Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCULOSIS PARU

Oleh:

YENI EFRIDA

012142084

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS BINAWAN

TAHUN 2022

i
I. LAPORAN PENDAHULUAN TUBERKULOSIS PARU

A. Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai
oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosi jaringan. Penyakit ini bersifat
menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Manurung, 2013).

B. Etiologi

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis sejenis kuman


berbentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai
selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal dan terdiri dari lipoid (terutama asam
mikolat) dengan ukuran panjang 0,5-4 mikron, dan tebal 0,3-0,6 mikron. Kuman
terdiri dari asam lemak, sehingga kuman lebih tahan asam dan tahan terhadap
gangguan kimia dan fisis (Kunoli, 2012).

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi atas :

1. Tuberkulosis paru BTA (+)


Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberculosis aktif.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif.

2. Tuberkulosis paru BTA (-)


Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis
dan kelainan radiologi menunjukkan tuberculosis aktif.

C. Manifestasi klinik

Pada stadium awal penyakit TB paru tidak menunjukkan tanda dan gejala
yang spesifik. Namun seiring dengan perjalanan penyakit akan menambah jaringan
parunya mengalami kerusakan, sehingga dapat meingkatkan produksi sputum yang
ditunjukkan dengan seringnya klien batuk sebagai bentuk kompensasi pengeluaran
dahak.
Selain itu, klien dapat merasa letih, lemah, berkeringat pada malam hari dan
mengalami penurunan berat badan yang berarti. Secara rinci tanda dan gejala TB
paru ini dapat dibagi atas dua golongan yaitu gejala sistemik (demam dan malaise)
dan gejala respiratorik (batuk, batuk darah, sesak nafas, dan nyeri dada).

D. Patofisiologi

Kuman tuberculosis masuk ke dalam tubuh melalui udara pernafasan.


Bakteri yang terhirup akan dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat
dimana mereka berkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Selain itu bakteri
juga dapat di pindahkan melalui sistem limfe dan cairan darah ke bagian tubuh
yang lainnya. Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit menekan banyak bakteri, limfosit spesifik tuberculosis menghancurkan
bakteri dan jaringan normal.

Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli


yang dapat menyebabkan bronchopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2
sampai 10 minggu setelah pemajaman. Massa jaringan baru yang disebut
granuloma merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan sudah mati
dikelilingi oleh makrofag dan membentuk dinding protektif granuloma diubah
menjadi jaringan fibrosa bagian sentral dari fibrosa ini disebut tuberkel. Bakteri
dan makrofag menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju.

Setelah pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit


taktif karena penyakit tidak adekuatnya sistem imun tubuh. Penyakit aktif dapat
juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri. Turbekel memecah,
melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronchi. Tuberkel yang pecah
menyembuh dan membentuk jaringan parut paru yang terinfeksi menjadi lebih
membengkak dan mengakibatkan terjadinya bronchopneumonia lebih lanjut
(Manurung, 2013).
E. Pathway

1
F. Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif
(2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan
terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. Obat utama yang dipakai
dalam terapi Tuberculosis Paru antara lain sebagai berikut :

1. Rifampisin
Rifampisin ; 10 mg/ kg BB, maksima l 600mg 2-3X/ minggu atau (BB >
60 kg : 600 mg, BB 40-60 kg : 450 mg, BB < 40 kg : 300 mg, Dosis
intermiten 600 mg / kali)
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air
mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme
obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita
agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simtomatik ialah :
a. Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
b. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang kadang diare
c. Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

2. Isoniazid (INH)
Dosis yang diberikan untuk obat INH adalah 5 mg/kg BB, maksimal
300mg, 10 mg /kg BB 3 X seminggu, 15 mg/kg BB 2 X semingggu atau
(300 mg/hari untuk dewasa. lntermiten : 600 mg / kali).
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan
vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.
Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra).

2
Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang
lebih 0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik,
hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan
khusus.
3. Pirazinamid
Obat ini digunakan pada saat fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X
semingggu, 50 mg /kg BB 2 X semingggu atau : BB > 60 kg : 1500 mg,
BB 40-60 kg : 1 000 mg, BB < 40 kg : 750 mg
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri
aspirin) dan kadangkadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout,
hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan
asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan
reaksi kulit yang lain.
4. Streptomisin
Pada obat streptomisin ini di berikan dosis 15mg/kgBB atau (BB >60kg :
1000mg, BB 40 - 60 kg : 750 mg, BB < 40 kg : sesuai BB). Efek samping
utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan
meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur
penderita.
5 Etambutol
Untuk obat ini diberikan fase intensif dengan dosis 20mg /kg BB, fase
lanjutan 15 mg/kg BB, 30mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X
seminggu atau : (BB >60kg : 1500 mg, BB 40 -60 kg : 1000 mg, BB < 40
kg : 750 mg, Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali).
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa
berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau.
Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang
dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30
mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan

3
kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan.
Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan
okuler sulit untuk dideteksi

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Anamnesis pada pemeriksaan fisik
2. Laboratorium darah rutin ( LED normal atau meningkat,limfositosis)
3. Foto thoraks PA dan lateral.gambaran foto toraks yang menunjang
diagnosis TB, yaitu :
a. Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus
bawah.
b. Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
c. Adanya kavitas, tunggal atau ganda
d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru
e. Adanya klasifikasi
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
g. Bayangan milier
4. Pemeriksaan sputum BTA
pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak sensitif karena hanya 30-70 persen pasien TB yang
dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini
5. Tes PAP (peroksidase anti peroksidase)
merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen
imunoperoksidase staning untuk menentukan adanyan IgG spesifik
terhadap basil TB
6. Tes mantoux / tuberkulin
7. Teknik polymerase chain reaction
deteksi DNA kuman secara spesifik melalui aplifikasi dalam berbagai
tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme
dalam spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya retensi
8. Becton Dickinson Diagnostik Instrumen System (BACTEC)

4
deteksi grouth index berdasarkan CO2 yang di hasilkan dari metabolisme
asam lemak oleh M. Tuberculosis
9. Enzyme Linked Immunosorbent Assay
deteksi respon humoral memakai antigen-antibody yang terjadi.
Pelaksanaannya rumit dan antibody dapat menetap dalam waktu lama
sehingga menimbulkan masalah

5
II. KONSEP ASKEP PADA PASIEN
DENGAN TUBERKOLOSIS PARU

A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan proses pengumpulan data, verifikasi serta
komunikasi data yang mengenai pasien secara sistematis. Pada fase ini
meliputi pengumpulan data dari sumber primer (pasien), sekunder (keluarga
pasien, tenaga kesehtana), dan analisis data sebagai dasar perumusan diagnose
keperawatan (Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, 2010). Fokus
pengkajian keperawatan pada kasus Tuberkulosis paru (Abdul, 2013) :
1. Data Pasien
Penyakit tuberculosis (TB) dapat menyerang manusia mulai dari usia anak
sampai dewasa dengan perbandingan hampir sama anatar laki-laki dengan
perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang
tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya
cahaya matahari ke dalam rumah sangat minim. Tuberculosis pada anak
dapat terjadi di usia berapapun, namun usia yang paling umum apada usia
dalah antara 1-4 tahun.
2. Riwayat kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain :

a. Demam : subfebris, febris (40-41º) biasanya hilang timbul.


b. Batuk : biasanya terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini
terjadi untuk membuang atau mengeluarkan produksi radang yang
dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulent (menghasilkan
sputum).
c. Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru-paru.
d. Nyeri dada : jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritic.
e. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, sakit
kepala, nyeri otot, dan keringat malam.

6
f. Sianosis, sesak nafas, kolaps : merupakan gejala atelectasis. Bagian dada
pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi
yang sakit. Pada foto thoraks, pada sisi yang sakit tampak bayangan
hitam dan diafragma menunjol ke atas.
g. Perlu ditanya dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini
muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan namun merupakan
penyakit infeksi menular.
3. Riwayat penyakit sebelumnya :
a. Pernah menderita batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat namun tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f. Riwayat vaksinasi yang tidak tertaur

4. Riwayat pengobatan sebelumnya :


a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum
c. Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakit.
d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir
5. Riwayat Sosial Ekonomi :
a. Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja dan
jumlah penghasilan.
b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi dengan
bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang mampu,
masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu
waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan
atau pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.

6. Factor pendukung
a. Riwayat lingkungan.
b. Pola hidup : nutrisi, kebiasaan merokok, minum alcohol, pola istirahat

7
dan tidur, kebersihan diri.
c. Tingkat pengetahuan atau pendidikan pasien dan keluarga tentang
penyakit TBC, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kultur sputum : mikobakterium tuberculosis positif pada tahap akhir
penyakit.

b. Tes tuberculin : Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm


terjadi dalam 48-72 jam).
c. Foto thorax : infiltrasi lesi awal pada area paru atas. Pada tahap ini
tampak gambaran bercak-bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak
jelas. Dapat kavitasi bayangan, berupa cincin. Pada klasifikasi tampak
bayangan bercak- bercak padat dengan densitas tinggi.
d. Bronchografi : untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru
karena TB paru.
e. Darah : peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometry : penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.

8. Pemeriksaan fisik
a. Pada tahap dini sulit diketahui.
b. Ronchi basah, kasar, nyaring.
c. Hipersonor/tympani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi
memberikan suara umforik.
d. Pada keadaan lanjut terjadi atropi, retraksi intercostal, dan fibrosis.
e. Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memverikan suara
pekak).

9. Pola kebiasaan sehari-hari


a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. Sesak nafas
(nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat
pada malam hari.

8
Objektif : takikardi, takipnea/dyspnea saat kerja, irritable, sesak (tahap
lanjut ; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam
subfebris (40-41 ºC) yang terjadi hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif :anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub
kutan.
c. Respirasi
Subjektif : batuk produktif/non produktif, sesak nafas, sakit dada.
Objektif : mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mucoid kuning atau bercak darah,
pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi
basah, kasar di daerah apeks paru, takipnea (penyakit luas
atau fibrosis parenkim paru pleural), sesak nafas,
pengembangan pernafasan tidak simetris (effusi pleura),
perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural),
deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Objektif : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
gelisah,nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke
pleura sehingga timbul pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
Objektif : menyangkal (selama tahan dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.

9
B. Analisa Data

No Data Masalah Etiologi


1. DS: Ketidakefektif Proses infeksi
(tidak tersedia) an bersihan
DO: jalan nafas
- Batuk tidak efektif
- Tidak mampu batuk
- Seputum berlebih
- Mengi,wheezing dan atau
ronkhi
- Mekonium pada jalan
napas(pada neonates

2. DS: hipertermi Proses infeksi


(tidak tersedia)

DO:
- Suhu tubuh diatas nilai
normal
- Kulit merah
- Kejang
- Takikardi
- Takipnea
- Kulit terasa hangat

3. DS: Defisit Nutrisi Faktor Fsikologis


(tidak tersedia)
DO:

- Berat badan menurun


minimal 10 %
4. DS Resiko infeksi peningkatan
(tidak tersedia) paparan

10
DO: organisme
- Batuk- batuk patogen
- Tidak memakai masker (lingkungan)

5. DS: Gangguan Teraphi komplek


Pertukaran dan atau lama
- Menolak menjalani
Gas serta
perawatan /pengobatan
ketidakadekauatan
- Menolak mengikuti anjuran
pemahaman
DO:
- Prilaku tidak mengikuti
program
perawatan/pengobatan
- Prilaku tidak menhikuti
anjuran
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah tahap kedua dalam proses keperawatan dimana
merupakan penialain klinis terhadap kondisi individu, keluarga, atau
komunitas baik yang bersifat actual, resiko, atau masih merupakan gejala.
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung actual maupun potensial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
Penilaian ini berdasarkan pada hasil analisis data pengkajian dengan cara
berpikir kritis. Diagnosa yang ditegakkan dalam masalah ini ialah
ketidakpatuhan pengobatan (Debora, 2017). Berikut diagnosa yang terkait
dengan penyakit tuberculosis adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi
b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor fsikologis
d. Risikoterjadi penularan infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan
organisme patogen lingkungan

e. Ketidakpatuhan Program Pengobatan berhubungan dengan program terapi

11
kompleks dan atau lama serta ketidakadekuatan pemahaman

D. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau perencanaan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan.
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) adalah tolak ukur
yang dipergunakan sebagai pedoman penentuan luaran keperawatan dalam
rangka memberikan asuhan keperawatan yang aman, efektif, dan etis (Tim
Pokja SLKI DPP PPNI, 2018). Ada empat elemen penting yang harus
diperhatikan pada saat membuat perencanaan keperawatan yaitu membuat
prioritas, menetapkan tujuan dan membuat kriteria hasil (Moorhead, 2015).
Merencanakan intervensi keperawatan yang akan diberikan (termasuk
tindakan mandiri dan kolabirasi dengan tenaga kesehatan lainnya), dan
melakukan pendokumentasian (Bulechek, 2015).

Tabel 1
Intervensi Gambaran Asuhan Keperawatan pada Pasien
Tubercolusis
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
(SDKI) Hasil (SIKI)
(SLKI)
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Setelah diberikan Mengidentifikasi dan mengelola jalan nafas
berhubungan dengan hipersekresi jalan tindakan (I.01011)
napas(D.0001) Keperawatan Tindakan
1. Gejala dan tanda mayor diharapkan mampu 1. Observasi
 Subjektif membersihkan sekret  Monitor polas
(tidak tersedia) atau obstruksi jalan napas(Frekuensi,kedalaman,usaha
 Objektif nafas untuk napas)
- Batuk tidak efektif mempertahankan jalan  Monitor bunyi napas

12
- Tidak mampu batuk nafas tetap paten Tambahan(mis,gurgling,mengi,wheezi
- Seputum berlebih ( L.01001) ng,rokhi)
- Mengi,wheezing dan atau Dengan kriteria :  Monitor Seputum
ronkhi a. Batuk efektif (jumlah,warna,aroma)
- Mekonium pada jalan b. Produksi seputum 2. Terapeutik
napas(pada neonates  Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Gejala dan tanda minor dengan head –lift dan chin lift
 Subjektif  Posisikan semi fowler atau fowler
- Dipsnea  Berikan minum hangat
- Sulit bicara  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Ortopnea  Lakukan penghisapan lendir kurang
 Objektif dari 15 detik
- Gelisah  Lakukan hiperoksigenisasi sebelum
- Sianosis penghisapan endotrakeal
- Bunyi napas menurun  Keluarkan sumbatan benda padat
- Prekuensi napas berubah dengan forcep McGill
- Pola napas berubah  Berikan oksigen jika perlu
3. Kondisi klinis terkait
3. Edukasi
 SGB
 Anjurkan asupan cairan 2000
 Sklerosis multipel ml/hari,jika tidak ada kontraindikasi.
 Myastenia gravis  Ajarkan batuk efektif
 Prosedur diagnostik 4. Kolaburasi
 Depresi sistem saraf pusat  Kolaburasi pemberian bronchodilator
 Cedera kepala
 Kuadriplegia
 Sindrom aspirasi mekonium
 Infeksi saluran napas
Hipertermi berhubungan dengan proses Setelah diberikan Mengidentifikasi dan pengelola
infeksi (D.0130) tindakan keperawatan peningkatan suhu tubuh akibat
1. Gejala dan Tanda Mayor suhu tubuh dalam termoregulasi ( I.15506)

13
 Subjektif rentang normal Tindakan
( L.14134) 1. Observasi
(tidak tersedia)
Dengan kriteria :  Identifikasi penyebab hipertermia
 Objektif
a. Menggigil  Monitor suhu tubuh
Suhu tubuh diatas nilai normal menurun  Monitor kadar elektrolit
2. Gejala dan Tanda Minor b. Kulit merah  Monitor haluan urin
menurun
 Subjektif  Monitor komplikasi akibat hiperterma
c. Suhu tubuh
(tidak rentang normal
2. Terapeutik

tersedia)  Sediakan lingkngan yang dingin

 Objektif  Longgarkan atau lepaskan pakaian


 Basahai dan kipasi permukaan tubuh
- Kulit merah
 Berikan cairan oral
- Kejang
 Ganti linen setiap hari atau lebih
- Takikardi
sering jika mengalami hiperhidrosis.
- Takipnea
 Hindari pemberian antipiuretik atau
- Kulit terasa hangat
aspirin
3. Kondisi Klinis Terkait  Berikan oksigenisasi

 Proses infeksi
3. Edukasi
 Hipertiroid  Ajarkan tirah baring
 Stroke 4. Kolaburasi
 Dehidrasi  Kolaburasi pemberian cairan dan
 Trauma elektrolit intravena jika perlu
 Prematuritas
Defisit nutrisi berhubungan dengan nutrisi adekuat untuk Memberikan informasi untuk meningkatkan
ketidakmampuan menelan memenuhi kebutuhan

14
makanan(D.0019) metabolisme(L.03030 kemampuan pemenuhan kebutuhan nutrisi
) Tindakan(I.12395)
1. Gejala dan tanda mayor
Dengan kriteria:
1. Observasi
 Subjektif
 Porsi makan yang  Periksa status gizi,status
(tidak tersedia) dihabiskan alergi,program diet,kebutuhan dan
 Objektif  Berat badan kemampuan pemenuhan kebutuhan
membaik gizi.
- Berat badan menurun minimal 10
 Identifikasi kemampuan dan waktu
%
yang tepat menerima informasi.
2. Gejala dan tanda minor 2. Terapeutik
 Persiapkan materi dan media seperti
 Subjektif
jenis-jenis nutrisi,tabel makanan
- Cepat kenyang setelah makan penukar,cara mengelola, cara
menakar makanan
- Kram/ nyeri abdomen
 Jadwalkan penkes sesuai kesepakatan
- Nafsu makan menurun  Berikan kesempatan untuk bertanya
3. Edukasi
 Jelaskan pada pasien dan keluarga
alergi makanan , makanan yang harus
 Objektif
dihindari, kebutuhan kalori,jenis
- Bising usus hyperaktif makanan yang dibutuhkan pasien
 Ajarkan cara melaksanakan diet
- Otot pengunyah lemah
sesuai program
- Membran mukosa pucat  Jelaskan hal-hal yang dilakukan
sebelum memberikan makanan
- Sariawan
 Demontrasikan cara membersihkan
- Rambut rontok berlebihan mulut
 Demonstrasikan cara mengatur posisi
- Diare
makan
3. Kondisi klinis terkait  Ajarkan pasien/keluarga memonitor

15
 Stroke asupan kalori dan makanan
 Ajarkan pasien/keluarga memantau
 Parkinson
kondisi kekurangan nutrisi
 Mobius sindrom Ajarkan cara memberikan
makanan,menyiapkan makanan sesuai
 Cerebral palsy
program diet

 Cieft lip

 Cieft palate

 Amyotropic lateral scleorosis

 Kerusakan neuromuskular

 Luka bakar

 Kanker

 Infeksi

 AIDS

 Penyakit Crohn’n
Risiko penularan infeksi berhubungan tidak terjadi infeksi Mengajarkan pencegahan dan deteksi dini
peningkatan paparan organisme /drajat infeksi infeksi pada pasien beresiko (I.12406)
patogen lingkungan (D.0142) berdasarkan observasi Tindakan
1. Kondisi klinis terkait atau sumber informasi 1. Observasi
(L.141137)  Periksa kesiapan dan kemampuan
 AIDS
Dengan kriteria : menerima informasi
 Luka bakar a. Kebersihan tangan 2. Terapeutik
kebersihan badan  Siapkan materi,media tentang faktor-
 Penyakit paru
nafsu makan faktor penyeab , cara indentifikasi dan
 DM b.Demam kemerahan pencegahan risiko infeksi dirumah
menurun sakit maupun di rumah.

16
 Tindakan invasif c. Kadar sel darah  Jadwalkan waktu yang tepat untuk
putih meningkat memberikan pendidikan kesehatan
 Kondisi penggunaan
sesuai kesepakatan dengan pasien dan
terapi steroid
keluarga
 Penyalahgunaan obat  Berikan kesempatan untuk bertanya.
3. Edukasi
 KPD
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi lokal
 Kanker dan sistemik
 Informasikan hasil pemeriksaan
 Gagal ginjal
laboratorium
 Imunosupresi  Anjurkan mengikuti tindakan
pencegahan sesuai kondisi
 Leukositopenia
 Anjurkan membatasi pengunjung

 Gangguan fungsi hati  Anjurkan latihan napas dalam dan


batuk sesuai kebutuhan
 Anjurkan kecukupan nutrisi,cairan
dan istrirahat
 Ajarkan cara mencuci tangan
 Ajarkan etika batuk
Ketidakpatuhan Program Pengobatan Setelah dilakukan Meningkatkan prilaku disiplin dalam
berhubungan dengan program terapi tindakan perawatan menjalani program tindakan
kompleks dan atau lama serta prilaku individu dan perawatan/pengobatan yang disepakati
ketidakadekuatan pemahaman(D.0114) atau pemberi asuhan dengan tenaga kesehatan untuk memperoleh
dalam mengikuti hasil yang efektif.
1. Gejala dan tanda mayor
rencana Tindakan
 Subjek perawatan/pengobatan 1. Observasi
- Menolak menjalani perawatan yang disepakati  Identifikasi tingkat pemahaman pada
/pengobatan dengan tenaga penyakit,komplikasi dan pengobatan
- Menolak mengikuti anjuran kesehatan sehingga yang dianjurkan
 Objek hasil  Identifikasi perubahan kondisi
perawatan/pengobatan

17
- Prilaku tidak mengikuti program efektif.(L.12110) kesehatan yang baru dialami
perawatan/pengobatan Dengan kriteria hasil: 2. Terapeutik
- Prilaku tidak menhikuti anjuran a. Kemauan mematuhi  Sediakan informasi tertulis tentang
2. Gejala dan tanda minor progran jadwal pengobatan pasien
 Subjek pengobatan/perawat  Libatkan keluarga sebagai pengawas
( tidak tersedia) an minum obat
b. Resiko komplikasi  Atur jadwal minum obat dengan
 Objek menurun menyesuaikan aktifitas sehari-hari
- tampak tanda/gejala c. Tanda dan gejala pasien jika memungkinkan
penyakit/masalah kesehatan membaik 3. Edukasi
masih ada atau meningkat  Jelaskan pentingnya mengikuti
- Tampak komplikasi pengobatan sesuai dengan program
penyakit/masalah kesehatan  Jelaskan akibat yang mungkin terjadi
menetap atau meningkat jika tidak mematuhi pengobatan
3. Kondisi klinis terkait  Jelaskan strategi mendapatkan obat
 Kondisi baru secara kontinue
terdiagnosis penyakit  Anjurkan menyediakan intruksi
 Kondisi penyakit kronis penggunaan obat

 Masalah kesehatan yang  Ajarkan strategi untuk

membutuhkan perubahan pola mem[ertahankan atau memperbaiki

hidup kepatuhan pengobatan.


