Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

“HALUSINASI”

OLEH :
RINA SAPUTRI
20089014038

S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera
(Isaacs, 2015).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2015).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart,
20013).
Halusinasi adalah penerapan tanpa adanya suatu rangsangan (objek) yang jelas
dari luar diri klien terhadap panca indra pada saat klien dalam keadaan sadar atau
bangun (kesan/pengalaman sensori yang salah). (Azizah, 2016).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca
indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
2. Etiologi
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik, sterss berat
yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik diri (Townsend, M.C,
2015).
a. Faktor pencetus :
1) Biologis
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologi yang maladptif
yang baru mulai dipahami.
2) Psikologis
Teori psikodinamik untuk terjadinya respon neurobiologik yang maladaptif
belum didukung oleh penelitian ( Stuart dan Sundeen, 2009 ).
3) Sosio Budaya
Stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan Skizoprenia dan
gangguan psikotik lain tapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan (
Stuart dan Sundeen, 2009 ).
b. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi penyebab halusinasi adalah :
a). Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b). Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c). Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
d). Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e). Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
pada penyakit ini.
c. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007) yang dikutip oleh Jallo (2008), faktor presipitasi
terjadinya gangguan halusinasi adalah :
a). Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b). Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c). Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
d). Rentang respon halusinasi

Respon Adaptif : Respon Maladaptive :


1. Pikiran logis 1. Waham
2. Persepsi akurat 2. Sulit berespon emosi
3. Emosi konsisten 3. Prilaku disorganisasi
dengan pengalaman 4. Isolasi sosial
4. Perilaku cocok 5. Halusinasi
5. Hubungan sosial
harmonis

3. Patofisologi
Halusinasi pendengaran paling sering terdapat pada klien Skizoprenia.
Halusinasi terjadi pada klien skizoprenia dan gangguan manik. Halusinasi dapat
timbul pada skizofrenia dan pada psikosa fungsional yang lain, pada sindroma otak
organik, epilepsi (sebagai aura), nerosa histerik, intoksikasi atropin atau kecubung,
zat halusinogenik dan pada deprivasi sensorik. klien yang mendengar suara – suara
misalnya suara Tuhan, iblis atau yang lain. Halusinasi yang dialami berupa dua suara
atau lebih yang mengomentari tingkah laku atau pikiran klien. Suara– suara yang
terdengar dapat berupa perintah untuk bunuh diri atau membunuh orang lain.
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Herman, 2011):
a. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat,
diam dan asyik.
b. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien
mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya
dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem
saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut
jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
c. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi
dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan
orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain
dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.
d. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
4. Manifestasi Klinis
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk
terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan
gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri
tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).
Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 2007)
:
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak bisa mengikuti petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
5. Klasifikasi / Jenis Halusinasi
a. Halusinasi Visual
Pengelihatan bisa berbentuk seperti orang, binatang, atau tidak berbentuk
sinar kilat, bisa berwarna atau tidak berwarna.
b. Halusinasi Dengar
Bisa berupa suara manusia, hewan, mesin music, ataun kejadian alam lainnya.
c. Halusinasi Penciuman
Bisa mencium bau khusus dimana orang lain tidak mencium
d. Halusinasi Pengecapan
Bisa mengecap/merasakan sesuatu ada yang enak atau tidak
e. Halusinasi Perabaan
Bisa merasakan suatu perabaan, sentuhan tiupan disinari, dipanasi
f. Halusinasi Kinestetik
Anggota badannya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota badannya bisa
merasakan suatu gerakan seperti pada pasien ambulasi
g. Halusinasi Vesceral
Seperti ada rasa – rasa tertentu yang terjadi di dalam organ tubuh
h. Halusinasi Histerik
Timbul pada neurosa histerik karena adanya konflik emosional
i. Halusinasi Hipnogogik
Sensori persepsi yang muncul setelah bangun tidur
j. Halusinasi Hipnopompik
Seperti halusinasi hipnogogik tetapi terjadi tepat sebelum terbangun .
disamping itu adapula pengalaman halusinatorik dalam impian normal.
k. Halusinasi Perintah
Isinya menyuruh klien untuk melakukan sesuatu seperti bunuh diri, mencabut
tanaman, dll. (sumber: Azis, 2011).
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual
dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di
pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat
masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila
akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan
yang akan di lakukan. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,
misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi
instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya,
serta reaksi obat yang di berikan.
c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah
pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu
mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui
keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
d. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang
lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar
ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny
dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering
mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-
suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan
menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain
agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak
bertentangan.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
1). Genetika
2). Neurobiologi
3). Neurotransmitter
4). Abnormal perkembangan saraf
5). Psikologis
b. Faktor Presipitasi
1). Proses pengolahan informasi yang berlebihan
2). Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
3). Adanya gejala pemicu
c. Mekanisme Koping
1). Regresi
2). Proyeksi
3). Menarik diri
d. Perilaku Halusinasi
1). Isi halusinasi
2). Waktu terjadinya
3). Frekuensi
4). Situasi pencetus
5). Respon klien saat halusinasi
Pohon Masalah

Effect Resiko tinggi perilaku kekerasan, Defisit Perawatan Diri

Core Problem Gangguan persepsi sensori halusinasi

Causa Isolasi sosial

Gangguan konsep diri HDR

e. Masalah Keperawatan Yang Perlu Dikaji


1). Resiko tinggi perilaku kekerasan
a). Perilaku hiperaktif
b). Mudah tersinggung
c). Perilaku menyerang seperti panik
d). Ansietas
2). Gangguan sensori persepsi halusinasi
a). Berbicara, senyum, tertawa sendiri
b). Bertindak seolah-olah dipenuhi oleh sesuatu yang menyenangkan
c). Tidak dapat memusatkan perhatian
d). Kehilangan kemampuan membedakan antara halusinasi dengan realita
3). Isolasi sosial
a). Kesulitan berinteraksi dengan orang lain
b). Menarik diri
c). Kurangnya kontak mata dan komunikasi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan sensori persepsi halusinasi : pendengaran
b. Resiko perilaku kekerasan
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah
3. Rencana Tindakan Keperawatan

Hari / Perencanaan
No. Diagnosa
Tgl / Intervensi Rasional
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
Jam
1 2 3 4 5 6 7
Gangguan TUM : 1. Setelah …x 1. Bina hubungan saling percaya dengan Pembinaan hubungan saling percaya
Sensori Klien dapat interaksi klien menggunakan prinsip komunikasi merupakan dasar terjadinya komunikasi
Persepi : mengontrol menunjukkan tanda- terapeutik : terbuka sehingga mempermudah dalam
halusinasi halusinasi yang tanda percaya  Sapa klien dengan ramah, baik menggali masalah klien.
(lihat /dengar Dialaminya. terhadap perawat : verbal maupun non verbal.
/penghidu/rab  Ekspresi wajah  Perkenalkan nama, nama
a/kecap ). bersahabat. panggilan, dan tujuan perawat
TUK 1 :  Menunjukkan berkenalan.
Klien dapat rasa senang.  Tanyakan nama lengkap dan nama
membina  Ada kontak mata. panggilan kesukaan klien.
hubungan  Mau berjabat  Buat kontrak yang jelas.
saling percaya tangan.  Tunjukkan sikap jujur dan
dengan  Mau menepati janji setiap kali interaksi.
perawat. menyebutkan  Tunjukkan sikap empati dan
nama. menerima klien apa adanya.
 Mau menjawab  Beri perhatian dan perhatikan
salam. kebutuhan dasar klien.
 Klien mau duduk  Tanyakan perasaan klien dan
berdampingan masalah yang dihadapi klien.
dengan perawat.  Dengarkan dengan penuh perhatian
 Bersedia ekspresi perasaan klien.
mengungkapkan
masalah yang
dihadapi.
TUK 2 : Setelah …x interaksi 1. Adakan kontrak sering dan Dengan kontak sering dan singkat
Klien dapat klien menyebutkan : singkat secara bertahap. diharapkan klien dapat mengurangi
mengenal  Isi. 2. Observasi tingkah laku klien halusinasinya.
halusinasinya.  Waktu. terkait dengan halusinasinya (
 Frekuensi. halusinasi lihat / dengar / Untuk mengetahui jenis halusinasi klien

 Situasi dan penghidu / raba / kecap ), jika serta dapat untuk mengarahkan klien
kondisi yang menemukan klien yang sedang di dalam mengenal halusinasinya
menimbulkan halusinasi : sampai klien benar-benar menyadari
halusinasi.  Tanyakan apakah klien bahwa dirinya sedang mengalami
mengalami sesuatu ( halusinasi halusinasi yang sangat memerlukan
lihat / dengar / penghidu / raba / bantuan perawat.
kecap ).
 Jika klien menjawab ya, tanyakan Dengan mengetahui isi, waktu, frekuensi
apa yang sedang dialaminya. terjadinya halusinasi dan situasi dan
 Katakan bahwa perawat percaya kondisi yang menimbulkan
klien mengalami hal tersebut, halusinasi sehingga nanti dapat
namun perawat sendiri tidak membantu klien dalam mengatasi
mengalaminya ( dengan nada halusinasinya.
bersahabat tanpa menuduh atau
menghakimi ).
 Katakan bahwa ada klien lain
yang mengalami hal yang sama.
 Katakan bahwa perawat akan
membantu klien.
Jika klien tidak sedang berhalusinasi
klarifikasi tentang adanya
pengalaman halusinasi. Diskusikan
dengan klien :
 Isi, waktu, dan frekuensi
terjadinya halusinasi ( pagi, siang,
sore, malam, atau sering dan
kadang-kadang ).
 Situasi dan kondisi yang
menimbulkan atau tidak
menimbulkan halusinasi.

2. Setelah … x 1. Diskusikan dengan klien apa yang Untuk menentukan fase dari halusinasi
interaksi, klien dirasakan jika terjadi halusinasi klien terkait dengan perasaan klien
menyatakan perasaan dan beri kesempatan untuk saat berhalusinasi dan dan tindakan
dan responnya saat mengungkapkan perasaannya. apa yang dapat dilakukan untuk
mengalami halusinasi : 2. Diskusikan dengan klien apa yang mengatasi halusinasinya.
 Marah. dilakukan untuk mengatasi
 Takut. masalah tersebut.
 Sedih. 3. Diskusikan tentang dampak yang

 Senang. akan dialaminya bila klien

 Cemas. menikmati halusinasinya.

 Jengkel.
TUK 3 : 3.1 Setelah … x 3.1 Identifikasi bersama klien cara atau Untuk mengetahui kemampuan klien
Klien dapat interaksi klien tindakan yang dilakukan jika terjadi dalam mengontrol halusinasinya
mengontrol menyebutkan halusinasi ( tidur, marah, apakah sudah adaptif agar klien tidak
halusinasinya. tindakan yang menyibukkan diri, dll ). terus larut dalam halusinasinya.
biasanya dilakukan 3.2 Diskusikan cara yang digunakan klien
untuk :
mengendalikan  Jika cara yang digunakan adaptif,
halusinasinya. beri pujian.
3.2 Setelah … x  Jika cara yang digunakan Dengan memberikan dan
interaksi klien maladaptive, diskusikan kerugian mendemontrasikan cara-cara baru dalam
menyebutkan cara tersebut. mengotrol halusinasinya diharapkan
baru mengontrol 3.3 Diskusikan cara baru untuk memutus nantinya klien mampu untuk mengatasi
halusinasi. / mengontrol timbulnya halusinasi. sendiri saat halusinasinya muncul
3.3 Setelah … x  Katakan pada diri sendiri bahwa kembali dan mengetahui apa yang harus
interaksi klien ini tidak nyata ( “ saya tidak mau dilakukan oleh klien untuk mengontrol
dapat memilih dan dengar / lihat / penghidu / raba / halusinasinya.
memperagakan cara kecap pada saat halusinasi terjadi ).
mengatasi  Menemui orang lain ( perawat /
halusinasi ( dengar, teman / anggota keluarga ) untuk
lihat, penghidu, menceritakan tentang
raba, kecap ). halusinasinya.
3.4 Setelah … x  Membuat dan melaksanakan
interaksi klien jadwal kegiatan sehari-hari yang
melaksanakan cara telah disusun.
yang telah dipilih  Meminta keluarga / teman /
untuk perawat menyapa jika sedang
mengendalikan berhalusinasi.
halusinasinya. 3.4 Bantu klien memilih cara yang sudah Dengan melakukan kegiatan terapi
3.5 Setelah … x dianjurkan dan latih untuk aktivitas kelompok diharapkan klien
interaksi klien mencobanya. dapat mengungkapkan tentang
mengikuti terapi 3.5 Beri kesempatan untuk melakukan halusinasinya dan mempunyai kesibukan
aktivitas kelompok. cara yang sudah dipilih atau dilatih. dan mengurangi munculnya halusinasi.
3.6 Pantau pelaksanaan yang sudah
dipilih dan dilatih, jika berhasil beri
pujian.
3.7 Anjurkan klien mengikuti terapi
aktivitas kelompok, orientasi realita,
stimulasi persepsi.
TUK 4 : 4.1 Setelah … x 4.1 Buat kontrak dengan keluarga untuk Melalui pendidikan kesehatan terhadap
Klien dapat pertemuan pertemuan. keluarga klien diharapkan nantinya
dukungan dari keluarga, keluarga 4.2 Diskusikan dengan keluarga ( pada keluarga dapat mengetahui tentang
keluarga dalam menyatakan setuju saat pertemuan keluarga / kunjungan halusinasi, tanda dan gejalanya serta
mengontrol untuk mengikuti rumah ). cara-cara mengatasi halusinasinya
halusinasinya pertemuan dengan  Pengertian halusinasi. dan pengobatannya sehingga
perawat  Tanda dan gejala halusinasi. keluarga dapat merawat klien
4.2 Setelah … x  Proses terjasinya halusinasi. dengan halusinasi di rumah dalam
interaksi keluarga  Cara yang dapat dilakukan klien hal ini klien dapat dukungan
menyebutkan dan keluarga untuk memutuskan keluarga demi kesembuhan klien.
pengertian, tanda halusinasi.
dan gejala, proses  Obat-obatan halusinasi.
terjadinya  Cara merawat anggota keluarga
halusinasi, dan yang halusinasi di rumah ( beri
tindakan untuk kegiatan, jangan biarkan sendiri,
mengendalikan makan bersama, bepergian
halusinasi. bersama, memantau obat-obatan
dan cara pemberiannya untuk
mengatasi halusinasi ).
 Beri informasi waktu kontrol ke
rumah sakit dan bagaimana cara
mencari bantuan jika halusinasi
tidak dapat diatasi di rumah.
TUK 5 : 5.1 Setelah … x 5.1 Diskusikan dengan klien tentang Diharapkan nantinya klien dapat
Klien dapat interaksi klien manfaat dan kerugian tidak minum merasakan pentingnya obat jiwa bagi
memanfaatkan menyebutkan : obat, nama, warna, dosis, cara, efek kesembuhan klien dalam mengontrol
obat dengan  Manfaat minum terapi, dan efek samping penggunaan perasaannya dan berkeinginan untuk
baik. obat. obat. berobat secara kontinu serta klien
 Kerugian tidak 5.2 Pantau klien saat penggunaan obat. sendiri dapat mengatur sendiri obat-
minum obat. 5.3 Beri pujian jika klien menggunakan obat yang harus diminum disamping
 Nama, warna, obat dengan benar. diperlukan juga peran keluarga
dosis, efek terapi 5.4 Diskusikan akibat berhenti minum sebagai pendamping dalam minum
dan efek samping obat tanpa konsultasi dengan dokter. obat.
obat. 5.5 Anjurkan klien untuk konsultasi
5.2 Setelah … x kepada dokter / perawat jika terjadi
interaksi klien hal-hal yang tidak diinginkan.
mendemonstrasikan
penggunaan obat
dengan benar.
5.3 Setelah … x
interaksi klien
menyebutkan akibat
berhenti minum
obat tanpa
konsultasi dokter.
4. Implementasi Keperawatan
Melakukan implementasi sesuai dengan intervensi.
5. Evalusasi Keperawatan
a. Klien akan mampu membina hubungan saling percaya
b. Klien akan memahami cara menghardik
c. Klien akan dapat mengontrol halusinasi
d. Klien akan memahami program terapi yang diberikan
e. Klien akan mengungkapkan tidak adanya halusinasi
6. Intervensi Berdasarkan SP Pasien dan Keluarga
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi halusinasi (isi, waktu 1. Mengidentifikasi masalah keluarga dalam
terjadinya, frekuensi, situasi pencetus, merawat pasien
perasaan saat terjadi halusinasi) 2. Menjelaskan proses terkadinya halusianasi
2. Mengajarkan cara mengontrol dengan 3. Cara merawat pasien halusinasi ( cara
menghardik berkomunikasi, pemberian obat, dan
3. Membuat jadwal kegiatan pemberian aktivitas kepada pasien ).
4. Bermain peran cara merawat.
5. Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal
keluarga untuk merawat pasien
SP 2 SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan (SP 1) 1. Mengevaluasi kemampuan keluarga (
2. Mengaarkan cara mengontrol dengan SP 1)
minum obat sesuai prinsip 6 benar 2. Melatih keluarga merawat pasien.
3. Membuat ke dalam jadwal kegiatan 3. RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
merawat pasien.
SP 3 SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan (SP 1 dan 1. Mengevaluasi kemampuan keluarga ( SP 1
SP 2) dan SP 2 ).
2. Mengajarkan cara mengontrol dengan cara 2. Melatih keluarga merawat pasien.
bercakap-cakap 3. Evaluasi kemampuan keluarga
3. Membuat ke dalam jadwal kegiatan 4. Evaluasi kemampuan pasien
5. RTL keluarga (follow up, rujukan)

SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan (SP 1, SP
2 dan SP 3)
2. Mengajarkan cara mengontrol dengan
melakukan kegiatan
3. Membuat ke dalam jadwal kegiatan
DAFTRAR
PUSTAKA

Azizah, M. (2016). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Carpenito, L.J. (2013). Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8. Jakarta:

EGC. Herman, Ade. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Medical

Book

Surya, Direja dan Ade Herman. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta : Nuha Medika.

Stuart, G.W dan Sundeen. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Kusumawati, Farida Hartono Yudi. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika.

Keliat, B.A. (2013). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Maramis, W.F. (2015). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.Surabaya: Arilangga.

Anda mungkin juga menyukai