W
DENGAN HALUSINASI PENGLIHATAN
DI WISMA GATOTKACA RSJ.GRHASIA
Disusun oleh :
1. Alfika Dewi Wijayanti P07120213001
2. Alvionita Rosa N P07120213002
3. Putri Prastiti Mubarokah P07120213042
4. Shilmah Wahyuningsih P07120213041
5. Wisnu Eko Wihantoro P07120213039
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA TN.W DENGAN HALUSINASI PENGLIHATAN
DI WISMA GATOT KACA RS. JIWA GRHASIA
Hari :
Tanggal :
Tempat :
Mengetahui,
( ) ( )
BAB I
PENDAHULUAN
A. Masalah Utama
Gangguan Sensori Persepsi ; Halusinasi
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi
sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi
yang paling sering adalah halusinasi pendengaran (auditory-hearing
voices or sounds), penglihatan (visual-seeing persons or things),
penciuman (olfactory–smelling odors), pengecapan (gustatory-
experiencing tastes), (Yosep I., 2011). Halusinasi adalah salah satu
gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan perubahan
sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, pengelihatan,
pengecapan, perabaan atau penghidu. Klien mersakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012). Halusinasi adalah kesan,
respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Menurut Carpenito (2006), perubahan persepsi sensori; halusinasi
merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
berisiko mengalami suatu perubahan dalam jumlah, pola atau
interprestasi stimulus yang datang. Halusinasi merupakan gangguan
atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,
2005). Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli
mengenai halusinasi di atas, maka penulis mengambil kesimpulan
bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap
lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
2. Etiologi
Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti
skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang
berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya.
Halusinasi dapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik
dengan gangguan metabolik.
Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai
pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi
dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat
terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas.
Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal
yaitu pada individu yang mengalami isolasi, gangguan sensorik seperti
kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada
pembicaraan. Penyebab halusinasi secara spesifik tidak diketahui
namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis,
psikologis, sosial budaya, dan stressor pencetusnya adalah stress
lingkungan, biologis, pemicu masalah sumber-sumber koping dan
mekanisme koping.
Jadi, terjadinya gangguan sensori persepsi: halusinasi
dipengaruhi oleh multifaktor baik eksternal maupun internal
diantaranya:
a. Koping individu tidak adekuat
b. Individu yang mengisolasi diri dari lingkungannya
c. Ada trauma yang menyebabkan rasa rendah diri
d. Koping keluarga yang tidak efektif
e. Permasalahan yang ironik dan tidak terselesaikan
3. Patofisiologi
Halusinasi terjadi mulai karena individu mempunyai koping yang
tidak adekuat, mengalami trauma, koping kelurga yang tidak efektif,
hal-hal tersebut menyebabkan individu mempunyai harga diri rendah,
klien akan lebih banyak timbul depresi karena individu tersebut tidak
ingin membicarakan masalahnya dengan orang lain sehingga masalah
klien tersebut tidak terselesaikan. Dalam keadaan ini individu akan
mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian.
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
a. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang,
kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus
pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di
sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat,
diam dan asyik.
b. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan
menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba
untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem
saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda
vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik
dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realita.
c. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan
terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di
sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat,
tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan
berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika
akan berhubungan dengan orang lain.
d. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam
jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon
terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
4. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri,
Orang lain dan lingkungan Akibat
Core
Gangguan persepsi sensori:Halusinasi
Problem
f. Mekanisme Koping.
Saat halusinasi timbul. Perawat dapat juga menanyakan ke
orang terdekat klien dan mengobservasi dampak halusinasi pada
klien. Mekanis mekoping yang sering digunakan klien dengan
halusinasi adalah:
1) Regresi, menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2) Proyeksi,mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau
sesuatu benda.
3) Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik
dengan stimulus internal.
4) Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien.
g. Perilaku
Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang
mengalaminya, seperti mimpi saat tidur. Klien mungkin tidak
punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata. Sama
halnya seperti seseorang mendengarkan suara-suara dan tidak
lagi meragukan orang yang berbicara tentang suara tersebut.
Ketidakmampuannya mempersepsikan stimulus secara riil dapat
menyulitkan kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus
menjadi prioritas untuk segera diatasi. Untuk memfasilitasinya
klien perlu dibuat nyaman untuk menceritakan perihal
haluinasinya. Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa
karena mendapatkan respon negatif ketika mencoba
menceritakan halusinasinya kepada orang lain. Karenanya
banyak klien enggan untuk menceritakan pengalaman–
pengalaman aneh halusinasinya. Selain data tentang
halusinasinya, perawat juga dapat mengkaji data yang terkait
dengan halusinasi, yaitu:
1) Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
2) Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
3) Tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata.
4) Tidak dapat memusatkan perhatian/konsentrasi.
5) Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungan) dan takut.
h. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah
tersebut adalah :
1) Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
2) Isolasi sosial: Menarik Diri
3) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
i. Fokus Intervensi
Menurut Rasmun (2001) tujuan utama, tujuan khusus, dan
rencana tindakan dari diagnosa utama : resiko mencederai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi adalah sebagai berikut :
1) Tujuan umum
Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.
2) Tujuan khusus
a) TUK I : Klien dapat membina hubungan saling
percaya.
i. Kriteria evaluasi: ekspresi wajah bersahabat,
menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau
berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau
menjawab salam, mau duduk berdampingan
dengan perawat, mau mengutarakan masalah
yang dihadapi.
ii. Intervensi
- Bina hubungan saling percaya dengan :
Sapa klien dengan ramah dan baik secara
verbal dan non verbal.
Perkenalkan diri dengan sopan.
Tanyakan nama lengkap klien dan nama
panggilan yang disukai klien.
Jelaskan tujuan pertemuan.
Jujur dan menepati janji.
Tunjukkan sikap empati dan menerima klien
apa adanya.
Beri perhatian pada klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien
Rasional : hubungan saling percaya
merupakan dasar untuk memperlancar
hubungan interaksi selanjutnya.
b) TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi
i. Kriteria evaluasi : klien dapat menyebutkan
waktu, isi dan frekuensi timbulnya halusinasi,
klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap
halusinasinya.
ii. Intervensi
- Adakan sering dan singkat secara bertahap.
Rasional : kontak sering dan singkat selain
upaya membina hubungan saling percaya
juga dapat memutuskan halusinasinya.
- Observasi tingkah laku klien terkait
dengan halusinasinya. Bicara dan tertawa
tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke
kanan seolah-olah ada teman bicara.
Rasional : mengenal perilaku pada saat
halusinasi timbul memudahkan perawat
dalam melakukan intervensi.
- Bantu klien mengenal halusinasinya dengan
cara, jika menemukan klien yang sedang
halusinasi tanyakan apakah ada suara yang di
dengar, jika klien menjawab ada lanjutkan
apa yang dikatakan, katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar suara itu, namun
perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan
nada sahabat tanpa menuduh/menghakimi),
katakan pada klien bahwa ada juga klien lain
yang sama seperti dia, katakan bahwa
perawat akan membantu klien.
Rasional : mengenal halusinasi
memungkinkan klien untuk menghindari
faktor timbulnya halusinasi.
- Diskusikan dengan klien tentang : situasi
yang menimbulkan/tidak menimbulkan
halusinasi, waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau
jika sendiri, jengkel, sedih).
Rasional : dengan mengetahui waktu, isi dan
frekuensi munculnya halusinasi
mempermudah tindakan keperawatan yang
akan dilakukan perawat.
- Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan
jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih,
tenang) beri kesempatan mengungkapkan
perasaan.
Rasional : untuk mengidentifikasi pengaruh
halusinasi pada klien.
c) TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
i. Kriteria evaluasi : klien dapat menyebutkan
tindakan yang biasanya dilakukan untuk
mengendalikan halusinasinya, klien dapat
menyebutkan cara baru, klien dapat memilih
cara mengatasi halusinasi seperti yang telah
didiskusikan dengan klien, klien dapat melakukan
cara yang telah dipilih untuk mengendalikan
halusinasi, klien dapat mengetahui aktivitas
kelompok.
ii. Intervensi
- Identifikasi bersama klien tindakan yang
dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,
marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-
lain)
Rasional : upaya untuk memutus siklus
halusinasi sehingga halusinasi tidak
berlanjut.
- Diskusikan manfaat cara yang digunakan
klien, jika bermanfaat beri pujian.
Rasional : reinforcement dapat mneingkatkan
harga diri klien.
- Diskusikan cara baru untuk
memutus/mengontrol timbulnya halusinasi,
meliputi katakan : “Saya tidak mau dengar
kau” pada saat halusinasi muncul, menemui
orang lain atau perawat, teman atau anggota
keluarga yang lain untuk bercakap-cakap
atau mengatakan halusinasi yang didengar,
membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi
tidak sempat muncul, meminta
keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara
sendiri.
Rasional : memberikan alternatif pilihan
untuk mengontrol halusinasi.
- Bantu klien memilih cara dan melatih
cara untuk memutus halusinasi secara
bertahap, misalnya dengan : mengambil air
wudhu dan sholat atau membaca al-Qur’an,
membersihkan rumah dan alat-alat rumah
tangga, mengikuti keanggotaan sosial di
masyarakat (pengajian, gotong royong),
mengikuti kegiatan olah raga di kampung
(jika masih muda), mencari teman untuk
ngobrol.
Rasional : memotivasi dapat meningkatkan
keinginan klien untuk mencoba memilih
salah satu cara untuk mengendalikan
halusinasi dan dapat meningkatkan harga diri
klien.
- Beri kesempatan untuk melakukan cara
yang telah dilatih.
Evaluasi : hasilnya dan beri pujian jika
berhasil.
Rasional : memberi kesempatan kepada klien
untuk mencoba cara yang telah dipilih.
- Anjurkan klien untuk mengikuti terapi
aktivitas kelompok, orientasi realita dan
stimulasi persepsi.
Rasional : stimulasi persepsi dapat
mengurangi perubahan interprestasi realitas
akibat halusinasi.
BAB II
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Hari/tanggal : Senin, 18 April 2016
Waktu : Pukul 12.30 WIB
Tempat : Ruang makan wisma Gatotkaca
Oleh : Alfika, Alvionita, Putri, Shilmah dan Wisnu
Sumber data : Tn.W, tenaga kesehatan di wisma Gatotkaca, RM
Metode : Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan studi
dokumentasi
1. Identitas Klien
Nama : Tn.W
Umur : 55th
TTL : Sleman, 31 Desember 1960
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia
Alamat : Berbah, Sleman
Agama : Islam
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tukang las di Batam
Status perkawinan : Belum kawin
No. RM : 00.8xx.81
Dx. Medis : Skizofrenia tak terinci
Tanggal masuk RS : 28 Maret 2016
Kunjungan ke : I (Satu)
2. Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn.S
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kendangan, Caturharjo, Sleman
Hub. dengan klien : Pendamping
3. Alasan masuk
Pendamping mengatakan klien mengamuk, marah-marah dan terkadang
berperilaku aneh di Panti.
4. Faktor predisposisi-presipitasi
a. Predisposisi
- Klien mengamuk di Panti Sosial tempat ia tinggal
- Klien tidak ada riwayat pengobatan terputus
- Anggota keluarga tidak ada yang menderita gangguan jiwa
- Klien mengatakan tidak jadi menikah dengan pasangannya karena
beda agama
b. Presipitasi
- Klien mengatakan dituduh merusak listrik milik tetangga sehingga ia
mengamuk
5. Pemeriksaan fisik
a. Tanda vital
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
b. Ukuran
1) TB : 164 cm
2) BB : 52.5 kg
3) IMT : 19.5 kg/m2
c. Keluhan fisik
Klien mengatakan pusing saat dilakukan pengkajian.
6. Psikososial
a. Genogram
Tn.W
Keterangan :
: perempuan
: laki-laki
: garis perkawinan
: garis keturunan
: tinggal satu rumah
: pasien (Tn.W)
: meninggal
b. Konsep diri
1) Gambaran diri
Klien mengatakan menyukai apa saja yang ada di tubuhnya
2) Identitas
Klien dahulu menjadi tukang las di Batam. Klien mengatakan puas
dengan statusnya sebagai tukang las, namun klien merasa ada
gangguan pada matanya (buram).
3) Peran
Klien sebelum dibawa ke RSJ, klien tinggal di Panti Sosial Hafara
Tempuran. Tetapi sebelum tinggal di Panti, klien tinggal bersama
kakaknya dan berperan sebagai adik.
4) Ideal diri
Klien mengatakan ingin menikah tetapi belum ada calon yang akan
ia nikahi. Klien juga ingin lekas sembuh dan kembali pada keluarga.
5) Harga diri
Klien merasa malu dan minder karena ia miskin. Klien merasa
paling miskin diantara orang-orang yang kaya.
c. Spiritual
Klien mengatakan selalu melakukan sholat 5 waktu di dalam Wisma
Gatotkaca.