Sumber : Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018 & Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

E. Implementasi
Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap ini
muncul jika perencanaan yang dibuat di aplikasikan pada klien. Implementasi
terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan yang merupakan tindakan
keperawatan khusus yang digunakan untuk melaksanakan intervensi. Tindakan
yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan urutan yang
telah dibuat pada perencanaan. Implementasi keperawatan membutuhkan
fleksibilitas dan kreativitas dimana aplikasi yang akan dilakukan pada klien

18
akan berbeda, disesuaikan dengan kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang
paling dirasakan oleh klien (Debora, 2017).
F. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini perawat
membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang
sudah ditetapkan.Evaluasi adalah proses berkelanjutan yaitu proses yang
digunakan untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui
(1) kesesuaian tindakan keperawatan,(2) perbaikan tindakan keperawatan, (3)
kebutuhan klien saat ini, (4) perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain, dan
(5) apakah perlu menyusun ulang priorotas diagnose supaya kebutuhan klien
bisa terpenuhi. Selain digunakan untuk mengevaluasi tindakan keperawatan
yang sudah dilakukan, evaluasi juga digunakan untuk memeriksa sumua proses
keperawatan (Debora, 20)

19
DAFTAR PUSTAKA
PPNI,(2018).Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia ,jilid 1. PPNI,
(2018).Standar Luaran Keperawatan Indonesia , jilid 1 cetakan 11 PPNI,
(2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia , jilid 1 cetakan 11Aditama,
TY. (2005). Tuberkulosis Paru: Masalah dan penanggulangannya. Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta. Alpers.
Alsagaff, H dan Mukty, A. (2006). Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press

Bulechek, G.M., Butcher, H., Dochterman, J.M. 2013. Nursing Intervention


Classification (NIC). 6th Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh
Nurjannah, I.,Tumanggor,R.D. 2016. Nursing Intervention Classification
(NIC). Edisi Indonesia Keenam. Yogyakarta: CV. Mocomedia.
Depkes RI. (2011). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan 2011. [Serial Online]
Diunduh dari
http://www.dokternida.rekansejawat.com/dokumen/DEPKES-Pedoman-
Nasional-Penanggulangan-TBC-2011-Dokternida.com.pdf Diakses tanggal
12 Oktober 2017.
Departemen Kesehatan. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Jakarta
Depkes RI. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis.
Jakarta:Depkes RI.
Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis.
Jakarta:Depkes RI.
Doenges E Marilyn.1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta: EGC.
Evelyn CP, 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. Gramedia
Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC. 74,76, 80-81, 244, 248, 606,636,1070,1340.
Hiswani. 2009. Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi
Masalah Kesehatan Masyarakat.
20
http://library.usu.ac.id/download/fkmhiswani-6.pdf 2009.
Irman Somantri, S,Kp. M. Kep. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan pada Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta

PPTI. 2011. Buku Saku TBC Bagi Masyarakat. Denpasar:PPTI.


Price & Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC.

Santa Manurung dkk, (2009). Gangguan Sistem Pernafasan Akibat


Infeksi,CV.Trans Info Medika: Jakarta – timur.
Sudoyo, A.,dkk. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing,
Jakarta.
Susan Martin Tucker.1998. Standar perawatan Pasien: proses keperawatan,
diagnosis, dan evaluasi. Ed5. Jakarta:EGC.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta;EGC
Smeltzer c Suzanne.2002. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta:EGC.
WHO. (2010). Multidrug and extensively drug-resistant TB (M/XDR-TB). 2010
Global Report On Surveillance And Response. ISBN 978 92 4 159919 1
[Serial On Line]
Diunduh dari
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/44286/1/9789241599191_eng.pdf
Diakses tanggal 12 Oktober 2017.

21

Anda mungkin juga menyukai