Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

A. Masalah Utama
Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Halusinasi adalah pengalaman sensorik tanpa rangsangan
eksternal terjadi pada keadaan kesadaran penuh yang
menggambarkan hilangnya kemampuan menilai realitas. (Sunaryo,
2004)
Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman
persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan (Sheila L Vidheak, 2001:
298).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu
pencerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar (Maramis,
1998).
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun
pada panca indra seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar
atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun
histerik (Maramis, 2004).
Halusinasi adalah perubahan persepsi sensori : keadaan dimana
indifidu atau kelompok mengalami atau beresiko mengalami suatu
perubahan dalam jumlah, pola atau interpretasi stimulus yang datang
( Carpenito, 2000).
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan
pada klien dengan gangguan jiwa, halusinasi sering diidentifisikasikan
dengan skizofrenia. Dari seluruh klien skizofrenia 70% diantaranya
mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang disertai dengan gejala
halusinasi adalah gejala panik defensif dan delirium. Berbeda dengan
ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus,
salah satu persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus
internal dipersepsikan sebagai suatu yang nyata pada klien-klien.
Dari beberapa pengertian halusinasi diatas penulis dapat
menyimpulkan bahwa halusinasi adalah suatu persepsi klien terhadap
stimulus dari luar tanpa dari obyek yang nyata. Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan suatu obyek yang
sebenarnya tidak terjadi, serta gangguan persepsi tanpa ada
rangsangan dari luar ekternal.

2. Faktor Predisposisi dan Faktor Presivitasi


a. Faktor predisposisi ( stuart and sundeen,1995 )
1) Faktor perkembangan
Pada tahap perkembangan individu mempunyai tugas
perkembangan yang berhubungan dengan pertumbuhan
interpersonal, bila dalam pencapaian tugas perkembangan
tersebut mengalami gangguan akan menyebabkan seseorang
berperilku menarik diri.
2) Faktir biologik Abnormalitas otak yang menyebabkan respon
neurobiologist yang maladaptif yang baru di mulai di pahami,ini
termasuk hal hal sebagai
berikut: Penilaian pencitraan otak sudah mulai menuunjukan
keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan
skizofrenia:lesi pada area frontal temporal dan limbic paling
berhubunggan dengan perilakupsikotik,beberapa kimia otak
dikaitkan dengan gejalaskizofrenia antara lain: dopain,
neurotransmitter dan lain lain.
3) Faktor sosiokultural.
Teori social budaya atau lingkungan meyakini bahwa oang yang
berasal dari sosial ekonomi rendah aatu kondisi orang tua
tunggal dan tidak mempunyai kesempatan mendaptkan
penghargaan dari orang lain yang dapt mempengaruhi gangguan
orientasi realita sehingga memberikan reaksi yang salah dan
tidak mampu berespon terhdap stimulus dari luar.isolasi sosial
merupakan factor dalam gangguan berhubungan.akibat dari dari
norma yanfg tuidak mendukung pendekatan terhadap orang lain
atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tiak produktif
seperti lansia,orang cacat dan berpenyakit kronis.
4) Faktor keluarga.
System keluarga yang terganggu dan Norma keluarga yang tidak
mendukung hubungan keluarga dengan pihak lain diluar
keluarga dengan pihak lain diluar keluarga dapat
mengembangkan perilaku menarik diri.faktor genetic dapat
mendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial
sehingga menimbulkan perilaku menarik diri sampai engan
halusinasi.
b. Faktor presipitasi (stuart and sundeen,1995).
1) Stressor sosio kuktural
- Menurunnya stabilitasi unit keluarga.
- Berpisah dari orang yang berarti dalam keluarga dalam
kehidupannya missalnya karena dirawat di rumah
sakit,perceraian.
2) Stresor psikologik.
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya.
3) Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon
neurobiologist yang maladptif.
4) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur
proses informasi.