7. Status mental
a. Penampilan
Penampilan klien tidak rapi. Tampak kancing pada baju tidak
dikancingkan, klien menggunakan baju 2 lapis/ rangkap. Klien
menggunakan kain yang diikat pada kepalanya karena merasa pusing.
b. Pembicaraan
Klien berbicara tidak cepat dan tidak lambat tetapi sedikit keras. Klien
bila berbicara berpidah-pindah dari satu kalimat ke kalimat lainnya
yang tidak ada kaitannya (inkoheren). Contoh: ketika ditanya, “Siapa
yang merusak kotak listrik?”. Klien menjawab,”Aku adalah seorang
intel”.
c. Aktivitas motorik
Berdasarkan hasil observasi, terdapat gerakan-gerakan kecil pada otot
muka yang tidak terkontrol (tik). Klien sering melihat ke atas ketika
diajak berbicara.
d. Alam perasaan
Klien tampak biasa saja, tidak gelisah maupun khawatir. Hanya saja
klien merasa cepat bosan dengan duduk dan berdiam saja.
e. Afek
Mimik muka klien tumpul karena apabila diajak mengobrol yang lucu
dan diajak tertawa, klien akan tersenyum.
f. Interaksi selama wawancara
Klien tidak focus, kontak mata kurang karena selama dilakukan
pengkajin, klien tidak menatap perawat yang mewawancarai.
g. Persepsi
Klien mengalami halusinasi penglihatan. Klien mengatakan melihat
segerombolan bidadari dan laki-laki di langit saat siang hari, ketika
malam hari akan timbul di eternit kamar.
h. Proses pikir
Klien memiliki proses pikir sirkumstansial, pembicaraan yang berbelit-
belit tetapi sampai juga pada tujuan pembicaraan.
i. Isi pikir
Waham somatic: klien merasa di kepalanya serta tengkuk bagian
belakang seperti ditarik ke atas oleh benang sehingga merasa pusing.
j. Tingkat kesadaran
Klien dapat menyebutkan waktu, tempat dan juga situasi dengan benar.
Klien mengatakan pukul 12.30 WIB (siang hari), berada di ruang
Gatotkaca dan dalam situasi yang ramai.
k. Memori
Klien dapat mengingat dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
Dalam jangka pendek, klien mengingat yang membawa ke RSJ satu
minggu yang lalu adalah pendamping Panti dan Polisi. Selain itu, saat
berkenalan dengan praktikan maka klien ingat nama praktikan satu per
satu.
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Perhatian klien tidak mudah berganti dari satu objek ke objek lain.
Klien tidak pernah meminta pertanyaannya diulang.
m. Kemampuan penilaian
Klien lebih mementingkan mandi dahulu sebelum makan sehingga
dapat dikatakan ia mengambil keputusan dengan tepat. Setelah sholat
subuh, klien lalu mandi dan dilnjutkan sarapan.
n. Daya tilik diri
Daya tilik diri pada Tn.W jelek. Klien mengatakan yang salah adalah
polisi yang telah membawanya ke RSJ karena ia merasa tidak sakit dan
tidak perlu dibawa ke rumah sakit.
8. Kebutuhan Klien
a. Makan
Klien makan sesuai jadwal yaitu 3x/hari dengan menu yang bervariasi
sesuai yang diberikan rumah sakit. Klien makan secara mandiri.
b. BAB/ BAK
Klien BAB secara rutin 1x/hari dan BAK secara mandiri. Klien
melakukan BAB dan BAK di toilet yang sudah disediakan di wisma
Gatotkaca.
c. Mandi
Klien mengatakan mandi 2x/hari di kamar mandi secara rutin dan
mandiri. Klien menggosok gigi dengan pasta gigi dan mandi
menggunkan sabun.
d. Berpakaian
Klien menggunakan pakaian berangkap. Tampak kancing baju tidak
terkancing.
e. Istirahat dan tidur
Klien mengatakan tidur pukul 22.00 WIB sampai dengan 05.00 WIB.
f. Penggunaan obat
Klien mengonsumsi obat 2x/hari yaitu Haloperidol 1.5mg dengan dosis
1-0-1, Trihexyphenidyl 2mg dengan dosis 1/2-0-1/2 dan Clozapine
2.5mg dengan dosis 0-0-1.
9. Mekanisme koping
Klien masih merasakan halusinasi penglihatan, masih sering melihat bidadari
dan laki-laki di langit.
10. Masalah Psikososial dan lingkungan
Klien sebelumnya tinggal di Panti, Ia menganggap bahwa Panti adalah penjara
yang berisi orang-orang jahat. Klien ingin pulang dan berkumpul dengan
keluarganya.
11. Pengetahuan
Berdasarkan data di atas, klien masih kurang pengetahuan karena ia
mengganggap Panti sebagai penjara sehingga ia ingin pulang dan tidak ingin
kembali ke penjara.
12. Aspek medic
Diagnosa medis Tn.W adalah Skizofrenia tak terinci. Obat yang didapat klien
yaitu Haloperidol 1.5mg dengan dosis 1-0-1, Trihexyphenidyl 2mg dengan
dosis 1/2-0-1/2 dan Clozapine 2.5mg dengan dosis 0-0-1. Saat itu klien
melakukan rehabilitasi berupa membuat batako.
ANALISA DATA
No. Data Masalah
1. DS: Gangguan persepsi
- Klien mengatakan melihat segerombolan sensori: halusinasi
bidadari dan laki-laki di langit saat siang penglihatan
hari, ketika malam hari akan timbul di
eternit kamar.
DO:
- Klien tidak focus, kontak mata kurang
karena selama dilakukan pengkajin klien
tidak menatap perawat yang
mewawancarai.
- Klien sering melihat ke atas ketika diajak
berbicara.
2. DS: Gangguan proses pikir:
- Klien merasa di kepalanya serta tengkuk waham
bagian belakang seperti ditarik ke atas
oleh benang sehingga merasa pusing.
DO:
- Klien memiliki proses pikir
sirkumstansial, pembicaraan yang
berbelit-belit tetapi sampai juga pada
tujuan pembicaraan.
- Klien bila berbicara berpidah-pindah dari
satu kalimat ke kalimat lainnya yang
tidak ada kaitannya (inkoheren).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi penglihatan, ditandai dengan:
DS:
- Klien mengatakan melihat segerombolan bidadari dan laki-laki di
langit saat siang hari, ketika malam hari akan timbul di eternit
kamar.
DO:
- Klien tidak focus, kontak mata kurang karena selama dilakukan
pengkajin klien tidak menatap perawat yang mewawancarai.
- Klien sering melihat ke atas ketika diajak berbicara.
2. Gangguan proses Tujuan Umum: Setelah dilakukan asuhan 1. Bina hubungan saling 1. Mempermudah
pikir:waham Klien dapat mengontrol keperawatan selama 2x percaya : salam terapeutik, perawat dalam
waham interaksi diharapkan klien perkenalan diri, jelaskan melakukan intervensi
dapat menunjukkan tanda- tujuan interaksi, ciptakan
TUK 1: tanda percaya kepada perawat lingkungan yang tenang,
Klien dapat membina dengan kriteria hasil: buat kontrak yang jelas
hubungan saling - Ekspresi wajah (waktu, tempat dan topik
percaya bersahabat pembicaraan)
- Menunjukkan rasa senang 2. Beri kesempatan pada klien 2. Meningkatkan
- Ada kontak mata untuk mengungkapkan kepercayaan klien
- Mau berjabat tangan perasaannya pada perawat
- Mau menyebutkan nama
- Mau menjawab salam
- Mau duduk berdampingan
dengan perawat
TUK 2: Setelah dilakukan asuhan 1. Diskusikan kemampuan dan 1. Meningkatkan
Klien dapat keperawatan selama 1x aspek positif yang dimiliki percaya diri pada klien
mengidentifikasi/ interaksi diharapkan klien 2. Hindarkan memberi 2. Membantu klien
menilai kemampuan dapat menilai aspek positif penilaian negatif setiap untuk berpikir realistis
dan aspek positif yang yang dimiliki dengan kriteria bertemu klien, utamakan
dimiliki hasil : memberi pujian yang
- Klien mengungkapkan realistis
kemampuan yang dimiliki
- Klien dapat
mengungkapkan
kebutuhan yang tidak
terpenuhi
Dx Implementasi Evaluasi
Dx Implementasi Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5.
EGC: Jakarta
Yosep, I. 2011. Keperawatan jiwa. Edisi revisi. Revika Aditama : Bandung