Disusun oleh :
SUSI SUSANTIE
P1337420923051
2024
i
A. LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus)
misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada
sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).Halusinasi adalah persepsi sensorik
yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi
pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut
terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri
individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata,
yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa
melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada
sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).Halusinasi
adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Kesimpulannya bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera
terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
Macam-Macam Halusinasi
1) Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang
klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang
mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar
perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat
membahayakan.
1
2) Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar
kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
3) Penghidung
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-
bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke,
tumor, kejang, atau dimensia.
4) Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5) Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6) Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan
makan atau pembentukan urine
7) Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
2. Penyebab
FAKTOR PREDIPOSISI
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
1) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan
dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan
terjadinya skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
2
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks
bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi
otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
FAKTOR PRESIPITASI
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah
koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat,
2006).Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
3
3. Manifestasi Klinik
1) Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian.
Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang
menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong
untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal
pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang
asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2) Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran
internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa
bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien
merasa tak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan
halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang
lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
3) Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi
terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan
psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor
dan tidak mampu mematuhi perintah.
4
4) Fase Keempat / conquering/ panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan
orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia
yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini
menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap
perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk
terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau
berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang oranglain, gelisah,
melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari
klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya ( apa yangdilihat, didengar atau
dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi
Anna Keliat, 1999)
Akibat Yang Ditimbulkan
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan
suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.
Tanda dan Gejala :
1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5. Mempunyai rencana untuk melukai
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya sehingga bisa
membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan (resiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan). Hal ini terjadi jika halusinasi
sudah sampai fase ke IV, dimana klien mengalami panic dan perilakunya dikendalikan
oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas
terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri, membunuh
5
orang lain bahkan merusak lingkungan. Tanda dan gejalanya adalah muka merah,
pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat dan sering pula tampak
klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1) Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan
usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh atau dipegang.
Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke
kamar atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang
akan dilakukan. Di ruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,
misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2) Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi
instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya,
serta reaksi obat yang diberikan.
3) Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah
klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi
masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga
klien atau orang lain yang dekat dengan klien.
4) Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah
raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang
lain. Klien diajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai
5) Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari
6
percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar
laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu
tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar klien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya diberitahukan pada keluarga klien dan petugas lain agar tidak
membiarkan klien sendirian dan saran yang diberikan tidak bertentangan.
Psikofarma:
1. Anti psikotik:
a. Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
b. Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
c. Stelazine
d. Clozapine (Clozaril)
e. Risperidone (Risperdal)
2. Anti parkinson:
a. Trihexyphenidile
b. Arthan
3. Obat anti depresi : Amitripilin
4. Obat anti ansietas : Diasepam, Bromozepam, Clobozam
5. Obat anti insomnia : Phneobarbital
5. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri,Orang lain dan lingkungan
↑
Perubahan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran
↑
Isolasi sosial menarik diri
(Stuart dan Sundeen. 2006)
8
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab
kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
MASALAH
Daftar masalah keperawatan
a) Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b) Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c) Isolasi sosial : menarik diri
9
Kurang aktivitas.
Tidak komunikatif.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah :
1. Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
2. Isolasi sosial: Menarik Diri
3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
11
– Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau jika
sendiri, jengkel, sedih)
Rasional :
Dengan mengetahui waktu, isi dan frekuensi munculnya halusinasi mempermudah
tindakan keperawatan yang akan dilakukan perawat.
e) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, tenang) beri kesempatan mengungkapkan perasaan
Rasional :
Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi pada klien.
TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
1) Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk
mengendalikan halusinasinya.
b) Klien dapat menyebutkan cara baru.
c) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah didiskusikan
dengan klien.
d) Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasi.
e) Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.
2) Intervensi
a) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,
marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-lain)
Rasional :
Upaya untuk memutus siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak berlanjut.
b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian.
Rasional :
Reinforcement dapat mneingkatkan harga diri klien.
c) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi :
– Katakan : “Saya tidak mau dengar kau” pada saat halusinasi muncul.
– Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota keluarga yang lain untuk
bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang didengar.
– Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
– Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara sendiri.
Rasional :
Memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol halusinasi.
12
d) Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk memutus halusinasi secara
bertahap, misalnya dengan :
– Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca al-Qur’an.
– Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.
– Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat (pengajian, gotong royong).
– Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika masih muda).
– Mencari teman untuk ngobrol.
Rasional :
Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba memilih salah satu cara
untuk mengendalikan halusinasi dan dapat meningkatkan harga diri klien.
e) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi hasilnya dan beri
pujian jika berhasil.
Rasional :
Memberi kesempatan kepada klien untuk mencoba cara yang telah dipilih.
f) Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita dan
stimulasi persepsi.
Rasional :
Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interprestasi realitas akibat halusinasi.
TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
1) Kriteria evaluasi
a) Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.
b) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan unutk mengendalikan
halusinasi.
2) Intervensi
a) Membina hubungan saling percaya dengan menyebutkan nama, tujuan
pertemuan dengan sopan dan ramah.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar hubungan interaksi
selanjutnya.
b) Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada keluarga.
Untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
c) Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung tenang :
– Pengertian halusinasi
– Gejala halusinasi yang dialami klien.
13
– Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi.
– Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di rumah, misalnya : beri
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.
– Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak
terkontrol, dan resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Rasional :
Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan menambah pengetahuan
keluarga cara merawat anggota keluarga yang mempunyai masalah halusinasi.
TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
1) Kriteria evaluasi
a) Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping obat.
b) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
c) Klien mendapat informasi tentang efek dan efek samping obat.
d) Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsutasi.
e) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.
2) Intervensi
a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi serta manfaat
minum obat.
Rasional :
Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat diharapkan klien melaksanakan
program pengobatan.
b) Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
Rasional :
Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.
c) Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat dan efek samping obat
yang dirasakan.
Rasional :
Dengan mengetahui efek samping klien akan tahu apa yang harus dilakukan setelah
minum obat.
d) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
Rasional :
Program pengobatan dapat berjalan dengan lancar.
e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar dosis, benar obat, benar
waktunya, benar caranya, benar pasiennya).
14
Rasional :
Dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka kemandirian klien untuk pengobatan
dapat ditingkatkan secara bertahap.
15
Strategi pelaksana 3 (SP 3) untuk
klien:
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien.
b. Melatih klien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan
kegiatan
c. (kegiatan yang biasanya dilakukan
klien di rumah)
d. Menganjurkan klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 4 (SP 4) untuk
klien:
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien.
b. Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara
teratur. Mengajurkan klien
memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
Tindakan keperawatan untuk klien:
a. Membantu klien mengenali
halusinasi.
Diskusi adalah salah satu cara yang
dapat dilakukan untuk membantu
klien mengenali halusinasinya.
Perawat dapat berdiskusi dengan klien
terkait isi halusinasi (apa yang
didengar atau dilihat), waktu terjadi
halusinasi, frekuensi terjadinya
halusinasi muncul, dan perasaan klien
saat halusinasi muncul
(komunikasinya sama dengan
16
pengkajian di atas).
b. Melatih klien mengontrol halusinasi.
Perawat dapat melatih empat cara
dalam mengendalikan halusinasi pada
klien. Keempat cara tersebut sudah
terbukti mampu mengontrol halusinasi
seseorang. Keempat cara tersebut
adalah menghardik halusinasi,
bercaka- cakap dengan orang lain,
melakukan aktivitas yang
terjadwal dan
mengonsumsi obat secara teratur.
17
DAFTAR PUSTAKA
Budi Ana Keliat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC
Kusumawati dan Hartono. 2010.Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika
Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan
Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.
18
1