Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr.H DENGAN DIAGNOSA


HALUSINASI DI YAYASAN BINA INSAN JIWA TASIKMALAYA
Diajukan untuk Memenuhi Tugas pada Stase Keperawatan Jiwa dalam Program Pendidikan Profesi Ners

Disusun Oleh:
IRMA NURMALA
231FK09039

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BAHKTI KENCANA TASIKMALYA
TA. 2023/2024

1
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Penyakit Halusinasi

Persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan serta


perbedaan antara hal ini melalui proses mengamati, mengetahui dan
mengartikan setelah panca inderanya mendapat rangsang. Jadi persepsi dapat
terganggu oleh gangguan otak, seperti kerusakan otak, keracunan, obat
halusinogenik dan oleh gangguan jiwa, seperti emosi tertentu dapat
mengakibatkan ilusi, psikosa dapat menimbulkan halusinasi atau oleh
pengaruh lingkungan sosiobudaya, hal ini akanmempengaruhi persepsi karena
penilaian yang berbeda dan orang dari lingkungansosiobudaya yang berbeda
juga. (Trimelia, 2011).
Persepsi sensori adalah daya mengenal barang, kualitas, hubungan,
perbedaan sesuatu, hal tersebut melalui proses mengamati, mengetahui dan
mengartikannya setelah panca indera mendapatkan rangsangan. (Lilik, 2011).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Pasien
memberikan persepsi atau pendapattentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh pasienmengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara. Halusinasi adalah salah satu gejala
gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan sensori persepsi:
merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau
penciuman. Halusinasi adalah persepsi pasien terhadap lingkungan tanpa
stimulus yang nyata, artinya pasien menginterpretasikan sesuatu yang nyata
tanpa stimulus / rangsangan dari luar. Berdasarkan beberapa pengertiandiatas
dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa yang

2
mengalami perubahan persepsi terhadap lingkungan tanpa ada nya objek yang
nyata (Direja, 2011). Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana
pasien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan
stimulus yang sebetul nya tidak ada (Damayanti, 2008). Halusinasi adalah
persepsiyang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar. Walaupun tampak
sebagai sesuatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari
kehidupan mental penderita yang “teresepsi” (Yosep, 2010).
Halusinasi pendengaran adalah jenis halusinasi yang paling banyak terjadi,
diantara mendengar suara-suara, paling sering adalah suara manusia yang
menyuruh untuk melakukan suatu tindakan (Videbeck, 2008). Respon pasien
akibat terjadinya halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak
aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata
atau tidak nyata (Yosep, 2010). Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa halusinasi pendengaran adalah respon pasienakibat
halusinasi yang berupa suara-suara dan perasaan takut .\

2. Tanda dan gejala Halusinasi


Pasien dengan gangguan persepsi halusinasi dapat memperlihatkan berbagai
manifestasi klinis yang bis akita amati dalam prilaku mereka sehari-hari.
NANDA(2010) tanda dan gejala halusinasi meliputi :
a. Konsentrasi kurang
b. Selalu rubah respon dari rangsangan
c. Kegelisahan
d. Perubahan sensori akut
e. Mudah tersinggung
f. Disorientasi waktu, tempat dan orang
g. Perubahan kemampuan pemecahan masalah

3
h. Perubahan pola prilaku
i. Bicara dan tertawa sendiri
j. Mengatakan melihat dan mendengar sesuatu, padahal objek sebenarnya
tidakada
k. Menarik dari
l. Mondar-mandir
m. Individu terkadang sulit berfikir dan mengambil keputusan
n. Tidak mampu mengurus dirinya sendiri.

3. Klasifikasi Halusinasi
Menurut Yosep (2007) halusinasi terdiri dari delapan jenis yaitu:
a. Halusinasi Pendengaran (Auditif, Akustik) Paling sering dijumpai dapat
berupa bunyi mendenging atau suara bising yang tidak mempunyai arti,
tetapilebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang
bermakna.Biasanya suara tersebut ditujukan pada penderita sehingga tidak
jarang penderita bertengkar dan berdebat dengan suara-suara tersebut.
b. Halusinasi Penglihatan (visual, Optik) Lebih sering terjadi pada keadaan
delirium (penyakit organik). Biasanya sering muncul bersamaan dengan
penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran
yang mengerikan.
c. Halusinasi Penciuman (Olfaktorik) Halusinasi ini biasanya berupa
mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak enak, melambangkan
rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang
dianggap penderita sebagai suatu kombinasi normal.
d. Halusinasi Pengecapan (Gustatorik) Walaupun jarang terjadi, biasanya
bersamaan dengan halusinasi penciuman penderita merasa mengecap
sesuatu.Halusinasi gastorik lebih jarang dari halusinasi gustatorik.
e. Halusinasi Perabaan (Taktil) Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti
ada ulat yang bergerak dibawah kulit. Terutama pada keadaan delirium
toksis danskizofrenia.

4
4. Rentang respon

Respons Adaptif Respon maladaftif


Pikiran logis Pikiran kadang Kelainan pikiran
menyimpang
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi Konsisten Reaksi emosional Ketidakmampuan untuk
mengalami emosi
Prilaku sesuai hubungan Prilaku ganjil atau tak Ketidakteraturan, isolasi
sosial lazim, menarik diri sosial.
Sumber :Stuart & Laraia (2005)
Keterangan
gambar:
a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial
budaya yang berlaku dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal
jika menghadapi suatu akan dapat memecahkan masalah tersebut.
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3) Emosi konsisten merupakan manifestasi peran saat yang konsisten atau
efek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung
tidak lama.
4) Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas yang
wajar.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
b. Respon psikososial meliputi:
1) Proses pikir terganggu proses pikir yang menimbulkan gangguan.

5
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang yang benar-
benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indra.
3) Emosi berlebihan atau kurang.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
untukmenghindari interaksi dengan orang lain.
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain,menghindari hubungan dengan orang lain.
c. Respon Maladaptife adalah respon indikasi dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya dan lingkungan,
adapun responmaladaptife ini meliputi:
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah satu atau
persepsieksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakkan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
4) Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku yang tidak teratur.
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh individu dan diterima sebagai ketentuan
olehorang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negative mengancam

5. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007) Faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :
1) Biologis Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
denganrespon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.
2) Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan pasiensangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau
keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien. Seseorang
yang merasa tidak diterima

6
lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak
percaya pada lingkungannya.
3) Sosial Budaya Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi
realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
6. Faktor Presipitasi
Secara umum pasiendengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanyahubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah
koping dapatmengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Faktor presipitasiterjadinya gangguan halusinasi adalah :
a. Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b. Stress Lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
c. Sumber Koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor. Pada pasien dengan halusinasi, biasanya
menggunakan pertahanan diri dengan menggunakan pertahanan diri
dengan cara proyeksi yaitu untuk mengurangi perasaan emasnya
pasienmenyalahkan orang lain dengan tujuan menutupi kekurangan yang
ada pada dirinya.
7. Mekanisme Koping Dan sumber koping
Pada halusinasi terdapat 3 mekanisme koping yaitu
1) Menarik diri dan pasien sudah asyik dengan pengalaman internalnya.
2) Proyeksi: Menggambarkan dan menjelaskan persepsi yang
membingungkan (alam mengalihkan respon kepada sesuatu atau
seseorang).
3) Regresi: Terjadi dalam hubungan sehari-hari untuk memproses masalah
danmengeluarkan sejumlah energi dalam mengatasi cemas.
7
Pada halusinasi ada 4 sumber koping yaitu :
1) Personal ability: Ketidakmampuan memecahkan masalah, ada gangguan
darikesehatan fisiknya, ketidakmampuan berhubungan dengan orang
lain,pengetahuan tentang penyakit dan intelegensi yang rendah, identitas
ego yangtidak adekuat.
2) Social support : Hubungan antara individu, keluarga, kelompok,
masyarakat tidak adekuat, komitmen dengan jaringan sosial tidak adekuat
3) Material asset : Ketidakmampuan mengelola kekayaan, misalnya boros
atau santa pelit, tidak mempunyai uang untuk berobat, tidak ada tabungan,
tidak memiliki kekayaan dalam bentuk barang, tidak ada pelayanan
kesehatan dekattempat tinggal
4) Positif belief : Distress spiritual, tidak memiliki motivasi, penilaian negatif
terhadap pelayanan kesehatan, tidak menganggap itu suatu gangguan
B. Proses terjadinya masalah
Halusinasi berkembang melalui empat fase, menurut Direja (2011), yaitu
sebagai berikut :
1. Fase pertama
Disebut juga sebagai fase comforting yaitu fase yang menyenangkan. Pada
tahap ini msuk dalam golongan nonpsikkotik.Karateristik: klien mengalami
stress,cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan
tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang
menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.
Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai menggerakan bibir
tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jikasedang asyik
dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.
2. Fase kedua

8
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikan, termasuk dalam psikotik ringan. Karateristik: pengalaman
sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan
berfikir sendirijadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yangtidak jelas dan
klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap mengontrolnya.
Perilaku klien: meningkatnya tanda-tanda sitem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung
3. Fase ketiga
Fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Termsuk dalam gangguan psikotik. Karateristik: bisikan, suara, isi
halusinasisemakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien.Klien menjadi
terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor
dan tidak mematuhi perintah.
4. Fase keempat
Fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasukdalam psikotik berat. Karateristik: halusinasinya berubah menjadi
mengancam,memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut,
tidak berdaya, hilangcontrol, dan tidak dapat berhubungan secara nayat dengan
orang lain di lingkungan.Perilaku klien: perilaku terror akibat panic, potensi
bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak
mampu merespon terhadap
perintah kompleks, dan tidk mampu berespons lebih dari satu orang.

C. Kemungkinan Data Focus Pengkajian


1. Pengkajian Keperawatan (Direja, 2011)
a) Identitas Pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,
umur,asal suku bangsa, agama, status perkawinan, pendidikan, tanggal
MRS (masuk rumah sakit) dan nama orang tua serta pekerjaan orang
tua.

9
b) Keluhan Utama
Mengkaji alasan pasien dibawa ke rumah sakit serta upaya apa yang
telahdilakukan keluarga untuk mengatasi masalah pasien. c.
c) Faktor Predisposisi
1) Biologis
Abnormalitas yang menyebabkan respon neurobiologi yang
maladaptif termasuk hal-hal penelitian pencitraan otak yang
menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia, lesi pada area frontal, temporal dan
limbic. Beberapa kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia seperti
dopamine neutranmitter yang berlebihan dan masalah pada respon
dopamine.
2) Psikologis
Teori psikodinamika yang menggambarkan bahwa halusinasi
terjadi karena adanya isi alam tidak sadar yang masuk alam sadar
sebagai suatu respon terhadap konflik psikologis dan kebutuhan
yang tidak terpenuhi, sehingga halusinasi merupakan gambaran
dan rangsangan keingan dan ketakutan dialami oleh pasien
3) Sosial budaya
Stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap gangguan
psikotiklain tetapi diyakini sebagai penyebab utama gangguan.
d) Faktor Presipitasi
1) Biologi
Stressor biologi yang berhubungan dengan respon neurobiologi
yang maladaptif, termasuk gangguan dalam putaran umpan balik
otak yang mengatur proses informasi dan abnormalisasi pada
mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk selektif menghadapi rangsangan.

10
2) Stress Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan perilaku.
3) Pemicu Gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologi yang
maladaptif berhubungan dengan kesehatan (gizi buruk, infeksi),
lingkungan rasa bermusuhan/lingkungan yang penuh kritik,
gangguan dalam hubungan interpersonal, sikap dan perilaku
(keputus asaan, kegagalan).
e) Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon
neurobiologi:
1) Regresi
Menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku
kembali seperti pada perilaku perkembangan anak atau
berhubungan denganmasalah proses informasi dan upaya untuk
menanggulangi ansietas.
2) Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi
pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri
(sebagai upaya untuk menjelaskan keraguan persepsi).
3) Menarik Diri
Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghidar
sumber stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas,
beracun dan lain-lainn, sedangkan reaksi psikologis individu

11
menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat,
sering disertai rasa takut dan bermusuhan. Kemudian data yang
diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai
berikut :
a. Data Subjektif
Data yang disampaikan secara lisan oleh pasien dan
keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat
kepada pasien dan keluarga. Data langsung didapat oleh
perawat disebut data primer, dan data yang di ambil dari
hasil catatan tim kesehatanlain sebagai data sekunder.
b. Data Objektif
Data yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan
melaluiobservasi atau pemeriksaan langsung.
D. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori (D.0085)
E. Analisa Data
No. Data Fokus Masalah

1. Gejala dan tanda mayor : Gangguan Persepsi


Data subyektif : Sensori
1. Mendengar suara bisikan atau melihat
bayangan
2. Merasakan sesuatu melalui indera perabaan,
penciuman atau pengecapan
Data Objektif :
1. Distorsi sensori
2. Respons tidak sesuai
3. Bersikap seolah melihat, mendengar,
mengecap, meraba atau mencium sesuatu

12
F. Intervensi
Keperawatan
Menurut SDKI :

No Diagnosa Tujuan Intervensi

1 Gangguan Persepsi Setelah dilakukan Observasi


Sensori tidakan keperawatan 5. Periksa status mental, statussensori,
diharapkan persepsi dan tingkat kenyamanan (mis.
sensori membaik, nyeri, kelelahan)
dengan keriteria hasil : Terurapeutik
1. Verbalisasi 1. Diskusikan tingkat toleransi
mendengar bisikan terhadap beban sensori (mis. bising,
menurun terlalu terang)
2. Verbalisasi melihat 2. Batasi stimulus lingkungan (mis.
bayangan menurun cahaya, suara, aktivitas)
3. Verbalisasi 3. Jadwalkan aktivitas harian dan
merasakan sesuatu waktu istirahat
melalui indra 4. Kombinasikan prosedur/tindakan
perabaan menurun dalam satu waktu, sesuai kebutuhan
4. Verbalisasi Edukasi
merasakan sesuatu 1. Ajarkan cara meminimalisasi
melalui indra stimulus (mis. mengatur
penciuman pencahayaan ruangan, mengurangi
menurun kebisingan, membatasi kunjungan)
Kolaborasi

13
1. Kolaborasi dalam meminimalkan
prosedur/tindakan
2. Kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi stimulus

Strategi Pelaksanaan :

14
15
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi


danIndikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP
PPNI. PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):
Definisidan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi
danKreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta:

16
17

Anda mungkin juga menyukai