Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERKULOSIS

Nama : Fannisa Diah Izzhaty


Nim : 19020027

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERKULOSIS

1.1 Definisi
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium tuberculosis. Basil ini juga bisa menyerang organ lain selain paru,
contohnya adalah ginjal, otak , dan tulang belakang.
Tuberkulosis merupakan salah satu pernapasan bagian bawah. Di Indonesia,
penyakit ini merupakan penyakit infeksi terpenting setelah eradikasi penyakit
malaria (Amir, 2017).

1.2 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar
ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria tuberculosis yaitu Tipe Human dan
Tipe Bovin.
Basil Tipe Bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis
tuberkulosis usus. Basil Tipe Human bisa berada di bercak ludah (droplet) dan di
udara yang berasal dari penderita TBC, dan orang yang terkena rentan terinfeksi
bila menghirupnya. (Wim de Jong, 2015)
Setelah organism terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan
hidup dan menyebar ke nodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah
ini dapat menyebabkan TB pada organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan
sampai bertahun-tahun. (Patrick Davey).
Selain daripada faktor-faktor etiologi, terdapat juga beberapa faktor risiko
yang dapat memicu terjadinya TB.
a. Jenis Kelamin
Ratio laki-laki dan perempuan terhadap prevalensi TB adalah 1,5-2,1 di
seluruh dunia. (Aris, 2016)
b. Umur
Di indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia
produktif yaitu 15-50 tahun. Anak-anak memiliki risiko yang cukup tinggi
untuk terkena TB karena sistem imunnya yang belum sempurna.
c. Status Gizi
Secara teori, malnutrisi akan berdampak dalam melemahnya daya tahan
tubuh. Saat daya tubuh melemah maka akan semakin mudah terinfeksi TB.
d. Sosial Ekonomi
Prevalensi masyarakat yang berasal dari kalangan sosioekonomi rendah lebih
banyak terserang penyakit TB dibandingkan dengan masyarakat di kalangan
sosioekonomi menengah tinggi. Hal ini berpengaruh terhadap lingkungan
yang tidak bersih dan pemukiman yang terlampau padat sehingga hal ini
mempengaruhi juga dalam hal bahan bakar memasak yang digunakan.
Lingkungan yang tidak bersih dan pemukimn yang terlampau padat menjadi
sangat potensial dalam hal penyebaran kuman TB. (Amir,2017).
e. Pendidikan
Status pendidikan seseorang juga dapat menjadi faktor risiko seseorang
terkena TB. Rendahnya pendidikan seseorang mempengaruhi sikap seseorang
tersebut dalam mencari tahu mengenai kesehatannya. Hal tersebut juga
berpengaruh dalam mencari pelayanan kesehatan. (Amir,2017)
f. Diabetes
Data menunjukkan bahwa orang yang menderita diabetes akan beresiko tiga
kali lipat untuk terserang TB dibandingkan orang yang tidak menderita
diabetes. Beberapa penelitian juga mengatakan bahwa risiko kematian pasien
TB yang menderita diabetes 1,89 kali lebih tinggi dibandingkan pasien TB
yang tidak menderita diabetes (Aris, 2016).
g. Faktor Toksik
Kebiasaan merokok dan meminum alkohol juga merupakan faktor risiko
seseorang lebih mudah terkena TB karena sistem imunnya melemah. Risiko
orang yang merokok 2,3-2,7 kali lebih tinggi dibandingkan yang tidak
merokok untuk terkena TB. Sedangkan risiko orang yang rutin meminum
alkohol dibandingkan orang yang tidak minum alkohol untuk terkena TB
adalah 2,6 kali lebih tinggi (Aris, 2016).

1.3 Manifestasi Klinis


Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih.
Gejala tambahan yaitu :
a. Dahak bercampur darah
b. Sesak nafas
c. Nafsu makan menurun,
d. Berat badan menurun
e. Malaise
f. Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik
g. Demam, meriang lebih dari satu bulan.
h. Anoreksia
i. Peningkatan frekuensi pernapasan
j. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi
k. Tanda gejala yang umum adalah pucat, anemia, Kelemahan, dan penurunan
berat badan
1.4 Patofisiologi
1.5 Pathway
1.6 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer (2015), pemeriksaan diagnostikyang dilakukn pada klien
dengan tuberkulosis paru yaitu,
a. Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkat, limfositosis
b. Pemeriksaan Sputum BTA
Untuk memastikan diagnostik TB paru, namun pemeriksaan ini tidak spesifik
karena hanya 30-70% pasien yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
d. Tes Mantoux/Tuberkulin
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB
e. Tehnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya
satu mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi
f. Becton Dickincon Diagnostic Instrument Sistem (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dalam metabolisme
asam lemak oleh mikobakterium tuberculosis.
g. Mycodot
Deteksi antibodi memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada suatu
alat berbentuk ssperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah memadai
memakai warna sisir akan berubah.
h. Pemeriksaan radiologi : Rontgen Thorax
Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu :
a) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apikal lobus bawah.
b) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular)
c) Adanya kavitas, tunggal atau ganda
d) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
e) Adanya klasifikasi
f) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian

1.7 Diagnosa Banding


Diagnosis banding Tuberkulosis paru (TB paru) dibuat berdasarkan gambaran klinis
yang muncul. Beberapa penyakit yang bisa didiagnosis banding dengan TB paru
adalah:
1. Blastomikosis
Blastomycosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi dari Blastomyces
dermatitidis, penyakit ini terutama menyerang paru-paru dan kemudian dapat
menyebar ke seluruh tubuh lewat mengalirnya darah.
2. Tularemia
Tularemia merupakan penyakit menular yang langka yang dapat menyerang kulit,
mata dan paru-paru. Tularemia, sering disebut demam kelinci, disebabkan oleh
bakteri Francisella tularensis. Penyakit ini, mempengaruhi mamalia, terutama
tikus dan kelinci, meskipun juga dapat menginfeksi burung, reptil dan ikan.
3. Aktinomikosis
Aktinomikosis merupakan infeksi kronis subakut yang disebabkan oleh bakteri
genus Actinomyces. Infeksi ini ditandai dengan pembengkakan yang terpusat atau
terlokalisasi pada suatu tempat, disertai pembentukan nanah akibat proses radang
(supurasi), fibrosis, terbentuknya abses, serta keluarnya cairan yang mengandung
granul sulfur dari saluran nanah (sinus) pada abses.

1.8 Komplikasi
Menurut Depkes RI (2005), komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
a. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
c. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Pneumothorax (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal
1.9 Penatalaksanaan
Pengobatan Tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat
utama dan tambahan (Amin, 2015).
1. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
a. Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, besifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Sangat efektif terhadap
kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang.
Dosis 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10mg/kg BB 3 kali seminggu, 15 mg/kg
BB 2 kali seminggu.
b. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh
oleh isoniasid.
Dosis 10 mg/kg BB, maksimal 600mg 2-3 kali/seminggu atau
BB > 60kg = 600 mg
BB 40-60 kg = 450 mg
BB < 40 kg = 300 mg
c. Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana
asam.
Dosis fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 kali seminggu, 50 mg/kg BB
2 kali seminggu, atau
BB > 60kg = 1500 mg
BB 40-60 kg = 1000 mg
BB < 40 kg = 750 mg
d. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid.
Dosis 15 mg/kg BB atau
BB > 60kg = 1000 mg
BB 40-60 kg = 750 mg
BB < 40 kg = sesuai BB
e. Etambutol (E)
Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik).
Dosis fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutan 15mg/kg BB, 30mg/kg BB 3
kali seminggu, 45 mg/kg BB 2 kali seminggu, atau
BB > 60 kg = 1500 mg
BB 40-60 kg = 1000 mg
BB < 40 kg = 750 mg
2. Tahap Pengobatan
Pengobatan Tuberkulosis diberikan dalam 2 tahap yaitu :
a. Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti Tuberculosis (OAT).
b. Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang lebih
lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistem (dormant)
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
3. Evaluasi Pengobatan
Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis (hilangnya keluhan,
nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain), berkurangnya kelainan
radiologis paru dan konversi sputum menjadi negatif. Kontrol terhadap sputum
BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6. Pada yang memakai
paduan obat 8 bulan sputum BTA diperiksa pada akhir bulan ke 2, 5, dan 8.
Biakan BTA dilakukan pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan.
Pemeriksaan resistensi dilakukan pada pasien baru yang bTA-nya masih positif
setelah tahap intensif dan pada awal terapi pasien yang mendapat pengobatan ulag
(retreatment).

1.10 Konsep Keperawatan


1.1.1 Pengkajian
a. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.
b. Keluhan Utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta pertolongan
dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1) Keluhan respiratoris, meliputi:
a) Batuk, nonproduktif/ produktif atau sputum bercampur darah
b) Batuk darah, seberapa banyak darah yang keluar atau hanya berupa blood
streak, berupa garis, atau bercak-bercak darah
c) Sesak napas, nyeri dada
2) Keluhan sistematis, meliputi:
a) Demam, timbul pada sore atau malam hari mirip demam influenza, hilang
timbul, dan semakin lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa
bebas serangan semakin pendek
b) Keluhan sistemis lain: keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan
dan malaise.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam
melengkapi pengkajian.
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab
sesak napas, apakah sesak napas berkurang apabila beristirahat?
2) Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau
digambarkan klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam
melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi yang enak dalam
melakukan pernapasan?
3) Region: di mana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
4) Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien?
5) Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari, apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan
atau seketika itu juga, apakah timbul gejala secara terus-menerus atau hilang
timbul (intermitten), apa yang sedang dilakukan klien saat gejala timbul, lama
timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut pertama kali timbul (onset).
d. Riwayat penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya
klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil,
tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang
memperberat TB paru seperti diabetes mellitus.
e. Riwayat penyakit Keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan
apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor
predisposisi di dalam rumah
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum dan Tanda Vital
Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara selintas
pandang dengan menilai keadaaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu di
nilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas compos mentis,
apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma.
TTV :
Suhu : Terjadi peningkatan suhu tubuh
Nadi : Denyut nadi meningkat seirama dengan frekuensi napas dan suhu
tubuh
RR : frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak napas
TD : tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyulit seperti
hipertensi.
2) B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan fokus
yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
a) Inspeksi
Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Sekilas pandang klien
dengan TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan
proporsi diameter lateral. Saat melakukan pengkajian batuk pada klien
dengan TB paru, biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai
adanya peningkatan produksi secret dan sekresi sputum yang purulen.
Periksa jumlah produksi sputum, terutama apabila TB paru disertai
adanya brokhiektasis yang membuat klien akan mengalami peningkatan
produksi sputum yang sangat banyak. Perawat perlu mengukur jumlah
produksi sputum per hari sebagai penunjang evaluasi terhadap intervensi
keperawatan yang telah diberikan.
b) Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa
komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas
biasanya normal seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya
penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada klien
TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas. Getaran suara
(fremitus vokal).
c) Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan
didapatkan resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien
dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan
didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sesuai banyaknya
akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka
didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil yang
mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.
d) Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi)
pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya
ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien berbica
disebut sebagai resonan vokal. Klien dengan TB paru yang disertai
komplikasi seperti efusi pleura dan pneumopthoraks akan didapatkan
penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.
3) B2 (Blood)
Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:
a) Inspeksi : tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.
b) Palpasi : Denyut nadi perifer melemah.
c) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi
pleura masif mendorong ke sisi sehat.
d) Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.
4) B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis dengan GCS (4-5-6), ditemukan adanya
sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian
objektif, klien tampak dengan meringis, menangis, merintih, meregang, dan
menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan
adanya kengjungtiva anemis pada TB paru dengan gangguan fungsi hati
5) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan
urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal
masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama rifampisin.
6) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan, dan penurunan
berat badan.
7) B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala
yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup
menetap, jadwal olahraga menjadi tak teratur.

1.1.2 Diagnosa Keperawatan


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme (00030)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakadekuatan intake nutrisi (00002)
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen (00094)

1.1.3 Perencanaan
DIAGNOSA NOC NIC
Ketidak efektifan Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan napas
bersihan jalan nafas keperawatan selama 3x24 (3140)
berhubungan dengan jam ketidakefektifan a) Lakukan
bronkospasme bersihan jalan napas fisioterapi dada
teratasi dengan kriteria b) Buang sekret
hasil : dengan
Status pernapasan : memotivasi
kepatenan jalan napas pasien untuk
(0410) melakukan batuk
a) Frekuensi pernafasan c) Instruksikan
bagaimana agar
b) Irama pernafasan bisa melakukan
c) Kedalaman inspirasi batuk efektif
d) Kemampuan untuk d) Auskultasi suar
mengeluarkan sekret nafas, catat area
e) Suara nafas tambahan yang ventilasinya
menurun atau
tidak ada dan
adanya suara
tambahan
e) Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen gangguan
nutrisi kurang dari keperawatan selama makan (1030)
kebutuhan tubuh 3x24jam diharapkan 1. Monitor asupan kalori
berhubungan dengan klien dapat terpenuhi 2. Observasi klien
ketidakadekuatan intake kebutuhan nutrisinya, selama dan setelah
nutrisi dengan kriteria hasil : pemberian makan
Status nutrisi (1004) untuk meyakinkan
a) Asupan Gizi bahwa asupan
b) Asupan makanan makanan cukup
c) Asupan Cairan tercapai dan
Nafsu makan (1014) dipertahankan.
a) Intake makanan 3. Timbang berat badan
b) Intake nutrisi pasien secara rutin
c) Intake cairan (pada hari yang sama
dan setelah
BAB/BAK)
4. Monitor intake dan
asupan cairan secara
tepat
5. Ajarkan dan dukung
konsep nutrisi yang
baik dengan klien
Rundingkan dengan ahli
gizi dalam menentukan
asupan kalori harian yang
diperlukan
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan Terapi aktivitas (4310)
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 a) Pertimbangkan
ketidak seimbangan jam, kemampuan
suplai dan kebutuhan Toleransi terhadap klienterhadap
oksigen aktivitas (0005) aktivitas
a) Saturasi oksigen b) Bantu klien dengan
ketika beraktifitas aktifitas fisik secara
b) Frekuensi nadi ketika teratur
beraktifitas c) Instruksikan klien
c) Tekanan darah dengan keluarga
sistolik ketika terkait aktifitas yang
beraktifitas diinginkan
d) Tekanan diastolik d) Rujuk ke pusat
ketika beraktifitas komunitas atau
program aktivitas
komunitas maupun
terapis jika
diperlukan
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Y. (2017). Keberhasilan Directly Observed Therapy (DOT). Jakarta :
Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI.
Aris, M. (2016). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penularan Tuberkulosis Paru.
Yogyakarta : Universitas Gajah Mada
Bahar, A. (2017). Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai
penerbit FKUI.
Mansjoer, Arif, dkk. 2015. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Jilid 1 dan 2. Jakarta :
FKUI.
Moorhead, Sue, et al. 2013. Nursing Outcome Classification. ELSEVIER
Wim de Jong et al. (2015). Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai