Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE

MAKALAH
Tugas pada Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III
Program Studi Ilmu Keperawatan Semester 6

Dosen Pengampu :
Ns. Mujahidin, M.Kes
Ns.Yofa Angriani Utama, M.Kes,M.Kep

Disusun oleh Kelompok 11:


Lorenza Anggela Lasemi NPM 18.14201.30.01
Rini Apriani NPM 18.14201.30.15
Putri Zidni Gamayanti NPM 18.14201.30.26

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BINA HUSADA PALEMBANG
TA 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah KMB III yang berjudul ‘’ASKEP STROKE’’
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ns.Mujahidin,M.Kes dan Ns.Yofa
Angriani,M.Kes,M.Kep selaku dosen pembimbing dan semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Akhir kata kami mengucapkan banyak terima kasih.

Palembang, 01 April 2021

Penulis
Contents
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. Latar Belakang..................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................6
C. Tujuan...............................................................................................................................6
BAB II.............................................................................................................................................7
TINJAUAN TEORITIS...................................................................................................................7
A. Pengertian..........................................................................................................................7
B. Anatomi fisiologi..............................................................................................................7
C. Klasifikasi.........................................................................................................................9
D. Etiologi............................................................................................................................10
E. Patofisiologi....................................................................................................................12
F. Manefestasi Klinis...........................................................................................................14
G. Pemeriksaan Penunjang..................................................................................................14
H. Penatalaksanaan..............................................................................................................15
I. Komplikasi..........................................................................................................................19
BABA III.......................................................................................................................................21
ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................................................................21
1. Pengkajian...........................................................................................................................21
2. Diagnosa Keperawatan.......................................................................................................23
3. Intervensi dan Rasional.......................................................................................................23
BAB IV..........................................................................................................................................27
PENUTUP.....................................................................................................................................27
A. Kesimpulan...........................................................................................................................27
B. Saran................................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................29
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan penyakit pembuluh darah otak (cerebrovacular) yang ditandai

dengan kematian jaringan otak, hal ini disebabkan karena adanya penyempitan,

penyumbatan serta pecahnya pembuluh darah ke otak sehingga pasokan nutrisi dan oksigen

ke otak berkurang dan menimbulkan reaksi biokimia yang merusak atau mematikan sel-sel

saraf (neuron) otak. Stroke dapat juga terjadi akibat dari gangguan fungsi sistem saraf yang

terjadi mendadak dan akibat gangguan peredaran darah otak. Gangguan fungsi saraf akan

terganggu bila aliran darah otak turun. Bila gangguan aliran darah berkepanjangan dapat

terjadi kematian jaringan saraf yang disebut infark (Pinzon, 2010).

Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan

kanker, dan merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia. Data WHO menunjukkan

bahwa lebih dari 60% pasien stroke di dunia dan di negara berkembang. Peningkatan

kejadian stroke di beberapa negara Asia (China, India, dan Indonesia) ditengarai akibat

pengaruh perubahan pola hidup, polusi, dan perubahan pola konsumsi makanan (Barr,

2006).

Angka kejadian stroke meningkat akibat peningkatan faktor risiko stroke misalnya

hipertensi, merokok, kadar kolesterol darah yang tinggi, dan diabetes. Penelitian di Amerika

Serikat menunjukkan bahwa ada 3 juta warga Amerika yang terkena penyakit pembuluh

darah (penyakit jantung, stroke, dan pembuluh darah tepi) dan 150.000 diantaranya
meninggal setiap tahunnya. Kejadian stroke berulang umum pula dijumpai, 33% pasien

stroke yang selamat akan mengalami stroke ulang dalam waktu 5 tahun (Pinzon, 2010).

Penelitian di Thailand menunjukkan bahwa hanya 20,2% pasien stroke yang datang

ke RS dalam waktu kurang dari 24 jam. Penelitian di Australia memperlihatkan bahwa 41%

datang ke RS kurang dari 3 jam setelah gejala muncul, dan 15% antara 3-6 jam. Ada sekitar

25% pasien yang datang lewat dari 24 jam setelah serangan stroke. Jumlah ini sudah relatif

lebih baik setelah adanya kampanye nasional tentang 'brain attack' (Barr, 2006). Di

Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke,

sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat

(Pinzon, 2010).

Berdasarkan data yang diperoleh di ruang Merak II RSUD Arifin Achmad

Pekanbaru, jumlah pasien stroke pada tahun 2009 sebanyak 227 orang (33,89%), tahun 2010

sebanyak 286 (47,81%) dan tahun 2011 sebanyak 397 orang (55,75%). Berbagai fakta

menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih merupakan masalah utama di bidang

neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial ini

diperlukan strategi penangulangan Stroke yang mencakup aspek preventif, terapi

rehabilitasi, dan promotif.

Keberadaan unit Stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah

menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka penderita Stroke yang terus meningkat dari

tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan Stroke yang cepat, tepat dan akurat akan

meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun makalah

mengenai Stroke yang menunjukan masih menjadi salah satu pemicu kematian tertinggi di

Indonesia. Menurut data dasar rumah sakit di Indonesia, seperti diungkapkan Yayasan Stroke
Indonesia, angka kejadian stroke mencapai 63,52 per 100.000 pada kelompok usia 65 tahun ke

atas. Secara kasar, setiap hari dua orang Indonesia terkena stroke.

Berdasarkan latarbelakang diatas maka penulis merasa tertarik untuk mengambil judul

tentang asuhan keperawatan pada Tn.I dengan stroke di Ruangan Merak II (Syaraf) RSUD

Arifin Achmad Pekanbaru.

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui konsep dasar medis stroke, dan
mampu melaksanakanasuhan keperawatan pada Tn.I dengan stroke.

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui konsep dasar medis stroke meliputi Pengertian, Anatomi

fisiologi Klasifikasi, Etiologi, Patofisiologi, Manefestasi Klinis, Pemeriksaan Penunjang,

Penatalaksanaan, Komplikasi

b. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada klien dengan stroke

c. Mahasiswa dapat menegakkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan

stroke

d. Mahasiswa mengetahui intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan yang

didapat pada klien dengan stroke

e. Mahasiswa dapat melakukan implementasi keperawatan pada klien dengan stroke

f. Mahasiswa mengetahui evaluasi pada pasien dengan stroke.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara
tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan otak. Stroke atau Cerebro
Vasculer Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak ( Brunner dan Suddarth, 2002 ).
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
( Elizabeth J. Corwin, 2002 ).
Stroke adalah sindrom yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa
deficit neurologis fokal atau global yang langsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran otak non
traumatic (Mansjoer 2002)
Stroke adalah gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari proses
patologis pada pembuluh darah serebral, misal: Trombosis, embolis, ruptura dinding
pembuluh atau penyakit vaskuler dasar (Prince, 2002).
Menurut WHO stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral,
baik fokal maupun menyeluruh yang berlangsung dengan cepat. Berlangsung lebih dari
24 jam atau berakhir dengan maut tanpa ditemukannya penyebab selain daripada
gangguan vaskuler. Persoalan pokok pada stroke adalah gangguan peredaran darah pada
daerah otak tertentu.

B. Anatomi fisiologi

a. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun
neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum
(otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. Serebrum terdiri dari dua
hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri
terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung
jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan
memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus
temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus
oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi
penglihatan dan menyadari sensasi warna (Fransisca. B, 2008).
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater
yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian
posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan
kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh (Fransisca. B, 2008).
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons
dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang
penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang
penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan
serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat
stimulus saraf pendengaran dan penglihatan (Widagdo, 2008).
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang
penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada
beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan
rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah
dan emosi (Widagdo, 2008).
b. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen
total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang
arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium,
keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu
sirkulus Willisi (Lukman, 2011).
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-
kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan
bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan
media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti
nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan
bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk
korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk
lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri (Lukman, 2011).
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan
pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri
basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua
membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris
ini jmemperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-
organ vestibular. Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-
venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris.
Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial (Widagdo,
2008).

C. Klasifikasi
Menurut Lumbantobing (2002) kelainan yang terjadi akibat gangguan peredaran darah.
Stroke dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Infark Iskemik (Stroke non Hemoragi). Hal ini terjadi karena adanya penyumbatan
pembuluh darah otak. Infark iskemic terbagi menjadi dua yaitu : stroke trombotik,
yang disebabkan oleh thrombus dan stroke embolik, yang disebabkan oleh embolus.
Harsono (2002) membagi stroke non haemoragi berdasarkan bentuk klinisnya
antara lain :
1) Serangan Iskemia sepintas atau transient ischemic Attack (TIA).
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2) Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/ Reversible Ischemic Neurologik Defisit
(RIND). Gejala neurologik timbul ± 24 jam, tidak lebih dari seminggu.
3) Stroke Progresif (Progresive Stroke/ Stroke in evolution).
Gejala makin berkembang ke otak lebih berat.
4) Completed Stroke
Kelainan saraf yang sifatnya sudah menetap, tidak berkembang lagi.
b. Perdarahan (Stroke Hemoragi)
Terjadi pecahnya pembuluh darah otak. Stroke yang disebabkan oleh pecahnya

pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita

hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu :

1) Hemoragik Intraserebral : Pendarahan yang terjadi di dalam jaringan otak.

2) Hemoragik Subaraknoid : Pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang

sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

D. Etiologi
Stroke non haemoragi merupakan penyakit yang mendominasi kelompok usia
menengah dan dewasa tua karena adanya penyempitan atau sumbatan vaskuler otak yang
berkaitan erat dengan kejadian.
a. Trombosis Serebri
Merupakan penyebab stroke yang paling sering ditemui yaitu pada 40% dari semua
kasus stroke yang telah dibuktikan oleh ahli patologis. Biasanya berkaitan erat dengan
kerusakan fokal dinding pembuluh darah akibat anterosklerosis.
b. Embolisme
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu flowess dalam jantung sehingga
masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan dari penyakit jantung.
Sedangkan menurut price (2002) mengatakan bahwa stroke haemoragi disebabkan
oleh perdarahan serebri. Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteria
serebri. Ekstravasali darah terjadi dari daerah otak dan atau subaracnoid, sehingga
jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser. Perdarahan ini dibedakan berdasarkan
tempat terjadinya perdarahan.
Menurut Harsono ini dibedakan berdasarkan tempat terjadinya perdarahan antara
lain:
a. Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Kira-kira ¾ harus perdarahan sub arachnoid disebabkan oleh pecahnya seneusisma 5-
6% akibat malformasi dari arteriovenosus.
b. Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Penyebab yang paling sering adalah hipertensi, dimana tekanan diastolik pecah.
Harsono (2002) membagi faktor risiko yang dapat ditemui pada klien dengan
Stroke yaitu:
1) Faktor risiko utama
a) Hipertensi
Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh
darah otak. Apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak
akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian.
b) Diabetes Mellitus
Debetes mellituas mampu ,menebalkan dinding pembuluh darah otak yang
berukuran besar. Menebalnya pembuluh darah otak akan menyempitkan
diameter pembuluh darah yang akan menggangu kelancaran aliran darah ke otak,
pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel- sel otak.
c) Penyakit Jantung
Beberapa Penyakit Jantung berpotensi menimbulkan strok. Dikemudian hari
seperti Penyakit jantung reumatik, Penyakit jantung koroner dengan infark obat
jantung dan gangguan irana denyut janung. Factor resiko ini pada umumnya
akan menimbulkan hambatan atau sumbatan aliran darah ke otak karena jantung
melepaskan sel- sel / jaringan- jaringan yang telah mati ke aliran darah.
c. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA dapat terjadi beberapa kali dalan 24 jam/ terjadi berkali- kali dalam seminggu.
Makin sering seseorang mengalami TIA maka kemungkinan untuk mengalami stroke semakin
besar.
d. Faktor Resiko Tambahan
1) Kadar lemak darah yang tinggi termasuk Kolesterol dan Trigliserida. Meningginya
kadar kolesterol merupakan factor penting untuk terjadinya asterosklerosis atau
menebalnya dinding pembuluh darah yang diikuti penurunan elastisitas pembuluh
darah.
2) Kegemukan atau obesitas
3) Merokok
Merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen yang akan mempermudah
terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan peningkatan kekentalan darah.
4) Riwayat keluarga dengan stroke
5) Lanjut usia
Penyakit darah tertentu seperti polisitemia dan leukemia. Polisitemia dapat
menghambat kelancaran aliran darah ke otak. Sementara leukemia/ kanker darah
dapat menyebabkan terjadinya pendarahan otak.
6) Kadar asam urat darah tinggi
7) Penyakit paru- paru menahun.

E. Patofisiologi
a. Stroke Hemoragik
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus
gangguan pembuluh darah otak. Perdarahan serebral dapat terjadi di luar duramater
(hemoragi ekstradural atau epidural), dibawah duramater, (hemoragi subdural),
diruang subarachnoid (hemoragi subarachnoid) atau di dalam substansi otak (hemoragi
intraserebral).
1) Hemoragi ekstradural (epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan
perawatan segera. Ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri
dengan arteri meningea lain.
2) Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada dasarnya sama dengan
hemoragi epidural, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena
robek. Karenanya, periode pembentukan hematoma lebih lama ( intervensi jelas
lebih lama) dan menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami hemoragi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda dan gejala.
3) Hemoragi subrachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi
penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisma pada area sirkulus wilisi dan
malformasi arteri-vena kongenital pada otak. Arteri di dalam otak dapat menjadi
tempat aneurisma.
4) Hemoragi intraserebral paling umum pada pasien dengan hipertensi dan
aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya
menyebabkan ruptur pembuluh darah. pada orang yang lebih muda dari 40 tahun,
hemoragi intraserebral biasanya disebabkan oleh malformasi arteri-vena,
hemangioblastoma dan trauma, juga disebabkan oleh tipe patologi arteri tertentu,
adanya tumor otak dan penggunaan medikasi (antikoagulan oral, amfetamin dan
berbagai obat aditif).
Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal ganglia. Biasanya
awitan tiba-tiba dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi membesar, makin jelas
defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas
pada tanda vital. Pasien dengan perdarahan luas dan hemoragi mengalami penurunan
kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.
b. Stroke Non Hemoragic
Terbagi atas 2 yaitu :
1) Pada stroke trombotik, oklusi disebabkan karena adanya penyumbatan lumen
pembuluh darah otak karena thrombus yang makin lama makin menebal, sehingga
aliran darah menjadi tidak lancer. Penurunan aliran arah ini menyebabakan iskemi
yang akan berlanjut menjadi infark. Dalam waktu 72 jam daerah tersebut akan
mengalami edema dan lama kelamaan akan terjadi nekrosis. Lokasi yang tersering
pada stroke trombosis adalah di percabangan arteri carotis besar dan arteri vertebra
yang berhubungan dengan arteri basiler. Onset stroke trombotik biasanya berjalan
lambat.
2) Sedangkan stroke emboli terjadi karena adanya emboli yang lepas dari bagian tubuh
lain sampai ke arteri carotis, emboli tersebut terjebak di pembuluh darah otak yang
lebih kecil dan biasanya pada daerah percabangan lumen yang menyempit, yaitu
arteri carotis di bagian tengah atau Middle Carotid Artery ( MCA ). Dengan adanya
sumbatan oleh emboli akan menyebabkan iskemik.

F. Manefestasi Klinis
Stroke ini menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
a. Kehilangan motorik : hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sesi
otak yang berlawanan, hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh.
b. Kehilangan komunikasi : disartria (kesulitan bicara), disfasia atau afasia (bicara
defektif atau kehilangan bicara), apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang dipelajari sebelumnya)
c. Gangguan persepsi: disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan visual-spasial,
kehilangan sensori
d. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
e. Disfungsi kandung kemih

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa stroke antara
lain adalah:
a. Angiografi
Angiografi adalah tehnik pemberian zat kontras.Sedangkan angiografi koroner adalah
prosedur diagnostik dengan tehnik pemberian zat kontras ke arteri koroner yang
dilakukan untuk mendapatkan hasil / kelainan dari pembuluh darah arteri koroner baik
itu presentase, letak lumen, jumlah kondisi dari penyempitan lumen, besar kecilnya
pembuluh darah, ada tidaknya kolateral dan fungsi ventrikel kiri.
b. CT-Scan
CT-scan dapat menunjukkan adanya hematoma, infark dan perdarahan.
c. EEG (Elektro Encephalogram)
Dapat menunjukkan lokasi perdarahan, gelombang delta lebih lambat di daerah yang
mengalami gangguan.
d. Pungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal, Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukan adanya perdarahan
e. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
f. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
g. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal

H. Penatalaksanaan
a. Perawatan umum stroke
1) Penatalaksanaan awal selama fase akut dan mempertahankan fungsi tubuh
Mengenai penatalaksanaan umum stroke, konsensus nasional pengelolaan stroke di
Indonesia, 2001 mengemukakan hal-hal berikut:
a) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu berikan oksigen
0-2 L/menit sampai ada hasil gas darah.
b) Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi
intermiten.
2) Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus.
Asia Pacific Consensus on Stroke Manajement, 2001, mengemukakan bahwa
peningkatan tekanan darah yang sedang tidak boleh diobati pada fase akut stroke
iskemik. Konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia, 2002,
mengemukakan bahwa tekanan darah diturunkan pada stroke iskemik akut bila
terdapat salah satu hal berikut :
a) Tekanan sistolik > 220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit.
b) Tekanan diastolik > 120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit.
c) Tekanan darah arterial rata-rata > 130-140 mmHg pada dua kali pengukuran
selang 30 menit.
d) Disertai infark miokard akut/ gagal jantung atau ginjal akut.\
Pada umumnya peningkatan tekanan darah pada fase akut stroke diakibatkan
oleh:
 Stress daripada stroke
 Jawaban fisiologis dari otak terhadap keadaan hipoksia
 Tekanan intrakranial yang meninggi.
 Kandung kencing yang penuh
 Rasa nyeri.
Tekanan darah dapat berkurang bila penderita dipindahkan ke tempat yang
tenang, kandung kemih dikosongkan, rasa nyeri dihilangkan, dan bila penderita
dibiarkan beristirahat.
e) Hiperglikemia atau hipoglikemia harus dikoreksi.
Keadaan hiperglikemia dapat dijumpai pada fase akut stroke, disebabkan oleh
stres dan peningkatan kadar katekholamin di dalam serum. Dari percobaan pada
hewan dan pengalaman klinik diketahui bahwa kadar glukosa darah yang
meningkat memperbesar ukuran infark. Oleh karena itu, kadar glukosa yang
melebihi 200 mg/ dl harus diturunkan dengan pemberian suntikan subkutan
insulin. Konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia mengemukakan
bahwa hiperglikemia ( >250 mg% ) harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu sekitar 150 mg% dengan insulin intravena secara drips kontinyu selama
2-3 hari pertama. Hipoglikemia harus diatasi segera dengan memberikan
dekstrose 40% intravena sampai normal dan diobati penyebabnya.
f) Suhu tubuh harus dipertahankan normal.
Suhu yang meningkat harus dicegah, misalnya dengan obat antipiretik atau
kompres. Pada penderita iskemik otak, penurunan suhu sedikit saja, misalnya 2-
3 derajat celsius, sampai tingkat 33ºC atau 34 °C memberi perlindungan pada
otak. Selain itu, pembentukan oxygen free radicals dapat meningkat pada
keadaan hipertermia. Hipotermia ringan sampai sedang mempunyai efek baik,
selama kurun waktu 2-3 jam sejak stroke terjadi, dengan memperlebar jendela
kesempatan untuk pemberian obat terapeutik.
g) Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik, bila
terdapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran menurun,
dianjurkan melalui pipa nasogastrik.
h) Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan. Pemberian cairan intravena
berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang mengandung glukosa murni
atau hipotonik.
i) Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin dosis rendah subkutan,
bila tidak ada kontra indikasi.
Terapi farmakologi yang dapat diberikan pada pasien stroke :
a) Antikoagulasi dan dekstran dapat diberikan pada stroke non haemoragic,
diberikan sdalam 24 jam sejak serangan gejala-gejala dan diberikan secara
intravena seperti : Aspirin, sulfinpirazon, dipiridamol, tiklopidin.
b) Obat antiplatelet obat ini untuk mengurangi pelekatan platelet. Obat ini
kontraindikasi pada stroke haemorhagic, seperti : aspirin, Thienopyridine
derivatives, cilostazol, dipyridamole, dan yang terakhir adalah Glycoprotein.
c) Bloker kalsium untuk mengobati vasospasme serebral, obat ini merilekskan otot
polos pembuluh darah Seperti : Atenolol, Metoprolol, Propanolol, Karvedilol,
Labetalol.
d) Trental dapat digunakan untuk meningkatkan aliran darah kapiler mikrosirkulasi,
sehingga meningkatkan perfusi dan oksigenasi ke jaringan otak yang mengalami
iskemik.
1) Kebutuhan psikososial
Gangguan emosional, terutama ansietas, frustasi dan depresi merupakan
masalah umum yang dijumpai pada penderita pasca stroke. Korban stroke dapat
memperlihatkan masalah-masalah emosional dan perilakunya mungkin berbeda
dari keadaan sebelum mengalami stroke. Emosinya dapat labil, misalnya pasien
mungkin akan menangis namun pada saat berikutnya tertawa, tanpa sebab yang
jelas. Untuk itu, peran perawat adalah untuk memberikan pemahaman kepada
keluarga tentang perubahan tersebut.
Hal-hal yang bisa dilakukan perawat antara lain memodifikasi perilaku
pasien seperti seperti mengendalikan simulasi di lingkungan, memberikan waktu
istirahat sepanjang siang hari untuk mencegah pasien dari kelelahan yang
berlebihan, memberikan umpan balik positif untuk perilaku yang dapat diterima
atau perilaku yang positif, serta memberikan pengulangan ketika pasien sedang
berusaha untuk belajar kembali satu ketrampilan.
2) Rehabilitasi selama di rumah sakit
Rehabilitasi di rumah sakit memerlukan pengkajian yang sistematik dan
evaluassi dari defisit dan perbaikan fungsi pasien. Fokus perawatan adalah
langsung membantu pasien belajar kembali kehilangan keterampilan yang dapat
membentu kembali kemungkinan kemandirian pasien. Pada fase ini pasien
dimonitor secara hati-hati untuk mencegah berkembangnya komplikasi yang
lebih lanjut. Adapun intervensi yang dapat kita lakukan adalah sebagai berikut :
a) Anjurkan pasien untuk mengerjakan sendiri ”personal Hygiene”
semampunya.
b) Ajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan menghargai cara pasien
mengkompensasi ketidakmampuan pasien.
c) Anjurkan pasien untuk latihan di tempat tidur.
d) Berikan spesial perawatan kulit.
e) Berikan privacy dengan menggunakan penutup jika ia belajar keahlian baru
seperti belajar makan sendiri.
f) Berikan support emosional.
g) Berikan empati pada perasaan klien.anjurkan keluarga untuk berpartisipasi.
3) Perencanaan pasien pulang
Untuk mencegah kembalinya klien ke rumah sakit, diperlikan suatu
program untuk membimbing klien dan keluarga yang tercakup dalam
perencanaan pulang. Perencanaan pulang dilakukan segera setelah klien masuk
rumah sakit, yang dilakukan oleh semua anggota tim kesehatan. Perencanaan
pulang yang baik adalah perencanaan pulang yang tersentralisasi, terorganisir,
dan melibatkan berbagai anggota tim kesehatan.
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan melalui asuhan keperawatan mutlak harus mengikuti dan berperan
aktif dalam mementukan rencana pemulangan klien, sehingga klien
mendapatkan pelayanan yang holistik dan komprehensif.
Tujuan perencanaan pulang :
a) Mempersiapkan klien untk menyesuaikan diri dengan rumah dan masyarakat.
b) Agar klien dan keluarga mempunyai pengetahuan dan ketrampilan serta sikap
dalam memperbaiki dan mempertahankan status kesehatannya.
c) Agar klien dan keluarga dapat menerima keadaan diri klien jika terdapat
gejala sisa ( cacat )
d) Membantu merujuk klien ke pelayanan kesehatan lain.
Mengingat banyaknya informasi dan pendidikan yang harus diterima oleh
klien selama perawatan maupun dalam persiapan untuk pulang, maka prinsip
belajar mengajar juga harus diperhatikan dalam proses rencana pemulangan.
Informasi untuk klien dan keluarga :
a) Gunakan bahasa yang sederhana, jelas dan ringkas.
b) Jelaskan langkah-langkah dalam melaksanakan perawatan.
c) Perkuat penjelasan lisan dengan instruksi tertulis, jika klien bisa membaca.
d) Motivasi klien mengikuti langkah-langkah tersebut selama perawatan dan
pengobatan.
e) Kenali tanda-tanda dan gejala komplikasi yabg harus dilaporkan kepada tim
kesehatan.
f) Anjurkan keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam pengawasan dan
perawatan klien.
g) Berikan keluarga nomor penting yang dapat dihubungi bila klien perlu
pertolongan medis.
I. Komplikasi
Komplikasi utama pada stroke menurut Smeltzer C. Suzanne, 2002 yaitu :
a. Hipoksia Serebral
b. depresi
Inilah dampak yang paling menyulitkan penderitaan dan orang-orang yang berada
di sekitarnya.oleh karena itu terbatasnya akibat lumpuh sulit berkomunikasi dan
sebagianya,penderita stroke sering mengalami depresi.
c. darah beku
Darah beku mudah berbentuk pada jaringan yang lumpuh terutama pada kaki
sehingga menyebabkan pembengkakan yang menggangu,selain itu pembekuaan darah
juga dapat terjadi pada arteri yang mengalirkan darah ke paru-paru(embelio paru-
paru)sehingga penderita sulit bernafas dan dalam beberapa kasus mengalami kematian.
d. otot mengerut dan sendi kaku
Kurang gerak dapatr menyebabkan sendi menjadi kaku dan nyeri.misalnya jika
otot-otot betis mengerut kaki terasa sakit ketika harus berdiri dengan rumit menyentuh
lantai.hal ini biasanya di tangani fisiotrapi.
BABA III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
o Aktivitas/Istirahat
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu ditemukannya
kelemahan. Sedangkan pada teoritis ditemukannya perbedaan dengan teori kasus yaitu
Terjadinya gangguan penglihatan sedangkan pada klien tidak hal ini dikarenakan
karena stroke yang terjadi pada pasien tidak mengenai pada nervus kranial pada klien
dan ditemukan nyeri sedangkan pada pasien tidak hal ini dikarenakan pada anggota
tubuh pasien.
o Sirkulasi
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu Sama-sama terdapat
gejala hipertensi dan sama-sama terjadi kelemahan otot. Sedangkan pada teoritis
ditemukannya perbedaan dengan teori kasus yaitu Ditemukannya penyakit jantung
sedangkan pada pasien tidak mengalami akan apa terjadi (penyakit jantung) hal ini
dikarenakan tidak ada faktor penujang yang mengrahkan kepenyakit itu, baik dilihat
dari riwayat kesehatan sekarang,dahulu maupun keluarga.
o Integritas Ego
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu Sama-sama adanya
rasa putus asa dari exspresi/ raut wajah klien. Sedangkan pada teoritis ditemukannya
perbedaan dengan teori kasus yaitu Pada pasien emosinya tidak terkontrol sedangakan
dari tanda dan gejalanya dalam teory tidak, hal ini dikarenakan pola pikir pasien yang
selalu positif ( possitive thinking ).
o Eliminasi
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu Sama-sama
mengalami pola berkemih inkontenesia urine sehingga dipasang DC/ kateter.
Sedangkan pada teoritis ditemukannya perbedaan dengan teori kasus Tidak ada
perbedaan.
o Makanan/Cairan
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu Jika dilihat dari
tandanya sama-sama sulit menelan hal ini ditemukan sesuai dengan kondisi pasien.
Sedangkan pada teoritis ditemukannya perbedaan dengan teori kasus yaitu Jika dilihat
dari gejalanya tidak sama, hal ini dikarenakan pada kasus Tn. I kerusakan nervus
bukan karena dari TIK.
o Neuronsesori
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu Sama-sama
terdapatnya kelemahan dan sama-sama ditemukan Sinkope/pusing. Sedangkan pada
teoritis ditemukannya perbedaan dengan teori kasus yaitu Dalam teory didapatkan
penglihatan menurun, sedangkan pada pasien tidak ditemukan karena pada pasien
tidak didapatkannya kerusakan nervus.
o Nyeri/Kenyamanan
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu Tidak ada
persamaan. Sedangkan pada teoritis ditemukannya perbedaan dengan teori kasus yaitu
Pada teory didapatkan nyeri sedangkan pada pasien tidak hal ini dikarenakan ambang
nyeri pasien tidak terkaji, atau dengan kata lain tidak ditemukan nyeri pada diri pasien
itu sendiri.
o Pernapasan
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu Tidak ada
persamaan. Sedangkan pada teoritis ditemukannya perbedaan dengan teori kasus yaitu
didalam teory didapatkan pola nafasnya mengalami hambatan, sedangkan pada kasus
Tn. I tidak hal ini dikarenakan pola nafasnya lancar tidak adanya hambatan dan masih
dalam keadaan normal.
o Keamanan
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu Sama-sama sulit
untuk menelan sesui dengan teory. Sedangkan pada teoritis ditemukannya perbedaan
dengan teori kasus yaitu Dalam teory didapatkan kerusakan penglihatan, ketidak
mampuan mengenali objek ,warna, sedangakan pada pasien tidak ditemukan hal ini
dikarenakan syaraf kranial/ nervus masih dalan keadaan normal sehingga tidak
ditemukan.
o Interaksi Sosial
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu Sama-sama
mempunyai masalah tidak dapat bicara, serta ketidak kemampuan berkomunikasi.
Sedangkan pada teoritis ditemukannya perbedaan dengan teori kasus yaitu Tidak ada.
o Penyuluhan/Pembelanjaran
Pada teoritis ditemukan persamaan dengan teori kasus yaitu Sama-sama
mempunyai riwayat hipertensi. Sedangkan pada teoritis ditemukannya perbedaan
dengan teori kasus yaitu Tidak ada.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai
darah serebral, meningkatnya tekanan intrakranial, menurunnya oksigenisasi serebral
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas, meningkatnya
tekanan intrakranial
c. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas, reflek batuk tidak
adekuat.
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan menurunnya kesadaran, paresis/plegia.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan disfagia, kesulitan
menelan dan menurunnya nafsu makan.
f. Gangguan menelan berhubungan dengan hilangnya fungsi motorik.
g. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sensorik, immobilisasi,
inkontensia, perubahan status nutrisi.
h. Perubahan pola eliminasi urin: inkontinen fungsional berhubungan dengan kerusakan
motorik, immobilisasi, kerusakan komunikasi.
i. Perubahan pola eliminasi feses: konstipasi, diare, inkontinen berhubungan dengan
pemasukan cairan dan makanan, hilangnya pengontrolan volunteer, gangguan
komunikasi, perubahan peristaltik, intoleran terhadap makanan.

3. Intervensi dan Rasional


a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tiak adekuatnya suplai darah
serebral, meningkatnya tekanan intracranial, menurunnya oksigenisasi serebral.
Rasional : Klin akan memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat
Intervensi :
 Observasi status neurologi klien meliputi status mental, pupil, gerakan mata, fungsi
sensorik dan motorik, respon verbal setiap 1-4 jam untuk mendeteksi perubahan-
perubahan yang berindikasi adanya gangguan fungsi serebral.
 Monitor tanda-tanda vital setiap 1-4 jam
 Berikan obat antihipertensi dan pantau pengaruhnya
 Pertahankan jalan napas dan ventilasi secara adekuat.
Kriteria Evaluasi :
 Mendemonstrasikan perubahan atau memperbaiki status neurologi
 Mempertahankan tekanan darah dalam batas normal
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas, meningkatnya
tekanan intracranial
c. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas, reflek batuk tidak
adekuat
Rasional : klien akan mepertahankan potensi jalan napas dengan ventilasi paru yang
adekuat; akan mengeluarkan sekresi bronchial yang terakumulasi, akan
terhindar dari hipoksia kongestio paru.
Intervensi :
 Observasi kemampuan klien untuk mempertahankan jalan nafas yang terbuka
 Jaga jalan napas yang adekuat dengan memberikan posisi semo fowles dan
penghisapan sekresi.
 Monitor frekuensi pernafasan, irama dan kedalaman setiap 1-4 jam
 Auskultasi suara napas setiap 4 jam untuk mennetukan adekuat tindakan
penghisapan sekresi.
Kriteria Evaluasi :
 Memiliki pertukaran udara dalam paru kanan dan kiri adekuat
 Memiliki frekuensi pernapasan antara 12-14 kali/menit
 Memiliki nilai gas arteri dalam batas normal
 Tidak terjadi tanda-tanda hipoksia
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan menurunnya kesadaran, paresis/plegia.
Rasional : klien akan mepertahankan kekuatan otot klien, akan terhindar dari
komplikasi immobilisasi.
Intervensi :
 Observasi fungsi motorik klien, sensasi dan reflek pada seluruh ekstremitas untuk
menetapkan kemampuan dan keterbatasan.
 Pertahankan sikap tubuh yang terapeutik yang meliputi kepala, bahu, dan sendi
panggung pada mattress dengan papan tempat tidur
 Berikan footboard dan mattress untuk mecegah penekanan dan mencegah footdrop
dan kerusakan kulit.
 Letakkan sendi-sendi pada posisi fungsional: siku sedikit fleksi, pergelangan tangan
ekstensi, handroll untuk menjaga posisi menggenggam dan untuk mengontrol
spasme, lengan ditinggikan untuk mencegah edema.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan disfagia, kesulitan
menelan dan menurunnya nafsu makan
f. Gangguan menelan berhubungan dengan hilangnya fungsi motorik.
Rasional : klien akan mempertahankan status nutrisi, pemasukan cairan dan
keseimbangan cairan secara optimal.
Intervensi :
 Observasi gag reflek. Kemampuan menelan, adanya praralisis wajah, fungsi
sensorik dan motorik ekstremitas atas klien untuk menetapkan kemampuan
fungsional klien untuk makan.
 Monitor pemasukan dan pengeluaran dan pemasukan diet untuk menetapkan deficit
 Monitor elektrolit (pemasukan secara peroral yang buruk dan kurangnya cairan
dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit)
 Berikan cairan IV
Kriteria Evaluasi :
 Berat badannya lebih kurang 10% dari berat badan ideal
 Mentoleransi terhadap nutrisi parenteral, makanan cair dengan residu minimal,
tidak diare, elektrolit seimbang.
 Menelan makanan yang lunak tanpa aspirasi
g. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sensorik, immobilisasi,
inkontensia, perubahan status nutrisi
h. Perubahan pola eliminasi urin: inkontinen fungsional berhubungan dengan kerusakan
motorik, immobilisasi, kerusakan komunikasi
i. Perubahan pola eliminasi feses: konstipasi, diare, inkontinen berhubungan dengan
pemasukan cairan dan makanan, hilangnya pengontrolan volunteer, gangguan
komunikasi, perubahan peristaltik, intoleran terhadap makanan.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembuatan makalah ini saya dapat menyimpulkan bahwa didalam dunia
kesehatan itu, khususnya dalam keperawatan medikal bedah sangat banyak sekali yang
dilakukakan apalagi dalam melakukan tindakan dan pemberian asuhan keperawatan
khususnya dalam oprerasi dan dalam keperawatan medikal bedah ini pun beraneka ragam
kasus yg ditangani.
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskuler.
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai
dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran
darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan
adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah.
Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih merupakan
masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi
masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan Stroke yang mencakup aspek
preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.

B. Saran

Semoga dengan adanya makalah ini bisa menambah wawasan dan bisa digunakan sebagai
acuan dalam melakukan tindakan keperawatan medik bedah pemilihan secara tepat dan baik
dikalangan dunia kesehatan khususnya dibagian keperawatan.
1. Untuk Perawat
Saran yang dapat diberikan kepada perawat adalah agar mampu mendiagnosis stroke
secara cepat dan tepat serta mampu melakukan tatalaksana gawat darurat pada pasien
dengan stroke.
2. Untuk Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan bahan masukan dalam melakukan proses belajar mengajar serta dapat
dijadikan sebagai bahan bacaan, perpustakaan dan masukan untuk pengembangan
pembuatan makalah yang akan datang.
3. Untuk Pasien
Saran yang dapat diberikan kepada pasien ini, terutama kepada keluarga pasien adalah
agar keluarga pasien dapat kooperatif dalam pemberian terapi pasien dan membantu
dalam menjalankan terapi seperti membantu pasien untuk memposisikan kepala setinggi
30 dengan menambahkan bantal, membantu memiringkan pasien untuk mencegah
timbulnya dekubitum, dan menemani pasien selama terapi dijalankan.
DAFTAR PUSTAKA

Ancowitz, A. 2002. The Stroke Book. New York : William Morrow and Company, inc.

Depkes. 2002. Menjaga hidup sehat. Jakarta: Salemba medika

Elizabet, j, corwin. 2001. Seputar stroke. Jakarta: Paradigma

Harsono. 2002. Penyakit stroke. Jakarta: Hipokrates

Hudak Gallo. 2002. Keperawatan Kritis. Edisi VI Volume II. Jakarta : EGC.

Lumbantobing. 2002. Neurogeriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Mansjor. 2002. Stroke. Jakarta: Binarupa aksara

Mardjono.2002. ciri-ciri stroke. Yogyakarta: salemba medika

Marilynn E, Doengoes, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Pahria, Tuti, dkk. 2002. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : EGC.

Prince. 2002. All about stroke. New York: saddow inc

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
vol 3. Jakarta : EGC.

Brunner & Suddarth.2002, Keperawatan Medikal-Bedah vol.2. Jakarta : EGC.

Doengoes M. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Batricaca, B.Fransisca.2008.Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem


Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Ners,anda.2010.Askepstroke,:Http://Andaners.Wordpress.Com/2009/01/06/Asuhan-
Keperawatan-Pada-Klien-Stroke/

Anda mungkin juga menyukai