Oleh :
PRATIWI INDAH WAHYUNI
NIM. 2031800102
A. Definisi
Halusinasi adalah pengalaman sensorik tanpa rangsangan eksternal terjadi pada
keadaan kesadaran penuh yang menggambarkan hilangnya kemampuan menilai
realitas (Keliat, 2009). Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau
pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan (Aziz, 2013).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu pencerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar (Maramis, 2010). Jadi, dapat disimpulkan bahwa halusinasi
adalah gangguan persepsi tanpa ada rangsangan dari luar ekternal.
B. Rentang Respon Neuobiologis Halusinasi
Rentang respon neurobiologis yang paling adaptif yaitu adanya pikiran logis,
persepsi akurat, emosi yang konsisten dengan 13 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Adaptif Maladaptif Pikiran logis Pikiran kadang menyimpang Gangguan proses
Persepsi akurat Ilusi pikir : waham Emosi konsisten Emosi tidak stabil Halusinasi
dengan pengalaman Ketidakmampuan Perilaku sesuai Menarik diri untuk mengalami
Hubungan Sosial emosi Ketidakteraturan Isolasi sosial pengalaman, perilaku cocok,
dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Sedangkan,respon maladaptive yang
meliputi waham, halusinasi, kesukaran proses emosi, perilaku tidak teroganisasi, dan
isolasi sosial. Rentang respon neurobiologis halusinasi digambaran
C. Jenis Halusinasi
Menurut Yosep dalam Prabowo, 2014 halusinasi terdiri dari
beberapa jenis dengan karakteristik tertentu, diantaranya
a. Halusinasi pendengaran (audotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama
suara orang. Biasanya mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi pengelihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pancaran
cahaya,gambaran geometric, gambar kartun, panorama yang luas
dan bayangan yang menakutkan
c. Halusinasi penghidu (Olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yang ditandai dengan adanya bau busuk, amis,
dan bau menjijikan, tapi kadang terhidu bau harum.
d. Halusinasi peraba (taktil)
Gangguan stimulusyang ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
ada stimulus yang terlihat, seperti merasakan sensasi listrik datang dari tanah,
benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasaan sesuatuyang busuk, amis, dan
menjijikan
f. Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentuan urine
D. Fase Halusinasi / Level Halusinasi
Menurut stuart dan laraia dalam Prabowo, 2014 menunjukan tahapan terjadinya
halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase mempunyai karakteristik yang berbeda
yaitu:
a. Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian,dan takut serta
mencoba untuk berfokus pada pkiran yang menyenangkan untuk meredakan
ansietas disini pasien tersenyumatau tertawa yang tidak sesuai, gerakan mata
cepat,dan asyik sendiri.
b. Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas kendali dan
mencoba jaga jarak dengan sumber yang dipersepsikan sehingga timbul
peningkatan tanda-tanda vital.
c. Fase III
Pasien menghentikan perlawanan halusinasi dan menyerah pada halusinasi. Disini
pasien sukar berhubungan dengan orang lain, idak mampu mematuhi perintah dari
orang lain, dan kondisi sangat menegangkan terutama berhubungan dengan orang
lain.
d. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah
halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri dan tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang.
E. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal
dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
F. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus
asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
G. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
J. Penatalaksaan Medis
Farmako:
a. Anti psikotik:
1) Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
2) Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
3) Stelazine
4) Clozapine (Clozaril)
5) Risperidone (Risperdal)
b. Anti parkinson:
1) Trihexyphenidile
2) Arthan
K. Asuhan keperawatan
a. Data yang perlu dikaji
Selanjutnya dalam pengkajian memerlukan data berkaitan dengan
pengkajian wawancara menurut (Yosep, 2014) yaitu
a. Jenis Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui jenis dari halusinasi yang diderita oleh klien.
b. Isi Halusinasi
Data yang didapatkan dari wawacara ditujukan untuk mengetahui halusinasi
yang dialami klien.
c. Waktu Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui kapan saja halusinasi itu mncul
d. Frekuensi Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui berapasering halusinasi itu muncul pada klien
e.Situasi Munculnya Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui klien ketika munculnya halusinasi itu.
f. Respon terhadap Halusinasi
Data yang didapatan melalui wawancara ini ditujukan untuk mengetahui
respon halusinasi dari klien dan dampa dari halusinasi itu.
Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
Perubahan sensori perseptual : halusinasi
Data Subjektif :
1) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata.
2) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.
3) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
4) Klien merasa makan sesuatu.
5) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
6) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar.
7) Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif :
1) Klien berbicara dan tertawa sendiri.
2) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
3) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
4) Disorientasi
Isolasi sosial : menarik diri
Data Subyektif :
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data Obyektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi sedih,
Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat tidur,
Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan
b. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
2. Isolasi sosial : menarik diri
Keliat Budi Ana. 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC
Keliat Budi Ana. 2009. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial : Menarik Diri.
Jakarta : FIK UI
Keliat Budi Ana. 2009. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC
Aziz R, dkk, 2013. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo.
Nama & Tanda Tangan Nama & Tanda Tangan Nama & Tanda tangan
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Mahasiswa