Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN TBC

TUBERCULOSIS ( TBC )
1. KONSEP TEORI
A. DEFINISI
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui
udara (pernapasan) kedalam paru-paru, kemudian kuman tersebut menyebar dari paru-paru ke
organ yang lain melalui peredaran darah, yaitu : kelenjar limfe, saluran pernapasan atau
penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes RI, 1998).
Menurut Price ( 2005 ) tuberculosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis yang penyebarannya melalui saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit.
Menurut Hanikamioji ( 2009 ) Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis.

B. KLASIFIKASI
Menurut Bahar ( 2001 )pada tahun 1974, American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru
Tuberculosis yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat yaitu :
1. Kategori 0 : tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif, tes tuberculin
negatif.
2. Kategori I : terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Riwayat kontak positif, tes
tuberculin negatif.
3. Kategori II : terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberrkulit positif, radiologis dan
sputum negatif.
4. Kategori III : terinfeksi tuberculosis dan terasa sakit.
Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:
1) Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
 Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
 Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus,
ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif.
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran
tuberkulosis.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan
sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negative
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3) Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
 TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu
bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran
kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
 TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
 TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali
tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
 TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa
bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
4) Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien
yaitu:
 Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang
dari satu bulan (4 minggu).
 Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan
atau kultur).
 Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
 Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada
bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
 Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
 Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus
Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan
ulangan.

C. PENYEBAB
Tuberculosis paru disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran 1 - 4/ μm dan tebal 0,3 - 0,6/ μm. Sebagian kuman terdiri atas lemak ( lipid).
Lemak inilah yang membuat kuman tahan asam dan lebih tahan terhadap gangguan fisik da kimia,
kuman juga mampu hidup dalam udara kering maupun dingin , bahkan bias bertahan hidup
bertahun- tahun dalam lemari es. Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dan
sifat lain dari kuman ini adalah aerob, sehingga kuman ini hidup pada jaringan yang kaya oksigen.
Dimana bagian apical paru- paru merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis paru (
Suyono, 2003 ).

D. MANIFESTASI KNINIS
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak
kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam.
Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang
asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1) Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-
mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan
jaringan.
2) Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak
darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena
pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh
darah yang pecah.
3) Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang
menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
4) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem
persarafan di pleura terkena.
5) Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam
influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan
makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut
dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala
pneumonia.

E. PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan
luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu
melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang
yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin, yang
penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel
efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsifnya.
Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi
oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju, lesi
nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda.
Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus
Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan
kompleks Gohn respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana
bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan
dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan
terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga
tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan
parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga
tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan
dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala
dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme
yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran
limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu
fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar
ke organ-organ tubuh.

F.

PATHWAYS

G. KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses
pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan karena kerusakan
jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

H. PENATALAKSANAAN
 Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap
OAT.
 Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis
tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT =
Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)
 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung
untuk mencegah terjadinya resistensi obat.\
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang
lebih lama
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan
4.

Jenis, sifat dan dosis OAT


5. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
 Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:
 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
 Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
 Kategori Anak: 2HRZ/4HR
 Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi
dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT
kombipak.
 Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
 Paket Kombipak.
 Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek
samping OAT KDT.
 Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian
obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk
satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
 KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1 Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan
mengurangi efek samping.
2 Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda
dan mengurangi kesalahan penulisan resep
3 Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan
meningkatkan kepatuhan pasien.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis TB menurut Asril Bahar (2001):
1. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi
tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas
atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau
di daerah hilus menyerupai tumor paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium
 Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya
tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi dengan
hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai
meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit
masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.
 Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis
tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan
evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
 Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami
infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG dan Myobacteria patogen lainnya.
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a) Identitas klien
b) Riwayat penyakit sekarang
c) Riwayat penyakit dahulu
d) Riwayat penyakit keluarga
e) Riwayat psikososial
f) Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan, kurang cahaya
matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
2) Pola nutrisi dan metabolic
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun.
3) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi
4) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
5) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan terganggunya
kenyamanan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular.
7) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada
gangguan.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang
penyakitnya.
9) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan dan
nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita
yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.
2. Pemeriksaan fisik
a) Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1) Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
 inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang tertinggal,
suara napas melemah.
 Palpasi : Fremitus suara meningkat.
 Perkusi : Suara ketok redup.
 Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring.
3) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6) Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari – hari yang
kurang meyenangkan.
7) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah,
Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru,
atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret yang kental, Edema bronchial.
3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh menurun,
fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar,
Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang
sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada
yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat,
Terbatasnya pengetahuan/kognitif.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 1. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, k
penggunaan otot aksesori.
2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif,
jumlah sputum, adanya hemoptisis
3. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efe
napas dalam.
4. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
5. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontra
6. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
7. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid ses
8. Bantu inkubasi darurat bila perlu.

2 1. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Penin


respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan
2. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda
perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
3. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan b
terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
4. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebut
5. Monitor GDA
6. Berikan oksigen sesuai indikasi.

3 1. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran i


bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem li
infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau m
2. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi se
keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan
3. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang daha
penampungan yang tertutup jika batuk
4. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
5. Monitor temperatur
6. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang
paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal,
obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kan
7. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
8. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
9. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino
sikloserin, streptomisin.
10. Monitor sputum BTA

4 1. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat ba


mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising u
mual/rnuntah atau diare.
2. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
3. Monitor intake dan output secara periodik.
4. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada
dengan medikasi.
5. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
6. Anjurkan bedres
7. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan perna
8. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tingg
karbohidrat.
9. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
10. Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam se
makan
11. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan alb
12. Berikan antipiretik tepat.
5 1. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, p
kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat penge
orang dipercaya.
2. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter mis
hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan
vertigo.
3. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein
intake cairan yang adekuat.
4. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya
minum obat.
5. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan p
dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi
Tuberkulosis dengan obat lain.
6. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, g
penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah
7. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi
8. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etamb
9. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan
menyangkal.
10. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap pen
misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengeca
11. Anjurkan untuk berhenti merokok.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, (2000). Buku saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa. Edisi 8. Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai