LAPORAN PENDAHULUAN
(7 MASALAH KEPERAWATAN)
KEPERAWATAN JIWA
AUDINA AMALIAH
5020031012
A. Pengertian
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di
atas,maka penulis mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien
melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang
nyata.
B. Faktor Predisposisi
a. Biologis
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah - masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidu
klien.
c. Sosial Budaya
C. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b.Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
D. Jenis
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan
seperti : darah, urine atau feses. Kadang - kadang terhidu bau harum. Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang
terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan,
merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
E. Fase-Fase
a. Comforting
b. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber
yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom
akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan
dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
untuk membedakan halusinasi dengan realita.
c. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang
lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada
dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan
orang lain.
d. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih
dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
F. Rentang Respons
Keterangan :
1) Respon adaptif adalah respon yang yang dapat diterima oleh normanorma sosial budaya
yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi
suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.
(3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman
ahli.
(4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran.
(5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi denagn orang lain dan lingkungan.
(1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan
(2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang
benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera
(5) Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindar interaksi dengan orang lain
(1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
(2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak
realita atau tidak ada.
(3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
(4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur.
(5) Isolasi sosial adalah kondisi sendirian yang dialami oleh individu dan diterima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif
mengancam.
G. Mekanisme Koping
Menurut Dalami dkk (2014) mekanisme koping adalah perilaku yang mewakili upaya
untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan
respon neurobiologi maladaptif meliputi:
2) Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada orang
lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan
kerancuan persepsi).
3) Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis,
reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindari sumber stressor, misalnya
menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan reaksi
psikologis individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat,
sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
III.
A. Pohon Masalah
Cause
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah :
b. Tindakan Keperawatan
a) Menghardik halusinasi
VI. EVALUASI
2. Pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada obyeknya dan merupakan
masalah yang harus diatasi, ditandai dengan :
1) menghardik halusinasi
2) bercakap dengan orang lain disekitar
DAFTAR PUSTAKA
Ernawati, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Cetakan Kedua.
Jakarta Timur: CV. Trans Info Media
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Jakarta:EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI
B. Faktor Predisposisi
a. Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu
b. Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri
c. Kemampuan realitas turun Klien gangguan jiwa dengan kemampuan realitas
yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri
d. Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri
C. Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri
(Mukhripah & Iskandar, 2012: 148).
Menurut Depkes (2000) didalam buku (Mukhripah & Iskandar, 2012:148) faktor –
faktor yang mempengaruhi personl higiene adalah
a. Body image : gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli dengan kebersihan dirinya
b Praktik sosial : pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi peruabahan personal hygiene.
c Status sosial ekonomi : personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti
sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya.
d Pengetahuan : pengetahuan personal hygiene sangat penting akrena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misanya, pada pasien penderita
diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e Budaya : disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
f Kebiasaan orang : ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu
dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampoo dan lain – lain.
g Kondisi fisik atau psikis : pada keadaan tertentu/ sakit kemampuan untuk
merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya
D. Jenis
Menurut Nurjannah (2004, dalam Dermawan (2013) Jenis-jenis defisit perawatan
diri terdiri dari:
a. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan Kurang perawatan diri (mandi)
adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi / kebersihan
diri.
b. Kurang perawatan diri : mengenakan pakaian / berhias Kurang perawatan diri
(mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan
aktivitas berdandan sendiri.
c. Kurang perawatan diri : makan Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan
kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan.
d. Kurang perawatan diri : toileting Kurang perawatan diri (toileting) adalah
gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan.
E. Rentang Respons
Respon Adaptif Respon Maladaptif
F. Mekanisme Koping
Mekanisme koping menurut penggolongannya dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukund fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar
mencapai tujuan. Kategorinya adalah klien bisa memenuhi kebutuhan perawatn
diri secara mandiri.
b. Mekanisme koping maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah
tidak mau merawat diri.
IV. Evaluasi
Dibawah ini tanda-tanda bahwa asuhan keperawatan yang saudara berikan kepada pasien
kurang perawatan diri berhasil:
Pasien dapat menyebutkan:
1) Penyebab tidak merawat diri
2) Manfaat menjaga perawatan diri
3) Tanda-tanda bersih dan rapih
4) Gangguan yang dialami jika perawatan diri tidak diperhatikan
Pasien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri dalam hal:
1) Kebersihan diri
2) Berdandan
3) Makan
4) BAB/BAK
DAFTAR PUSTAKA
Mukhripah & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
I. MASALAH UTAMA
Risiko Bunuh Diri
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami risiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa.
Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif,
terhadap diri sendiri yang jika tidak dapat mencegah mengarah pada kematian.
Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk bunuh diri, niatnya
adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang tidak
diinginkan.
b. Faktor Predisposisi
1. Genetik
Perilaku bunuh diri menurut shadock (2011) serta Varcarolis dan Hitler
(2010) merupakan sesuatu yang di turunkan dalam keluarga kembar
monozigot dalam melakukan bunuh diri stuard (2011).
2. Hubungan Neurokimia
Nourotransmiter adalah zat kimia dalam otak dari sel ke saraf, peningkatan
dan penurunan neuro transmiter mengakibatkan perubahan pada prilaku.
Neurotrasmiter yang dikaitkan dengan perilaku bunuh diri adalah
dopamin, neuroepineprin, asetilkolin, dan asam amino (Stuard, 2011).
3. Diagnosis psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengahiri hidupnya dengan bunuh diri
mengalami gangguan jiwa.
4. Gangguan jiwa yang beriko menimbulkan individu untuk bunuh diri
adalah gangguan modd, penyalahgunaan zat, skizofrenia, dan gangguan
mengalahkan (Stuard, 2013).
5. Kebencian terhadap diri sendiri bunuh diri merupakan hasil dari bentuk
penyerangan atau kemarahan terhadap orang lain yang tidak diterima dan
di manifestasikan atau ditunjukan pada diri sendiri (Stuard dan videbeck,
2011).
6. Beberapa faktor yang mengarah pada bunuh diri adalah kemiskinan dan
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, pernikahan yang hancur,
keluarga dengan orang tua tunggal.
c. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang yang melakukan percobaan bunuh diri adalah :
1. Perasaandapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stress.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat berwujud pada diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusan.
e. Rentang Respons
Keterengan :
f. Mekanisme Koping
Klien dengan penyakit kronis, nyeri atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif diri. Sering kali klien secara
sadar memilih bunuh diri, Amadea (2018) mengungkapkan bahwa pihak
pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif diri tidak
langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi dan regresi.
III. POHON MASALAH
Effect
Core Problem
Causa
ISOLASI SOSIAL
Isolasi sosial
A. Faktor predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan
sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama
yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan
orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari
ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di
kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak
tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi
skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita
skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah
diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot
persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat
menyebabkan skizofrenia.
B. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
b. Stressor Biokimia
1) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta
tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah
sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga
dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat
oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan
hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
C. Rentang respons
Adaftif Maladaftif
E. Mekanisme koping
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan
suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang sering digunakan pada
isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi. (Damaiyanti, 2012: 84)
a. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
b. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat diterima
secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
c. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya
kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau
bertentangan antara sikap dan perilaku. Mekanisme koping yang muncul yaitu:
1) Perilaku curiga : regresi, represi
2) Perilaku dependen: regresi
3) Perilaku manipulatif: regresi, represi
4) Isolasi/menarik diri: regresi, represi, isolasi
Isolasi sosial
Isolasi sosial defisit perawatan diri
B. Diagnosa keperawatan
Isolasi sosial
C. Tindakan keperawatan
b. Tindakan
1. Membina hubungan saling percaya
Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
Berkenalan dengan pasien, tanyakan nama dan nama panggilan pasien
Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
Buat kontrak asuhan apa yang saudara akan lakukan bersama pasien,
berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana
Jelaskan bahwa akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi
Setiap saat menunjukan sikap empati terhadap pasien
Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
c. Evaluasi
Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri,
Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika.
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat.
Jakarta: Salemba Medika.
Trimeilia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta Timur: TIM.
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
A. Faktor Predisposisi
1. Teori Biologis
a) Neurologis faktor, beragam komponen dari sistem syaraf mempunyai
peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang
akan mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam
menstimulus timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.
b) Genetik Faktor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua,
menjadi potensi perilaku agresif.
c) Cycardium Rhytm, memegang peranan pada individu. Menurut penelitian
pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang
berakhirnya pekerjaan sekitar jam 09.00 dan 13.00. pada jam tertentu
orang lebih mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.
d) Biochemistry faktor (faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmitter di
otak (epinephrine, norephinephrine, asetikolin dan serotinin) sangat
berperan dalam penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam
tubuh.
e) Brain area disorder, gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal,
sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ansepalitis,
epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan
tindakan kekerasan.
2. Teori Psikologis
a) Teori psikonalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan
fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang
dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung
mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai
komponen adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.
b) Imitation, modelling and information processing theory
Menurut terori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan
yang menolerir kekerasan.
c) Learning theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan merupakan hasil belajar dari individu
terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagimana respon ibu saat
marah.
B. Faktor Presipitasi
Yosep (2011) faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali
berkaitan dengan:
a) Ekspresi diri, ini menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal
dan sebagainya.
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi
c) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik
d) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa
e) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi
f) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
C. Rentang Respons
Faktor Predisposisi
Faktor presipitasi
Sumber koping
Mekanisme koping
Respon marah
Adaptif Maladaptif
Keterangan:
Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain
Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis/terhambat
Pasif : respon lanjutan dimana klien tidak mampu mengungkapkan
perasaannya
Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol
Amuk : Perilaku destruktif dan tidak terkontrol
D. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme orang lain. Mekanisme koping klien
sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Menurut Yosep (2011) mekanisme
koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti:
1. Displacement
Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan pada objek yang begitu seperti
pada mulanya yang membangkitkan emosi
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai keinginan yang tidak baik
3. Depresi
4. Reaksi Formasi
Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan dengan apa
yang benar-benar dilakukan orang lain.
III.
A. Pohon Masalah
Stuart, GW dan Sundeen, S.J. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Penerbit : Buku
Kedokteran EGC; Jakarta.
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/108/jtptunimus-gdl-muslikha-5364-2-babiik-k.pdf
diakses jam 12:31 WIB
LAPORAN PENDAHULUAN
B. Faktor presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi yang dihadapi
individu dan ia tidak mampu menyesuaikan. Situasi atas stresor dapat
mempengaruhi komponen.
Stresor yang dapat mempengaruhi gambaran diri adalah hilangnya bagian tubuh,
tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh,
proses tumbuh kembang, prosedur tindakan dan pengobatan. Sedangkan stresor
yang dapat mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah penolakan dan kurang
penghargaan diri dari orang tua dan orang yang berarti, pola asuh yang tidak tepat
misalnya selalu dituntut, dituruti, persaingan dengan sodara, kesalahan dan
kegagalan berulang, cita-cita tidak terpenuhi dan kegagalan bertanggung jawab
sendiri. Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau eksternal:
1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
peristiwa yang mengancam kehidupan.
2) Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dan
individu mengalaminya sebagai frustasi.
C. Jenis
Ada tiga jenis transisi peran:
1) Transisi peran perkembanganadalah perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam
kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai, serta
tekanan untuk menyesuaikan diri.
2) Transisi peran situasiterjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
3) Transisi peran sehat-sakitterjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat ke
keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh,
perubahan ukuran, bentuk, penampilan, atau fungsi tubuh, perubahan fisik
yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal. Perubahan tubuh dapat
mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri, identitas
diri, peran dan harga diri.
D. Rentang respon harga diri rendah
Rentang respon Harga diri Rendah (Yosep, 2010)
Respon Adaptif Respon Maladaptif
1) Aktualisasi diri, Pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar
belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
2) Konsep diri; apabila individu mempunyai pengalaman yang pos-itif dalam
beraktualisasidiri.
3) Harga diri rendah; transisi antara respon konsep diri adaptif dan konsep diri
mal adaptive
4) Kerancauan identitas; mengamuk adalah rasa marah dan ber-musuhan yang
kuat disertai kehilangan kontrol diri dan amuk. Pada keadaan ini individu
dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain serta
lingkungan.Kegagalan aspek individu mengintegrasikan aspek-aspek identitas
masa kanak-kanak kedalam kematangan aspek psikososial, kepribadian pada
masa dewasa yang harmonis.
5) Depersonalisasi; perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri
yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat
membedakan diri dengan orang lain.
E. Mekanisme koping
Mekanisme koping pasien harga diri rendah menurut Ridhyalla Afnuhazi (2015)
adalah:
a. Jangka pendek
1) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis: pemakaian obat-
obatan, kerja keras, nonton TV terus menerus.
2) Kegiatan mengganti identitas sementara (ikut kelompok sosial, keagaman,
politik).
3) Kegiatan yang memberi dukungan sementara (kompetisi olahraga kontes
popularitas).
4) Kegiatan mencoba menghilangkan identitas sementara (penyalahgunaan
obat).
b. Jangka panjang
1) Menutup identitas
2) Identitas negatif: asumsi yang bertentangan dengan nilai dan harapan
masyarakat.
III. A. Pohon masalah
Isolasi Sosial-----Akibat
Penyebab Penyebab
B. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
c. Isolasi sosial
3) Intervensi :
g) Rencanakan bersama.
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika
Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM
B. Faktor Presipitasi
a) Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b) Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
c) Adanya gejala pemicu
C. Jenis
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenisnya meliputi :
a) Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau
kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, “Saya ini pejabat di separtemen kesehatan lho!” atau, “Saya punya
tambang emas.”
b) Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang kali, tetapi
tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Saya tidak tahu seluruh saudara saya ingin
menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya.”
c) Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu agama
secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh, “Kalau saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih
setiap hari.”
d) Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.” (Kenyataannya pada
pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien
terus mengatakan bahwa ia sakit kanker).
e) Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, sewmua yang ada disini adalah roh-roh”.
f) Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang
disisipkan ke dalam pikirannya.
g) Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang dia
pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya kepada orang
tersebut
Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh
kekuatan di luar dirinya
D. Fase-fase
Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu :
1. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien baik secara fisik
maupun psikis. Secar fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin
dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang
secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan
selft ideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan
dipandang sebagai seorang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dn
diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat pentingnya
pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya
penghargaan saat tumbuh kembang ( life span history ).
2. Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self
ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan
yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui
kemampuannya. Misalnya, saat lingkungan sudah banyak yang kaya,
menggunakan teknologi komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta
memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self ideal yang melebihi
lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat jauh. Dari aspek pendidikan
klien, materi, pengalaman, pengaruh, support system semuanya sangat rendah.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia
katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat
berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan
diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut
belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal
ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan
menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau
konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang
lain.
4. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu
yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang.
Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma (
Super Ego ) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap
bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan
sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya.
Selanjutnya klien lebih sering menyendiri dan menghindar interaksi sosial ( Isolasi
sosial ).
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan
yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan
dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi ( rantai
yang hilang ). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk mengguncang
keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya keyakinan relegiusnya
bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi
sosial.
E. Rentang Respons
F. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang
menakutkan dengan respon neurobiologist yang maladaptive meliputi: regresi
berhubungan dengan masalah proses informasi dengan upaya untuk mengatasi
ansietas, proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi, menarik
diri, pada keluarga: mengingkari.