3. Tanda dan Gejala


Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum
atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara,
bicara sendiri,pergerakan mata cepat, diam, asyik dengan pengalaman
sensori,kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realitas
rentang perhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau menit,
kesukaran berhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat
diri,perubahan
Karakteristik Halusinasi (Stuart and Farala 2003)
Jenis halusinasi Karakteristik
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan, paling
sering suara kata yang jelas, berbicara dengan
klien bahkan sampai percakapan lengkap antara
dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar jelas dimana klien mendengar
perkataan bahwa pasieb disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang-kadang dapat
membahayakan.
Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya,
gambar giometris, gambar karton dan atau
panorama yang luas dan komplek. Penglihatan
dapat berupa sesuatu yang menyenangkan
/sesuatu yang menakutkan seperti monster.
Membau bau-bau seperti bau darah, urine,
Penciuman fases umumnya baubau yang tidak
menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya
sering akibat stroke, tumor, kejang / dernentia.
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah,
urine, fases.
Pengecapan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa
stimulus yang jelas rasa tersetrum listrik yang
Perabaan datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah
Canesthetic divera (arteri), pencernaan makanan.
Klinestetic
Halusinasi menurut Rasmun (2001), itu dapat menjadi :
a. Halusinasi penglihatan (visual, optik): tak berbentuk(sinar, kilapan
atau pola cahaya) atau yang berbentuk(orang, binatang, barang
yang dikenal) baik itu yang berwarna atau tidak
b. Halusinasi pendengaran (autif, akustik): suara manusia, hewan,
binatang mesin, barang, kejadian alamiah atau music
c. Halusinasi Penciuman (olfaktorius): mencium sesuatu bau
d. Halusinasi pengecap (gustatorik) : merasa/ mengecap sesuatu
e. Halusinasi peraba (taktil) : merasa diraba, disentuh, ditiup,disinari
atau seperti ada ulat bergerak di bawah kulitnya dengan
pengalaman.
f. Halusinasi kinestetik : merasa badannya bergerak dalam sebuah
ruangan, atau anggota badannya bergerak (umpamanya anggota
badan bayangan atau phantom limb)
g. Halusinasi viseral : perasaan tertentu timbul didalam tubuhnya
h. Halusinasi Hipnagogik : terdapat ada kalanya pada seorang yang
normal, tetap sebelum tertidur persepsi sensorik bekerja salah
i. Halusinasi hipnopompik : seperti pada halusinasi Hipanogogik,
tetapi terjadi tepat sebelum terbangun samasekali dari tidurnya.
Disamping itu ada pula pengalaman halusinatorik dalam impian
yang normal
j. Halusinasi histerik : Timbul pada nerosa histerik karena konflik
emosional

4. Rentang Respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual
yang berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005).
Ini merupakan persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat
persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima
melalui panca indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman,
pengecapan dan perabaan) klien halusinasi mempersepsikan suatu
stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut tidak ada. Diantara
kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu hal
mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus
yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika
interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak
sesuai stimulus yang diterimanya, rentang respon tersebut sebagai
berikut:
Adaptif Maladaftif
Respon Adaftif Distori Pikiran Gejala Pikitan
 Pikiran logis  Distorsi pikiran  Delusi halusinasi
 Persepsi akurat  Perilaku  Perilaku disgonisasi
 Prilaku sesuai aneh/tidak sesuai  Sulit berespon
 Emosi sosial  Menarik diri dengan pengalaman
 Emosi berlebihan
Rentang Respon Neurobiologi. (Stuart & Laraia 2005)

5. Tahapan Intensitas Halusinasi


Tingkat intensitas halusinasi ( Stuart dan Sundeen, 1995 : 328 ) :
Tahap I : Menyenangkan – Ansietas tingkat sedang.
a. Tingkat :
Secara umum halusinasi bersifat menyenangkan
b. Karakteristik
Orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti
ansietas, kesepian, merasa bersalah, dan takut serta mencoba
untuk memusatkan pada penenangan pikiran untuk mengurangi
ansietas, individu mengetahui bahwapikiran dan sensori yang
dialami tersebut dapat dikendalikan jika ansietasnya bisa diatasi
(Non Psikotik).
c. Prilaku klien
1) Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2) Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3) Gerakan mata yang cepat.
4) Respon verbal yang lamban.
5) Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
Tahap II : Menyalahkan – Ansietas tingkat berat.
a. Tingkat
Secara umum halusinasi menjijikkan.
b. Karakteristik
Pengalaman sensori bersifat menjijikkan dan menakutkan, orang
yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan mungkin
berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang
dipersepsikan, individu mungkin merasa malu karena pengalaman
sensorinya, dan menarik diri dari orang lain ( Non Psikotik ).
c. Perilaku klien
1) Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas,
misal peningkatan tanda – tanda vital.
2) Penyempitan kemampuan konsentrasi.
3) Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan
realita.
Tahap III : Mengendalikan – Ansietas tingkat berat
a. Tingkat
Pengalaman sensori menjadi penguasa
b. Karakteristik
Orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman
halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya, isi
halusinasi dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami
kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir (Psikotik).
c. Perilaku klien
1) Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
halusinasinya dari pada menolaknya.
2) Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
3) Rentang perhatian hanya beberapa menit.
4) Gejala fisik ansietas berat (berkeringat, tremor, ketidakmampuan
untuk mengikuti petunjuk).
Tahap IV : Menaklukkan – Ansietas tingkat panik
a. Tingkat
Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait
dengan delusi.
b. KarakteristikPengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu
tidak mengikuti perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam
beberapa jam atau beberapa hari bila tidak ada intervensi terapeutik
(Psikotik).

c. Prilaku klien
1) Perilaku menyerang seperti panik.
2) Potensial melakukan bunuh diri.
3) Amuk, agitasi, menarik diri, dan katakonik.
4) Tidak mampu berespon terhadap lingkungan

C. Pohon Masalah

Risiko Mencederai diri, orang


lain dan lingkungan

Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

Isolasi social
(Menaruk Diri)

Gangguan Konsep diri:


Harga Diri Rendah

(Kaliat, 2006)

D. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


Adapun masalah yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan
sensorori persepsi halusinasi pendengaran antara lain adalah :
1. Isolasi social : menarik diri (Townsend, 1998)
2. Resiko tinggi mencederai (diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan)
(Keliet, 1998)
3. Kerusakan komunikasi verbal (Townsend,1998)
4. Gangguan konsep diri : harga diri rendah. (Townsend, 1998)

