Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

DISUSUN OLEH :

LIONNY BERNADETHA SITOHANG


202304038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KATOLIK
ST. VINCENTIUS A PAULO
SURABAYA
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana
terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan
tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari
dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang
tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan
(Nasution, 2003).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,
2005).
B. Jenis-jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
1. Halusinasi pendengaran (auditorik)
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (Visual)
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas
dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau
harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah,
benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
7. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
C. Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001) :
1. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat,
diam dan asyik.
2. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien
mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
3. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan
dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari
orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.

4. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik
diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu
berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
D. Proses Terjadinya Masalah
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut :
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah
koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah :
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
3. Mekanisme Koping
 Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
 Proyeksi : menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
 Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal. (Stuart, 2007).

Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk


terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang oranglain, gelisah, melakukan
gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri
tentang halusinasi yang dialaminya ( apa yangdilihat, didengar atau dirasakan).
Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat,
1999) :

 Tahap I : halusinasi bersifat menyenangkan


Gejala klinis :
1. Menyeringai/ tertawa tidak sesuai
2. Menggerakkan bibir tanpa bicara
3. Gerakan mata cepat
4. Bicara lambat
5. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
 Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis :
1. Cemas
2. Konsentrasi menurun
3. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
 Tahap 3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
1. Cenderung mengikuti halusinasi
2. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3. Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk)
 Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
1. Pasien mengikuti halusinasi
2. Tidak mampu mengendalikan diri
3. Tidak mampu mengikuti perintah nyata
4. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik.
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan
usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh atau dipegang.
Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke
kamar atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang
akan dilakukan. Di ruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,
misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter.
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif
tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul
ditelannya, serta reaksi obat yang diberikan.
3. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu
mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan
keluarga klien atau orang lain yang dekat dengan klien.
4. Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang
lain. Klien diajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan,
misalnya dari percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia sering
mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-
suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar klien jangan menyendiri
dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya diberitahukan pada keluarga klien dan petugas lain agar tidak
membiarkan klien sendirian dan saran yang diberikan tidak bertentangan.
6. Farmako :
a. Anti psikotik :
 Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
 Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
 Stelazine
 Clozapine (Clozaril)
 Risperidone (Risperdal)
b. Anti parkinson :
 Trihexyphenidile
 Arthan
F. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Gangguan persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial : Menarik Diri Faktor Predisposisi Faktor Presipitasi

 Biologis  Biologis

 Psikologis  Stres Lingkungan

 Sosial  Sumber Koping

G. Asuhan Keperawatan Secara Teori

1) Pengkajian
1. Alasan masuk RS
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa
tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang
dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan
perawatan.
2. Faktor prediposisi
a. Faktor perkembangan terlambat
 Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
 Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
 Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
 Komunikasi peran ganda
 Tidak ada komunikasi
 Tidak ada kehangatan
 Komunikasi dengan emosi berlebihan
 Komunikasi tertutup
 Orangtu yang membandingkan anak-anaknya, orangtua yang otoritas dan
konflik dalam keluarga
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan
yang terlalu tinggi.
d. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri
tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri
negatif dan koping destruktif.
e. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
f. Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson
tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu
gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen
skizofrenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan
nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami
skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika
di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya
mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila
kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
3. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
a. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan
abnormal).
c. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.

Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif


adalah kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku.

1. Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian, kelelahan dan
infeksi, obat-obatan sistem syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan
2. Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga,
kehilangan kebebasab hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar
dala, berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosialm
tekanan kerja, dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
3. Sikap
Merasa tidak mampu, putus asam merasa gagal, merasa punya kekuatan
berlebihan, merasa malang, rendahnya kemampuan sosialisasi, ketidakadekuatan
pengobatan dan penanganan gejala.
4. Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan, bicara sendiri. Perilaku klien yang mengalami
halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat
mengidentifikasi adannya tanda-tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian
selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasinya
saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang iperlukan meliputi :
 Isi halusinasi
Menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan.
 Waktu dan frekuensi
Kapan pengalaman halusianasi munculm berapa kali sehari.
 Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi
muncul. Perawat bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang
munculnya halusinasi untuk memvalidasi pertanyaan klien.
 Respon klien
Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien. Bisa dikaji dengan apa yang
dilakukan oleh klien saat mengalami pengalamana halusinasi. Apakah klien
bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sebaliknya.
2) Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan
darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.
1. Status mental
 Penampilan : tidak rapi, tidak serasi.
 Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit.
 Aktivitas motorik : meningkat/menurun.
 Afek : sesuai/maladaprif.
 Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai
dengan nformasi.
 Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik
dan dapat mempengaruhi proses pikir.
 Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.
 Tingkat kesadaran.
 Kemampuan konsentrasi dan berhitung.
2. Mekanisme koping
 Regresi : malas beraktifitas sehari-hari
 Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan
tanggungjawab kepada oranglain.
 Menarik diri : mempeecayai oranglain dan asyik dengan stimulus internal
3. Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi,
pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
3) Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji

1. Masalah keperawatan
 Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
 Perubahan sensori perseptual : halusinasi.
 Isolasi sosial : menarik diri.
2. Data yang perlu dikaji
 Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Data subjektif : Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain,
ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
Data objektif : Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang,
melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
 Perubahan sensori perseptual : halusinasi.
Data Subjektif :
 Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata.
 Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.
 Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
 Klien merasa makan sesuatu.
 Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
 Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan didengar.
 Klien ingin memukul/ melempar barang-barang.
Data Objektif :
 Klien berbicara dan tertawa sendiri.
 Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
 Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
 Disorientasi.
 Isolasi sosial : menarik diri
Data Subjektif :
 Klien mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi.
 Klien mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain.
 Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain.
Data Objektif :
 Klien terlihat lebih suka sendiri.
 Bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan.
 Ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

4. Dagnosa Keperawatan
a. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
b. Isolasi Sosial : Menarik Diri
c. Risiko Perilaku Kekerasan
d. Risiko Mencederai diri.
5. Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana Tindakan
Diagnosa Tujuan Intervensi

Resiko perilaku TUM : Selama perawatan Tindakan Psikoterapi


kekerasan diruangan, pasien tidak a. Pasien
memperlihatkan perilaku  BHSP
kekerasan, dengan criteria  Ajarakan SP I:
hasil (TUK) : o Diskusikan penyebab, tanda dan
 Dapat membina hubungan gejala, bentuk dan akibat PK yang
saling percaya dilakukan pasien serta akibat PK
 Dapat mengidentifikasi o Latih pasien mencegah PK
penyebab, tanda dan gejala, bentuk dengan cara: fisik (tarik nafas
dan akibat PK yang sering dalam & memeukul bantal)
dilakukan
 Dapat mendemonstrasikan cara o Masukkan dalam jadwal harian
mengontrol PK dengan cara :  Ajarkan SP II:
o Fisik o Diskusikan jadwal harian
o Social dan verbal o Latih pasien mengntrol PK
o Spiritual dengan cara sosial
o Minum obat teratur o Latih pasien cara menolak dan
 Dapat menyebutkan dan meminta yang asertif
mendemonstrasikan cara o Masukkan dalam jadwal kegiatan
mencegah PK yang sesuai harian
 Dapat memelih cara mengontrol  Ajarkan SP III:
PK yang efektif dan sesuai o Diskusikan jadwal harian
 Dapat melakukan cara yang sudah o Latih cara spiritual untuk
dipilih untuk mengontrl PK mencegah PK
 Memasukan cara yang sudah o Masukkan dalam jadawal
dipilih dalam kegitan harian kegiatan harian
 Mendapat dukungan dari keluarga  Ajarkan SP IV
untuk mengontrol PK o Diskusikan jadwal harian
 Dapat terlibat dalam kegiatan o Diskusikan tentang manfaat obat
diruangan dan kerugian jika tidak minum obat
secara teratur
o Masukkan dalam jadwal kegiatan
harian
 Bantu pasien mempraktekan
cara yang telah diajarkan
 Anjurkan pasien untuk memilih
cara mengontrol PK yang sesuai
 Masukkan cara mengontrol PK
yang telah dipilih dalam kegiatan
harian
 Validasi pelaksanaan jadwal
kegiatan pasien dirumah sakit
b. Keluarga
 Diskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam merawat
pasien PK
 Jelaskan pengertian tanda dan
gejala PK yang dialami pasien serta
proses terjadinya
 Jelaskan dan latih cara-cara
merawat pasien PK
 Latih keluarga melakukan
cara merawat pasien PK secara
langsung
 Discharge planning : jadwal
aktivitas dan minum obat
Tindakan psikofarmako
 Berikan obat-obatan sesuai
program pasien
 Memantau kefektifan dan efek
samping obat yang diminum
 Mengukur vital sign secara
periodic
Tindakan manipulasi lingkungan
 Singkirkan semua benda yang
berbahaya dari pasien
 Temani pasien selama dalam
kondisi kegelisahan dan ketegangan
mulai meningkat
 Lakaukan pemebtasan
mekanik/fisik dengan melakukan
pengikatan/restrain atau masukkan
ruang isolasi bila perlu
 Libatkan pasien dalam TAK
konservasi energi, stimulasi
persepsi dan realita

Gangguan persepsi Setelah dilakukan tindakan TINDAKAN


sensori: halusinasi keperawatan selama 3 x 24 jam PSIKOTERAPEUTIK
klien mampu mengontrol  Klien
halusinasi dengan kriteria hasil: o Bina hubungan saling percaya
 Klien dapat membina o Adakan kontak sering dan
hubungan saling percaya singkat secara bertahap
 Klien dapat mengenal o Observasi tingkah laku klien
halusinasinya; jenis, isi, waktu, terkait halusinasinya
dan frekuensi halusinasi, respon o Tanyakan keluhan yang
terhadap halusinasi, dan tindakan dirasakan klien
yg sudah dilakukan o Jika klien tidak sedang
 Klien dapat menyebutkan dan berhalusinasi klarifikasi tentang
mempraktekan cara mengntrol adanya pengalaman halusinasi,
halusinasi yaitu dengan diskusikan dengan klien tentang
menghardik, bercakap-cakap halusinasinya meliputi :
dengan orang lain, terlibat/ SP I
melakukan kegiatan, dan minum Identifikasi jenis halusinasi
obat Klien
 Klien dapat dukungan Identifikasi isi halusinasi Klien
keluarga dalam mengontrol Identifikasi waktu halusinasi
halusinasinya Klien
 Klien dapat minum obat Identifikasi frekuensi halusinasi
dengan bantuan minimal Klien
 Mengungkapkan halusinasi Identifikasi situasi yang
sudah hilang atau terkontrol menimbulkan halusinasi
Identifikasi respons Klien
terhadap halusinasi
Ajarkan Klien menghardik
halusinasi
Anjurkan Klien memasukkan
cara menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian
SP II
Evaluasi jadwal kegiatan harian
Klien
Latih Klien mengendalikan
halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain
Anjurkan Klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP III
Evaluasi jadwal kegiatan harian
Klien
Latih Klien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan Klien di rumah)
Anjurkan Klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian

SP IV
 Evaluasi jadwal kegiatan
harian Klien
 Berikan pendidikan
kesehatan tentang penggunaan
obat secara teratur
 Anjurkan Klien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
 Beri pujian jika klien
menggunakan obat dengan benar.
o Menganjurkan Klien
mendemonstrasikan cara control
yang sudah diajarkan
o Menganjurkan Klien memilih
salah satu cara control halusinasi
yang sesuai
 Keluarga
o Diskusikan masalah yang
dirasakn keluarga dalam merawat
Klien
o Jelaskan pengertian tanda dan
gejala, dan jenis halusinasi yang
dialami Klien serta proses
terjadinya
o Jelaskan dan latih cara-cara
merawat Klien halusinasi
o Latih keluarga melakukan cara
merawat Klien halusinasi secara
langsung
o Discharge planning : jadwal
aktivitas dan minum obat
TINDAKAN
PSIKOFARMAKO
 Berikan obat-obatan sesuai
program Klien
 Memantau kefektifan dan efek
samping obat yang diminum
 Mengukur vital sign secara
periodic
TINDAKAN MANIPULASI
LINGKUNGAN
 Libatkan Klien dalam kegiatan
di ruangan
 Libatkan Klien dalam TAK
halusinasi

Isolasi Sosial Setelah dilakukan tindakan TINDAKAN


keperawatan selama 3 x 24 PSIKOTERAPEUTIK
jam Klien dapat berinteraksi  Klien
dengan orang lain baik secara SP 1
individu maupun secara o Bina hubungan saling percaya
berkelompok dengan kriteria o Identifikasi penyebab isolasi
hasil : sosial
 Klien dapat membina SP 2
hubungan saling percaya. o Diskusikan bersama Klien
 Dapat menyebutkan penyebab keuntungan berinteraksi dengan
isolasi sosial. orang lain dan kerugian tidak
 Dapat menyebutkan berinteraksi dengan orang lain
keuntungan berhubungan dengan o Ajarkan kepada Klien cara
orang lain. berkenalan dengan satu orang
 Dapat menyebutkan kerugian o Anjurkan kepada Klien untuk
tidak berhubungan dengan orang memasukan kegiatan berkenalan
lain. dengan orang lain
 Dapat berkenalan dan dalam jadwal kegiatan harian
bercakap-cakap dengan orang lain dirumah
secara bertahap. SP 3
 Terlibat dalam aktivitas sehari- o Evaluasi pelaksanaan dari jadwal
hari kegiatan harian Klien
o Beri kesempatan pada Klien
mempraktekan cara berkenalan
dengan dua orang
o Ajarkan Klien berbincang-
bincang dengan dua orang tetang
topik tertentu
o Anjurkan kepada Klien untuk
memasukan kegiatan berbincang-
bincang dengan orang lain
dalam jadwal kegiatan harian
dirumah
SP 4
o Evaluasi pelaksanaan dari jadwal
kegiatan harian Klien
o Jelaskan tentang obat yang
diberikan (Jenis, dosis, waktu,
manfaat dan efek samping obat)
o Anjurkan Klien memasukan
kegiatan
bersosialisasi dalam jadwal kegiatan
harian dirumah
o Anjurkan Klien
untuk bersosialisasi dengan orang
lain
 Keluraga
o Diskusikan masalah yang
dirasakan kelura dalam merawat
Klien
o Jelaskan pengertian, tanda dan
gejala isolasi sosial yang dialami
Klien dan proses terjadinya
o Jelaskan dan latih keluarga cara-
cara merawat Klien
TINDAKAN PSIKOFARMAKA
 Beri obat-obatan sesuai program
 Pantau keefektifan dan efek
sampig obat yang diminum
 Ukur vital sign secara periodik
TINDAKAN MANIPULASI
LINGKUNGAN
 Libatkan dalam makan bersama
 Perlihatkan sikap menerima
dengan cara melakukan kontak
singkat tapi sering
 Berikan reinforcement positif
setiap Klien berhasil melakukan
suatu tindakan
 Orientasikan Klien pada waktu,
tempat, dan orang sesuai
kebutuhannya
DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, M. (2021). Efektifitas Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Terhadap


Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Ruang
Cempaka Di Rsj Prof. Dr. M. Ildrem Medan Tahun 2019. Jurkessutra:
Jurnal Kesehatan Surya Nusantara, 9(1).

Direja, A. H. S. (2011) Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Keliat, Budi Anna, Wiyono, Akemat Pawiro dan Susanti, H. (no date) Manajemen
Kasus Gangguan Jiwa CMHN (Intermediate Course). Jakarta: EGC.

Keliat.B.A (2011) Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas (CMHN). Jakarata:


EGC.

Kusumawati & Hartono (2010) Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019) Standar Luaran Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Cetakan II. jakarta: Dewan
Pengurus PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
PPNI 69

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Prabowo, E. (2014) Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


NuhaMedika.

Purwaningsih, W. dan I. K. (2017) Asuhan Keperawatan Jiwa. Edited by C. II.


Yogyakarta:

Nuha Medika. Pusdiklatnakes. 2012. Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan


Jiwa Masyarakat. Jakarta: Badan PPSDM Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai