KASUS TUBERCULOSIS
Dosen Pengampu
Ns. Fendy Yesayas, M.Kep
Disusun oleh:
Della Safika (191053)
Tingkat: 2B
Jl. Mangga Besar N0.124, Kartini, Kecamatan Sawah Besar , Kota Jakarta Pusat
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Tuberkulosis adalah (TB) adalah suatu penyakit menular yang paling sering mengenai
parenkim paru, biasanya yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. TB dapat menyebar
hampir kesetiap bagian tubuh, termasuk meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Infeksi awal
biasanya terjadi dalam 2 sampai 10 minggu setelah pajanan.pasien kemudian dapat membentuk
penyakit aktif karena respon sistem imun menurun atau tidak adekuat.
TB ditularkan ketika seorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkan organisme.
Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi terinfeksi. Bakteria di transmisikan ke
alveoli dan memperbanyak diri. Reaksi inflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan
bronkopneumonia, granuloma, dan jaringan fibrosa.
Saat ini Tuberkulosis masih meningkat meskipun banyak yang masih meyakini bahwa
ini merupakan masalah pada waktu lampau. Meskipun palng sering terlihat sebagai penyakit
paru, TB dapat mengenai selain paru (16%) dan mempengaruhi organ dan jaringan lain. Insiden
lebih tinggi pada laku-laki, bukan kulit putih, dan lahir dinegara asing. Selain itu, orang pada
resiko paling tinggi termasuk yang dapat terpajan pada basilus pada waktu lalu dan yang tidak
mampu atau mempunyai kekebalan rendah karena kondisi kronis, seperti AIDS, kanker, usia
lanjut, malnutrisi, dan sebagainya.
TB merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia yang erat kaitannya
dengan kemiskinan, malnutrisi, kepadatan penduduk, perumahan dibawah standar, dan tidak
memadainya layanan kesehatan.
C. ETIOLOGI
Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran
panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar komponen M. tuberkulosis adalah
berupa lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap
zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang
banyak oksigen. oleh karena itu, M. tuberkulosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang
kandungan oksigennya tinggi. daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit
tuberkulosis.
D. PATOFISIOLOGI
Ketika seorang klien TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tidak sengaja
keluarlah droplet nuclei dan jatuh ke tanah, lantai, dan tempat lainnya. Akibat terkena sinar
matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuclei menguap. Menguapnya bakteri droplei ke
udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberculosis yang mengandung
dalam droplet nuclei terbang ke udara. Apabila bakteri ini dihirup oleh orang sehat, maka orang
itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberculosis. Penularan bakteri lewat udara disebut dengan
istilah air borne infection. Bakteri yang terhisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran
pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi dimana terjadi implantasi bakteri, bakteri
akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberculosis dan focus ini disebut focus primer,
lesi primer, atau focus Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersama
dengan focus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang
baru terkena infeksi akan menjdi sensitive terhadap protein yang dibuat bakteri tuberculosis dan
bereaksi positif terhadap tes tuberculin atau tes Mantoux.
Berpangkal dari komples primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui
berbagai jalan, yaitu :
1. Percabangan bronkus
Penyebaran infeksi lewat percabangan bronchus dapat mengenai area paru atau melalui sputum
menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.
2. Sistem saluran limfe
Penyebaran lewat saluran limfe menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya
secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan
menimbulkan tuberculosis milier.
3. Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati ke paru dapat membawa atau mengangkat material yang
mengandung bakteri tuberculosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai organ melalui aliran
darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen.
Tuberkulosis Primer
Tuberculosis primer adalah infeksi penderita TB dari penderita yang belum mempunyai
reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila banteri TB terhirup dari udara melalui saluran
pernapasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal saluran pernapasan, maka bakteri akan
ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag yang berada di alveolar. Jika pada proses ini
bakter ditangkap oleh makrofag lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh
makofag yang lemah dan menghancurkan makrofag. Dari proses ini dihasilkan bahan kemoktasis
yang menarik monosit dan aliran darah membentuk tuberkel.
Bakteri TB menyebar melalui saluran pernapasan ke kelenjar getah bening regional
(hilus) membentuk epiteloid granuloma. Granuloma mengalami nekrosis sentral sebagai akibat
timbulnya hipersensitivitas seluler (delayed hipersensitivitas) terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi
sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat pada tes tuberkulin.
Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentuk focus Ghon, sedangkan focus inisial
bersama-sama dengan limfadenopati bertempat di hilus dan disebut juga TB Primer. Bakteri
menyebar lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah dan akan tersangkut pada berbagai
organ. Jadi TB Primer merupakan infeksi yang bersifat sistematis.
Tuberculosis Sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB masih hidup dalam
keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90% di antaranya tidak mengalami kekambuhan.
Reaktivasi penyakit TB terjadi bila daya tahan tubuh menurun.
Berbeda dengan TB Primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional dan organ lainnya
jarang terkena. Lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi imunologis terjadi dengan adanya
pembentukan granuloma. Nekrosis jaringan lebih mencolok dan menghasilkan lesi kaseosa
(perkijuan) yang luas dan disebut tuberkuloma. Protease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif
akan menyebabkan pelunakan bahan kaseosa. Secara umum dapat dikatakan bahwa,
pembentukan kavitas dan manifestasi lainnnya dari TB Sekunder adalah akibat dari reaksi
nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas seluler .
TB Paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogan,
terutama pada usia tua, yang semasa mudanya pernah mempunyai riwayat terkena TB. Lesi
sekunder berkaitan dengan kerusakan paru, kerusakan paru diakibatkan oleh produksi sitokin
yang berlebihan. Kavitas yang terjadi diliputi oleh jaringan fibrotic yang tebal dan berisi
pembuluh darah pulmonal. Kavitas yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotic yang tebal.
Masalah lain pada kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur seperti aspergillus yang
menumbuhkan mycetoma.
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum,
malaise, gejala flu, demam derajat rendah, nyeri dada, dan batuk darah.
F. KOMPLIKASI
1. Pemeriksaan Rontgen Thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan
ini tergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap OAT,
apakah sama baiknya dengan respon dari klien. Penyembuhan yang lengkap sering kali
yang terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada
penyembuhan yang lengkap.
2. CT scan atau MRI memperlihatkan adanya gangguan meluasnya kerusakan paru.
3. Radiologis TB Paru Milier
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnostic terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui
isolasi bakteri. Bahan pemeriksaan untuk isolasi Mycobacterium Tuberculosis berupa :
1. Sputum, diambil pada pagi hari / sputum yang baru keluar.
2. Urine. Urine pertama di pagi hari
3. Cairan kumbah lambung. Pemeriksaan ini digunakan jika klien tidak dapat
mengeluarkan sputum.
4. Bahan-bahan lain, misalnya pus.
H. PENATALAKSAAN
Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberculosis paru menjadi tiga bagian yaitu pencegahan,
pengobatan, dan penemuan penderita
Pencegahan TB Paru
1. Pemeriksaan kontak yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita
TB BTA positif. Pemeriksaan meliputi : tes tuberculin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberculin
positif maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila
masih negative diberikan BCG vaksinasi.
2. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu, misal :
penghuni rumah tahanan, petugas kesehatan, siswa-sisiwi pesantren.
3. Vaksinasi BCG
4. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan
menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
5. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat di
tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit.
Pengobatan Tuberkulosis Paru
Berikut penatalaksanaan pengobatan tuberkulosisi. Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis
(OAT).
a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
· Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Streptomisin (S).
· Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid (INH).
b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant).
· Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid (INH).
· Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan Isoniazid. Untuk very
slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z).
c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap bakteri
terhadap asam.
· Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam pra amino salisilik (PAS),
dan sikloserine.
· Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam keadaan telah terjadi
resistensi sekunder.
Pengobatan TB terbagi dalam dua fase yaitu fase intensif ( 2-3 bulan ) dan fase
lanjutan ( 4-7 bulan ). Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan.
Jenis obat utama yang digunakan sesuai rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid,
Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol.
Disamping itu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal
dengan Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC). Lima komponen DOTSC yang
direkomendasikan WHO yaitu :
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam penanggulangan
TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara makroskopik langsung, dan pemeriksaan
penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur.
3. Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek di bawah pengawasan langsung oleh
PMO, khususnya dalam dua bulan pertama di mana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
Penemuan penderita. Terdapat empat kategori yaitu : kategori I,II,III, dan IV. Kategori ini
didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan.
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat),
pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita
TB patu yang lain.
b. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini.
Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu
badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan
dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali
aktif.
d. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut
sehingga sehingga diteruskan penularannya.
e. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang
ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita
tuberkulosis paru yang lain
f. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
2. Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan, kurang
cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
a. Pola nutrisi dan metabolik
3. Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun.
a. Pola eliminasi
4. Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi
a. Pola aktivitas dan latihan
5. Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
a. Pola tidur dan istirahat
6. Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan
terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
a. Pola hubungan dan peran
7. Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular.
a. Pola sensori dan kognitif
8. Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada
gangguan.
a. Pola persepsi dan konsep diri
9. Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien
tentang penyakitnya.
a. Pola reproduksi dan seksual
10. Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena
kelemahan dan nyeri dada.
a. Pola penanggulangan stress
11. Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada
penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
a. Pola tata nilai dan kepercayaan
12. Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah
klien.
g. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1. Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2. Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang
tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
Perkusi : Suara ketok redup.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring.
3. Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4. Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5. Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6. Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari – hari yang
kurang meyenangkan.
7. Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8. Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
K. RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN DAN KRITERIA
N DIAGNOSA INTERVENSI
HASIL
O KEPERAWATAN
IDENTITAS PASIEN