E. Data yang Perlu Dikaji


Menurut (Keliat, 2005) Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar
utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas
pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data
yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, social, dan spiritual.
Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi factor
predisposisi, factor presipitasi penilaian terhadap stressor, sumber koping,
dan kemampuan koping yang dimiliki klien, cara ini yang akan dipakai pada
uraian berikut. Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) dimensi, yaitu
fisik, emosional, intelektual, social, dan spiritual.
1. Faktor Predisposisi
1. Faktor genetik dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif
melalui riwayat keluarga atau keturunan.
2. Teori agresif menyerang menunjukkan bahwa depresi terjadi karena
perasaan marah yang ditunjukkan pada diri sendiri.
3. Teori kehilangan obyek merujuk kepada perpisahan traumatik
individu dengan benda atau yang sangat berarti.
4. Teori organisasi kepribadian menguraikan bagaimana konsep diri
yang negatif dan harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan
dan penilaian seseorang terhadap stressor.
5. Model kognitif menyatakan bahwa depresi merupakan masalah
kognitif yang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri
seseorang, dunia seseorang dan masa depan seseorang.
6. Model ketidakberdayaan yang dipelajari menunjukkan bahwa bukan
semata–mata trauma menyebabkan depresi tetapi keyakinann bahwa
seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil yang penting
dalam kehidupannya.
7. Model perilaku mengasumsi penyebab depresi terletak pada
kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan lingkungan.
2. Faktor Presipitasi
1. Kehilangan keterkaitan yang nyata atau yang dibayangkan, termasuk
kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri.
2. Peristiwa besar dalam kehidupan.
3. Peran dan ketegangan peran.
4. Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat – obatan atau berbagai
penyakit fisik.
5. Sumber–sumber koping meliputi status sosial ekonomi, keluarga,
jaringan interpersonal dan organisasi yang dianungio oleh lingkungan
sosial yang lebih luas.
(Stuart dan Sundeen, 1998)
F. Diagnosis Keperawatan Jiwa
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
2. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi dengar.
3. Isolasi sosial : Menarik diri
G. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Perencanaan
NO Intervensi
Keperawatan Tujuan Kreteria Evaluasi
1. Halusinasi Tujuan Umum : Klien Kriteria Evaluasi : 1.1 Bina hubungan saling percaya
dapat berhubungan 1. Ekspresi wajah dengan menggunakan prinsip
dengan orang lain secara bersahabat. komunikasi teraupetik.
optimal 2. Ada kontak mata. - Sapa klien dengan ramah baik
TUK 1 : Klien dapat 3. Mau berjabat tangan. verbal maupun non verbal
membina hubungan saling 4. Mau menjawab salam. - Perkenalkan diri dengan sopan
percaya 5. Klien mau duduk - Tanyakan nama lengkap dan
berdampingan. nama yang disukai klien.
6. Klien mau mengutarakan - Jelaskan tujuan pertemuan
isi perasaannya - Jujur dan menepati janji
- Tunjukkan rasa empati dan
menerima klien dengan apa
adanya.
1.2 Jangan membantah dan
mendukung halusinasi klien.
- Katakan perawat menerima
keyakinan klien.
- Katakan perawat tidak
mendukung keyakinan klien.
1.3 Yakinkan klien dalam keadaan
aman dan terlindung
- Anda berada ditempat aman dan
terlindung”.
- Gunakan keterbukaan dan
kejujuran, jangan tinggalkan klien
dalam keadaan sendiri.
1.4 Observasi apakah halusinasinya
mengganggu aktivitas sehari-hari
dan perawatan diri klien
TUK 2 : Kriteria Evaluasi : 2.1 Adakan kontak sering dan singkat
Klien dapat 1. Klien dapat secara bertahap
mengidentifikasikan dan mempertahankan aktivitas 2.2 Observasi tingkah laku klien terkait
mengenal halusinasinya sehari-hari dengan halusinasinya: bicara dan
2. Klien dapat mengenal tertawa tanpa stimulus
halusinasinya memandang ke kiri/ke kanan/
kedepan seolah-olah ada teman
bicara
2.3 Bantu klien mengenal halusinasinya
- Tanyakan apakah ada suara
yang didengar
- Apa yang dikatakan
halusinasinya
- Katakan perawat percaya klien
mendengar suara itu , namun
perawat sendiri tidak
mendengarnya.
- Katakan bahwa klien lain juga
ada yang seperti itu
- Katakan bahwa perawat akan
membantu klien
2.4 Diskusikan dengan klien :
- Situasi yang menimbulkan/tidak
menimbulkan halusinasi
- Waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang, sore,
malam)
2.5 Diskusikan dengan klien apa yang
dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, senang) beri
kesempatan klien
mengungkapkan perasaannya
TUK 3 : Kriteria Evaluasi : 3.1 Identifikasi bersama
Klien dapat mengontrol 1. Klien dapt mengontrol klien cara tindakan yang dilakukan
halusinasinya halusinasinya jika terjadi halusinasi ( tidur, marah,
2. Klien dapat melakukan menyibukkan diri dll)
aktivitas secara terarah. 3.2 Diskusikan manfaat
3. Klien tidak menggunakan/ cara yang digunakan klien, jika
membicarakan bermanfaat ber pujian
halusinasinya. 3.3 Diskusikan cara baru
untuk memutus/mengontrol
timbulnya halusinasi:
- Katakan “ saya tidak mau
dengar”
- Menemui orang lain
- Membuat jadwal kegiatan
sehari-hari
- Meminta
keluarga/teman/perawat untuk
menyapa jika klien tampak
bicara sendiri
3.4 Bantu klien memilih
dan melatih cara memutus
halusinasinya secara bertahap
3.5 Beri kesempatan untuk
melakukan cara yang telah dilatih
3.6 Evaluasi hasilnya dan
beri pujian jika berhasil
3.7 Anjurkan klien
mengikuti TAK, orientasi, realita,
stimulasi persepsi
TUK 4 : Kriteria Evaluasi : 4.1 Anjurkan klien untuk
Klien mendapat dukungan 1. Keluarga dapat membina memberitahu keluarga jika
dari keluarga dalam hubungan saling percaya mengalami halusinasi
mengontrol halusinasinya dengan perawat. 4.2 Diskusikan dengan
2. Keluarga dapat keluarga (pada saat
menyebutkan pengertian, berkunjung/pada saat kunjungan
tanda dan tindakan untuk rumah):
merawat klien dengan - Gejala halusinasi yang dialami
maslah halusinasi klien
3. Klien dapat memberitahu - Cara yang dapat dilakukan klien
keluarga tentang dan keluarga untuk memutus
halusinasinya.
halusinasi
- Cara merawat anggota keluarga
yang halusinasi dirumah, diberi
kegiatan, jangan biarkan
sendiri, makan bersama,
bepergian bersama
- Beri informasi waktu follow up
atau kenapa perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak
terkontrol, dan resiko
mencederai diri atau orang lain
TUK 5 : Kriteria Evaluasi: 5.1 Diskusikan dengan
Klien dapat menggunakan 1. Klien dapat menyebutkan klien dan keluarga tentang dosis,
obat dengan benar. manfaat, efek samping frekuensi dan manfaat minum obat
dan dosis obat. 5.2 Anjurkan klien
2. Klien dapat meminta sendiri obat pada
mendemonstrasikan perawat dan merasakan
penggunaan obat dengan manfaatnya
benar. 5.3 Anjurkan klien bicara
3. Klien dapat memahami dengan dokter tentang manfaat
akibat berhentinya dan efek samping minum obat
mengkonsumsi obat tanpa yang dirasakan
konsultasi. 5.4 Diskusikan akibat
4. Klien dapat menyebutkan berhenti obat-obat tanpa
prinsip lima benar dalam konsultasi
penggunaan obat. 5.5 Bantu klien
menggunakan
H. Strategi Pelaksanaan Tindakan
Halusinasi Pasien Keluarga
SP I p SP I k
1. Mengidentifikasi jenis 1. Mendiskusikan
halusinasi pasien masalah yang
2. Mengidentifikasi isi halusinasi dirasakan keluarga
pasien dalam merawat pasien
3. Mengidentifikasi waktu 2. Menjelaskan
halusinasi pasien pengertian, tanda dan
4. Mengidentifikasi frekuensi gejala halusinasi, dan
halusinasi pasien jenis halusinasi yang
5. Mengidentifikasi situasi yang dialami pasien beserta
menimbulkan halusinasi proses terjadinya
6. Mengidentifikasi respons 3. Menjelaskan
pasien terhadap halusinasi cara-cara merawat
7. Mengajarkan pasien pasien halusinasi
menghardik halusinasi SP II k
8. Menganjurkan pasien 1. Melatih
memasukkan cara menghardik keluarga
halusinasi dalam jadwal kegiatan mempraktekkan cara
harian merawat pasien
SP II p dengan Halusinasi
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 2. Melatih
harian pasien keluarga melakukan
2. Melatih pasien mengendalikan cara merawat
halusinasi dengan cara bercakap- langsung kepada
cakap dengan orang lain pasien Halusinasi
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal SP III k
kegiatan harian 1. Membantu
SP III p keluarga membuat
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan jadual aktivitas di
harian pasien rumah termasuk
2. Melatih pasien mengendalikan minum obat
halusinasi dengan melakukan (discharge planning)
kegiatan (kegiatan yang biasa 2. Menjelaskan
dilakukan pasien) follow up pasien
3. Menganjurkan pasien setelah pulang
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP IV p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang penggunaan
obat secara teratur
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
Daftar Pustaka

Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta: EGC, 1995

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta: EGC,
1999

Keliat BA. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta : FIK
UI. 1999

Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. 1999

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang: RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,


RSJP Bandung, 2000

Anda mungkin juga menyukai