Anda di halaman 1dari 49

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi
2.2.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik
yang menetap. Pada waktu anda membaca tekanan darah bagian
atas adalah tekanan darah sistolik, sedangkan bagian bawah
adalah tekanan diastolik. Tekanan sistolik (bagian atas) adalah
tekanan puncak yang tercapai pada waktu jantung berkontraksi dan
memompakan darah melalui arteri. Sedangkan tekanan diastolik
(angka bawah) adalah tekanan pada waktu jatuh ke titik terendah
dalam arteri. Secara sederhana seseorang disebut hipertensi
apabila tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan
diastolik lebih besar dari 90 mmHg. Tekanan darah yang ideal
adalah 120/80 mmHg (Sunardi, 2000).

Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang member


gejala yang akan berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke
( untuk otak), penyakit jantung koroner ( untuk pembuluh darah
jantung) dan left ventricle hypertrophy ( untuk otot jantung). Dengan
target organ diotak yang berupa stroke, hipertensi adalah penyebab
utama stroke yang membawa kematian tinggi ( Bustan,2000)

Menurut Hull (1996), Hipertensi adalah desakan darah yang


berlebihan dan hamper konstan pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh
kekuatan jantung ketika memompa darah. Hipertensi berkaitan dengan
kenaikan tekanan diastolic. Tekanan sistolik, atau kedua-duanya
secara terus-menerus.

Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila


jantung berkontraksi ( Denyut jantung). Ini adalah tekanan maksimum
dalam arteri pada suatu saat dan tercermin pada hasil pembacaan

1
tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar misalnya
120/80 mmhg, angka 120 menunjukkan nilai tekanan darah sistolik.
Tekanan sistolik berkaitan dengan tekanan dalam arteri bila jantung
berada dalam keadaaan relaksasi diantara dua denyutan. Ini adalah
tekanan minimum dalam arteri pada suatu saat dan tercermin dari hasil
pemeriksaan tekanan darah sebagai tekanan bawah yang niulainya
lebih kecil,misalnya 120/80 mmhg, angka 80 menunjukkan nilai
tekanan darah diastolic.

2.2.2 Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang
beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak
diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini
tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari
populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang
khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab
hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab
hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien
ini dapat disembuhkan secara potensial (Dosch, 2001 dalam DEPKES,
2006).

Hipertensi primer (essensial)


Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi
essensial (hipertensi primer).2 Literatur lain mengatakan, hipertensi
essensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Dikatakan
hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan
tekanan darah tersebut .

Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya


hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang
tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi
sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya
menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada

2
patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran
bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik
mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak
karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi
keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan adanya mutasi-
mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan
nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.

Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari
penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan
tekanan darah (lihat tabel). Hipertensi sekunder disebabkan oleh
penyakit/keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer
(sindroma Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan
renovaskuler, serta akibat obat.

Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis


atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling
sering. 5 obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat
menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan
menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat dilihat pada tabel 1.
Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan
menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi
kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama
dalam penanganan hipertensi sekunder.

3
Tabel. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya


perubahan-perubahan pada :

1. Elastisitas dinding aorta menurun


2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena
kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

2.2.3 Klasifikasi Hipertensi


1. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
a. Hipertensi esensial/primer.
Tidak jelas penyebabnya dan merupakan sebagian besar ± 90%
dari seluruh kejadian hipertensi. Hipertensi esensial adalah
penyakit multifaktoral yang timbul terutama karena interaksi

4
antara faktor-faktor risiko tertentu (Yogiantoro, 2006).
Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikontrol (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).

Menurut Gunawan (2005), penyebab utama hipertensi yaitu


gaya hidup modern, sebab dalam gaya hidup modern situasi penuh
tekanan dan stres. Dalam kondisi tertekan, adrenalin dan
kortisol dilepaskan ke aliran darah sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan darah. Gaya hidup yang penuh kesibukan
juga membuat orang kurang berolah raga dan berusaha mengatasi
stresnya dengan merokok, minum alkohol atau kopi sehingga
risiko terkena hipertensi. Kedua yaitu pola makan yang salah
dan yang ketiga adalah berat badan berlebih.

b. Hipertensi sekunder
Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, sering
berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya ginjal,
jantung koroner, diabetes, kelainan sistem syaraf pusat. Jumlah
kejadiannya mencapai ± 10% (Sunardi, 2000).

2. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Hiptertensi


Berikut ini adalah klasifikasi tekanan darah pada orang
dewasa berdasarkan JNC-VII (The Joint National Committee On
Prevention, Detection Evaluation, and Treatment Of High Blood
Pressure) (JNC 7).

Tabel 1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC

Sumber : Yogiantoro, 2006

5
2.2.4 Cara Pengukuran Tekanan Darah
Tabel 2 Rekomendasi untuk Tindak Lanjut Tekanan Darah Pengukuran Pertama

Sumber : JNC VI (1998) dan WHO-ISH (1999)

Pasien dibiarkan istirahat dengan tenang, 5 - 10 menit. Pasien tidak boleh


merokok dan minum zat perangsang (stimulant) seperti teh, kopi, dan minuman
ringan yang mengandung kafein 30 menit sebelum pengukuran. Ukuran manset
harus sesuai dengan lengan penderita yaitu paling sedikit 80% lebar manset
harus dapat menutupi lingkar lengan.

Pasien di ukur dalam posisi duduk atau berbaring dengan lengan sejajar
jantung. Rabalah denyut nadi radialis pada sisi ipsilateral dan kembangkan karet
sfigmomanometer secara bertahap sampai tekanan sistolik 20 mmHg di atas titik
dimana denyut nadi radialis menghilang. Auskultasi pada arteri brakialis dan
kempiskan karet kurang lebih dua mmHg per detik, catat titik pertama pulsasi
yang terdengar (korotkoff 1) yang merupakan tekanan darah sistolik dan titik
di mana bunyi pulsasi menghilang (korotkoff 5) yaitu tekanan diastolik.
Ukurlah tekanan darah minimal dua kali dengan jarak dua menit dan pastikan
tidak ada perbedaan antara kedua lengan. Jika terdapat perbedaan, lengan yang
mempunyai angka yang lebih tinggi digunakan sebagai patokan. Semua orang
dewasa harus mengukur tekanan darahnya secara teratur setidaknya setiap lima
tahun sampai umur 80 tahun. Jika hasilnya berada pada nilai batas,
pengukuran perlu dilakukan setiap tiga sampai12 bulan (Gray, 2005).

6
2.2.5 Faktor Resiko Hipertensi
Dari beberapa sumber kepustakaan yang diperoleh penulis, maka
faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit hipertensi adalah sebagai
berikut

1. Umur
Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih
besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup
tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar diatas usia 65 tahun
(Depkes, 2006). Yogiantoro (2006) menyebutkan bahwa individu berumur
55 tahun memiliki 90% risiko untuk mengalami hipertensi. Menurut
Krummel (2004) memaparkan bahwa tekanan sistolik terus meningkat
sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai
usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan
menurun drastis.

Penyakit hipertensi umumnya berkembang pada saat umur seseorang


mencapai paruh baya yakni cenderung meningkat khususnya yang berusia
lebih dari 40 tahun bahkan pada usia lebih dari 60 tahun keatas.
Setelah usia 45 tahun terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas
simpatik. Dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya
penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah
akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Disamping itu,
pada usia lanjut sensitivitas pengaturan tekanan darah yaitu refleks
baroreseptor mulai berkurang, demikian juga halnya dengan peran ginjal,
dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun (Kumar, et
all, 2005).

Dalam penelitian Dian, dkk (2009) diketahui tidak terdapatnya


hubungan yang bermakna antara usia dengan penderita hipertensi. Namun,
penelitian Aisyiyah (2009) diketahui bahwa ada hubungan nyata
positif antara umur dan hipertensi. Dan penelitian Irza (2009) menyatakan
bahwa resiko hipertensi 17 kali lebih tinggi pada subjek > 40 tahun

7
dibandingkan dengan yang berusia ≤ 40 tahun. Berarti diketahui bahwa
meningkatnya umur seseorang akan diikuti dengan meningkatnya kejadian
hipertensi.

2. Jenis Kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria
lebih banyak dibandingkan wanita. Pria diduga memiliki gaya hidup yang
cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibanding wanita. Namun
setelah memasuki menepouse, prevalensi hipertensi pada wanita
meningkat (Depkes, 2006). Hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh
hormon estrogen yang dapat melindungi wanita dari penyakit
kardiovaskuler. Kadar hormon ini akan menurun setelah menepouse (Gray,
2005).

Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormone


estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan
faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis.
Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya
imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita
mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama
ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus
berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya
sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi
pada wanita umur 45-55 tahun (Kumar, et all, 2005).

Data Riskesdas menyebutkan bahwa prevalensi penderita hipertensi di


Indonesia lebih besar pada perempuan (8,6%) dibandingkan laki-laki
(5,8%). Sedangkan menurut Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
(2006), sampai umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak menderita
hipertensi dibanding perempuan. Dari umur 55 sampai 74 tahun, sedikit
lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yang menderita hipertensi.
Hasil penelitian Sulistiani (2005) diketahui bahwa faktor jenis kelamin

8
tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan
kejadian hipertensi. Demikian juga Herke (1995) tidak dapat membuktikan
bahwa perempuan mempunyai risiko hipertensi yang lebih besar daripada
laki-laki, walaupun secara presentase diperoleh hipertensi lebih tinggi pada
perempuan.

Namun penelitian Yuliarti (2007), diketahui bahwa ada hubungan yang


signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi. Hal
tersebut menunjukkan bahwa kejadian hipertensi pada perempuan
dipengaruhi oleh kadara hormon estrogen. Hormon estrogen tersebut akan
menurun kadarnya ketika perempuan memasuki usia tua (menepouse)
sehingga perempuan menjadi lebih rentan terhadap hipertensi.

3. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga mempertinggi risiko terkena penyakit hipertensi,
terutama pada hipertensi primer (esensial). Tentunya faktor genetik
ini juga diperngaruhi faktor-faktor lingkungan lain. Faktor genetik
juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin
membran sel (Depkes, 2006). Hipertensi cenderung merupakan penyakit
keturunan. Jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka
sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya
pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkinan
kita mendapatkan penyakit tersebut 60% (Sheps, 2005).

Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan


ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang
penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial)
apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama
lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan
dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala (Sutanto,
2010). Pada kenyataannya, 70-80 % kasus hipertensi, ternyata pada
keluarga yang mempunyai riwayat hipertensi (Sunardi, 2000). Hasil

9
penelitian Hasirungan (2002) pada lansia dikota Depok usia 55
sampai ≥70 tahun diketahui terdapat hubungan yang signifikan antara
riwayat keluarga sakit dengan hipertensi.

4. Olahraga atau Aktivitas Fisik


Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan
sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot
membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan
jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan
zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa
dari tubuh (Supariasa, 2001). Menurut Lee, et all (2002), olahraga
dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner melalui mekanisme;
penurunan denyut jantung dan tekanan darah, penurunan tonus
simpatik, meningkatkan diameter arteri koroner, dan sistem
kolateralisasi pembuluh darah, meningkatkan HDL dan menurunkan
LDL darah. Melalui kegiatan olahraga, jantung dapat bekerja secara
lebih efisien. Frekuensi denyut nadi berkurang, namun kekuatan
memompa jantung semakin kuat, penurunan kebutuhan oksigen jantung
pada intensitas tertentu, penurunan lemak badan dan berat badan serta
menurunkan tekanan darah (Cahyono, 2008).

Berbagai penelitian menyebutkan bahwa berolahraga secara teratur


merupakan intervensi pertama untuk mengendalikan berbagai penyakit
degeneratif (tidak menular). Hasilnya secara teratur terbukti
bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah, mengurangi risiko
stroke, serangan jantung, dan lain-lain. Pengaruh olahraga dalam
jangka panjang sekitar empat sampai enam bulan dapat menurunkan
tekanan darah sebesar 7,4/5,8 mmHg tanpa bantuan obat hipertensi.
Pengaruh penurunan tekanan darah ini dapat berlangsung sampai sekitar
20 jam setelah berolahraga (Sutanto, 2010).

