Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI

SENSORI HALUSINASI

OLEH

I GUSTI AGUNG DIANA RATRI ASTUTI


229012896

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2022
LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN

GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI

A. Kasus (Masalah Utama)


Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Definisi
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera
(Isaacs, 2010).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,
2010).
Direja (2011), berpendapat bahwa gangguan persepsi sensori halusinasi adalah
salah satu gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi
sensori,seperti merasakan sensasi palsu seperti suara, penglihatan, pengecapan,
atau penghiduan.
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart,
2007).
Halusinasi adalah penerapan tanpa adanya suatu rangsangan (objek) yang jelas
dari luar diri klien terhadap panca indra pada saat klien dalam keadaan sadar atau
bangun (kesan/pengalaman sensori yang salah). (Azizah, 2011).
Gangguan poersepsi sensori halusinasi Adela hilangnya kemampuan manusia
dalam membedakan rangsanagn internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia
luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek
atau rangsangan yang nyata (Kusumawati & Hartono, 2012).
2. Etiologi
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik, sterss
berat yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik diri
(Townsend, M.C, 2010).
a. Faktor pencetus :
1).    Biologis
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologi yang
maladptif yang baru mulai dipahami.
2).    Psikologis
Teori psikodinamik untuk terjadinya respon neurobiologik yang
maladaptif belum didukung oleh penelitian ( Stuart dan Sundeen,
2009 ).
3).    Sosio Budaya
Stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan Skizoprenia
dan gangguan psikotik lain tapi tidak diyakini sebagai penyebab utama
gangguan ( Stuart dan Sundeen, 2009 ).
b.  Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi penyebab halusinasi adalah :
a).  Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap
stress.
b).  Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c).  Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia.
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak.
d).  Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam hayal.
e).  Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.
c. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007) yang dikutip oleh Jallo (2008), faktor presipitasi
terjadinya gangguan halusinasi adalah :
a).  Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b).  Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c).  Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
d). Rentang respon halusinasi
Rentang respon neurobiologist Direj (2011):

Respon Adaptif : Respon Maladaptif :


1. Pikiran logis 1. Waham
2. Persepsi akurat 2. Sulit berespon emosi
3. Emosi konsisten 3. Prilaku disorganisasi
dengan pengalaman 4. Isolasi sosial
4. Perilaku cocok 5. Halusinasi
5. Hubungan sosial
harmonis

3. Patofisiologi
Halusinasi pendengaran paling sering terdapat pada klien Skizoprenia.
Halusinasi terjadi pada klien skizoprenia dan gangguan manik. Halusinasi dapat
timbul pada skizofrenia dan pada psikosa fungsional yang lain, pada sindroma
otak organik, epilepsi (sebagai aura), nerosa histerik, intoksikasi atropin atau
kecubung, zat halusinogenik dan pada deprivasi sensorik. klien yang mendengar
suara – suara misalnya suara Tuhan, iblis atau yang lain. Halusinasi yang dialami
berupa dua suara atau lebih yang mengomentari tingkah laku atau pikiran klien.
Suara– suara yang terdengar dapat berupa perintah untuk bunuh diri atau
membunuh orang lain.
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Herman, 2011):
a.    Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang
cepat, diam dan asyik.
b.   Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien
mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya
dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda
sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital
(denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman
sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan
realita.
c.    Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar
berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi
perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d.   Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan
tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat
membahayakan.

4. Manifestasi Klinis
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk
terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan
gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri
tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).
Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat,
2007) :
a.    Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1)      Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2)      Menggerakkan bibir tanpa bicara
3)      Gerakan mata cepat
4)      Bicara lambat
5)      Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b.   Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1)      Cemas
2)      Konsentrasi menurun
3)      Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c.    Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1)      Cenderung mengikuti halusinasi
2)      Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3)      Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4)     Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak bisa mengikuti petunjuk).
d.   Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1)      Pasien mengikuti halusinasi
2)      Tidak mampu mengendalikan diri
3)      Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4)      Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

5. Klasifikasi / Jenis Halusinasi


a. Halusinasi Visual
Pengelihatan bisa berbentuk seperti orang, binatang, atau tidak berbentuk
sinar kilat, bisa berwarna atau tidak berwarna.
b. Halusinasi Dengar
Bisa berupa suara manusia, hewan, mesin music, ataun kejadian alam
lainnya.
c. Halusinasi Penciuman
Bisa mencium bau khusus dimana orang lain tidak mencium
d. Halusinasi Pengecapan
Bisa mengecap/merasakan sesuatu ada yang enak atau tidak
e. Halusinasi Perabaan
Bisa merasakan suatu perabaan, sentuhan tiupan disinari, dipanasi
f. Halusinasi Kinestetik
Anggota badannya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota badannya
bisa merasakan suatu gerakan seperti pada pasien ambulasi
g. Halusinasi Vesceral
Seperti ada rasa – rasa tertentu yang terjadi di dalam organ tubuh
h. Halusinasi Histerik
Timbul pada neurosa histerik karena adanya konflik emosional
i. Halusinasi Hipnogogik
Sensori persepsi yang muncul setelah bangun tidur
j. Halusinasi Hipnopompik
Seperti halusinasi hipnogogik tetapi terjadi tepat sebelum terbangun .
disamping itu adapula pengalaman halusinatorik dalam impian normal.
k. Halusinasi Perintah
Isinya menyuruh klien untuk melakukan sesuatu seperti bunuh diri,
mencabut tanaman, dll.(sumber: Azizah, 2011).
l. Halusinasi Seksual
Halusinasi ini termask halusinasi raba, penderita merasa di raba dan
diperkosa, sering pada skizofrenia dengan waham kebesaran terutama
mengenai organ-organ. (sumber: Azizah, 2011).

6. Tanda dan Gejala


1. Bicara sendiri.
2. Senyum sendiri.
3. Tertawa sendiri.
4. Menggerakan bibir tanpa suara.
5. Poergerakan mata yang cepat.
6. Respon verbal yang lambat.
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk mengindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan kurang atau beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori .
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasanya terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang (Damaiyanti, 2012).

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a.    Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual
dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di
pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap
perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien.
Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien
di beritahu tindakan yang akan di lakukan.Di ruangan itu hendaknya di
sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien
untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan
dinding, majalah dan permainan
b.   Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan
betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
c.    Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
d.   Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan
orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan
yang sesuai.
e.    Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan,
misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia
sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di
dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar
pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga
pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang
di berikan tidak bertentangan.

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Proses keperawatan merupakan wahana/ sarana kerjasama dengan klien, yang
umumnya pada tahap awal peeran perawat lebih besar dari pada peran klien,
namun pada proses akhirnya diharapkan peran klien lebih besar dari peran
perawat, sehingga kemandirian klien dapat dicapai. Proses keperawatan bertujuan
untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah
klien sehingga mutu pelayanan keperawatan menjadi optimal. Kebutuhan dan
masalah klien  dapat diidentifikasi, diprioritaskan untuk dipenuhi, serta
diselesaikan. Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat dapat terhindar
dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisi, dan tidak unik  bagi
individu klien (Direja, 2011) :
1) Pengumpulan Data
a) Identitas klien dan penanggung jawab
Pada identitas mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
status perkawinan, dan hubungan klien dengan penanggung. 
b) Alasan dirawat
Alasan dirawat meliputi: keluhan utama dan riwayat penyakit keluhan
utama berisi tentang sebab klien atau keluarga datang kerumah sakit dan
keluhan klien saat pengkajian. Pada riwayat penyakit terdapat faktor
predisposisi dan faktor presipitasi. Pada faktor predisposisi mencakup
faktor yang mempengaruhi jenis dan sumber yang dapat dibangkitkan oleh
individu untuk mengatasi stress (faktor pencetus/penyebab utama
timbulnya gangguan jiwa). Faktor presipitasi mencakup stimulus yang
dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman atau tuntutan dan
memerlukan energy ekstra untuk mengatasinya/faktor yang memberat/
memperparah terjadinya gangguan jiwa (Azizah, 2011).
c) Pemeriksaan fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ tubuh /dengan
cara observasi, auskultasi, palpasi, perkusi, dan hasil pengukuran
(Azizah, 2011).
d) Pengkajian psikososial:
1) Genogram
Genogram dapat dikaji melalui 3 jenis kajian (Azizah, 2011) yaitu :
a) Kajian Adopsi yang membandingkan sifat antara anggota keluarga
biologis/satu keturunan dengan keluarga adopsi.
b) Kajian Kembar yang membandingkan sifat antara anggota keluarga
yang kembar identik secara genetic dengan saudara kandung yang
tidak kembar.
c) Kajian Keluarga yang membandingkan apakah suatu sifat banyak k
e amaan antara keluarga tingkat pertama (seperti orang tua, saudara
kandung) dengan keluarga yang jail.
2) Konsep diri
a) Citra Tubuh
Kumpulan sikap individu yang disadari terhadap tubuhnya termasuk
persepsi masa lalu/sekarang, peran tentang ukuran, fungsi,
penampilan dan potensial diri.
b) Ideal diri
Perspesi individu tentang bagaimana seharusnya ia berprilaku
berdasarkan standar aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu.
c) Harga diri
Penelitian tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisa seberapa baik prilaku seseorang sesuai dengan ideal
dirinya. Harga diri tinggi merupakan perasaan yang berakar dalam
menerima dirinya tanpa syarat, meskipun telah melakukan
kesalahan, kekalahan dan kegagalan, ia tetap merasa sebagai orang
yang penting dan berharga.
d) Penampilan peran
Serangkaian prilaku yang di harapkan oleh lingkungan social
berhubngan dengan fungsi individu diberbagai kelompok sosial.
e) Identitas diri
Pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab
terhadap kesatuan, kesinabungan, konsistensi dan keunikan individu
(Azizah, 2011).
3) Hubungan social
Dalam setiap interaksi dengan klien, perawat harus menyadari luasnya
dunia kehidupan klien, memahami pentingnya kekuatan sosial dan
budaya bagi klien, mengenal keunikan aspek ini dan menghargai
perbedaan klien. Berbagai faktor sosial budaya klien meliputi usia,
suku bangsa, gender, pendidikan, penghasilan dan sistem keyakinan.
4) Spritual
Keberadaan individu yang mengalami penguatan kehidupan dalam
hubungan dengan kekuasaan yang lebih tinggi sesuai nilai individu,
komunitas dan lingkungan yang terpelihara (Azizah, 2011).
e) Status mental
1) Penampilan
Area observasi dalam penampilan umum klien yang merupakan
karakteristik fisik klien yaitu penampilan usia, cara berpakaian,
kebersihan, sikap tubuh, cara  berjalan, ekspresi  wajah, kontak mata,
dilatasi/kontruksi pupil, status gizi/keshatan umum (Azizah, 2011).
2) Pembicaraan
Cara berbicara digambarkan dalam frekuensi (kecepatan, cepat/lambat,
volume (keras/lembut), jumlah (sedikit, membisu, ditekan) dan
karakternya seperti: gugup, kata-kata bersambung serta aksen tidak
wajar (Azizah, 2011).
3) Aktivitas motorik
Aktivitas motorik berkenan dengan gerakan fisik perlu dicatat dalam
hal tingkat aktivitas (letargik, tegang, gelisah, agitasi), jenis (tik,
seringai, tremor) dan isyarat tubuh yang tidak wajar (Azizah, 2011).
4) Afek dan Emosi
Afek adalah nada perasaan yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan yang menyertai suatu pikiran dan berlangsung relatif
lama dan dengan sedikit komponen fisiologis/fisik, seperti
kebanggaan, kekecewaan. Sedangkan alam perasaan (emosi) adalah
manifestasi efek yang ditampilkan/diekspresikan keluar disertai banyak
komponen fisiologis dan berlangsung (waktunya) relative lebih
singkat/spontan seperti sedih, ketakutan, putus asa, khawatir atau
gembira berlebihan (Azizah, 2011).
5) Interaksi selama wawancara
Jelaskan keadaan yang ditampilkan klien saat waawancara seperti
bermusuhan, tidak kooperatif, mudah tersinggung, kontak mata kurang
(tidak mau manatap lawan bicara), defensive (selalu berusaha
mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya) atau curiga yang
sering menunjukkan sikap/perasaan tidak  percaya pada orang lain
(Azizah, 2011).
6) Persepsi-Sensorik 
Persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas, hubungan, perbedaan
sesuatu, hal tersebut melalui proses mengamati, mengetahui dan
mengartikannya setelah panca indra mendapatkan rangsangan.
a) Isi halusinasi yang dialami klien
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar,
berkata apabila halusinasi yang dialami adalah halusinasi
pendengaran, atau bentuk bayangan yang dilihat oleh klien bila
halusinasinya Adela halusinasi penglihatan, bau apa yang tercium
untuk halusinasi  penghidu, rasa apa yang dikecap untuk halusinasi
pengecapan, atau merasakan apa yang diraskan dipermukaan
tubuh bila halusinasi perabaan.
b) Waktu dan Frekuensi Halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan
pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu atau
sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Bila memungkinkan
klien diminta menjelaskan kapan persisnya waktu terjadi
halusinasi tersebut. Informasi ini penting untuk
mengidentifikasikan pencetus halusinasi dan menentukan bila
mana klien perlu diperhatikan saat mengalami halusinasi.
c) Situasi Pencetus Halusinasi
Perawat mengidentifikasi situasi yang dialami klien sebelum
mengalami halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada
klien kejadian yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu
perawat juga dapat mengobservasi apa yang dialami klien
menjelang muncul halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
d) Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi
klien, bisa dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan oleh
klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien
mampu mengontrol stimulasi halusinasi atau sudah tidak berdaya
terhadap stimulasi.

2. Pohon Masalah

Effect Resiko tinggi perilaku kekerasan, Defisit Perawatan Diri

Gangguan persepsi sensori halusinasi


Core Problem

Causa Isolasi sosial

Gangguan konsep diri HDR


a. Masalah Keperawatan Yang Perlu Dikaji
1). Resiko tinggi perilaku kekerasan
a). Perilaku hiperaktif
b). Mudah tersinggung
c). Perilaku menyerang seperti panik
d). Ansietas
2). Gangguan sensori persepsi halusinasi
a). Berbicara, senyum, tertawa sendiri
b). Bertindak seolah-olah dipenuhi oleh sesuatu yang menyenangkan
c). Tidak dapat memusatkan perhatian
d). Kehilangan kemampuan membedakan antara halusinasi dengan realita
3). Isolasi sosial
a). Kesulitan berinteraksi dengan orang lain
b). Menarik diri
c). Kurangnya kontak mata dan komunikasi

3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan sensori persepsi halusinasi : pendengaran
b. Resiko perilaku kekerasan
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah
4. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA INTERVENSI KEPERAWATAN

KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

1 Halusinasi Pasien dapat Setelah 5 kali pertemuan SP Pasien


berhubungan dengan saat dilakukan interaksi
orang lain untuk diharapkan : Ekspresi wajah SP 1 Pasien
mencegah timbulnya wajah tampak tenang, 1. Membantu pasien mengenal
halusinasi. membalas salam, bersedia halusinasi, menjelaskan cara
duduk dekat perawat, mau mengontrol halusinasi dengan
berjabat tangan, dapat cara menghardik halusinasi.
mengenali halusinasi,
tindakan yang dilakukan,
berbincangbincang, Sp 2 Pasien
melakukan aktivitas, minum
obat secara teratur. 1. Melatih pasien mengontrol
halusinasi dengan bercakap-
cakap Bersama orang lain.

Sp 3 Pasien
1. Melatih pasien mengontrol
halusinasi dengan
melaksanakan aktivitas
terjadwal.

Sp 4 Pasien
Melatih pasien minum obat
secara teratur
5. Implementasi
Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang dilakukan.

6. Evalusasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi proses atau formatif yang
dilakukan setiap selesai melakukan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang
dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan khsus serta umum
yang telah ditentukan (Direja, 2011).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir:
S: Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Dapat dilakukan dengan menanyakan langsung kepada klien tentang tindakan
yang telah dilakukan.
O: Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan,
atau menanyakan kembali apa yang telah dilaksanakan atau memberi umpan
balik sesuai dengan hasil observasi.
A: Analisis ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masaah baru atau ada data kontra indikasi
dengan masalah yang ada, dapat juga membandingkan hasil dengan tujuan.
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon klien yang
terdiri dari tindak lanjut klien dan perawat.
Pada klien dengan gangguan persepsi sensori: Halusinasi, evaluasi keperawatan yang
diharapkan sebagai berikut:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2) Klien dapat mengenal halusinasinya
3) Klien dapat mengontrol halusinasinya
4) Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
5) Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, M.L.2011.Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik.Yogyakarta;Graha Ilmu

Carpenito, L.J, 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8, Jakarta:
EGC.
Herman, Ade.2011.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta;Medical Book
Surya Direja, Ade Herman. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :
Nuha Medika.

Stuart, G.W and Sundeen.2007.Buku Saku Keperawatan Jiwa.Jakarta;EGC

Kusumawati Farida, Hartono Yudi. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika.

Keliat, B.A. 2007. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Maramis, W.F.2010.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.Surabaya;Arilangga

Anda mungkin juga menyukai