Anda di halaman 1dari 32

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosa, mycobacterium bovis serta Mycobacterium avium, tetapi lebih

sering  disebakan oleh Mycobacterium tuberculosa. Pada tahun 1993, WHO telah

mencanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis di dunia, karena pada

sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis menjadi tidak terkendali. Di

Indonesia sendiri, penyakit tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang

utama. Pada tahun 1995, hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT),

menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor

tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada

semua kelompok umur.

Di Indonesia sendiri, karena sulitnya mendiagnosa tuberkulosis pada anak,

maka angka kejadian tuiberkulosis pada anak belum diketahui pasti, namun bila

angka kejadian tuberkulosis dewasa tinggi dapat diperkirakan kejadian

tuberkulosis pada anak akan tinggi pula. Hal ini terjadi karena setiap orang

dewasa dengan BTA positif akan menularkan pada 10-15 orang dilingkungannya,

terutama anak-anak (Depkes RI, 2019).

Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh

nesar terhadap status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2017). Lingkungan

rumah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran kuman

tuberkulosis. Kuman tuberkulosis dapat hidup selama 1 – 2 jam bahkan sampai

beberapa hari hingga berminggu-minggu tergantung pada ada tidaknya sinar

1
2

ultraviolet, ventilasi yang baik, kelembaban, suhu rumah dan kepadatan penghuni

rumah.

1.2  Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu :

1. Untuk Mengetahui pengertian dari penyakit Tuberculosis

2. Untuk Mengetahui Klasifikasi dari penyakit Tuberculosis

3. Untuk Mengetahui Etiologi dari penyakit Tuberculosis

4. Untuk Mengetahui Patofisiologi dari penyakit Tuberculosis

5. Untuk Mengetahui cara penularan penyakit Tuberculosis

6. Untuk Mengetahui gejala dari penyakit Tuberculosis

7. Untuk Mengetahui Diagnosa penyakit Tuberculosis

8. Untuk Mengetahui Manifestasi klinis Penyakit Tuberculosis

9. Untuk Mengetahui Pencegahan Penyakit Tuberculosis

10. Untuk Mengetahui pengobatan Penyakit Tuberculosis


3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Kuman tersebut masuk ke

dalam tubuh manusia melalui udara ke dalam paru-paru,dan menyebar

dari paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui peredaran darah seperti

kelenjar limfe, saluran pernapasan atau penyebaran langsung ke organ

tubuh lainnya (Febrian, 2015).

TB merupakan penyakit infeksi kronis yang sering terjadi atau

ditemukan di tempat tinggal dengan lingkungan padat penduduk atau

daerah urban, yang kemungkinan besar telah mempermudah proses

penularan dan berperan terhadap peningkatan jumlah kasus TB (Ganis

Indriati, 2015).

2.2 Klasifikasi Penyakit Dan Tipe Pasien

Menurut Depkes (2016), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:

1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

a) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang

menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput

paru) dan kelenjar pada hilus.

b) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh

lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung

(pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,

saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.


4

2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada

TB Paru:

a. Tuberkulosis paru BTA positif.

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

positif.

b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis.

c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB

positif.

d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen

dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif

dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

b. Tuberkulosis paru BTA negatif

a) Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.

b) Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.

 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi

pengobatan.

3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit

a) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat

keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat

bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru


5

yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum

pasien buruk.

b) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan

penyakitnya, yaitu:

 TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis

eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan

kelenjar adrenal.

 TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,

peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB

usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

4. Tipe Pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.

Ada beberapa tipe pasien yaitu:

 Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

 Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau

pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan

atau kultur).

 Kasus setelah putus berobat (Default )

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih

dengan BTA positif.


6

 Kasus setelah gagal (failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau

kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama

pengobatan.

 Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB

lain untuk melanjutkan pengobatannya.

 Kasus lain :

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam

kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil

pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

2.3 Etiologi

Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis

kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal

0,3-0,6/Um. Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae complex

adalah:

1. M. Tuberculosae

2. Varian Asian

3. Varian African I

4. Varian African II

5. M. bovis.

Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang

membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut

bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia
7

dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam

keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi

karena kuman bersifat dormant, tertidur lama selama bertahun-tahun dan

dapat bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam

jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma

makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian

disenanginya karena banyak mengandung lipid (Wahid & Suprapto, 2013).

Cara penularan TB  (Depkes, 2016)

a) Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

b) Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara

dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

c) Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak

berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah

percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.

Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang

gelap dan lembab.

d) Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil

pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

e) Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan

oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara

tersebut.
8

2.4 Patofisiologi

Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan,

saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi

tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet

yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang

terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin,

yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.

Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas

perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya

sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal,

melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan

limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat)

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif

padat dan seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang

mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri

dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan

granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan

membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru

dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening

regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn   respon lain yang dapat

terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas

kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang

dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan

trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari
9

paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.

Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan

meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat

menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan

rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat

mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan

perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini

dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan

dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat

menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos

dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil

dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini

dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri.

Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya

menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak

pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular

dan tersebar ke organ-organ tubuh.

Pathway
10

Pathway TBC (Tuberkulosis)

2.5 Manifestasi Klinis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu

atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak

bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan

menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa

kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2016).
11

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam

atau malah banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali

dalam pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai

(Ardiansyah, 2012):

1. Demam

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang

dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh

sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya

sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.

2. Batuk/Batuk Darah

Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk

membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap

penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah

penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-

minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang adalah

berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.

Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi

dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

3. Sesak Napas

Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas.

Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang

infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.


12

4. Nyeri Dada

Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang

sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan

kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.

5. Malaise

Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise

sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin

kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat

pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin

berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

2.6 Komplikasi

Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2016) :

1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan

nafas.

2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.

3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan

jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan

karena kerusakan jaringan paru.

2. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.

3. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)


13

2.7 Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis TB menurut Depkes (2016):

1. Diagnosis TB paru

a) Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu

sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).

b) Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya

kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui

pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.

Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat

digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan

indikasinya.

c) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto

toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas

pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

d) Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas

penyakit.

e) Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB

paru.

2. Diagnosis TB ekstra paru.

a) Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk

pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran

kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang

belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya.


14

b) Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat

ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan

menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis

tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan

ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi

anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.

2.8 Penatalaksanaan

1. Tujuan Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan

mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

2. Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai

berikut:

a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,

dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori

pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian

OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan

dan sangat dianjurkan.

b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan

pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh

seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan

lanjutan.
15

1) Tahap awal (intensif)

 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari

dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya

resistensi obat.

 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara

tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam

kurun waktu 2 minggu.

 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif

(konversi) dalam 2 bulan.

2) Tahap Lanjutan

 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,

namun dalam jangka waktu yang lebih lama

 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister

sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

3. Jenis, sifat dan dosis OAT

4. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

a) Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis di Indonesia:

 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
16

 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan

(HRZE)

 Kategori Anak: 2HRZ/4HR

b) Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket

berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori

anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.

Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam

satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan

ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

c) Paket Kombipak.

Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid,

Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan

program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT

KDT. Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan

untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan

(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1)

pasien dalam satu (1) masa pengobatan. KDT mempunyai beberapa

keuntungan dalam pengobatan TB:

1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga

menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.

2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko

terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan

penulisan resep
17

3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian

obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

2.9 Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas

Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin,

tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi

menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang

dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan

penderita TB patu yang lain.

b. Riwayat penyakit sekarang

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit

yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri

dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan

meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.

c. Riwayat penyakit dahulu

Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh

penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara

lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.

d. Riwayat penyakit keluarga

Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang

menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan

penularannya.
18

e. Riwayat psikososial

Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan

sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk

dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru

yang lain

f. Pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang

berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi

udara dan tinggal dirumah yang sumpek.

2) Pola nutrisi dan metabolik

Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu

makan menurun.

3) Pola eliminasi

Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam

miksi maupun defekasi

4) Pola aktivitas dan latihan

Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan

menganggu aktivitas

5) Pola tidur dan istirahat

Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB

paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan

istirahat.
19

6) Pola hubungan dan peran

Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena

penyakit menular.

7) Pola sensori dan kognitif

Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan

pendengaran) tidak ada gangguan.

8) Pola persepsi dan konsep diri

Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan

emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.

9) Pola reproduksi dan seksual

Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan

berubah karena kelemahan dan nyeri dada.

10) Pola penanggulangan stress

Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan

mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan

penolakan terhadap pengobatan.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan

terganggunya aktifitas ibadah klien.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi

sekret kental atau sekret darah

2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran

alveoler-kapiler
20

3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan anoreksia

4) Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis

5) Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi


21

3. Rencana Keperawatan

TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
HASIL (NOC) (NIC)
1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : NIC :

 Respiratory status : Ventilation Airway suction

Definisi : Ketidakmampuan untuk  Respiratory status : Airway 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal

membersihkan sekresi atau obstruksi patency suctioning

dari saluran pernafasan untuk  Aspiration Control 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan

mempertahankan kebersihan jalan sesudah suctioning.

nafas. Kriteria Hasil : 3. Informasikan pada klien dan keluarga

 Mendemonstrasikan batuk tentang suctioning

Batasan Karakteristik : efektif dan suara nafas yang 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction

 Dispneu, Penurunan suara nafas bersih, tidak ada sianosis dan dilakukan.

 Orthopneu dyspneu (mampu mengeluarkan 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal

 Cyanosis sputum, mampu bernafas dengan untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal


22

 Kelainan suara nafas (rales, mudah, tidak ada pursed lips) 6. Gunakan alat yang steril sitiap

wheezing)  Menunjukkan jalan nafas yang melakukan tindakan

 Kesulitan berbicara paten (klien tidak merasa 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan

 Batuk, tidak efekotif atau tidak tercekik, irama nafas, frekuensi napas dalam setelah kateter dikeluarkan

ada pernafasan dalam rentang dari nasotrakeal

 Mata melebar normal, tidak ada suara nafas 8. Monitor status oksigen pasien

 Produksi sputum abnormal) 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara

 Gelisah  Mampu mengidentifikasikan dan melakukan suksion

 Perubahan frekuensi dan irama mencegah factor yang dapat 10. Hentikan suksion dan berikan oksigen

nafas menghambat jalan nafas apabila pasien menunjukkan bradikardi,

peningkatan saturasi O2, dll.

Faktor-faktor yang berhubungan:

 Lingkungan : merokok, Airway Management

menghirup asap rokok, perokok 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
23

pasif-POK, infeksi atau jaw thrust bila perlu

 Fisiologis : disfungsi 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan

neuromuskular, hiperplasia ventilasi

dinding bronkus, alergi jalan 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan

nafas, asma. alat jalan nafas buatan

 Obstruksi jalan nafas : spasme 4. Pasang mayo bila perlu

jalan nafas, sekresi tertahan, 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

banyaknya mukus, adanya jalan 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau

nafas buatan, sekresi bronkus, suction

adanya eksudat di alveolus, 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara

adanya benda asing di jalan nafas. tambahan

8. Lakukan suction pada mayo

9. Berikan bronkodilator bila perlu

10. Berikan pelembab udara Kassa basah


24

NaCl Lembab

11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan

keseimbangan.

12. Monitor respirasi dan status O2

2. Gangguan Pertukaran gas NOC : NIC :

Definisi : Kelebihan atau kekurangan  Respiratory Status : Gas Airway Management

dalam oksigenasi dan atau pengeluaran exchange 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift

karbondioksida di dalam membran  Respiratory Status : ventilation atau jaw thrust bila perlu

kapiler alveoli  Vital Sign Status 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan

Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : ventilasi

 Gangguan penglihatan  Mendemonstrasikan 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan

 Penurunan CO2 peningkatan ventilasi dan alat jalan nafas buatan

 Takikardi oksigenasi yang adekuat 4. Pasang mayo bila perlu

 Hiperkapnia 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu


 Memelihara kebersihan paru
25

 Keletihan paru dan bebas dari tanda tanda 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau

 somnolen distress pernafasan suction

 Iritabilitas  Mendemonstrasikan batuk 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara

 Hypoxia efektif dan suara nafas yang tambahan

 kebingungan bersih, tidak ada sianosis dan 8. Lakukan suction pada mayo

 Dyspnoe dyspneu (mampu 9. Berika bronkodilator bial perlu

 nasal faring mengeluarkan sputum, mampu 10. Barikan pelembab udara

 AGD Normal bernafas dengan mudah, tidak 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan

 sianosis ada pursed lips) keseimbangan.

 warna kulit abnormal (pucat,  Tanda tanda vital dalam 12. Monitor respirasi dan status O2

kehitaman) rentang normal

 Hipoksemia

 hiperkarbia Respiratory Monitoring

 sakit kepala ketika bangun 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan
26

 frekuensi dan kedalaman nafas usaha respirasi

abnormal 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,

penggunaan otot tambahan, retraksi otot

Faktor faktor yang berhubungan : supraclavicular dan intercostal

 ketidakseimbangan perfusi 3. Monitor suara nafas, seperti dengkur

ventilasi 4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,

 perubahan membran kapiler- kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,

alveolar biot

5. Catat lokasi trakea

6. Monitor kelelahan otot diagfragma

(gerakan paradoksis)

7. Auskultasi suara nafas, catat area

penurunan / tidak adanya ventilasi dan

suara tambahan
27

8. Tentukan kebutuhan suction dengan

mengauskultasi crakles dan ronkhi pada

jalan napas utama

9. Auskultasi suara paru setelah tindakan

untuk mengetahui hasilnya

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC : NIC :

kebutuhan tubuh  Nutritional Status : food and Nutrition Management

Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi makanan

Definisi : Intake nutrisi tidak cukup Kriteria Hasil : 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

untuk keperluan metabolisme tubuh.  Adanya peningkatan berat badan menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang

Batasan karakteristik : sesuai dengan tujuan dibutuhkan pasien.

 Berat badan 20 % atau lebih di  Berat badan ideal sesuai dengan 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan

bawah ideal tinggi badan intake Fe

 Dilaporkan adanya intake makanan  Mampu mengidentifikasi 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
28

yang kurang dari RDA (Recomended kebutuhan nutrisi protein dan vitamin C

Daily Allowance)  Tidak ada tanda tanda malnutrisi 5. Berikan substansi gula

 Membran mukosa dan konjungtiva  Tidak terjadi penurunan berat 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung

pucat badan yang berarti tinggi serat untuk mencegah konstipasi

 Kelemahan otot yang digunakan 7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah

untuk menelan/mengunyah dikonsultasikan dengan ahli gizi)

 Luka, inflamasi pada rongga mulut 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat

 Mudah merasa kenyang, sesaat catatan makanan harian.

setelah mengunyah makanan 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan

 Dilaporkan atau fakta adanya kalori

kekurangan makanan 10. Berikan informasi tentang kebutuhan

 Dilaporkan adanya perubahan nutrisi

sensasi rasa 11. Kaji kemampuan pasien untuk

 Perasaan ketidakmampuan untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan


29

mengunyah makanan

 Miskonsepsi

 Kehilangan BB dengan makanan Nutrition Monitoring

cukup 1. BB pasien dalam batas normal

 Keengganan untuk makan 2. Monitor adanya penurunan berat badan

 Kram pada abdomen 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang

 Tonus otot jelek biasa dilakukan

 Nyeri abdominal dengan atau tanpa 4. Monitor interaksi anak atau orangtua

patologi selama makan

 Kurang berminat terhadap makanan 5. Monitor lingkungan selama makan

 Pembuluh darah kapiler mulai rapuh 6. Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak

 Diare dan atau steatorrhea selama jam makan

 Kehilangan rambut yang cukup 7. Monitor kulit kering dan perubahan

banyak (rontok) pigmentasi


30

 Suara usus hiperaktif 8. Monitor turgor kulit

 Kurangnya informasi, misinformasi 9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan

Faktor-faktor yang berhubungan : mudah patah

 Ketidakmampuan pemasukan atau 10. Monitor mual dan muntah

mencerna makanan atau 11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb,

mengabsorpsi zat-zat gizi dan kadar Ht

berhubungan dengan faktor 12. Monitor makanan kesukaan

biologis, psikologis atau ekonomi. 13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan

14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan

jaringan konjungtiva

15. Monitor kalori dan intake nuntrisi

16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik

papila lidah dan cavitas oral.

17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet


31

BAB III
PENUTUP

3.1     Kesimpulan

Tuberculosis paru-paru (TB Paru) merupakan penyakit infeksi kronis atau

menahun yang menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. Manifestasi klinis yang umum pada TB paru

termasuk keletihan, penurunan berat badan, letargi, anoreksia (kehilangan nafsu

makan), dan demam ringan yang biasanya terjadi pada siang hari. Berkeringat

malam dan ansietas umum sering tampak. Dispnea, batuk purulen produktif

disertai nyeri dada, dan hemoptsis adalah juga temuan yang umum.

3.2     Saran

Berdasarkan simpulan di atas, penulis mempunyai beberapa saran,

diantaranya adalah :

1. Agar pembaca dapat mengenali tentang pengertian Tuberculosis paru-paru

(TB Paru).

2. Agar pembaca dapat mengetahui tanda Tuberculosis paru-paru (TB Paru)

31
32

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional


Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:


Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)


Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai