Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN TB PARU

DI SUSUN OLEH :
ANNGUN MAYA SARI
NIM. 149012018191

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
LAMPUNG
2019
LAPORAN PENDAHULUAN TB PARU

1. DEFINISI

Tuberculosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-


paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke
bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Irman Somantri, 2008).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat
seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup
oleh orang lain saat bernapas (Widoyono, 2008)
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran pernafasan
yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis, (Smeltzer, 2002).
Tuberkulosis merupakan infeksi paru akut atau kronis yang ditandai dengan infiltrasi
paru dan pembentukan granulasi dengan perkijuan, fibrosis, dan kavitasi. prognosis penyakit ini
sangat bagus dengan program pengobatan yang benar dan lengkap.

2. ETIOLOGI

Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran panjang


1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar komponen M. tuberkulosis adalah berupa lemak
atau lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan
faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak
oksigen. oleh karena itu, M. tuberkulosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang
kandungan oksigennya tinggi. daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit
tuberkulosis.

3. KLASIFIKASI

Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:


1.      Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
 Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
 Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2.      Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif.
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran
tuberkulosis.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3.      Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
 TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”),
dan atau keadaan umum pasien buruk.
 TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
o TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral,
tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
o TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat
kelamin.
4.      Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien
yaitu:
 Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (4 minggu).
 Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA
positif (apusan atau kultur).
 Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.
 Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif
pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
 Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
 Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulangan.

4. MANIFESTASI KLINIS

Gejala utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum,
malaise, gejala flu, demam derajat rendah, nyeri dada, dan batuk darah.

Pasien TB Paru menampakkan gejala klinis, yaitu :


a.       Tahap asimtomatis.
b.      Gejala TB Paru yang khas, kemudian stagnasi dan regresi.
c.       Eksaserbasi yang memburuk
d.      Gejala berulang dan menjadi kronik.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda :


a.       Tanda-tanda infiltrate (redup, bronchial, ronki basah, dan lain-lain)
b.      Tanda-tanda penarikkan paru, diafragma, dan mediatinum.
c.       Secret di saluran napas dan ronkhi.
d.      Suara napas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus.

FAKTOR PENCETUS ATAU RESIKO

a.    Kontak dekat dengan seseorang yang menderita TB aktif.


b.    Riwayat terpajan TB sebelumnya.
c.    Status gangguan imun (missal: lansia, kanker, HIV)
d.   Penggunaan obat injeksi dan alkoholisme.
e.    Masyarakat yang kurang mendapat pelayanan kesehatan yang memadai (missal : gelandangan,
penduduk miskin, minoritas, dll)
f.     Kondisi medis yang sudah ada, termasuk diabetes, gagal ginjal kronis, silicosis, dan
malnutrisi).
g.    Imigran dari Negara dengan insidensi TB yang tinggi (misal:Asia Tenggara)
h.    Institusionalisasi (misal: penjara)
i.      Tinggal di lingkungan padat penduduk bawah standar.
j.      Pekerjaan (misal: tenaga kesehatan)

E. PATOFISIOLOGI

Ketika seorang klien TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tidak sengaja
keluarlah droplet nuclei dan jatuh ke tanah, lantai, dan tempat lainnya. Akibat terkena sinar
matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuclei menguap. Menguapnya bakteri droplei ke
udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberculosis yang mengandung
dalam droplet nuclei terbang ke udara. Apabila bakteri ini dihirup oleh orang sehat, maka orang
itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberculosis. Penularan bakteri lewat udara disebut dengan
istilah air borne infection. Bakteri yang terhisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran
pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi dimana terjadi implantasi bakteri, bakteri
akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberculosis dan focus ini disebut focus primer,
lesi primer, atau focus Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersama
dengan focus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang
baru terkena infeksi akan menjdi sensitive terhadap protein yang dibuat bakteri tuberculosis dan
bereaksi positif terhadap tes tuberculin atau tes Mantoux.
Berpangkal dari komples primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui
berbagai jalan, yaitu :
1.    Percabangan bronkus
Penyebaran infeksi lewat percabangan bronchus dapat mengenai area paru atau melalui sputum
menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.
2.    Sistem saluran limfe
Penyebaran lewat saluran limfe menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya
secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan
menimbulkan tuberculosis milier.
3.    Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati ke paru dapat membawa atau mengangkat material yang
mengandung bakteri tuberculosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai organ melalui aliran
darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen.
4.    Reaktivasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih jauh dan bakteri
tuberculosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman (tidur). Ketika suatu
saat kondisi inang melemah akibat sakit keras atau memakai obat yang dapat melemahkan daya
tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberculosis yang dorman dapat aktif kembali. Inilah yang
disebut sebagai reaktivasi infeksi primer atau infeksi pasca primer. Infeksi ini dapat terjadi
bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca primer juga dapat
diakibatkan oleh bakteri tuberculosis baru. Biasanya infeksi pasca primer terjadi didaerah apeks
paru.
Pathway
Tuberkulosis Primer
Tuberculosis primer adalah infeksi penderita TB dari penderita yang belum mempunyai
reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila banteri TB terhirup dari udara melalui saluran
pernapasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal saluran pernapasan, maka bakteri akan
ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag yang berada di alveolar. Jika pada proses ini bakter
ditangkap oleh makrofag lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh makofag yang
lemah dan menghancurkan makrofag. Dari proses ini dihasilkan bahan kemoktasis yang menarik
monosit dan aliran darah membentuk tuberkel.
Bakteri TB menyebar melalui saluran pernapasan ke kelenjar getah bening regional
(hilus) membentuk epiteloid granuloma. Granuloma mengalami nekrosis sentral sebagai akibat
timbulnya hipersensitivitas seluler (delayed hipersensitivitas) terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi
sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat pada tes tuberkulin.
Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentuk focus Ghon, sedangkan focus inisial
bersama-sama dengan limfadenopati bertempat di hilus dan disebut juga TB Primer. Bakteri
menyebar lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah dan akan tersangkut pada berbagai
organ. Jadi TB Primer merupakan infeksi yang bersifat sistematis.

Tuberculosis Sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB masih hidup dalam
keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90% di antaranya tidak mengalami kekambuhan.
Reaktivasi penyakit TB terjadi bila daya tahan tubuh menurun.
Berbeda dengan TB Primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional dan organ lainnya
jarang terkena. Lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi imunologis terjadi dengan adanya
pembentukan granuloma. Nekrosis jaringan lebih mencolok dan menghasilkan lesi kaseosa
(perkijuan) yang luas dan disebut tuberkuloma. Protease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif
akan menyebabkan pelunakan bahan kaseosa. Secara umum dapat dikatakan bahwa,
pembentukan kavitas dan manifestasi lainnnya dari TB Sekunder adalah akibat dari reaksi
nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas seluler (delayed hipersensitivitas).
TB Paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogan,
terutama pada usia tua, yang semasa mudanya pernah mempunyai riwayat terkena TB. Lesi
sekunder berkaitan dengan kerusakan paru, kerusakan paru diakibatkan oleh produksi sitokin
yang berlebihan. Kavitas yang terjadi diliputi oleh jaringan fibrotic yang tebal dan berisi
pembuluh darah pulmonal. Kavitas yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotic yang tebal. Masalah
lain pada kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur seperti aspergillus yang menumbuhkan
mycetoma (Isa,2001).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.       Pemeriksaan Rontgen Thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan ini
tergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap OAT, apakah
sama baiknya dengan respon dari klien. Penyembuhan yang lengkap sering kali yang terjadi
di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang
lengkap.
b.      CT scan atau MRI memperlihatkan adanya gangguan meluasnya kerusakan paru.
c.       Radiologis TB Paru Milier

Pemeriksaan Laboratorium
Diagnostic terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi
bakteri. Bahan pemeriksaan untuk isolasi Mycobacterium Tuberculosis berupa :
a.       Sputum, diambil pada pagi hari / sputum yang baru keluar.
b.      Urine. Urine pertama di pagi hari
c.       Cairan kumbah lambung. Pemeriksaan ini digunakan jika klien tidak dapat
mengeluarkan sputum.
d.      Bahan-bahan lain, misalnya pus.

G. KOMPLIKASI

         Kerusakan jaringan paru yang masif


         Gagal napas
         Fistula bronkopleural
         Pneumotoraks
         Efusi Pleura
         Pneumonia
         Infeksi organ tubuh lain oleh focus mikrobakterial kecil
         Penyakit hati terjadi sekunder akibat terapi obat

H. PENATALAKSANAAN

Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberculosis paru menjadi tiga bagian yaitu pencegahan,
pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
Pencegahan TB Paru
1. Pemeriksaan kontak yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita
TB BTA positif. Pemeriksaan meliputi : tes tuberculin, klinis, dan radiologis. Bila tes
tuberculin positif maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan
mendatang. Bila masih negative diberikan BCG vaksinasi.
2. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu, misal :
penghuni rumah tahanan, petugas kesehatan, siswa-sisiwi pesantren.
3. Vaksinasi BCG
4. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan
menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
5. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat
di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit.

Pengobatan Tuberkulosis Paru


Berikut penatalaksanaan pengobatan tuberkulosisi. Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis
(OAT).
1. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
a. Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Streptomisin (S).
b. Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid (INH).
2. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant).
a. Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid (INH).
b. Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan Isoniazid. Untuk
very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z).
3. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap
bakteri terhadap asam.
a. Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam pra amino salisilik
(PAS), dan sikloserine.
b. Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam keadaan
telah terjadi resistensi sekunder.
Pengobatan TB terbagi dalam dua fase yaitu fase intensif ( 2-3 bulan ) dan fase
lanjutan ( 4-7 bulan ). Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan.
Jenis obat utama yang digunakan sesuai rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid,
Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol. (Depkes RI, 2004).
Disamping itu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal
dengan Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC). Lima komponen DOTSC yang
direkomendasikan WHO yaitu :
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara makroskopik langsung, dan pemeriksaan
penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur.
3. Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek di bawah pengawasan langsung oleh
PMO, khususnya dalam dua bulan pertama di mana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

Penemuan penderita. Terdapat empat kategori yaitu : kategori I,II,III, dan IV. Kategori ini
didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan.
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
A.    Biodata
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat),
pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang
ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu
yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996)
B.  Keluhan Utama
         Keluhan Respiratorik, meliputi batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada.
         Keluhan sistemis, meliputi demam, hilang timbul, dan keluahn sistemis lainnya seperti
anoreksia, penurunan BB, malaise, dan keringat malam.
C.     Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat
ini. Dengan adanya batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu
badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan. Perlu juga ditanyakan
mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan
atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
D.    Riwayat Penyakit dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah
menderita TB Paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, pembesaran getah bening, dan
penyakit lain yang memperberat TB seperti diabetes mellitus.
E.     Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tapi hal ini perlu ditanyakan sebagai factor
predisposisi penularan di dalam rumah

F.      Pemeriksaan
a.       Pemeriksaan Umum
Klien dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan,
frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak, denyut nadi meningkat, hipertensi.
b.      Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing)
1.      Inspeksi :
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Adanya penurunan proporsi diameter
bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Gerakan
pernapasan tidak simetris, sehingga terlihat pada sisi sakit pergerakan dadanya
tertinggal. Batuk dan sputum.
2.      Palpasi : palpasi trachea dan gerakan dinding thoraks anterior / ekskrusi
pernapasan.
3.      Perkusi : terdapat bunyi sonor pada seluruh lapang paru.
4.      Auskultasi : terdapat bunyi tambahan ronkhi.
B2 (Blood)
1.      Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.
2.      Palpasi : denyut nadi perifer melemah.
3.      Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran.
4.      Auskultasi : TD normal, tidak terdapat bunyi jantung tambahan.
B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis.
B4 (Bladder)
Dibiasakan dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan
fungsi ginjBal masih normal sebagai ekskresi karena minum OAT.
B5 (Bowel)
Biasanya mengalami mual, muntah, anoreksia, penurunan BB.
B6 (Bone)
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap,
dan jadwal olahraga tidak teratur.

b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d secret kental dan mengandung nanah, Fatigue,
kemampuan batuk kurang, edema trachea/faring
2. Ketidakefektifan pola pernapasan b/d menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukkan cairan dalam rongga pleura.
3. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan
membrane alveolar-kapiler, dan edema bronchial.
4. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d perasaan mual, batuk
produktif.
5. Risiko penyebaran infeksi b/d tidak adekuatnya mekanisme pertahanan diri, kerusakan
jaringan, malnutrisi, paparan lingkungan, kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan
kuman pathogen.
6. Risiko gangguan harga diri b/d image negative tentang penyakit, perasaan malu.
7. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan b/d kurangnya informasi
tentang proses dan penatalaksanaan perawatan di rumah.
3.3    INTERVENSI

INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Intervensi
Tujaun/KH Intervensi Rasional
. Keperawatan
1. Bersihan jalan Jalan napas bersih Independen
napas tidak efektif dan efektif a. Mengkaji fungsi
a.       Adanya perubahan
b/d setelah….hari respirasi antara lain fungsi respiasi dan
-       Sekret kental atau perawatan suara, jumlah, penggunaan otot
mengandung darah KH : irama, dan tambahan
-       Fatigue a. Pasien menyatakan kedalaman napas menandakan
-       Kemampuan batuk bahwa batuk serta catatan pula kondisi penyakit
kurang berkurang, tidak mengenai yang masih dalam
-       Edema trakea / ada sesak dan penggunaan otot kondisi penanganan
faring secret berkurang. napas tambahan. penuh.
b.suara napa b.Mencatat
normal kemampuan untukb.      Ketidakmampuan
(vesikuler) mengeluarkann mengeluarkan
c.frekuensi napas secret/batuk secret menjadikan
16-20 secara efektif. timbulnya
kali permenit penumpukan
(dewasa) c.Mengatur posisi berlebihan pada
d. tidak ada dispnea tidur semi saluran pernapasan.
atau high fowler.
c.       posisi semi/high
Membantu fowler memberikan
pasien untuk kesempatan paru-
berlatih batuk paru berkembang
secara efektif dan secara maksimal
menarik akibat diafragma
napas dalam turun ke bawah.
Batuk efektif
mempermudah
d. membersihkan ekspektorasi
secret dari mucus.
dalam mulut dan
d.      Pasien dalam
trachea, kondisi sesak
suction jika cenderung untuk
memungkinkan. bernapas melalui
mulut yang jika
tidak ditindaklanjuti
e.       Memberikan akan
minum kurang mengakibatkan
lebih 2.500 ml/hari, stomatitis.
menganjurkan e.       Air digunakan
untuk minum untuk
dalam kondisi menggantikan
hangat jika tidak keseimbangan
ada kontra indikasi. cairan tubuh akibat
cairan banyak
keluar melalui
pernapasan. Air
hangat akan
mempermuda
pengenceran secret
melalui proses
Kolaborasi konduksi yang
a.    Memberikan O2 mengakibatkan
udara inspirasi arteri pada area
yang lembap. sekitar leher
vasodilatasi dan
b.    Memberikan mempermudah
pengobatan atas cairan dalam
indikasi : pembuluh darah
1)      Agen mukolitik, dapat diikat oleh
misal: Acetilcystein mucus/secret.
(mucomyst)
2)      Bronkodilator
a.       Berfungsi
misal: meningkatkan
Theophyline, kadar tekanan
Oxtriphyline parsial O2 dan
3)      Kortikosteroid saturasi O2 dalam
(prednisone), darah.
misal: b.      Berfungsi untuk
Dexamethason. mengencerkan
c.       Memberikan agen dahak
anti infeksi , misal : Meningkatkan/
1)      Obat primer : memperlebar
Isoniazid (INH), saluran udara.
Ethambutol Mempertebal
(EMB), Rifampisin dinding saluran
(RMP). udara (bronchus)
2)      Pyrazinamide
(PZA), Para Amino
Slicilic (PAS),
Streptomycin.
3)      Monitor
pemeriksaan c.       Menurunnya
Laboratorium keaktifan dari
(sputum) mikroorganisme
akan menurunkan
respons inflamasi
sehingga akan
berefek pada
berkurangnya
produksi secret.
2. Ketidakefektifan Tujuan : dalam
a.       Identifikasi factora.    Dengan
pola pernapasan b/d waktu 3x24 jam penyebab. mengidentifikasika
menurunnya setelah diberikan n penyebab, kita
ekspansi paru intervensi pola dapat menentukan
sekunder terhadap napas kembali jenis efusi pleura
penumpukkan efektif. b.    Kaji fungsi sehingga dapat
cairan dalam rongga KH : pernapasan, catat mengambil
pleura. a.    Klien mampu kecepatan tindakan yang tepat.
melakukan batuk pernapasan, b.    Distress
efektif. dispnea, sianosis, pernapasan dan
b.    Irana, frekuensi, dan perubahan perubahan tanda
dan kedalaman tanda vital. vital dapat terjadi
pernapasan berada sebagai akibat
pada batas normal, stress fisiologi dan
pada pemeriksaanc.    Berikan posisi nyeri atau dapat
rontgen dada tidak fowler/semifowler menunjukkan
ditemukan adanya tinggi dan miring terjadinya syok
akumulasi cairan, pada sisi yang akibat hipoksia.
bunyi napas sakit, bantu klienc.    Posisi fowler
terdengar jelas. latihan napas dalam memaksimalkan
dan batuk efektif. ekspansi paru dan
menurunkan upaya
d.   Auskultasi bunyi bernapas. Ventilasi
napas maksimal membuka
area atelektasis dan
meningkatkan
gerakan secret ke
e.    Kaji jalan napas besar
pengembangan untuk dikeluarkan.
dada sdan posisid.   Bunyi napas dapat
trachea. menurun atau tidak
ada pada area
kolaps yang
f.     Kolaborasi untuk meliputi satu lobus,
tindakan segmen paru, atau
thorakosentesis seluruh area paru.
atau WSD e.    Ekspansi paru
menurun pada area
kolaps. Deviasi
g.    Bila dipasang trakea kea rah sisi
WSD : periksa yang sehat pada
mengontrol tension
pengisap dan pneumothorak.
jumlah isapan yangf.     Bertujuan sebagai
benar. evakuasi cairan
h.    Periksa batas atau udara dan
cairan pada botol memudahkan
pengisap dan ekspansi paru
pertahankan pada secara maksimal.
batas yangg.    Bertujuan sebagai
ditentukan. evakuasi cairan
i.      Observasi atau udara dan
gelembung udara memudahkan
dalam botol ekspansi paru
penampung secara maksimal.
h.    Air dalam botol
penampung
berfungsi sebagai
sekat yang
mencegah udara
atmosfer masuk
kedalam pleura.
i.      Gelembung udara
selama ekspirasi
j.      An Setelah WSD menunjukkan
dilepas, tutup sisi keluarnya udara
lubang masuk dari pleura sesuai
dengan kassa steril dengan yang
dan observasi tanda diharapkan.
yang dapat Gelembung
menunjukkan biasanya menurun
berulangnya seiring dengan
pneumothorak bertambahnya
seperti napas ekspansi paru.
pendek keluhan Tidak adanya
nyeri. gelembung udara
dapat menunjukkan
bahwa ekspansi
paru sudah optimal
atau tersumbatnya
selang drainese.
j.      Deteksi dini
terjadinya
komplikasi penting
seperti berulangnya
pneumothoraks.
3. Gangguan Tujuan : dalam Mandiri
pertukaran gas b/d waktu 2x24 jam a. Kaji dispnea, d.                  TB paru
penurunan jaringan setelah diberikan takipnea, bunyi mengakibatkan efek
efektif paru, gangguan napas, peningkatan luas pada paru dari
atelektasis, pertukaran gas upaya pernapasan, bagian kecil
kerusakan tidak terjadi. ekspansi thoraks, bronchopneumonia
membrane alveolar- KH : dan kelemahan. sampai inflamasi
kapiler, dan edema a.    Melaporkan difus yang luas,
bronchial. penurunan dispnea. nekrosis, efusi
b.    Klien pleura, dan fibrosis
menunjukkan tidak yang luas. Efeknya
ada gejala distres terhadap
pernapasan. b.Evaluasi pernapasan
c.    Menunjukkan perubahan tingkat bervariasi dari
perbaikan ventilasi kesadaran, catat gejala ringan,
dan kadar oksigen sianosis, dan dispnea berat,
jaringan adekuat perubahan warna sampai distress
gas darah arteri kulit, pernapasan.
dalam rentang termasuk b.Akumulasi secret
normal. membrane mukosa dan
dan kuku. berkurangnya
c.Tunjukkan dan jaringan paru yang
dukung sehat dapat
pernapasan bibir mengganggu
selama oksigenasi organ
ekspirasi vital dan
khusunya untuk jaringan tubuh.
klien dengan c.Membuat tahanan
fibrosis dan melawan udara
kerusakan luar untuk
parenkim paru. mencegah kolaps
atau
d.Tingkatkan tirah penyempitan
baring, jalan napas
batasi aktivitas, sehingga
dan bantu membantu
kebutuhan menyebarkan udara
perawatan diri melalui paru dan
sehari-hari sesuai mengurangi
keadaan napas pendek.
klien. d.Menurunkan
Kolaborasi konsumsi oksigen
a.    Pemeriksaan AGD selama periode
penurunan
pernapasan dan
dapat
menurunkan
b.    Pemberian oksigen beratnya gejala.
sesuai kebutuhan
tambahan.
a.    Penurunan kadar
O2 atau saturasi
dan peningkatan
PCO2
c.    Kortikosteroid. menunjukkan
kebutuhan untuk
intervensi atau
perubahan program
terapi.
b.    Terapi oksigen
dapat mengoreksi
hipoksia yang
terjadi akibat
penurunan ventilasi
atau menurunnya
permukaan alveolar
kapiler.

c.    Kortikosteroid
berguna dengan
keterlibatan luas
pada hipoksemia
dan bila reaksi
inflamasi
mengancam
kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA

         Doenges, 2000. “Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3.” Jakarta : EGC.
         Kapita Selekta Penyakit Nurse’s Quick Check. edisi 2, alih bahasa Dwi Widiarti, 2011.
Jakarta : EGC
         Mansjoer, Arif, Kartini, dkk. 1999. “Kapita Selekta Kedokteran.” Fakultas Kedokteran
UI : Media Aesculapius.
         Muttaqin, Arif, 2008. “Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.” Jakarta : Salemba Medika.
         Smeltzer, S.C., 2013. “Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth, edisi 12”.
Jakarta : EGC,
         Somantri, Irman, 2008. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.” Jakarta: Salemba Medika.
         Wilkinson Judith M, Ahern Nancy R, 2011. “ Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi
9,Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC.” Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai