SENSORI HALUSINASI
OLEH
3. Patofisiologi
Halusinasi pendengaran paling sering terdapat pada klien Skizoprenia.
Halusinasi terjadi pada klien skizoprenia dan gangguan manik. Halusinasi dapat
timbul pada skizofrenia dan pada psikosa fungsional yang lain, pada sindroma
otak organik, epilepsi (sebagai aura), nerosa histerik, intoksikasi atropin atau
kecubung, zat halusinogenik dan pada deprivasi sensorik. klien yang mendengar
suara – suara misalnya suara Tuhan, iblis atau yang lain. Halusinasi yang dialami
berupa dua suara atau lebih yang mengomentari tingkah laku atau pikiran klien.
Suara– suara yang terdengar dapat berupa perintah untuk bunuh diri atau
membunuh orang lain.
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Herman, 2011):
a. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang
cepat, diam dan asyik.
b. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien
mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya
dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda
sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital
(denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman
sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan
realita.
c. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar
berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi
perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan
tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat
membahayakan.
4. Manifestasi Klinis
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk
terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan
gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri
tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).
Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat,
2007) :
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak bisa mengikuti petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual
dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di
pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap
perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien.
Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien
di beritahu tindakan yang akan di lakukan.Di ruangan itu hendaknya di
sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien
untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan
dinding, majalah dan permainan
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan
betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
d. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan
orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan
yang sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan,
misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia
sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di
dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar
pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga
pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang
di berikan tidak bertentangan.
2. Pohon Masalah
3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan sensori persepsi halusinasi : pendengaran
b. Resiko perilaku kekerasan
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah
4. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA INTERVENSI KEPERAWATAN
Sp 3 Pasien
1. Melatih pasien mengontrol
halusinasi dengan
melaksanakan aktivitas
terjadwal.
Sp 4 Pasien
Melatih pasien minum obat
secara teratur
5. Implementasi
Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang dilakukan.
6. Evalusasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi proses atau formatif yang
dilakukan setiap selesai melakukan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang
dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan khsus serta umum
yang telah ditentukan (Direja, 2011).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir:
S: Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Dapat dilakukan dengan menanyakan langsung kepada klien tentang tindakan
yang telah dilakukan.
O: Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan,
atau menanyakan kembali apa yang telah dilaksanakan atau memberi umpan
balik sesuai dengan hasil observasi.
A: Analisis ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masaah baru atau ada data kontra indikasi
dengan masalah yang ada, dapat juga membandingkan hasil dengan tujuan.
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon klien yang
terdiri dari tindak lanjut klien dan perawat.
Pada klien dengan gangguan persepsi sensori: Halusinasi, evaluasi keperawatan yang
diharapkan sebagai berikut:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2) Klien dapat mengenal halusinasinya
3) Klien dapat mengontrol halusinasinya
4) Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
5) Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J, 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8, Jakarta:
EGC.
Herman, Ade.2011.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta;Medical Book
Surya Direja, Ade Herman. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Kusumawati Farida, Hartono Yudi. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika.