Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL: ANSIETAS

Disusun Oleh

Yeni Efrida (012142084)

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS BINAWAN

TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

I. DEFINISI ANSIETAS
Ansietas merupakan suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena
ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respon (penyebab tidak
spesifik). Perasaan takut dan tidak menentu sebagai sinyal yang menyadarkan
tentang bahaya akan datang dan memperkuat indiividu mmengaambil tindakan
menghadapi ancaman.
Ansietas adalah perasaan was-was, khawatir,atau tidak nyaman seakan-akan
akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman Ansietas berbeda dengan
rasa takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap ssuatu yang berbahaya,
sedangkan ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut (Keliat,
2012).
Ansietas merupakan pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek yang
spesifik sehingga orang merasakan suatu perasaan was-was (khawatir) seolah-olah
ada sesuatu yang buruk akan terjadi dan pada umumnya disertai gejala-gejala
otonomik yang berlangsung beberapa waktu (Pieter, et al 2011)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respon seseorang
berupa rasa khawatir , was-was dan tidak nyaman dalam menghadapi suatu hal
tanpa objek yang jelas.

II. RENTANG RESPON

Adaptif Maladaptif

Ringan Sedang Berat Panik


1. Ansietas Ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan peristiwa
kehidupan sehari-hari. Lapang persepsi melebar dan orang akan
bersikap hati-hati dan waspada. Orang yang mengalami ansietas ringan
akan terdorong untuk menghasilkan kreativitas.
2. Ansietas Sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan perhatian pada hal
yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang
akan mengalami perhatian yang selektif tetapi dapat melakukan sesuatu
yang lebih terarah.
3. Ansietas Berat
Pada ansietas berat lapang persepsi menjadi sangat sempit, individu
cenderung memikirkan hal-hal kecil dan mengabaikan hal-hal lain.
Individu sulit berpikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan
untuk memusatkan perhatian pada area lain.
4. Panik
Dari ansietas berhubungan dengan ketakutan dan merasa diteror,
serta tidak mampu melakukan apapun walaupun dengan pengarahan.
Respon panik dapat meningkatkan aktivitas motorik, menurunkan
kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang,
serta kehilangan pemikiran yang rasional.

III.POHON MASALAH

Gangguan Pola Pikir

Ansietas

Harga Diri Rendah

Koping Individu Tidak Efektif

Kurang Pengetahuan

Penyakit Kronis
IV. PENGKAJIAN
A. Faktor Predisposisi
1. Faktor Biologis
Otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepine. Reseptor ini
membantu mengatur kecemasan. Penghambat GABA juga berperan
utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas
sebagaaimana halnya dengan endorphin. Ansietas mungkin disetai dengan
gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk
mengatasi stressor.
2. Faktor Psikologis
1) Pandangan Psikoanaltik. Ansietas adalah konflik emosional yang
terjadi antara dua elemen kepriadian – id dan superego. Id
mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan
superego mencerminkan hati nurani seseorang menengahi tuntutan
dari elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah
meningkaykan ego bahwa ada bahaya.
2) Pandangan Interpersonal. Ansietas timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.
Ansietas berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti
perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan
spesifik. Orang yang mengalami harga diri rendah terutama mudah
mengalami perkembangan ansietas yang berat.
3) Pandangan Perilaku. Ansietas merupakan produk frustasi yaitu
segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk
mencapai tujjuan yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap
sebagai dorongan belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk
menghindari kepedihan. Individu yang terbiasa dengan kehidupan
dini dihadapkan pada ketakutan berlebihan lebih sering
menunjukkan ansietas dalam kehidupan selanjutnya.
3. Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial budaya dianalisis melalui beberapa teori yaitu
interpersonal dan sosial budaya. Teori interpersonal melihat bahwa
ansietas terjadi karena ketakutan akan penolakkan interpersonal. Teori
ini meyakini pengalaman sesorang yang sulit beadaptasi terhadap
lingkungan sosial budaya tertentu dikarenakan konsep diri dan
mekanisme koping. Stresor sosial dan budaya menjadi ancaman untuk
seseorang dan dapat mempengaruhi berkembangnya perikau
maladaptif dan menjadi onset terjadinya ansietas.
Teori ini juga menyebutkan hubungan interpersonal yang tidak
adekuat pada saat bayi akan menjadi penyebab disfungsi tugas
perkembangan seseorang sesuai dengan usia. Konsep diri negatif sejak
kecil akan menimbulkan kesulitan penyesuaian diri yang terjadi pada
individu terhadap kelompok sosial budayanya.
B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi adalah stimulus internal maupun eksternal yang
mengancam individu. Faktor presipitasi ini disebut sebagai faktor
pencetus atas situasi yang dapat menyebabkan ansietas. Situasi tersebut
atara lain:
1. Kebutuhan dasar manusia yang tidak terpenuhi, seperti makanan,
kenyamanan, dan keamanan.
2. Sisituasi yang berkaitan dengan kerentanan yang mengancam konsep
diri individu; perubahan status dan kehormatan; kegagalan atau
kesuksesan; dilemma etik; kehilangan pengakuan dari orang lain;
konflik dengan nilainilai yang diyakini.
3. Situasi yang berkaitan dengan kehilangan orang yang dicintai akibat
kematian, perceraian, perpisahan, konflik budaya.
4. Situasi yang berkaitan dengan ancaman integritas fisik seperti kondisi
menjelang ajal, prosedur invasif, penyakit, kekerasan fisik, diagnosis
penyakit yang tidak jelas.
5. Situasi yang berkaitan dengan perubahan status sosial ekonomi
sepeti; pengangguran,, promosi jabatan, mutasi pekerjaan.
C. Manifestasi Klinis
1. Tanda Gejala Ansietas Ringan
a. Respon fisiologis: sesekali mengalami napas pendek, naiknya
tekanan darah dan 10 nadi, muka berkerut, bibir bergetar, dan
mengalami gejala pada lambung.
b. Respon kognitif: lapang persepsi yang melebar, dapat menerima
rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah dan dapat
menjelaskan masalah secara efektif.
c. Respon perilaku dan emosi: tidak dapat duduk tenang, tremor
halus pada tangan, suara kadangkadang meninggi.
2. Tanda Gejala Ansietas Sedang
a. Respon fisiologis: sering napas pendek, nadi dan tekanan darah
naik mulut kering, anoreksia, diare, konstipasi dan gelisah.
b. Respon kognitif: lapang persepsi yang menyempit, rangsangan
luar sulit diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatian.
c. Respon perilaku dan emosi: gerakan yang tersentak-sentak,
meremas tangan, sulit tidur, dan perasaan tidak aman.
3. Tanda Gejala Ansietas Berat
a. Respon fisiologis: nafas pendek, nadi dan tekanan darah darah
naik, banyak berkeringat, rasa sakit kepala, penglihatan kabur, dan
mengalami ketegangan.
b. Respon kognitif: lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu
untuk menyelesaikan masalah.
c. Respons perilaku dan emosi: terlihat dari perasaan tidak aman,
verbalisasi yang cepat, dan blocking.
4. Tanda Gejala Panik
a. Respon fisiologis: napas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat,
hipotensi dan koordinasi motorik yang sangat rendah.
b. Respon kognitif: lapang persepsi yang sangat pendek sekali dan
tidak mampu berpikir logis.
c. Respon perilaku dan emosi: terlihat agitasi, mengamuk dan marah-
marah, ketakutan dan berteriak-teriak, blocking, kehilangan
kontrol diri dan memiliki persepsi yang kacau (Pieter, 2011).
D. Sumber Koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan
atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal
dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi,
kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini.
Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi
strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005).
E. Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi
merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau
tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi,
mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola
koping.
Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan
adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok,
olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada
lingkungan.
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik
membutuhkan banyak energi. Menurut Yusuf et. al (2015) mekanisme koping
yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan
yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba
menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif
ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi
kebutuhan.
a Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi
hambatan pemenuhan kebutuhan.
b Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik
untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
c Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek
kebutuhan personal seseorang. 
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak
selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali
digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan
ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah
secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu
apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme
pertahanan klien.
b Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa
pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
c Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan
kesehatan klien.
d Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.

V.DIAGNOSIS
Ansietas
Menurut SDKI, 2017 gejala tanda mayor dan minor ansietas antara lain:
1. Gajala dan Tanda Mayor
a. Subjektif
1) Merasa bingung
2) Merasa khawatir dengan akibat atau kondisi yang dihadapi
3) Sulit berkonsetrasi
b. Objektif
1) Tampak gelisah
2) Tampak tegang
3) Sulit tidur
2. Gejala dan Tanda Minor
a. Subjektif
1) Mengeluh pusing
2) Anoreksia
3) Palpitasi
4) Merasa tidak berdaya
b. Objektif
1) Frekuensi napas meningkat
2) Frekuensi nadi meningkat
3) Tekanan darah meningkat
4) Tremor
5) Diaphoresis
6) Muka tampak pucat
7) Suara bergetar
8) Berorientasi pada masa lalu
9) Kontak mata buruk
VI. INTERVENSI

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan


Keperawatan
1. Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Bina hubungan saling percaya dengan cara
selama 3 kali kunjungan rumah
1. Mengucapkan salam terapeutik
diharapkan klien mampu:
2. Berjabat tangan dan menjelaskan tujuan
1. Mengenal ansietas 3. Membuat kontrak waktu, topik dan tempat setiap kali bertemu klien
2. Mengatasi ansietas melalui reduksi
SP 1: Bantu klien menganal ansietas dengan
(latihan teknik relaksasi)
1. Mengidentifikasi dan menguraikan perasaanya
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
2. Bantu klien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas
selama 3 kali kunjungan rumah
3. Bantu klien mengenal penyebab ansietas
diharapkan keluarga mampu:
4. Bantu klien menyadari perilaku akibat ansietas
1. Mengenal masalah ansietas pada
SP 2 : Reduksi Ansietas
anggota keluarganya
2. Mampu memahami proses terjadinya 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misal. Kondisi, waktu,

masalah ansietas stressor)

3. Mampu merawat anggota keluarga


yang mengalami ansietas 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3. Pahami situasi yang membuat ansietas dengan penuh perhatian
4. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
5. Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan dan
prognosis tentang penyakit
6. Latih teknik relaksasi untuk mengurangi ketegangan

SP Keluarga:

1. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien


2. Diskusikan tentang proses terjadinya ansietas serta tada dan gejala
3. Diskusikan tentang penyebab dan akibat dari ansietas
4. Diskusikan cara merawat klien dengan mengajarkan teknik relaksasi
a. Mengalihkan situasi
b. Latih napas dalam
5. Diskusikan dengan keluarga perilaku klien yang perlu dirujuk dan
bagaimana merujuk klien.
VII. IMPLEMENTASI

1. Tindakan Keperawatan

a. Tahap Pra-interaksi
1) Kesiapan media edukasi
2) Kesiapan diri terkait manajemen emosi diri sendiri
3) Kesiapan ketrampilan memberikan tindakan keperawatan
4) Identifikasi pasien dan identitasnya
b. Tahap interaksi
1) Fase Orientasi
a) Salam Terapeutik
“Assalamualaikum, selamat pagi bu? (berjabat tangan).
Perkenalkan nama saya perawat A, perawat diruangan ini. coba
sebutkan siapa nama ibu dan tanggal lahirnya? saya cek dengan
identitas di gelang ibu ya. Panggilannya ibu siapa?”
b) Evaluasi / validasi
“Bagaimana perasaan ibu pagi ini?”
c) Kontrak
“Baiklah kita diskusikan permasalahan yang ibu rasakan tentang
kekhawatiran ibu menjelang operasi lusa ya bu? ibu ingin kita
berdiskusi berapa lama? bagaimana jika 20 menit? apakah ibu
ingin saya bantu berganti posisi yang nyaman sebelum
berdiskusi?
2) Fase Kerja
“Baiklah, tadi ibu menyampaikan merasa khawatir, gelisah, takut
apakah operasinya akan berjalan dengan baik-baik saja? Situasi
seperti apa yang membuat ibu khawatir seperti ini? nah, bagaimana
dampak yang ibu rasakan ketika perasaan cemas belum teratasi?
oke, ibu berusaha berdoa ya, ibu dapat melanjutkan hal tersebut.
Ada cara lain yang bisa ibu lakukan, caranya dengan ibu
melakukan teknik nafas dalam. Apakah ibu pernah mendengar
sebelumnya? baiklah saya berikan contohnya terlebih dahulu ya bu
(jelaskan sesuai SOP). Ibu dapat melatihnya 4-5 kali dan saat
perasaan cemas itu muncul. Apakah ada yang ingin ditanyakan
bu?”
3) Fase Terminasi
a. Evaluasi respon pasien
“Bagaimana perasaan ibu setelah kembali latihan relaksasi
pernafasan dan berdoa untuk mengurangi kecemasan ibu?”
b. Rencana tindak lanjut
“Ibu dapat melatihnya 4-5 kali dan saat perasaan itu muncul. Ibu
latih sampai ibu merasa lebih tenang kembali. Bagaimana jika
kita jdwalkan untuk latihan bersama ya bu?”
c. Kontrak yang akan datang
“Baiklah bu, diskusi kita hari ini sudah selesai, apakah ada yang
ingin ditanyakan bu? untuk latihan selajutnya kita akan
menggunakan teknik lain ya bu, apakah besok pagi pukul 09.00
bisa bu ?”

VIII. EVALUASI
Evaluasi dan dokumentasi dilakukan pada setiap tahapan proses keperawatan.
Perawat harus mendokumentasikan seluruh kegiatan proses secara
komperhensif. Adapun kriteria hasil yag diharapkan adalah:
1) Tingkat ansietas menurun atau tidak.
2) Kemampuan pasien tentang mengenal masalah ansietas.
3) Kemampua pasien untuk mengatasi ansietas.
4) Klien mampu meningkatkan penggunaan mekanisme koping yang adaptif.
5) Produktifitas klien dapat dilakukan secara optimal oleh klien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Pieter., et al. 2011. Pengantar Psikopatologi untuk Keperawatan. Jakarta:


Kencana.

Keliat, B.A., et al. 2012. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CHMN


(basic course). Jakarta: EGC

Suliswati., et al. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Wuryaningsih, E.W., et al. 2018. Buku Ajar Keperrawatan Kesehatan Jiwa 1.


Jember: UPT Percetakan & Penerbitan Universitas Jember.

Yusuf, Ahmad., et al. 2015. Buku Ajar Kesehatan Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai