Anda di halaman 1dari 22

NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)

Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi

LAPORAN PENDAHULUAN : TUBERCULOSIS PARU

A. Pengertian
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Kuman batang tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa
mikrobakteria patogen , tetapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil
tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah ( Price &
Wilson, 2006).
Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
dengan gejala yang sangat bervariasi. (Arief Mansjoer dkk, 2002)

B. Klasifikasi
Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru.tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran
tuberkulosis.
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi

4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru
BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan
gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum
pasien buruk.
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
4. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien
yaitu:
a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus kambuh (Relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (Default )adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2
bulan atau lebih dengan BTA positif.
d. Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e. Kasus Pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register
TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi

f. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulangan.

C. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman berbentuk batang dengan
ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae
complex adalah :
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih
tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam
keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman
bersifat dormant, tertidur lama selama bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali menjadikan
tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena
banyak mengandung lipid (Asril Bahar,2001).

D. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka
terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui
inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya
melalui susu yang terkontaminasi. Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di
tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas
(lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju, lesi nekrosis
ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di
NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi

sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul
yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn   respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam
percabangan trakeobronkhial.
Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa
sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa
pengobatan dan meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit
dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan
bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat
menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi
tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran
limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena
akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-
organ tubuh (Price & Wilson, 2005)
NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi
NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi

E. Manifestasi Klinis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat
diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2006).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien
ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang
sering dijumpai (Asril Bahar. 2001):
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang dapat mencapai 40-
41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.
Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk
radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk
baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang adalah berupa batuk darah karena terdapat
pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi
dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian
paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa
anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang,
nyeri otot, dan keringat pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat
dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi

F. Komplikasi
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses
pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan karena kerusakan
jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

G. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis TB  menurut Depkes (2006):
1. Diagnosis TB paru
a.  Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu: sewaktu - pagi -
sewaktu (SPS).
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA).
Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan
dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto
toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering
terjadi overdiagnosis.
d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
e. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
2. Diagnosis TB ekstra paru.
a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB,
nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis
TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya.
b. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan
gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain.
Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan
NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi

alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-
lain.
Diagnosis TB menurut Asril Bahar (2001):
1. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada mewujudkan/adalah cara yg praktis buat menemukan
lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus
atas/segmen apikal lobus bawah), tetapi bisa juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) / di
daerah hilus menyerupai tumor paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
Pemeriksaan ini minus mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan,
hasilnya tak sensitif & jg tak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru semenjak sedikit meninggi
dgn hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah
semenjak berkembang/berubah naik. Kalau/jika penyakit semenjak sembuh, jumlah leukosit
kembali normal & jumlah limfosit masih cukup tinggi. Laju endap darah semenjak turun ke
arah normal lagi.
b. Sputum
Pemeriksaan sputum ialah penting karena dgn ditemukannya kuman BTA, diagnosis
tuberkulosis sudah bisa dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum jg bisa memberikan
evaluasi terhadap pengobatan yg sudah diberikan.
c. Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan ap4k4h seseorang individu sedang / pernah mengalami
infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG & Myobacteriapatogen lainnya.

H. Penatalaksanaan
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap
OAT.
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi

(monoterapi) .Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan


dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT
= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)
a) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan
3. Jenis, sifat dan dosis OAT

4. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


a. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di
Indonesia:
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Disamping kedua kategori ini, disediakan
paduan obat sisipan (HRZE)
3) Kategori Anak: 2HRZ/4HR
b. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi
dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT
kombipak.
c. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien.Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi

d. Paket Kombipak
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid
dan Etambutol.Paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami
efek samping OAT KDT. Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai
selesai.Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
e. KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan
mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat
ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana
dan meningkatkan kepatuhan pasien.

I. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat),
pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita TB patu yang lain.
b. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat
ini.Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan
suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin
sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang
kembali aktif.
d. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut
sehingga sehingga diteruskan penularannya.
NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi

e. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita tuberkulosis paru yang lain
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan, kurang
cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
2) Pola nutrisi dan metabolic
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun.
3) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi
4) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
5) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan
terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular.
7) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada
gangguan.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien
tentang penyakitnya.
9) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan
dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada
penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.
NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi

g. Pemeriksaan fisik
1) Sistem integument
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
 Inspeksi :  adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang
tertinggal, suara napas melemah.
 Palpasi : Fremitus suara meningkat.
 Perkusi : Suara ketok redup.
 Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring.
3) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras.
5) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6) Sistem musculoskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari – hari
yang kurang meyenangkan.
7) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental atau sekret darah
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-kapiler
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
d. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
e. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi

3. Intervensi Keperawatan

Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi


No Diagnosa Keperawatan
(Noc) (Nic)
1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : NIC : Airway suction
 Respiratory status :  Pastikan kebutuhan oral /
Definisi : Ketidakmampuan untuk Ventilation tracheal suctioning
membersihkan sekresi atau  Respiratory status :  Auskultasi suara nafas
obstruksi dari saluran pernafasan Airway patency sebelum dan sesudah
untuk mempertahankan kebersihan  Aspiration Control suctioning.
jalan nafas.  Informasikan pada klien
Kriteria Hasil : dan keluarga tentang
Batasan Karakteristik : suctioning
 Mendemonstrasikan
 Dispneu, Penurunan suara  Minta klien nafas dalam
batuk efektif dan suara
nafas sebelum suction dilakukan.
nafas yang bersih, tidak
 Orthopneu  Berikan O2 dengan
ada sianosis dan dyspneu
 Cyanosis (mampu mengeluarkan menggunakan nasal untuk
 Kelainan suara nafas (rales, sputum, mampu bernafas memfasilitasi suksion
wheezing) dengan mudah, tidak ada nasotrakeal
 Kesulitan berbicara pursed lips)  Gunakan alat yang steril
 Batuk, tidak efekotif atau tidak  Menunjukkan jalan nafas sitiap melakukan tindakan
ada yang paten (klien tidak  Anjurkan pasien untuk
 Mata melebar merasa tercekik, irama istirahat dan napas dalam
 Produksi sputum nafas, frekuensi setelah kateter dikeluarkan
 Gelisah pernafasan dalam rentang dari nasotrakeal
 Perubahan frekuensi dan irama normal, tidak ada suara  Monitor status oksigen
nafas nafas abnormal) pasien
 Mampu  Ajarkan keluarga
Faktor-faktor yang berhubungan: mengidentifikasikan dan bagaimana cara melakukan
 Lingkungan : merokok, mencegah factor yang suksion
menghirup asap rokok, dapat menghambat jalan  Hentikan suksion dan
perokok pasif-POK, infeksi nafas berikan oksigen apabila
 Fisiologis : disfungsi pasien menunjukkan
neuromuskular, hiperplasia bradikardi, peningkatan
dinding bronkus, alergi jalan saturasi O2, dll.
nafas, asma.
 Obstruksi jalan nafas : spasme Airway Management
jalan nafas, sekresi tertahan,  Buka jalan nafas,
banyaknya mukus, adanya guanakan teknik chin lift
jalan nafas buatan, sekresi atau jaw thrust bila perlu
bronkus, adanya eksudat di  Posisikan pasien untuk
alveolus, adanya benda asing memaksimalkan ventilasi
di jalan nafas.
 Identifikasi pasien
perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
 Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi

 Keluarkan sekret dengan


batuk atau suction
 Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
 Lakukan suction pada
mayo
 Berikan bronkodilator bila
perlu
 Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan
status O2

2. Gangguan Pertukaran gas NOC : NIC :Airway Management


 Respiratory Status : Gas  Buka jalan nafas,
Definisi : Kelebihan atau exchange guanakan teknik chin lift
kekurangan dalam oksigenasi dan  Respiratory Status : atau jaw thrust bila perlu
atau pengeluaran karbondioksida ventilation  Posisikan pasien untuk
di dalam membran kapiler alveoli  Vital Sign Status memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi pasien
Batasan karakteristik : perlunya pemasangan alat
 Gangguan penglihatan Kriteria Hasil :
jalan nafas buatan
 Penurunan CO2  Mendemonstrasikan  Pasang mayo bila perlu
 Takikardi peningkatan ventilasi dan  Lakukan fisioterapi dada
 Hiperkapnia oksigenasi yang adekuat jika perlu
 Keletihan  Memelihara kebersihan  Keluarkan sekret dengan
 Somnolen paru paru dan bebas dari batuk atau suction
 Iritabilitas tanda tanda distress
 Auskultasi suara nafas,
 Hypoxia pernafasan
catat adanya suara
 Kebingungan  Mendemonstrasikan tambahan
batuk efektif dan suara
 Dyspnoe  Lakukan suction pada
nafas yang bersih, tidak
 nasal faring mayo
ada sianosis dan dyspneu
 AGD Normal  Berikan bronkodilator bila
(mampu mengeluarkan
 Sianosis perlu
sputum, mampu bernafas
 warna kulit abnormal (pucat, dengan mudah, tidak ada  Berikan pelembab udara
kehitaman) pursed lips) Kassa basah NaCl Lembab
 Hipoksemia  Tanda tanda vital dalam  Atur intake untuk cairan
 Hiperkarbia rentang normal mengoptimalkan
 sakit kepala ketika bangun keseimbangan.
 frekuensi dan kedalaman nafas  Monitor respirasi dan
abnormal status O2

Faktor faktor yang berhubungan : Respiratory Monitoring


 ketidakseimbangan perfusi  Monitor rata – rata,
ventilasi kedalaman, irama dan
NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi

 perubahan membran kapiler- usaha respirasi


alveolar  Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
 Monitor suara nafas,
seperti dengkur
 Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
 Catat lokasi trakea
 Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
 Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
 Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
napas utama
 Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC : NIC:Nutrition Management


dari kebutuhan tubuh  Nutritional Status : food  Kaji adanya alergi
and Fluid Intake makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak  Kolaborasi dengan ahli
cukup untuk keperluan Kriteria Hasil : gizi untuk menentukan
metabolisme tubuh.  Adanya peningkatan jumlah kalori dan nutrisi
berat badan sesuai yang dibutuhkan pasien.
Batasan karakteristik : dengan tujuan  Anjurkan pasien untuk
 Berat badan 10 % atau lebih di  Berat badan ideal sesuai meningkatkan intake Fe
bawah ideal dengan tinggi badan  Anjurkan pasien untuk
 Dilaporkan adanya intake  Mampu mengidentifikasi meningkatkan protein dan
makanan yang kurang dari kebutuhan nutrisi vitamin C
RDA (Recomended Daily  Tidak ada tanda tanda  Berikan substansi gula
Allowance) malnutrisi  Yakinkan diet yang
 Membran mukosa dan  Tidak terjadi penurunan dimakan mengandung
konjungtiva pucat berat badan yang berarti tinggi serat untuk
 Kelemahan otot yang mencegah konstipasi
digunakan untuk  Berikan makanan yang
menelan/mengunyah terpilih ( sudah
 Luka, inflamasi pada rongga
NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi

mulut dikonsultasikan dengan


 Mudah merasa kenyang, sesaat ahli gizi)
setelah mengunyah makanan  Ajarkan pasien bagaimana
 Dilaporkan atau fakta adanya membuat catatan makanan
kekurangan makanan harian.
 Dilaporkan adanya perubahan  Monitor jumlah nutrisi dan
sensasi rasa kandungan kalori
 Perasaan ketidakmampuan  Berikan informasi tentang
untuk mengunyah makanan kebutuhan nutrisi
 Miskonsepsi  Kaji kemampuan pasien
 Kehilangan BB dengan untuk mendapatkan nutrisi
makanan cukup yang dibutuhkan
 Keengganan untuk makan
 Kram pada abdomen Nutrition Monitoring
 Tonus otot jelek  BB pasien dalam batas
 Nyeri abdominal dengan atau normal
tanpa patologi  Monitor adanya penurunan
 Kurang berminat terhadap berat badan
makanan  Monitor tipe dan jumlah
 Pembuluh darah kapiler mulai aktivitas yang biasa
rapuh dilakukan
 Diare dan atau steatorrhea  Monitor interaksi anak
 Kehilangan rambut yang atau orangtua selama
cukup banyak (rontok) makan
 Suara usus hiperaktif  Monitor lingkungan
selama makan
 Kurangnya informasi,
misinformasi  Jadwalkan pengobatan 
dan tindakan tidak selama
Faktor-faktor yang jam makan
berhubungan :Ketidakmampuan  Monitor kulit kering dan
pemasukan atau mencerna perubahan pigmentasi
makanan atau mengabsorpsi zat-  Monitor turgor kulit
zat gizi berhubungan dengan  Monitor kekeringan,
faktor biologis, psikologis atau rambut kusam, dan mudah
ekonomi. patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan
kadar Ht
 Monitor makanan
kesukaan
 Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan intake
nutrisi
 Catat adanya edema,
NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi

hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral.
 Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

4. Hipertermia NOC : NIC :


Thermoregulation Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik diatas Kriteria Hasil :  Monitor suhu sesering
rentang normal mungkin
 Suhu tubuh dalam
rentang normal  Monitor IWL
Batasan Karakteristik:  Monitor warna dan suhu
 Nadi dan RR dalam
 kenaikan suhu tubuh diatas kulit
rentang normal
rentang normal  Monitor tekanan darah,
 serangan atau konvulsi  Tidak ada perubahan
nadi dan RR
(kejang) warna kulit dan tidak ada
pusing, merasa nyaman  Monitor penurunan tingkat
 kulit kemerahan kesadaran
 pertambahan RR  Monitor WBC, Hb, dan
 takikardi Hct
 saat disentuh tangan terasa  Monitor intake dan output
hangat  Berikan anti piretik
 Berikan pengobatan untuk
Faktor faktor yang berhubungan : mengatasi penyebab
 penyakit/ trauma demam
 peningkatan metabolisme  Selimuti pasien
 aktivitas yang berlebih  Lakukan tapid sponge
 pengaruh medikasi/anastesi  Berikan cairan intravena
 ketidakmampuan/penurunan  Kompres pasien pada lipat
kemampuan untuk berkeringat paha dan aksila
 terpapar dilingkungan panas  Tingkatkan sirkulasi udara
 dehidrasi  Berikan pengobatan untuk
 pakaian yang tidak tepat mencegah terjadinya
menggigil

Temperature regulation
 Monitor suhu minimal tiap
2 jam
 Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
 Monitor TD, nadi, dan RR
 Monitor warna dan suhu
kulit
 Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
 Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
 Selimuti pasien untuk
NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi

mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
 Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
 Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan
efek negatif dari
kedinginan
 Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan
emergency yang
diperlukan
 Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
 Berikan anti piretik jika
perlu

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi

5. Nyeri NOC : NIC : Pain Management


 Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri
Definisi :Sensori yang tidak  Pain control, secara komprehensif
menyenangkan dan pengalaman  Comfort level termasuk lokasi,
emosional yang muncul secara karakteristik, durasi,
aktual atau potensial kerusakan Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas dan
jaringan atau menggambarkan  Mampu mengontrol nyeri faktor presipitasi
adanya kerusakan (Asosiasi Studi (tahu penyebab nyeri,  Observasi reaksi nonverbal
Nyeri Internasional): serangan mampu menggunakan dari ketidaknyamanan
mendadak atau pelan intensitasnya tehnik nonfarmakologi  Gunakan teknik
dari ringan sampai berat yang untuk mengurangi nyeri, komunikasi terapeutik
dapat diantisipasi dengan akhir mencari bantuan) untuk mengetahui
yang dapat diprediksi dan dengan  Melaporkan bahwa nyeri pengalaman nyeri pasien
durasi kurang dari 6 bulan. berkurang dengan  Kaji kultur yang
menggunakan mempengaruhi respon
Batasan karakteristik : manajemen nyeri nyeri
 Laporan secara verbal atau non  Mampu mengenali nyeri  Evaluasi pengalaman nyeri
verbal (skala, intensitas, masa lampau
 Fakta dari observasi frekuensi dan tanda  Evaluasi bersama pasien
 Posisi antalgic untuk nyeri) dan tim kesehatan lain
menghindari nyeri  Menyatakan rasa nyaman tentang ketidakefektifan
 Gerakan melindungi setelah nyeri berkurang kontrol nyeri masa lampau
 Tingkah laku berhati-hati  Tanda vital dalam  Bantu pasien dan keluarga
 Muka topeng rentang normal untuk mencari dan
 Gangguan tidur (mata sayu, menemukan dukungan
tampak capek, sulit atau  Kontrol lingkungan yang
gerakan kacau, menyeringai) dapat mempengaruhi nyeri
 Terfokus pada diri sendiri seperti suhu ruangan,
 Fokus menyempit (penurunan pencahayaan dan
persepsi waktu, kerusakan kebisingan
proses berpikir, penurunan  Kurangi faktor presipitasi
interaksi dengan orang dan nyeri
lingkungan)  Pilih dan lakukan
 Tingkah laku distraksi, penanganan nyeri
contoh : jalan-jalan, menemui (farmakologi, non
orang lain dan/atau aktivitas, farmakologi dan inter
aktivitas berulang-ulang) personal)
 Respon autonom (seperti  Kaji tipe dan sumber nyeri
diaphoresis, perubahan untuk menentukan
tekanan darah, perubahan intervensi
nafas, nadi dan dilatasi pupil)  Ajarkan tentang teknik non
 Perubahan autonomic dalam farmakologi
tonus otot (mungkin dalam  Berikan analgetik untuk
rentang dari lemah ke kaku) mengurangi nyeri
 Tingkah laku ekspresif (contoh  Evaluasi keefektifan
: gelisah, merintih, menangis, kontrol nyeri
waspada, iritabel, nafas  Tingkatkan istirahat
panjang/berkeluh kesah)  Kolaborasikan dengan
 Perubahan dalam nafsu makan
NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi

dan minum dokter jika ada keluhan


dan tindakan nyeri tidak
Faktor yang berhubungan : berhasil
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,  Monitor penerimaan
psikologis) pasien tentang manajemen
nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
 Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi

DAFTAR PUSTAKA
Asril Bahar. 2001. Tuberkulosis Paru . Dalam : Slamet Suryono, editor : Ilmu Penyakit Dalam . Edisi ke-3
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Depkes RI : Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Depkes RI : Jakarta.
Diagnosa NANDA (NIC & NOC) Disertai Dengan Dischange Planning. 2007-2008. Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Price, S., & Wilson. (2003). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Edisi.2. Jakarta :
Penerbit buku kedokteran EGC
NOVIA RAMA ZALNI (2014901009)
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan PendidikanUniversitas fort De KockBukittinggi

Anda mungkin juga menyukai