Anda di halaman 1dari 43

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
1. TUBERKULOSIS
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth,2002).

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang


secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis
jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada
orang lain (Santa,dkk,2009)

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB


(mycobacterium tuberculosis).Sebagian besar kuman TB menyerah paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya, (Depkes RI, 2007).

Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi
organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia, sehingga selama ini
kasus tuberculosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberculosis
paru / TB paru (Indriani et al.,2005).Penyakit tuberculosis biasanya menular
melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang
dilepaskan pada saat penderita batuk.Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi
dan menularkan penyakit tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya
(Wiwid, 2005).

Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang


parenkim paru tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer &
Brenda G. Bare, 2002 ).

1.1 KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN


Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :
a) Tuberculosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru.Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
b) Tuberculosis ekstra paru
Tuberculosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB
paru :
a) Tuberkulosis paru BTA positif
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak sps hasilnya BTA positif
 1 spesimen dahak SPS hasil BTA positif dan biakan kuman TB positif
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukan gambaran tuberculosis
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak
ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b) Tuberculosis paru BTA negative
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnosis TB paru BTA negative meliputi :
 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif
 Foto toraks abnormal menunjukan gambaran tuberculosis
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotic OAT
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas
(misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk
b) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu :
 TB ekstra paru ringan, misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal
 TB ekstra-paru berat, misalnya : meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, plueuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
4. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu:
a) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b) Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
d) Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
f) Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

1.2 ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um.
Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae complex adalah :
 M. Tuberculosae
 Varian Asian
 Varian African I
 Varian African II
 M. bovis.

Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut
bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan
fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman
bersifat dormant, tertidur lama selama bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali
menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai
parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula
memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid
(Asril Bahar,2001).
Cara penularan TB  (Depkes, 2006)
 Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
 Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
 Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan
dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab.
 Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
 Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

1.3 PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi
melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-
kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan
merupakan tempat masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu
yang terkontaminasi.

Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas


perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel
T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel
epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi
lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu
kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus
Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer
dinamakan kompleks Gohn   respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis
adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan
kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke
dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke
bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga
tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan
dan meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan
rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan
lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat
menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan
bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui
getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah
bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi
pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran
limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier.
Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.
1.4 MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan (Depkes, 2006).

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau


malah banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar.
2001):

a) Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya
sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.
a) Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap
penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit
berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang adalah berupa batuk darah
karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada
tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding
bronkus.
b)  Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
c) Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi
gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
d) Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada
malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

1.5 KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
a) Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
b) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
c) Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d) Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
e) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
f) insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

1.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Diagnosis TB  menurut Depkes (2006):
1. Diagnosis TB paru
a) Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
b) Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya.
c) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas
pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
d) Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
e) Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB
paru.

2. Diagnosis TB ekstra paru.


a) Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya.
b) Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis
tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan
ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi
anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.

Diagnosis TB  menurut Asril Bahar (2001):


1.      Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang
praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis
umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen
apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru.

2.      Pemeriksaan Laboratorium
a) Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-
kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada
saat tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap
darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah
mulai turun ke arah normal lagi.
b) Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping
itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap
pengobatan yang sudah diberikan.
c) Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang
atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi
BCG dan Myobacteriapatogen lainnya.

1.6 PENATALAKSANAAN
1.      Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
2.    Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a.  OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi) .Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b.  Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).

c.   Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.


1)  Tahap awal (intensif)
 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
obat.
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
2 minggu.
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
2)  Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan

3.      Jenis, sifat dan dosis OAT


Dosisi yg direkomendasikan
Jenis obat Sifat (mg/kg)
Harian 3x seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 10
(4-6) (8-12)
10 10
Rifampicin (R) Bakterisid
(8-12 (8-12)
Pyrazinamide 25 35
Bakterisid
(Z) (20-30) (30-40)
15 15
Streptomycin (S) Bakterisid
(12-18) (12-18)
15 30
Ethambutol (E) Bakteriostatik
(15-20) (20-35)

4.      Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


a) Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
 Kategori Anak: 2HRZ/4HR
b) Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori
anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
c) Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
d) Paket Kombipak.
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol.Paduan OAT ini disediakan
program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT
KDT.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai.Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam
satu (1) masa pengobatan.
e) KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan
resep
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian
obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

1.7 PENGKAJIAN KEPERAWATAN


Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah
kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang
lain.
b.   Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini.Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong
penderita untuk mencari pengonbatan.
c.    Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura
serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
d.   Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
e.    Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain
f.    Pola fungsi kesehatan
1)      Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak –
desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal
dirumah yang sumpek.
2)      Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun.
3)      Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi
4)      Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu
aktivitas
5)      Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6)      Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit
menular.
7)      Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
8)      Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan
rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
9)      Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah
karena kelemahan dan nyeri dada.
10)  Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan
stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap
pengobatan.
11)  Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien.
g.      Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1)      Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2)      Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
  inspeksi :  adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
 Palpasi : Fremitus suara meningkat.
 Perkusi : Suara ketok redup.
 Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,
kasar dan yang nyaring.
3)      Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4)      Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5)      Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6)      Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7)      Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8)      Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

1.8 DIAGNOSA KEPERAWATAN


a.     Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
kental atau sekret darah
b.     Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-
kapiler
c.     Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
d.     Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
e      Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi

1.9 RENCANA KEPERAWATAN


TUJUAN DAN
N DIAGNOSA
KRITERIA HASIL INTERVENSI (NIC)
O KEPERAWATAN
(NOC)
1 Bersihan Jalan Nafas NOC : NIC :
tidak Efektif  Respiratory Airway suction
status :  Pastikan
Definisi : Ventilation kebutuhan oral /
Ketidakmampuan untuk  Respiratory tracheal
membersihkan sekresi status :
atau obstruksi dari Airway suctioning
saluran pernafasan untuk patency  Auskultasi suara
mempertahankan  Aspiration nafas sebelum
kebersihan jalan nafas. Control dan sesudah
suctioning.
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil :  Informasikan
 Dispneu,  Mendemonstr pada klien dan
Penurunan suara asikan batuk keluarga tentang
nafas efektif dan suctioning
 Orthopneu suara nafas  Minta klien nafas
 Cyanosis yang bersih, dalam sebelum
 Kelainan suara tidak ada suction
nafas (rales, sianosis dan dilakukan.
wheezing) dyspneu  Berikan O2
 Kesulitan (mampu dengan
berbicara mengeluarka menggunakan
 Batuk, tidak n sputum, nasal untuk
efekotif atau tidak mampu memfasilitasi
ada bernafas suksion
 Mata melebar dengan nasotrakeal
 Produksi sputum mudah, tidak  Gunakan alat
 Gelisah ada pursed yang steril sitiap
 Perubahan lips) melakukan
frekuensi dan  Menunjukkan tindakan
irama nafas jalan nafas  Anjurkan pasien
yang paten untuk istirahat
Faktor-faktor yang (klien tidak dan napas dalam
berhubungan: merasa setelah kateter
 Lingkungan : tercekik, dikeluarkan dari
merokok, irama nafas,
menghirup asap frekuensi nasotrakeal
rokok, perokok pernafasan  Monitor status
pasif-POK, dalam oksigen pasien
infeksi rentang  Ajarkan keluarga
 Fisiologis : normal, tidak bagaimana cara
disfungsi ada suara melakukan
neuromuskular, nafas suksion
hiperplasia abnormal)  Hentikan suksion
dinding bronkus,  Mampu dan berikan
alergi jalan nafas, mengidentifi oksigen apabila
asma. kasikan dan pasien
 Obstruksi jalan mencegah menunjukkan
nafas : spasme factor yang bradikardi,
jalan nafas, dapat peningkatan
sekresi tertahan, menghambat saturasi O2, dll.
banyaknya jalan nafas
mukus, adanya Airway Management
jalan nafas  Buka jalan nafas,
buatan, sekresi guanakan teknik
bronkus, adanya chin lift atau jaw
eksudat di thrust bila perlu
alveolus, adanya  Posisikan pasien
benda asing di untuk
jalan nafas. memaksimalkan
ventilasi
 Identifikasi
pasien perlunya
pemasangan alat
jalan nafas buatan
 Pasang mayo bila
perlu
 Lakukan
fisioterapi dada
jika perlu
 Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
 Auskultasi suara
nafas, catat
adanya suara
tambahan
 Lakukan suction
pada mayo
 Berikan
bronkodilator bila
perlu
 Berikan pelembab
udara Kassa
basah NaCl
Lembab
 Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi
dan status O2

2 Gangguan Pertukaran gas NOC : NIC :


 Respiratory Airway Management
Definisi : Kelebihan atau Status : Gas  Buka jalan nafas,
kekurangan dalam exchange guanakan teknik
oksigenasi dan atau  Respiratory chin lift atau jaw
pengeluaran Status : thrust bila perlu
karbondioksida di dalam ventilation  Posisikan pasien
membran kapiler alveoli  Vital Sign untuk
Status memaksimalkan
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : ventilasi
 Gangguan  Mendemonstr  Identifikasi
penglihatan asikan pasien perlunya
 Penurunan CO2 peningkatan pemasangan alat
 Takikardi ventilasi dan jalan nafas buatan
 Hiperkapnia oksigenasi  Pasang mayo bila
 Keletihan yang adekuat perlu
 somnolen  Memelihara  Lakukan
 Iritabilitas kebersihan fisioterapi dada
 Hypoxia paru paru dan jika perlu
 kebingungan bebas dari  Keluarkan sekret
 Dyspnoe tanda tanda dengan batuk atau
 nasal faring distress suction
 AGD Normal pernafasan  Auskultasi suara
 sianosis  Mendemonstr nafas, catat
 warna kulit asikan batuk adanya suara
abnormal (pucat, efektif dan tambahan
kehitaman) suara nafas  Lakukan suction
 Hipoksemia yang bersih, pada mayo
 hiperkarbia tidak ada  Berika
 sakit kepala sianosis dan bronkodilator bial
ketika bangun dyspneu perlu
 frekuensi dan (mampu  Barikan pelembab
kedalaman nafas mengeluarka udara
abnormal n sputum,  Atur intake untuk
mampu cairan
Faktor faktor yang bernafas mengoptimalkan
berhubungan dengan keseimbangan.
 ketidakseimbanga mudah, tidak  Monitor respirasi
n perfusi ventilasi ada pursed dan status O2
 perubahan lips)
membran kapiler-  Tanda tanda Respiratory Monitoring
alveolar vital dalam  Monitor rata –
rentang rata, kedalaman,
normal irama dan usaha
respirasi
 Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan,
retraksi otot
supraclavicular
dan intercostal
 Monitor suara
nafas, seperti
dengkur
 Monitor pola
nafas : bradipena,
takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes,
biot
 Catat lokasi
trakea
 Monitor
kelelahan otot
diagfragma
(gerakan
paradoksis)
 Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan / tidak
adanya ventilasi
dan suara
tambahan
 Tentukan
kebutuhan suction
dengan
mengauskultasi
crakles dan
ronkhi pada jalan
napas utama
 auskultasi suara
paru setelah
tindakan untuk
mengetahui
hasilnya
3 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari  Nutritional Nutrition Management
kebutuhan tubuh Status : food  Kaji adanya
and Fluid
Definisi : Intake nutrisi Intake alergi makanan
tidak cukup untuk Kriteria Hasil :  Kolaborasi
keperluan metabolisme  Adanya dengan ahli gizi
tubuh. peningkatan untuk
berat badan menentukan
Batasan karakteristik : sesuai jumlah kalori dan
 Berat badan 20 % dengan nutrisi yang
atau lebih di tujuan dibutuhkan
bawah ideal  Berat badan pasien.
 Dilaporkan ideal sesuai  Anjurkan pasien
adanya intake dengan tinggi untuk
makanan yang badan meningkatkan
kurang dari RDA  Mampu intake Fe
(Recomended mengidentifi  Anjurkan pasien
Daily Allowance) kasi untuk
 Membran kebutuhan meningkatkan
mukosa dan nutrisi protein dan
konjungtiva pucat  Tidak ada vitamin C
 Kelemahan otot tanda tanda  Berikan substansi
yang digunakan malnutrisi gula
untuk  Tidak terjadi  Yakinkan diet
menelan/mengun penurunan yang dimakan
yah berat badan mengandung
 Luka, inflamasi yang berarti tinggi serat untuk
pada rongga mencegah
mulut konstipasi
 Mudah merasa  Berikan makanan
kenyang, sesaat yang terpilih
setelah ( sudah
mengunyah dikonsultasikan
makanan dengan ahli gizi)
 Dilaporkan atau  Ajarkan pasien
fakta adanya bagaimana
kekurangan membuat catatan
makanan makanan harian.
 Dilaporkan  Monitor jumlah
adanya nutrisi dan
perubahan kandungan kalori
sensasi rasa  Berikan informasi
 Perasaan tentang
ketidakmampuan kebutuhan nutrisi
untuk mengunyah  Kaji kemampuan
makanan pasien untuk
 Miskonsepsi mendapatkan
 Kehilangan BB nutrisi yang
dengan makanan dibutuhkan
cukup Nutrition Monitoring
 Keengganan  BB pasien dalam
untuk makan batas normal
 Kram pada  Monitor adanya
abdomen penurunan berat
 Tonus otot jelek badan
 Nyeri abdominal  Monitor tipe dan
dengan atau tanpa jumlah aktivitas
patologi yang biasa
 Kurang berminat dilakukan
terhadap  Monitor interaksi
makanan anak atau
 Pembuluh darah orangtua selama
kapiler mulai
rapuh makan
 Diare dan atau  Monitor
steatorrhea lingkungan
 Kehilangan selama makan
rambut yang  Jadwalkan
cukup banyak pengobatan  dan
(rontok) tindakan tidak
 Suara usus selama jam
hiperaktif makan
 Kurangnya  Monitor kulit
informasi, kering dan
misinformasi perubahan
pigmentasi
Faktor-faktor yang  Monitor turgor
berhubungan : kulit
Ketidakmampuan  Monitor
pemasukan atau kekeringan,
mencerna makanan atau rambut kusam,
mengabsorpsi zat-zat gizi dan mudah patah
berhubungan dengan  Monitor mual dan
faktor biologis, muntah
psikologis atau ekonomi.  Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
 Monitor makanan
kesukaan
 Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori
dan intake
nuntrisi
 Catat adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.
 Catat jika lidah
berwarna
magenta, scarlet

4 Hipertermia NOC : NIC :


Thermoregulation Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik Kriteria Hasil :  Monitor suhu
diatas rentang normal  Suhu tubuh sesering mungkin
dalam  Monitor IWL
Batasan Karakteristik: rentang  Monitor warna
 kenaikan suhu normal dan suhu kulit
tubuh diatas  Nadi dan RR  Monitor tekanan
rentang normal dalam darah, nadi dan
 serangan atau rentang RR
konvulsi (kejang) normal  Monitor
 kulit kemerahan  Tidak ada penurunan tingkat
 pertambahan RR perubahan kesadaran
 takikardi warna kulit  Monitor WBC,
 saat disentuh dan tidak ada Hb, dan Hct
tangan terasa pusing,  Monitor intake
hangat merasa dan output
nyaman  Berikan anti
Faktor faktor yang piretik
berhubungan :  Berikan
 penyakit/ trauma pengobatan untuk
 peningkatan mengatasi
metabolisme penyebab demam
 aktivitas yang  Selimuti pasien
berlebih  Lakukan tapid
 pengaruh sponge
medikasi/anastesi  Berikan cairan
 ketidakmampuan/ intravena
penurunan  Kompres pasien
kemampuan pada lipat paha
untuk berkeringat dan aksila
 terpapar  Tingkatkan
dilingkungan sirkulasi udara
panas  Berikan
 dehidrasi pengobatan untuk
 pakaian yang mencegah
tidak tepat terjadinya
menggigil
Temperature regulation
 Monitor suhu
minimal tiap 2
jam
 Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinyu
 Monitor TD,
nadi, dan RR
 Monitor warna
dan suhu kulit
 Monitor tanda-
tanda hipertermi
dan hipotermi
 Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
 Selimuti pasien
untuk mencegah
hilangnya
kehangatan tubuh
 Ajarkan pada
pasien cara
mencegah
keletihan akibat
panas
 Diskusikan
tentang
pentingnya
pengaturan suhu
dan kemungkinan
efek negatif dari
kedinginan
 Beritahukan
tentang indikasi
terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
 Ajarkan indikasi
dari hipotermi
dan penanganan
yang diperlukan
 Berikan anti
piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
Monitor kualitas dari
nadi
Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan
abnormal
Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign

5 Nyeri NOC : NIC :


 Pain Level, Pain Management
Definisi :  Pain control,  Lakukan
Sensori yang tidak  Comfort pengkajian nyeri
menyenangkan dan level secara
pengalaman emosional Kriteria Hasil : komprehensif
yang muncul secara  Mampu termasuk lokasi,
aktual atau potensial mengontrol karakteristik,
kerusakan jaringan atau nyeri (tahu durasi, frekuensi,
menggambarkan adanya penyebab kualitas dan
kerusakan (Asosiasi Studi nyeri, mampu faktor presipitasi
Nyeri Internasional): menggunaka  Observasi reaksi
serangan mendadak atau n tehnik nonverbal dari
pelan intensitasnya dari nonfarmakol ketidaknyamanan
ringan sampai berat yang ogi untuk  Gunakan teknik
dapat diantisipasi dengan mengurangi komunikasi
akhir yang dapat nyeri, terapeutik untuk
diprediksi dan dengan mencari mengetahui
durasi kurang dari 6 bantuan) pengalaman nyeri
bulan.  Melaporkan pasien
bahwa nyeri  Kaji kultur yang
Batasan karakteristik : berkurang mempengaruhi
 Laporan secara dengan respon nyeri
verbal atau non menggunaka  Evaluasi
verbal n manajemen pengalaman nyeri
 Fakta dari nyeri masa lampau
observasi  Mampu  Evaluasi bersama
 Posisi antalgic mengenali pasien dan tim
untuk nyeri (skala, kesehatan lain
menghindari nyeri intensitas, tentang
 Gerakan frekuensi dan ketidakefektifan
melindungi tanda nyeri) kontrol nyeri
 Tingkah laku  Menyatakan masa lampau
berhati-hati rasa nyaman  Bantu pasien dan
 Muka topeng setelah nyeri keluarga untuk
 Gangguan tidur berkurang mencari dan
(mata sayu,  Tanda vital menemukan
tampak capek, dalam dukungan
sulit atau gerakan rentang  Kontrol
kacau, normal lingkungan yang
menyeringai) dapat
 Terfokus pada diri mempengaruhi
sendiri nyeri seperti suhu
 Fokus menyempit ruangan,
(penurunan pencahayaan dan
persepsi waktu,
kerusakan proses kebisingan
berpikir,  Kurangi faktor
penurunan presipitasi nyeri
interaksi dengan  Pilih dan lakukan
orang dan penanganan nyeri
lingkungan) (farmakologi, non
 Tingkah laku farmakologi dan
distraksi, contoh : inter personal)
jalan-jalan,  Kaji tipe dan
menemui orang sumber nyeri
lain dan/atau untuk
aktivitas, aktivitas menentukan
berulang-ulang) intervensi
 Respon autonom  Ajarkan tentang
(seperti teknik non
diaphoresis, farmakologi
perubahan  Berikan analgetik
tekanan darah, untuk mengurangi
perubahan nafas, nyeri
nadi dan dilatasi  Evaluasi
pupil) keefektifan
 Perubahan kontrol nyeri
autonomic dalam  Tingkatkan
tonus otot istirahat
(mungkin dalam  Kolaborasikan
rentang dari dengan dokter
lemah ke kaku) jika ada keluhan
 Tingkah laku dan tindakan
ekspresif nyeri tidak
(contoh : gelisah,
merintih, berhasil
menangis,  Monitor
waspada, iritabel, penerimaan
nafas pasien tentang
panjang/berkeluh manajemen nyeri
kesah) Analgesic
 Perubahan dalam Administration
nafsu makan dan  Tentukan lokasi,
minum karakteristik,
kualitas, dan
Faktor yang berhubungan derajat nyeri
: sebelum
Agen injuri (biologi, pemberian obat
kimia, fisik, psikologis)  Cek instruksi
dokter tentang
jenis obat, dosis,
dan frekuensi
 Cek riwayat
alergi
 Pilih analgesik
yang diperlukan
atau kombinasi
dari analgesik
ketika pemberian
lebih dari satu
 Tentukan pilihan
analgesik
tergantung tipe
dan beratnya
nyeri
 Tentukan
analgesik pilihan,
rute pemberian,
dan dosis optimal
 Pilih rute
pemberian secara
IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
 Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah
pemberian
analgesik pertama
kali
 Berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat
nyeri hebat
 Evaluasi
efektivitas
analgesik, tanda
dan gejala (efek
samping)

2. DAUN MINT (MENTHA PIPERITA)


2.1MORFOLOGI DAN KLASIFIKASI DAUN MINT
Tanaman mint berasal dari Eropa. Tanaman ini bias tumbuh dimana saja
seperti di benua Eropa, Asia, Afrika, Australia dan Amerika Utara. Tamanan mint
adalah tanaman aromatic dikenal sebagai salah satu tanaman herbal tertua di
dunia (TIM FMIPA, 2012)

Tanaman peppermint (Mentha piperita) adalah keluarga mint dari Labiatae


dan merupakan herba tahunan. Pepermint banyak dibiakkan di banyak negara
Eropa, Asia Tengah dan Barat.Tumbuh di daerah lembab pada dataran tinggi
dengan tanah yang gembur yang banyak mengandung bahan organik, berdrainase
baik dan pH berkisar antara 6 – 7 (Hadipoentyanti, 2010).

Pada daerah tropik tanaman mint tidak berbunga, pertumbuhan batang


tegakan atau sedikit menjalar, tinggi tanaman berkisar 30 – 60 cm, percabangan
simpodial, batang berbentuk segi empat. Tangkai daun dan permukaan daun
tanaman peppermint diselimuti oleh bulu – bulu yang berwarna kuning kehijauan
dengan tekstur permukaan daun licin. Warna daun hijau, panjang daun berkisar
antara 1,3-5,5 cm, bentuk daun lanset (Lanceolate), ujung daun runcing (acute),
tepi daun beringgit dangkal (creneate) (Hadipoentyanti, 2010).
Klasifikasi daun mint adalah sebagai berikut (USDA,2009)
Filum : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Asteridae
Ordo : Lamiales
Family : Lamiaceae
Genus : Mentha
Spesies : Mentha piperita

2.2 PERTUMBUHAN
a. Media tanam
Nizar (2010) menyatakan bahwa lahan yang cocok untuk tanaman
peppermint adalah lahan yang memiliki curah hujan sedang.Lebih tepatnya
lagi pada lahan yang berada di dataran tinggi dan beriklim sejuk.

Penanaman daun mint di ketinggian lebih cepat tumbuh dari pada


menanam tanaman peppermint di dataran rendah. Semakin tinggi lahan,
semakin cepat tanaman peppermint berkembang dan ciri khasnya yaitu daun
semakin lebar dan warna hijaunya semakin menarik.

Untuk media tanam yang baik untuk tanaman mint adalah tanah
gembur atau tanah yang biasa untuk menanam tanaman jenis biji- bijian yaitu
dengan mencampurkan tanah : sekam : pupuk organik dengan jumlah 1:1:1.
Sekam padi sangat baik digunakan sebagai pendukung media atau sebagai
pengganti tanah (Luh, 1980).Jenis tanah sawah juga cukup bagus untuk
tanaman peppermint Seto (2011).

Dalam menanam bibit peppermint, yang harus menjadi perhatian


adalah jarak tanam. Sebaiknya untuk satu meter persegi lahan, cukup ditanam
dengan empat batang mint saja. Lahan yang dipersiapkan sebaiknya ada di
lokasi yang terbuka, sehingga tanaman ini bisa mendapatkan sinar matahari
yang cukup.Juga penting untuk diperhatikan adalah menjaga pasokan air. Saat
musim panas, intensitas penyiraman air bisa dilakukan dua kali sehari. Namun
saat musim hujan, tanaman disiram seperlunya saja.

Menurut Nizar (2010), media tanah tempat menanam peppermint


harus dijaga dalam kondisi lembap agar daun peppermint dapat berkembang
cepat. Namun perlu hati-hati saat menyiram daun peppermint, air yang
kebanyakan dapat membuat daun cepat layu dan busuk.
Menurut Wudianto (1993), saat pemotongan stek yang baik yaitu pada
saat kelembaban udara tinggi dan tanaman sedang tidak mengalami
pertumbuhan. Saat ini biasanya terjadi pada awal musim hujan.Sedangkan
pemotongan stek sebaiknya kita lakukan di dalam air. Tujuannya agar
jaringan pembuluh pada stek yang baru dipotong terisi oleh air, dengan
demikian akan memudahkan penyerapan zat makanan. Bila stek dipotong di
tempat terbuka, udara tentu saja akan masuk ke dalam jaringan pembuluh,
sehingga penyerapan air dan zat-zat makanan akan dipersulit atau dihalangi
oleh adanya rongga udara itu.

b. Perawatan tanaman
Menurut seto (2011) Dari segi daya tahan tanaman, tanaman
peppermint termasuk kelompok tanaman yang tidak memiliki banyak musuh,
tanaman ini tahan terhadap hama. 14 Seperti halnya merawat tanaman lain,
menanam peppermint juga membutuhkan perawatan yang serius, agar media
tumbuh tidak ditumbuhi tanaman lain, terutama rerumputan.Rumput yang
tumbuh di sekitar tanaman peppermint dapat memperlambat pertumbuhan
tanaman. Rumput akan mengambil nutrisi yang ada pada tanah jika berada
dekat dengan tanaman peppermint. Gangguan akibat rumput itu akan
membuat daun peppermint tumbuh kecil dan berlubang. Kondisi lahan sangat
penting agar kualitas daun peppermint tetap prima.
c. Pemanenan daun mint
Untuk panen daun peppermint bisa dilakukan saat usia tanam sudah
memasuki enam bulan. Pemanenan daun mint bisa dilakukan sampai dengan
usia tanaman mint dua tahun. Daun peppermint yang siap petik adalah daun
yang berusia dua minggu semenjak pupus.Usia daun ini sudah menghasilkan
aroma wangi mint yang menyengat sekaligus menyegarkan Balittro (1988).

2.3 MANFAAT DAN KANDUNGAN DAUN MINT


a. Manfaat
Tanaman mint menghasilkan minyak peppermint (peppermint oil)
yang digunakan sebagai penambah aroma dan rasa pada makanan dan
minuman, obat, parfum, kosmetik, dan produk penyegar lainnya (Buchbauer
et al, 1991). Selain itu minyak dari tanaman peppermint ini digunakan sebagai
bahan campuran di beberapa produk pakai seperti, pasta gigi, balsem, sabun,
shampoo, dan berbagai obat-obatan serta bahan pembersih keperluan rumah
tangga termasuk kosmetik dan perekat/lem (BPSb, 2007).Ekstrak tanaman
peppermint dapat membunuh beberapa jenis bakteri, fungi, dan virus,
sehingga kandungannya dapat dikembangkan sebagai anti-bakteri, anti-fungi,
dan antivirus (Raja 2012).Mentol biasa dimanfaatkan sebagai obat karminatif
(penenang), antispasmodik (anti batuk) dan diaforetik (menghangatkan dan
menginduksi keringat).

Pasien tuberculosis paru yang merasa sesak, biasanya gelisah dan


segera ketenaga kesehatan untuk mendapatkan penanganan berupa oksigen
atau nebulizer.Salah satu ekstraksi yang dapat digunakan adalah daun mint,
sebab kandungan menthol mampu membukan rongga jalan nya pernafasan,
sehingga membuat penderita lega.

b. Kandungan
Sastrohamidjojo (2002) menemukan bahwa minyak peppermint
memiliki beberapa kandungan utama yaitu mentol, menton, isomenton,
piperiton dan mentil asetat, dengan mentol sebagai kandungan tertinggi.Dari
semua species yang ada peppermint paling banyak mengadung menthol
(90%), yaitu sejenis fitokimia.

Selain itu daun mint juga mengandung flavonoid, phenolic acids,


triterpenes, vitamin C dan provitamin (precursor vitamin) A, mineral fosfor,
besi, kalsium dan potasium. Berikut ini adalah struktur kimia dari menthol
yang terdapat pada tanaman peppermint :

CH3

OH
CH
H3C CH3

Gambar 3.Struktur Kimia Menthol (Langdon dan Mullarney 2009)

B. HASIL PENELITIAN JURNAL


1. Pemahanam Jurnal
I. Judul Jurnal :
Pengaruh Aroma terapi Daun Mint Dengan Inhalasi Sederhanan terhadap
penurunan Sesak nafas pada pasien tuberculosis paru.
 Judul jurnal tersebut telah menggambarkan tujuan utama peneliti dan
mampu menarik minat pembaca, namun dijudulnya tidak dicantumkan
tempat penelitiannya.

II. Penulis :
Penulis jurnal adalah Edy Siswantoro dari program studi ilmu keperawatan
STIKES Dian Husada Mojokerto
 Informasi tentang penulis nama, asal dan email sudah dicantumkan

III. Pembahasan pemahaman jurnal


Dalam jurnal tersebut dilengkapi dengan abstrak dimana penulis
mempu menggambarkan secara jelas tujuan sampai dengan hasil dari
penelitian. Penulisan abstrak sudah terstruktur dan tercakup komponen
IMRAC ( Introduction, methods, Results, Conclussion). Bahasa yang
digunakan oleh penulis sudah memenuhi tata bahasa yang benar, serta disusun
secara singkat, padat dan jelas.Kelebihannya mampu menggambarkan tujuan,
metode, hasil dan kesimpulan secara jelas.

Pada pendahuluan, peneliti menemukan penyebab timbulnya sesek


nafas pada pasien TBC, dikarenakan difusi oksigen terganggu karena adanya
bintil-bintil atau peradangan pada dinding alveolus.Jika bagian paru-paru yang
diserang meluas, sel-selnya mati dan paru-paru mengecil.Akibatnya nafas
terengah-engah.Tetapi pasien tuberculosis sering cemas terhadap sesak yang
timbul, sehingga menyebabkan gelisah dan makin sesak.

Untuk metode penelitian, peneliti mengambil desain penelitian adalah


pre-eksperimental dengan rancangan one group pretest-posttest design yaitu
jenis penelitian yang bertujuan untuk menentukan pengaruh dari suatu
tindakan pada kelompok subjek yang mendapat perlakuan, kemudian
dibandingkan dsengan kelompok subjek yang tidak mendapat perlakuan.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita tuberculosis paru yang
mempunyai gejala klinik sesaknafas yang ada di Puskesmas sooko, kecamatan
sooko, kabupaten mojokerto .jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak
17 orang. Sample penelitian adlah 16 orang dibagi menjadi 2 yaitu 8
responden sebagai kelompok pelaku dan 8 responden sebagai kelompok
control. Teknik pengambilan sample penelitian ini dilakukan secara simple
random sampling. Pengambilan data pretest dilakukan dengan observasi satu
persatu kelompok (perlakuan dan control) dengan menggunakan pengukuran
skala sesak nafas pada pasien tuberculosis paru sebelum diberikan intervensi
dengan menggunakan alat ukur sesak nafas. Pengambilan data post test yang
dilakukan pada kelompok perlakuan dan kelompok control, untuk mengetahui
perbedaan setelah dilakukan perlakuan dan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh aroma terapi daun mint dengan inhalasi sederhana terhadap
penurunan sesak nafas pada pasien tuberculosis paru di Puskesmas sooko,
kecamatan sooko kabupaten Mojokerto.

Dari hasil pnelitian ini didapat adanya pengaruh nilai skla sesak nafas
sebelumdan sesudah diberikan arom aterapi daun mint dengan inhalasi
sederhana. Pada uji Wilcoxon signed rank test pada kelompok eksperimen
bahwa signifikan sebesar p-value 0,008<(α)0,05, maka H0 ditolak dan H1
diterima artinya adanya pengaruh aroma terapi daun mint dengan inhalasi
sederhana terhadap penurunan sesak nafas. Pada uji mann whitney U
menunjukan p-value 0,006 < (α) 0,05 yang berarti ada beda antara nilai skala
sesak nafas kelompok eksperimen yang diberikan aroma terapi daun mint
dengan inhalasi sederhana dengan nilai skala sesak nafas kelompok kontrol
tanpa diberikan aroma terapi daun mint dengan inhalasi sederhana.

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


TERAPI DAUN MINT

1. PENGERTIAN :
Terapi non farmakologi dengan menggunakan terapi daun mint

2. TUJUAN :
Membebaskan jalan nafas pada pasien tuberculosis paru dengan menghirup
uap dari air panas yang ditambahkan dengan daun mint.
3. MANFAAT :
 Mengurangi sesak
 Membebaskan jalan nafas

4. SASARAN :
Penderita Tuberkulosis paru yang sesak

5. KONTRA INDIKASI :
Pada pasien dengan alergi terhadap tanaman herbal lain seperti oregano
ataupun kemangi, ada kemungkinan alergi pula Sterhadap mint

6. BAHAN DAN ALAT :


Alat dan Bahan
 5 lembar daun mint
 1 gelas air hangat
 Air mendidih 500 ml / air panas didalam tremos
 Kom / mangkuk berukuran sedang
 1 buah bengkok/kantong plastik
 Sarung tangan bersih
 Tissue secukupnya
 1 lembar plastik jilid, dibentuk corong

7. LANGKAH –LANGKAH :
a. Persiapan Pasien :
1) Informed Consent
2) Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan
b. Prosedur pelaksanaan :
1) Gunakan sarung tangan bersih
2) Tuang kan air panas kedalam mangkuk
3) Masukan 5 lembar daun mint
4) Pasang corong d atas mangkuk
5) Anjurkan pasien mendekatkan hidungb dan mulutnya d atas
corong
6) Hirup uap yang dihasilkan, jika pasien ingin batuk atau
mengeluarkan dahak dipersilakan menggunakan tissue dan buang
ke bengkok
7) Lakukan sampai terasa sesak berkurang

Anda mungkin juga menyukai