Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Keperawatan


Departemen Keperawatan Jiwa Di
RSJ Dr. Radjiman Wediodinigrat – Lawang

Disusun Oleh:

Nama : WIDHA ARLYKA DUTA


NIM : P17 2121 95 006

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
TA. 2019 – 2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

I. Masalah Utama
Gangguan persepsi sensori : halusinasi

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Pengertian
Stuart (2016) mendefinisikan halusinasi adalah distorsi persepsi palsu
yang terjadi pada respons neurobiologis maladaptif. Klien sebenarnya
mengalami distorsi sensorik sebagai hal yang nyata dan meresponsnya. Pada
halusinasi, tidak ada stimulus eksternal atau internal yang diidentifikasi.

B. Rentang Respon
Respon adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis Distorsi pikiran Waham


Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi Konsisten Menarik diri Sulit berespons
Perilaku sesuai Reaksi emosi > / < Perilaku disorganisasi
Hubungan sosial Perilaku tidak biasa Isolasi sosial

Menurut Stuart (2016), halusinasi merupakan salah satu respon


maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
a. Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b. Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra
yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar
tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
c. Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek
keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung
tidak lama.
d. Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social
dan budaya umum yang berlaku.

2
e. Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut
hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam
bentuk kerjasama.
f. Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi
impuls eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran
sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai
dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
g. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek
keluar berlebihan atau kurang.
h. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa
tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh
norma – norma social atau budaya umum yang berlaku.
i. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma
sosial atau budaya umum yang berlaku.
j. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
k. Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi

C. Penyebab
Etiologi halusinasi menurut Stuart (2016) dibedakan menjadi faktor
predisposisi dan faktor presipitasi :
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang menyebabkan halusinasi adalah:
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien
tidakmampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang
percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak
bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya
pada lingkungannya.

3
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di
dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Pasien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju
alam khayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil
studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak untuk diinterpretasikan.
2) Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
3) Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stress.

4
D. Tanda dan Gejala
Berdasarkan jenis dan karakteristik halusinasi tanda dan gejalanya
sesuai. Berikut ini merupakan beberapa jenis halusinasi dan karakteristiknya
menurut (Stuart, 2016 ) meliputi :
a. Halusinasi pendengaran
Karakteristik : Mendengar suara atau bunyi, biasanya suara orang.
Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang
bicara mengenai klien. Jenis lain termasuk pikiran yang dapat didegar
yaitu pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa
yang sedang dipikirkan oleh klien dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu yang kadang-kadang berbahaya.
b. Halusinasi penglihatan
Karakteristik : Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar
geometris, gambar karton atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau sesuatu
yang menakutkan seperti monster.
c. Halusinasi penciuman
Karakteristik : Membau bau-bau seperti darah, urine, feses umumnya
bau-bau yang tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan demensia.
d. Halusinasi pengecapan
Karakteristik : Merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan
seperti darah, urine, atau feses.
e. Halusinasi perabaan
Karakteristik : Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas, rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.

Menurut Stuart (2016) data subyektif dan obyektif klien halusinasi


adalah sebagai berikut:
a. Data Obyektif:
1) Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
2) Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3) Gerakan mata cepat

5
4) Respon verbal lamban atau diam
5) Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan
6) Terlihat bicara sendiri
7) Menggerakkan bola mata dengan cepat
8) Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu
9) Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba berlari ke
ruangan lain
10) Disorientasi (waktu, tempat, orang)
11) Perubahan perilaku dan pola komunikasi
12) Gelisah, ketakutan, ansietas
13) Peka rangsang
14) Melaporkan adanya halusinasi
b. Data Subyektif:
1) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata.
2) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata.
3) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
4) Klien merasa makan sesuatu.
5) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
6) Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan
didengar.
7) Klien ingin memukul/ melempar barang-bara

6
E. Proses Terjadinya
Visual object input

Primary sensory organ III, IV,


and VI
(e. g. Retina)CBS nuclei

MLF

Thalamic Relay
ILnPD Superior
RAS PS
(e. g. LGN) PD/DLB colliculu
s

Brainstem Primary sensory cortex DAN


neuromodulators
(e. g. V1)E,M,AS,PCA
Dopamine:

acetyl cholinePH,Mod
SerotoninMod (Arnygdala)PD,PTSD

VAN

Serotonin
Mekanisme saraf umum untuk halusinasi visual (diadaptasi dari Shine
et al., 2014). Kerusakan patologis di berbagai daerah di sepanjang jalur
persepsi visual bermanifestasi sebagai kesalahan persepsi dan halusinasi
karena gangguan komunikasi antara jaringan kontrol perhatian, seperti
jaringan mode default (DAN =default mode network ).
Singkatan:
RAS - retikular activating system (sistem pengaktif retikular)
ILn - intra laminar nuelei of the thalamus
LGN - lateral geniculate nucleus,
VI - Visual region I (Visual area I)
MLF - medial longitudinal fasiculus (fasikula longitudinal medial)
PD - parkinson's disease (penyakit parkinson)
DLB - dimentia with lewy bodies (dimensia dengan badan yangagak longgar
atau pendek)
PH - peducular hallucinosis (halusinasi pedicular)
PS - Parasomnic

7
PTSD - post traumatic stress disorder (stress pasca trauma)
E - Epilepsi
M - migraine (migrain)
AS - Anton Syndrome,
PCA - Posterior cortical atrophy (nama lainnya benson syndrome)
CBS - charles bonnet syndrome,
Med - medication (pengobatan)
SZ - schizophrenia,

F. Fase Halusinasi
Terjadinya Halusinasi dimulai dari beberapa fase. Hal ini dipengaruhi
oleh intensitas keparahan, respon individu dalam menanggapi adanya
rangsangan dari luar, dan mengendalikan dirinya. Menurut (Stuart, 2007)
tahapan halusinasi ada empat tahap. Semakin berat tahap yang diderita klien,
maka akan semakin berat klien mengalami ansietas dan makin dikendalikan
oleh halusinasinya. Berikut ini merupakan tingkat intensitas halusinasi yang
dibagi dalam empat fase:
a. Fase I: Comforting
Ansietas tingkat sedang, secara umum halusinasi bersifat
menyenangkan.
Karakterisitik:
klien mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa
bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan pada penenangan
pikiran untuk mengurani ansietas, individu mengetahui bahwa pikiran
dan sensori yang dialaminya tersebut dapat dikendalikan jika
ansietasnya bisa diatasi (Non psikotik).
Perilaku klien:
 Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
 menggerakkan bibir tanpa menimbulkan suara
 pergerakan mata yang cepat
 respon verbal yang lambat
 diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan

8
b. Fase II: condemning
Ansietas tingkat berat, Secara umum halusinasi bersifat menjijikan.
Karakteristik:
Pengalaman sensori yang bersifat menjijikan dan menakutkan. Orang
yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan mungkin
berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan,
individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan
menarik diri dari orang lain (Non psikotik).
Perilaku klien:
 Peningkatan syaraf otonom yang menunjukkan ansietas
misalnya, peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
 Penyempitan kemampuan konsentrasi
 Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan
realitas.
c. Fase III: Controling
Ansietas tingkat berat, pengalaman sensori menjadi berkuasa.
Karakteristik:
Orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman
halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Isi halusinasi
dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika
pengalaman sensori tersebut berakhir (Psikotik).
Perilaku klien:
 Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
halusinasinya daripada menolaknya
 Kesulitan berhubungan dengan orang lain.
 Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
 Gejala fisik dari ansietas berat, seperti berkeringat, tremor,
ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk
d. Fase IV: Conquering
Ansietas tingkat panic, Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit
dan saling terkait dengan delusi.
Karakteristik:

9
Pengalaman sensori menjadi menakutkan dan mengancam jika klien
tidak mengikuti perintah. Halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa
jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik (Psikotik).
Perilaku klien:
 Perilaku menyerang seperti panic
 Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang
lain
 Aktivitas fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk,
agitasi, menarik diri, atau katatonik
 Tidak mampu berespons terhadap petunjuk yang kompleks
 Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

G. Akibat
Halusinasi yang berisi perintah dapat menyuruh seseorang untuk
melakukan sesuatu, seperti membunuh dirinya sendiri, melukai orang lain,
atau bergabung dengan seseorang di kehidupan sesudah mati.

H. Pohon Masalah

Efek / Akibat Risiko Resiko menciderai diri sendiri,


orang lain, dan lingkungan

Masalah utama Gangguan Persepsi


Sensori :
Halusinasi

Penyebab Isolasi sosial

10
III. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal didalam pelaksanaan asuhan
keperawatan. Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada
pasien dan keluarga. Tanda dan gejala gangguan sensori persepsi halusinasi dapat
ditemukan dengan wawancara, melalui pertanyaan sebagai berikut
1. Dari pengamatan saya sejak tadi, bapak/ibu tampakseperti bercakap-cakap
sendiri apa yang sedang bapak/ibu dengar/lihat?
2. Apakah bapak/ibu melihat bayangan-bayangan yang menakutkan?
3. Apakah ibu/bapak mencium bau tertentu yang menjijikkan?
4. Apakah ibu/bapak meraskan sesuatu yang menjalar ditubuhnya?
5. Apakah ibu/bapak merasakan sesuatu yang menjijikkan dan tidak
mengenakkan?
6. Seberapa sering bapak//ibu mendengar suara-suara atau melihat bayangan
tersebut?.
7. Kapan bapak/ ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang?
8. Pada situasi apa bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang?
9. Bagaimana perasaaan bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayangan
tersebut?
10. Apa yang sudah bapak/ibu lakukan, ketika mendengar suara dan melihat
bayangan tersebut?

Langkah selanjutnya menyusun masalah keperawatan berdasarkan tanda


dan gejala gangguan sensori persepsi : halusinasi yang ditemukan.
No Data Masalah keperawatan
1. Data Objektif : Halusinasi
• Bicara atau tertawa sendiri
• Marah marah tanpa sebab
• Mengarahkan telinga ke posisi tertentu.
• Menutup telinga

Data Subjektif :

11
• Mendengar suara-suara atau kegaduhan
• Mendengar suara yang mengajak bercakap-
cakap
• Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu
yang berbahaya

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan hasil pengkajian pasien menunjukkan tanda dan gejala gangguan
sensori persepsi : halusinasi, maka diagnosis keperawatan yang ditegakkan adalah:

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

C. RENCANA KEPERAWATAN
a. Diagnosa keperawatan : Perubahan persepsi sensori : halusinasi berhubungan
dengan menarik diri.
1) Tujuan Umum:
Klien dapat berinteraksi untuk membina hubungan saling percaya.
2) Tujuan Khusus
a) TUK 1
Perkenalan dan membina hubungan saling percaya
(1) Kriteria Hasil:
Setelah …x pertemuan, pasien dapat menerima kehadiran
perawat. Pasien dapat mengungkapkan perasaan dan
keberadaannya saat ini secara verbal:
 Mau membalas salam
 Mau berjabat tangan
 Mau menyebut nama
 Mau tersenyum
 Ada kontak mata
 Mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
(2) Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi
terapeutik

12
 Beri salam dan panggil nama klien
 Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
 Jelaskan maksud hubungan interaksi
 Jelaskan kontrak yang akan dibuat
 Beri rasa aman dan tunjukkan sikap empati
 Lakukan kontak singkat tetapi sering
 Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien.

b) TUK 2
Pasien dapat mengenal halusinasi dan mengontrol
menggunakan cara menghardik.
(1) Kriteria Hasil:
Setelah …x pertemuan, pasien dapat:
 Mengenal halusinasi (waktu, isi, frekuensi, serta
perasaan terhadap halusinasi)
 Menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi dengan
cara pertama menghardik.
(2) Intervensi
 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
 Observasi tingkah laku klien terkait dengan
halusinasinya : bicara dan tertawa tanpa stimulus,
memandang kekiri/ kekanan/ kedepan seolah- olah ada
teman bicara.
 Bantu klien mengenal halusinasinya.
 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan
jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri
dan lain- lain).
 Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika
bermanfaat beri pujian.
 Diskusikan cara baru untuk memutus / mengontrol
timbulnya halusinasi : menghardik

13
c) TUK 3
Pasien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
(1) Kriteria Hasil
Setelah ….x interaksi, pasien menyebutkan:
 Manfaat minum obat
 Kerugian tidak minum obat
 Nama, warna, dosis, efek samping obat
Setelah ….x interaksi, pasien mampu mendemonstrasikan
penggunaan obat dan menyebutkan akibat berhenti minum obat
tanpa konsultasi dokter
(2) Intervensi
 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis,
frekuensi dan manfaat obat.
 Anjurkan klien meminta obat sendiri pada perawat dan
merasakan manfaatnya.
 Anjurkan klien bicara sendiri dengan dokter tentang
manfaat dan efek samping obat yang dirasakan.
 Diskusikan akibat berhenti obat- obat tanpa konsultasi.
 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

14
STRATEGI PELAKSANAAN
HALUSINASI PENDENGARAN

STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP 1) HALUSINASI PENDENGARAN


A. Kondisi
Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mendekatkan
telinga kea rah tertentu, dan menutup telinga. Klien mengatakan mendengar suara-
suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajaknya bercakap-cakap, dan
mendengar suara menyuruh melakukan sesuatau yang berbahaya.

B. Diagnosis Keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

C. Tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan criteria sebagai berikut.
1) Ekspresi wajah bersahabat
2) Menunjukkkan rasa senang
3) Klien bersedia diajak berjabat tangan
4) Klien bersedia menyebutkan nama
5) Ada kontak mata
6) Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat
7) Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya.
b. Membantu klien mengenal halusinasinya
c. Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik halusinasi

D. Intervensi Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar klien.

15
b. Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi halusinasi,
frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi
c. Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Tahapan
tindakan yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut.
1) Jelaskan cara menghardik halusinasi
2) Peragakan cara menghardik halusinasi
3) Minta klien memperagakan ulang
4) Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien yang
sesuai
5) Masukkan dalam jadwal kegiatan klien

E. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, assalamualaikum………….. Boleh Saya kenalan dengan Ibu?
Nama Saya………….. boleh panggil Saya……… Saya Mahasiswa Akper
Muhammadiyah Kendal, Saya sedang praktik di sini dari pukul 08.00 WIB
sampai dengan pukul 13.00 WIB siang. Kalau boleh Saya tahu nama Ibu
siapa dan senang dipanggil dengan sebutan apa?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada
keluhan tidak?”
c. Kontrak
1) Topik
“Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut ibu
sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang
suara dan sesuatu yang selama ini Ibu dengar dan lihat tetapi tidak tampak
wujudnya?”
2) Waktu
“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit?
Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”
3) Tempat
“Di mana kita akan bincang-bincang ???
Bagaimana kalau di ruang tamu saya ???

16
2. Kerja
“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah Ibu melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?”
“Seperti apa yang kelihatan?”
“Apakah terus-menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu saja?”
“Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut?”
“Berapa kali sehari Ibu mengalaminya?”
“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang Ibu rasakan pada saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau bayangan
agar tidak muncul?”
“Ibu ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.”
“Pertama, dengan menghardik suara tersebut.”
“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”
“Keempat, minum obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”
“Caranya seperti ini:
1) Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang dalam hati, “Pergi Saya
tidak mau dengar … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu
diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu peragakan!
Nah begitu………….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
2) Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya tidak
mau lihat………………. Saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-
ulang sampai bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Ibu peragakan! Nah
begitu……….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
3. Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang tidak
dengan latihan tadi?”

17
b. Evaluasi objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu simpulkan
pembicaraan kita tadi.”
“Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu agar tidak
muncul lagi.”
c. Rencana tindak lanjut
“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba cara
tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja
latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian klien, Jika ibu melakukanya secara mandiri makan ibu menuliskan M,
jika ibu melakukannya dibantu atau diingatkan oleh keluarga atau teman maka
ibu buat ibu, Jika ibu tidak melakukanya maka ibu tulis T. apakah ibu
mengerti?).
d. Kontrak yang akan datang
1) Topik
“Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya berbicara
dengan orang lain saat bayangan dan suara-suara itu muncul?”
2) Waktu
“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30 WIB,
bisa?”
3) Tempat
“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya? Sampai
jumpa besok.
Wassalamualaikum,……………

18
STRATEGI PELAKSANAAN 2 (SP 2)
A. Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan mendengar ada suara-suara tapi suara itu tidak jelas

B. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi

C. Tujuan
Ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.

D. Intervensi Keperawatan
Diskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain.

E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


a. Fase Orientasi :
 Salam terapeutik : ” Selamat pagi, mas? Bagaimana kabarnya hari ini? mas
masih ingat dong dengan saya? Ibu sudah mandi belum? Apakah massudah makan?
 Evaluasi validasi : ”bagaimana perasaan mas hari ini? Kemarin kita sudah
berdiskusi tentang halusinasi, apakah mas bisa menjelaskan kepada saya tntang isi
suara-suara yang mas dengar dan apakah mas bisa mempraktekkan cara
mengontrol halusinasi yang pertama yaitu dengan menghardik?”
 Kontrak :
Topik :
”sesuai dengan kontrak kita kemarin, kita akan berbincang-bincang di ruamg tamu
mengenai cara-cara mengontrol suara yang sering mas dengar dulu agar suara itu
tidak muncul lagi dengan cara yang kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain.
Waktu :
Berapa lama kita akan bincang-bincang, bagaimana kalau 10 menit saja,
bagaimana mas setuju?”
Tempat :

19
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau di ruang tamu? mas setuju?”
b. Fase kerja
 ”kalau mas mendengar suara yang kata mas kemarin mengganggu dan membuat
mas jengkel. Apa yang mas lakukan pada saat itu? Apa yang telah saya ajarkan
kemarin apakah sudah dilakukan?”
 ”cara yang kedua adalah mas langsung pergi ke perawat. Katakan pada perawat
bahwa mas mendengar suara. Nanti perawat akan mengajak mas mengobrol
sehingga suara itu hilang dengan sendirinya.
c. Fase terminasi
 Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama. Saya
senag sekali mas mau berbincang-bincang denagan saya. Bagaimana perasaan
mas setelah kita berbincang-bincang?”
 Evaluasi obyektif : ”jadi seperti yang mas katakan tadi, cara yang mas pilih
untuk mengontrol halusinasinya adalah......
 Tindak lanjut : ”nanti kalau suara itu terdengar lagi, mas terus praktekkan cara
yang telah saya ajarkan agar suara tersebut tidak menguasai pikiran mas.”
 Kontrak yang akan datang :
Topik :
”bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang cara mengontrol
halusinasi dengan cara yang ketiga yaitu menyibukkan diri dengan kegiatan
yang bermanfaat.”
waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau besok jam .....? mas setuju?”
tempat :
”besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Termakasih mas
sudah berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”

20
STRATEGI PELAKSANAAN 3 (SP 3)
A. Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan sudah lebih mendengar suara-suara yang tidak jelas

B. Diagnosa Keperawatan : halusinasi

C. Tujuan
Agar klien dapat memahami tentang cara mengontrol halusinasi dengan melakukan
aktifitas / kegiatan harian.

D. Intervensi Keperawatan
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktifitas harian klien.

E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Fase Orientasi :
 Salam terapeutik : ” Selamat pagi, bu? Masih ingat saya ?
 Evaluasi validasi : ”ibu tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya hari
ini ? sudah siap kita berbincang bincang ? masih ingat dengan kesepakatan
kita tadi, apa itu ? apakah mas masih mendengar suara- suara yang kita
bicarakan kemarin
 Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang
tentang suara- suara yang sering mas dengar agar bisa dikendalikan engan
cara melakukan aktifitas / kegiatan harian.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau di ruang tamu? Ibu setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih 10 menit, bagaimana mas setuju?”

21
2. Fase Kerja
 ”cara mengontrol halusinasi ada beberapa cara, kita sudah berdiskusi
tentang cara pertama dan kedua, cara lain dalam mengontrol halusinasi
yaitu caar ketiga adalah mas menyibukkan diri dengan berbagi kegiatan
yang bermanfaat. Jangan biarkan waktu luang untuk melamun saja.”
 ”jika mas mulai mendengar suara-suara, segera menyibukkan diri
dengan kegiatan seperti menyapa, mengepel, atau menyibukkan dengan
kegiatan lain.”

F. Fase Terminasi
 Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama,
saya senag sekali mas mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana
perasaan mas setelah berbincang-bincang?”
 Evaluasi obyektif : ”coba mas jelaskan lagi cara mengontrol halusinasi
yang ketiga?
 Tindak lanjut : ”tolong nanti mas praktekkan cara mengontrol halusinasi
seperti yang sudah diajarkan tadi?
 Kontrak yang akan datang
Topik:
”bagaimana mas kalau kita berbincang-bincang lagi tentang cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang keempat yaitu dengan patuh obat.”
Waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau jam 08.00? ibu setuju?”
Tempat :
”Besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Terimakasih mas
sudah mau berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”

22
STRATEGI PELAKSANAAN 4 (SP 4)

A. Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan sudah lebih mendengar suara-suara yang tidak jelas

B. Diagnosa Keperawatan : halusinasi

C. Tujuan: Agar klien dapat mengontrol halusinasi dengan patuh obat.

D. Intervensi Keperawatan
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh obat yaitu penggunaan obat
secara teratur (jenis, dosis, waktu, manfaat, dan efek samping)

E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Fase Orientasi :
 Salam terapeutik : ” Selamat pagi, mas? Masih ingat saya ???
 Evaluasi validasi : ”mas tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya hari ini ?
sudah siap kita berbincang bincang ? masih ingat dengan kesepakatan kita tadi, apa
itu ? apakah mas masih mendengar suara- suara yang kita bicarakan kemarin.
 Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang tentang
obat-obatgan yang mas minum.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalu di ruang tamu? mas setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih ..... menit, bagaimana mas setuju?”
2. Fase Kerja
”ini obat yang harus diminum oleh mas setiap hari. Obat yang warnanya....ini
namanya....dosisnya.....mg dan yang warna.....dosisnya.....mg. kedua obat ini

23
diminum....sehari siang dan malam, kalau yang warna...minumnya....kali sehari.
Obat yang warnanya....ini berfungsi untuk mengendalikan suara yang sering mas
dengar sedangkan yang warnanya putih agar mas tidak merasa gelisah. Kedua
obat ini mempunyai efek samping diantaranya mulut kering, mual, mengantuk,
ingin meludah terus, kencing tidak lancar. Sudah jelas mas? Tolong nanati mas
sampaikan ke dokter apa yang mas rasakan setelah minum obat ini. Obat ini harus
diminum terus, mungkin berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Kemudian mas
jangan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter, gejala seperti yang mas
alami sekarang akan muncul lagi, jadi ada lima hal yang harus diperhatikan oleh
mas pada saat mionum obat yaitu beanr obat, benar dosis, benar cara, benar waktu
dan benar frekuensi. Ingat ya mas..?!!”
3. Fase Terminasi
 Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama, saya senag
sekali mas mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana perasaan mas setelah
berbincang-bincang?”
 Evaluasi obyektif : ”coba mas jelaskan lagi obat apa yang diminum tadi? Kemudian
berapa dosisnya?
 Tindak lanjut : ”tolong nanti mas minta obat ke perawat kalau saatnya minum obat.”
 Kontrak yang akan datang
Topik:
”bagaimana mas kalau kita akan mengikuti kegiatan TAK (Terapi Aktifitas
Kelompok) yaitu menggambar sambil mendengarkan musik.”
Waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau jam .....? mas setuju?”
Tempat :
”Besok kita akan melakukan kegiatan di ruang makan. Terimakasih mas sudah mau
berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”

24
DAFTAR PUSTAKA

Stuart, Gain., W. (2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan Jiwa Stuart. Jakarta :
Elsevier.
Potter, A. P&Perry,G,A. 2005. Fundamental of Nursing: Concepts, Process and
Practice. Mosby Year Book, St. Louis.
Schultz dan Videback. 1998. Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition.
Lippincott- Raven Publisher: Philadelphia.
Stuart dan Sundeen. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. EGC: Jakarta.
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Edisi 1. Bandung : RSJP Bandung.

25

Anda mungkin juga menyukai