanaan program dan

perencanaan program yang akan datang untuk mewujudkan kecamatan pandawai

yang SBS dan terciptanya masyarakat yang sehat dengan akses layanan sanitasi yang

layak.

Pelaksanaan program STBM di kecamatan Pandawai berada dalam binaan

Puskesmas Kawangu, Sehingga untuk mengetahui tingkat keberhasilan program

STBM pilar satu maka dilakukan evaluasi pada wilayah kerja Puskesmas Kawangu.

Desa KambataTana adalah salah satu desa yang merupakan wilayah kerja puskesmas

kawangu. Sebagai langkah awal pelaksanaan evaluasi kompherensif, maka dilakukan

evaluasi di desa KambataTana sebagai studi kasus pelaksanaan evaluasi program

STBM pilar satu. Evaluasi Program STBM yang dimaksud adalah evaluasi proses

yang meliputi persiapan pemicuan, pemicuan , dan paska pemicuan, serta evaluasi

output pada masyarakat yang telah mengikuti pemicuan STBM pilar satu. Sehingga

dapat mengetahui capaian program yang telah dilaksanakan di desa KambataTana.

1.2. Rumusan Masalah

Menurut data yang diperoleh dari Puskesmas Kawangu bahwa belum

dilaksanakan evaluasi yang kompherensif dengan melihat ketersediaan proses


7

kegiatan dan output dari program STBM di Puskesmas Kawangu serta belum adanya

desa yang ODF sehingga peneliti tertarik untuk mengevaluasi pelaksanakan program

STBM di wilayah kerja Puskesmas Kawangu.

Pelaksanaan Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di Kabupaten

Sumba Timur masih terfokus pada pilar 1 yaitu Stop BABS sehingga berdasarkan

uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

“Bagaimana pelaksanaan program sanitasi Total berbasis masyarakat

(STBM ) pilar pertama di wilayah kerja Puskesmas Kawangu Kabupaten Sumba

Timur tahun 2016 ?

1.3. Pertayaan Penelitian

Berdasarkan Permasalahan yang dijelaskan pada rumusan masalah, maka

dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pelaksanaan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

(STBM) pilar pertama di wilayah kerja Puskesmas Kawangu (study kasus di

desa Kambata Tana)?

2. Bagaimana hasil pencapaian program STBM pilar pertama di wilayah kerja

Puskesmas Kawangu ?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengevaluasi pencapaian program

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) pilar pertama Stop BABS di wilayah

kerja Puskesmas Kawangu Kabupaten Sumba Timur Tahun 2016 (Study Kasus Desa

Kambata Tana).
8

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan dari program STBM pilar petama di

Desa Kambata Tana.

2. Untuk mengetahui proporsi rumah tangga yang melakukan perubahan perilaku

Stop BABS paska pemicuan pilar pertama program STBM di desa Kambata

Tana.

3. Untuk mengetahui penyebab atau kendala yang dihadapi masyarakat di desa

Kambata Tana sehingga masih berperilaku buang air besar sembarangan.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat bagi peneliti lain

1. Sebagai sarana pengaplikasian teori evaluasi dan sanitasi yang telah didapatkan

selama perkuliahan.

2. Sebagai bahan untuk melaksanakan penelitian selanjutnya yang berkaitan

dengan program STBM.

1.5.2 Bagi masyarakat

Sebagai sarana informasi tentang manfaat adanya program STBM bagi

masyarakat sehingga dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan

program STBM.

1.5.3 Bagi pemerintah

1. Sebagai sarana informasi tentang hasil evaluasi program nasional pemerintah

yang dijalankan di wilayah kerja Puskesmas Kawangu


9

2. Sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan masyarakat untuk

persiapan meningkatkan kesehatan masyarakat.

3. Sebagai sarana pertimbangan untuk pihak lintas sektor program STBM

terutama di wilayah kerja Puskesmas Kawangu.

1.5.4 Bagi peneliti

1. Sebagai sarana mempelajari program nasional STBM yang dicanangkan untuk

kesehatan masyarakat.

2. Sebagai sarana melatih kemampuan mengevaluasi program nasional kesehatan

masyarakat yang dicanangkan oleh pemerintah pada pelaksanaannya di

wilayah kerja Puskemas Kawangu.

3. Sebagai sarana untuk mempelajari pelaksanaan program terutama STBM,

sehingga nantinya dalam dunia kerja dapat melaksanakan program dengan

lebih baik.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah mengevaluasi tentang proses

pelaksanaan dan output dari Program STBM di Wilayah Kerja Puskesmas Kawangu

tahun 2016 yaitu study kasus pada desa KambataTana.

Anda mungkin juga menyukai