Olahraga memerlukan suatu ukuran tertentu agar dapat memberikan


kebugaran jasmani. Olahraga yang tidak sesuai dengan patokan, maka

10
yang didapatkan hanya kegembiraan saja, sementara kebugarannya
tidak diperoleh. Akibatnya, walaupun seseorang sudah merasa
olahraga, tubuhnya tidak sesehat yang diharapkan (Cahyono, 2008).

Olahraga secara teratur idealnya dilakukan tiga hingga lima kali


dalam seminggu dan minimal 30 menit setiap sesi (Sutanto, 2010).
Semakin lama berada dalam zona tersebut akan memberikan efek
yang lebih baik. Sebagai contoh, apabila melakukan olahraga yang
lamanya mencapai 40 sampai 90 menit bahan bakar yang digunakan
sebagai sumber tenaga berasal dari asam lemak. Dengan demikian kadar
glukosa darah dan lemak darah (kolesterol) akan digunakan tubuh
sehingga kedua kadar zat tersebut akan menuju normal. Namun,
olahraga yang berlebihan bisa berdampak tidak baik bagi kesehatan
karena tubuh dapat menjadi lelah (Cahyono, 2008).

Pemilihan jenis olahraga juga perlu diperhatikan, karena tidak semua jenis
olahraga memberikan efek baik bagi tubuh. Terdapat dua jenis olah raga,
yaitu:
1. Olahraga isotonik (sering disebut olah raga aerobik), contohnya
jenis olahraganya adalah joging, berenang, naik sepeda, dansa dan
maraton. Olahraga ini lebih memanfaatkan gerakan kaki daripada
lengan. Olahraga aerobik memiliki efek terbesar pada kesegaran
fisik dan kesehatan, karena meningkatkan ketahanan kardio-
respirasi.
2. Olahaga yang bersifat isometrik (gerak badan statik), lebih
banyak melibatkan lengan daripada kaki, misalnya angkat beban.
Olahraga ini kurang menguntungkan pada sistem kardio-
respirasi. Olahraga isometrik, lebih mengutamakan ketahanan
dan kakuatan otot (Cahyono, 2008).

Melalui olahraga yang isotonik dan teratur (aktifitas fisik aerobik ±


30 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah. Kurang olahraga dapat memperbesar risiko

11
obesitas dan apabila asupan garam bertambah maka akan menambah
risiko timbulnya hipertensi (Sutanto, 2010).

Hasil penelitian Sanusi (2002) di poli klinik geriatri RSUPN Cipto


Mangunkusumo diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara
aktifitas fisik dengan hipertensi. Sedangkan penelitian Sugihartono (2007),
menyatakan bahwa tidak biasa melakukan olah0raga mempunyai
risiko menderita hipertensi sebesar 4,73 kali dan olah raga tidak ideal
mempunyai risiko sebesar 3,46 kali dibandingkan orang yang
mempunyai kebiasaan olahraga ideal.

5. Merokok
Winniford (1990) memaparkan bahwa rokok mengandung nikotin
yang dapat meningkatkan denyut jantung, tekanan darah sistolik dan
diastolik. Peningkatan denyut jantung pada perokok terjadi pada menit
pertama merokok dan sesudah 10 menit peningkatan mencapai 30%.
Sedangkan tekanan sistolik meningkat mancapai 10%. Diketahui pula
bahwa merokok dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut
jantung melalui mekanisme sebagai berikut: pertama, merangsang saraf
simpatis untuk melepaskan nonepinefrin melalui saraf adrenergi dan
meningkatkan katekolamin yang dikeluarkan melalui medula adrenal.
Kedua, merangsang khemoreseptor di arteri karotis dan aorta bodies
dalam meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah. Ketiga, secara
langsung terhadap otot jantung.

Menurut Depkes RI Pusat Promkes (2008), telah dibuktikan dalam


penelitian bahwa dalam satu batang rokok terkandung 4000 racun
kimia berbahaya termasuk 43 senyawa. Bahan utama rokok terdiri
dari 3 zat, yaitu 1) Nikotin, merupakan salah satu jenis obat perangsang
yang dapat merusak jantung dan sirkulasi darah dengan adanya
penyempitan pembuluh darah, peningkatan denyut jantung, pengerasan
pembuluh darah dan pengumpalan darah. 2) Tar, dapat mengakibatkan
kerusakan sel paru-paru dan menyebabkan kanker. 3) Karbon Monoksida

12
(CO), merupakan gas beracun yang dapat mengakibatkan berkurangnya
kemampuan darah membawa oksigen. Gas CO yang dihisap menurunkan
kapasitas sel darah merah untuk mengangkut oksigen, sehingga sel-sel
tubuh akan mati. Di tubuh perokok, tempat untuk O2 ditempati oleh CO,
karena kemampuan darah 200 kali lebih besar untuk mengikat CO
ketimbang O2. Akibatnya otak, jantung dan organ vital tubuh lainnya akan
kekurangan oksigen. Jika jaringan yang kekurangan oksigen adalah otak,
maka akan terjadi stroke (kelumpuhan). Bila yang kekurangan oksigen
adalah jantung, maka akan terjadi serangan jantung. Zat kimia dalam
tembakau dapat merusak lapisan dalam dinding arteri sehingga arteri
rentan terhadap penumpukan plak (Depkes, 2008).

5.1 Jumlah rokok yang dihisap


Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus,
pak per hari, terbagi atas 3 kelompok yaitu:
1. Perokok Ringan, apabila seseorang menghisap kurang dari 10
batang rokok per hari.
2. Perokok Sedang, apabila seseorang menghisap 10 – 20 batang rokok
per hari.
3. Perokok Berat, apabila seseorang menghisap lebih dari 20
batang rokok per hari (Bustan, 1997).

5.2 Lama Menghisap Rokok


Menurut Bustan (2000), semakin awal seseorang merokok makin sulit
untuk berhenti merokok. Rokok juga punya dose-response effect,
artinya semakin muda usia merokok, akan semakin besar
pengaruhnya. Selain itu, menurut Smet (1994), apabila perilaku
merokok dimulai sejak usia remaja, merokok sigaret dapat
berhubungan dengan tingkat arterosklerosis. Risiko kematian
bertambah sehubungan dengan banyaknya merokok dan umur awal
merokok yang lebih dini.

13
Mangku Sitepoe (1997) dalam Suheni (2007), merokok sebatang
setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 10–25 mmHg dan
menambah detak jantung lima sampai 20 kali permenit.
Berdasarkan hasil penelitian eksperimen yang dilakukan oleh
petugas U.S Army Medical Corp terhadap enam pria yang merokok
(perokok berat) menunjukkan bahwa penyempitan sementara pada
arteri setelah merokok. Kecepatan denyut nadi kembali normal lima
sampai 15 menit setelah merokok, tetapi pembatasan arteri vaskular
bertahan selama setengah sampai satu jam, dalam sejumlah kasus lebih
lama lagi (Marvyn, 1987).

Asap rokok bukan saja memberikan dampak buruk bagi perokok,


melainkan juga bagi orang lain yang menghisap asap rokok tersebut
tanpa dirinya sendriri merokok (disebut perokok pasif). Para
ilmuwan membuktikan bahwa zat-zat kimia yang dikandung asap
rokok dapat mempengaruhi kesehatan orang-orang disekitar perokok
yang tidak merokok. Dampak bahaya merokok tidak langsung bisa
dirasakan dalam jangka pendek tetapi terakumulasi beberapa tahun
kemudian, terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan. Dengan
demikian secara nyata dampak rokok berupa kejadian hipertensi akan
muncul kurang lebih setelah berusia lebih dari 40 tahun, sebab
dipastikan setiap perokok yang menginjak usia 40 tahun ke atas telah
menghisap rokok lebih dari 20 tahun. Jika merokok dimulai usia muda,
berisiko mendapat serangan jantung menjadi dua kali lebih sering
dibanding tidak merokok. Serangan sering terjadi sebelum usia 50
tahun (Depkes, 2008).

Setiap tahun tidak kurang dari tiga koma lima sampai lima juta jiwa
melayang akibat merokok (sekitar 10.000 orang/hari). Di Negara
Cina dilaporkan dari 300 juta populasi laki-laki berusia 0-29 tahun,
200 juta di antaranya memiliki kebiasaan merokok (Cahyono, 2008).
Dalam penelitian Sanusi (2002) diketahui terdapat hubungan yang
bermakna antara merokok dengan kejadian hipertensi. Namun,

14
dalam penelitian Hasirungan (2002) didapatkan tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara merokok dengan kejadian hipertensi.

6. Obesitas
Menurut Hull (1996), penelitian menunjukkan adanya hubungan antara
berat badan dan hipertensi. Bila berat badan meningkat diatas berat badan
ideal maka risiko hipertensi juga meningkat. Penurunan berat badan dan
pengobatan berat badan merupakan pengobatan yang efektif untuk
hipertensi.

Obesitas juga erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi


makanan yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan
risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa
tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen
dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar
melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan
lebih besar pada dinding arteri, yang akan meimbulkan terjadinya
kenaikan tekanan darah. Selain itu, kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung (Sheps, 2005). Kegemukan atau
obesitas adalah persentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam
Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) (Depkes, 2006). IMT merupakan
indikator yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat populasi
berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa (Sidartawan, 2006).
Menurut Supariasa (2002), penggunaan IMT hanya berlaku untuk
orang dewasa berumur di atas 18 tahun. Pengukuran berdasarkan IMT
dianjurkan oleh FAO/WHO/UNU tahun 1985. Nilai IMT dihitung menurut
rumus:

Sumber : Depkes (2006)

15
Berikut ini adalah klasifikasi status gizi berdasarkan IMT:
Tabel 3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) Orang Indonesia

Sumber: Depkes RI, 2006

2.2.6 Manifestasi Klinis


Gejala yang paling sering muncul adalah nyeri kepala. Hypertensi yang
meningkat dengan cepat dapat menimbulkan gejala seperti somnolen,
bingung, gangguan penglihatan, mual dan muntah.

Pada aldosteronism primer, pasien merasakan lemas otot, polyuria, da


nocturia karena hypokalemia. Hipertensi kronik sering menyebabkan
pembesaran jatung kiri, yang dapat menimbulkan gejala sesak napas yang
berhubungan dengan aktivitas dan paroxysmal nocturnal dyspnea.
Keterlibatan cerebral karena stroke yang disebabkan oleh trombosis atau
hemoragik dari mikroaneurisma.

Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan bentuk tubuh, termasuk berat dan
tinggi badan. Pada pemeriksaan awal, tekanan darah diukur pada kedua
lengan, dan lebih baik dikukur pada posisi terlentang, duduk, dan berdiri
untuk mengevaluasi hipotensi postural. Dilakukan palpasi leher untuk
mempalpasi dari pembesaran tiroid dan penilaian terhadap tanda hipotiroid
atau hipertiroid. Pemeriksaan pada pembuluh darah dapat dilakukan dengan
funduskopi, auskultasi untuk mencari bruit pada arteri karotis. Retina
merupakan jaringan yang arteri dan arteriolnya dapat diperiksa dengan
seksama. Seiring dengan peningkatan derajat beratnya hipertensi dan
penyakit aterosklerosis, pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan
peningkatan reflex cahaya arteriol, hemoragik, eksudat, dan papiledema.
Pemeriksaan pada jantung dapat ditemukan pengerasan dari bunyi jantung

16
ke-2 karena penutuan dari katup aorta dan S4 gallop. Pembesaran jantung
kiri dapat dideteksi dengan iktus kordis yang bergeser ke arah lateral.

2.2.7 Patofisiologi
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah
jantung) dengan total tahanan perifer. Cardiac output (Curah jantung)
diperoleh dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut
jantung). Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf
otonom dan sirkulasi hormon.

Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah


antara lain sistem baro reseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh,
sistem renin angiotensin dan autoregulasi vaskuler.

Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid, tapi juga dalam


aorta dan dinding ventrikel kiri. Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan
arteri. Sistem baroreseptor meniadakan peningkatan tekanan arteri melelui
mekanisme perlambatan jantung oleh respon vagal (stimulasi parasimpatis)
dan vasodilatasi dengan penurunan tonus otot simpatis. Oleh karena itu,
refleks kontrol sirkulasi meningkatkan arteri sistemik bila tekanan
baroreseptor turun dan menurunkan tekanan arteri sistemik bila tekanan
baroreseptor meningkat. Alasan pasti mengapa kontrol ini gagal pada
hipertensi belum diketahui. Hal ini ditujukan untuk menaikkan re-setting
sensitivitas baroreseptor sehingga tekanan meningkat secara tidak adekuat,
sekalipun penurunan tekanan tidak ada.

Perubahan volume cairan memengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh


mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui
mekanisme fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik vena ke jantung
dan mengakibatkan peningkatan curah jantung. Bila gunjal berfungsi secara
adekuat, peningkatan tekanan arteri mengakibatkan diuresis dan penurunan
tekanan darah. kondisi patologis yang mengubah ambang tekanan pada

17
ginjal dalam mengekskresikan garam dan air akan meningkatkan tekanan
arteri sistemik.

Renin dan angiotensin memegang peranan dalam pengaturan tekanan darah.


Ginjal memproduksi renin yaitu suatu enzim yang bertindak sebagai substrat
protein plasma untuk memisahkan angiotensin I, yang kemudian diubah
oleh converting enzym dalam paru menjadi bentuk angiotensin II kemudian
menjadi angiotensin III. Angiotensin II dan III mempunyai aksi
vasokonstriktor yang kuat pada pembuluh darah dan merupakan makanisme
kontrol terhadap pelepasan aldosteron. Aldosteron sangat bermakna dalam
hipertensi terutama pada aldosteronisme primer. Melalui peningkatan
aktivitas sistem saraf simpatis, angiotensin II dan III juga mempunyai efek
inhibiting atau penghambatan ekskresi garam (Natrium) dengan akibat
peningkatan tekanan darah.

Sekresi renin tidak tepat diduga sebagai penyebab meningkatnya tahanan


periver vaskular pada hipertensi esensial. Pada tekanan darah tinggi, kadar
renin harus tinggi diturunkan karena peningkatan tekanan arteriolar renal
mungkin menghambat sekresi renin. Namun demikian, sebagian orang
dengan hipertensi esensial mempunyai kadar renin normal.

Peningkatan tekanan darah terus-menerus pada klien hipertensi esensial


akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ vital.
Hipertensi esensial mengakibatkan hyperplasia medial (penebalan) arteriole-
arteriole. Karena pembuluh darah menebal, maka perfusi jaringan menurun
dan mengakibatkan kerusakan organ tubuh. Hal ini menyebabkan infark
miokard, stroke, gagal jantung, dan gagal ginjal.

Auteregulasi vaskular merupakan mekanisme lain lain yang terlibat dalam


hipertensi. Auteregulasi vaskular adalah suatu proses yang
mempertahankan perfusi jaringan dalam tubuh relatif konstan. Jika aliran
berubah, proses-proses autoregulasi akan menurunkan tahanan vaskular dan
mengakibatkan pengurangan aliran, sebaliknya akan meningkatkan tahanan
vaskular sebagai akibat dari peningkatan aliran. Auteregulasi vaskular

18
nampak menjadi mekanisme penting dalam menimbulkan hipertensi
berkaitan dengan overload garam dan air.

Hipertensi maligna adalah tipe hipertensi berat yang berkembang secara


progresif. Seseorang dengan hipertensi maligna biasanya memiliki sebagai
gejala-gejala morning headaches, penglihatan kabur, dan sesak napas dan
dispnea, dan/ atau gejala uremia. Tekanan darah diastolik >115 mmHg,
dengan rentang tekanan diastolik antara 130-170 mmHg. Hipertensi maligna
meningkatkan risiko gagal ginjal, gagal jantung kiri, dan stroke.

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang rutin yang direkomendasikan sebelum memulai
terappi termasuk elektrokardiogram 12 lead, urinalisis, glukosa darah, dan
hematokrit, kalium serum, kreatinin, dan profil lipid ( termasuk HDL
kolesterol, LDL kolesterol, dan trigliserida. Test tambahan termasuk
pengukuran terhadap ekskresi albumin atau albumin/ kreatinin rasio.

2.2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi menurut Murwani(2009) diantaranya yaitu :
a. Pada ginjal : hematuria, kencing sedikit.
b. Pada otak : stroke, euchephalitis.
c. Pada mata : retinopati hipertensi.
d. Pada jantung : terjadi pembesaran ventrikal kiri dengan/tanpa payah
jantung, infark jantung.

2.2.10 Pengkajian Hipertensi


1. Pengkajian Keperawatan hipertensi

a) Identitas

Nama, umur (lebih sering terjadi pada pasien umur 45 tahun keatas),

jenis kelamin (sering terjadi pada laki-laki dibandingkan

perempuan), tanggal masuk, agama, pendidikan, kultur, alamat,

19
tanggal pengkajian, tanggal masuk Rumah Sakit, nomor register

medik, diagnosa medik, Dx medik.

b) Keluhan Utama

Pasien merasakan nyeri pada daerah kepala dan tengkuk, pada kasus

hipertensi berat pasien dapat merasakan nyeri pada tungkai serta

dispnea.

c) Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Pasien biasanya mengatakan sakit pada daerah kepala, pusing,

mata berkunang-kunang nafsu makan berkurang, pada sebagian

kasus hipertensi berat pasien merasakan dyspnea dan adanya

penggunaan otot bantu pernafasan.

2) Riwayat kesehatan masa lalu

Pasien biasanya memiliki kebiasaan merokok, dan sering

mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung garam dan

kolestrol, pasien memiliki riwayat obesitas dengan kurangnya

pola aktivitas sehari-hari, pada sebagian kasus hipertensi sekunder

pasien memiliki riwayat penyakit lain yang menyertai penyakit

hipertensi seperti penyakit ginjal dan DM serta penyakit jantung.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya pada pasien dengan hipertensi, memiliki riwayat

kesehatan keluarga yang terkena hipertensi dan adanya penyakit

keturunan yang dapat menyebabkan seseorang menderita

hipertensi sekunder.

20
d) Riwayat Psikososial

Riwayat psikososial pasien terdiri dari :

Pada pasien dengan hipertensi ringan pasien hampir tidak

mengalami gangguan psikososial, berbeda pada pasien dengan

hipertensi berat yang lebih memberikan efek pada kondisi

psikososial pasien yang berupa adanya perubahan kepribadian pada

pasien berupa pasien menjadi ansietas, depresi, euphoria dan marah

kronis. Dalam hal ini, hipertensi berat juga dapat memberikan

dampak kepada keluarga dimana secara langsung pasien tidak dapat

bekerja dan berakivitas mandiri serta pasien perlu mendapatkan

perawatan dirumah sakit yang dapat membebani keuangan keluarga.

e) Riwayat spiritual

Nilai keagamaan pada pasien dengan hipertensi ringan biasanya

dalam keadaan baik dikarenakan pada pasien ini seluruh sistem

organ masih berfungsi dengan baik, dalam beberapa kasus seperti

hipertensi sekunder dan hipertensi berat, kebanyakan pasien menjadi

depresi dan mengalami gangguan spiritual.

f) ADL

1. Nurisi

Makanan yang biasa dikonsumsi mencakup makanan tinggi

natrium sperti makanan awitan, tinggi lemak, tinggi kolestrol,

mual, muntah, perubahan berat badan (meningkatkan/menurun)

riwayat pengguna diuretik.

21
2. Eliminasi

Biasanya pada pasieen dengn hipertensi tidak mengalami

gangguan pada pola eliminasi kecuali hipertensi yang diderita

sudah menyerang target organ seperti ginjal dan akan

mengakibatkan gangguan pada proses eliminasi urin.

3. Personal hygine

Pada pasien dengan hipertensi ringan tidak mengalami gangguan

pada proses personal hyginenya, dalam beberapa kasus pada

pasien dengan hipertensi berat dengn komplikasi mengakibatkan

pasien mengalami gangguan dalam pemenuhan personal

hyginenya, contihnya pada pasien dengan stoke yang menyerang

organ otak mengaakibatkan pasien mengalami kelumpuhan

sehingga pasien tidak dapat melakukan pola aktivitas personal

hygine dengan mandiri.

4. Istirahat tidur

Aktivitas istirahat

pada hipertensi ringan, aktivitas pasien dalam keadaan baik, pada

kasus hipertensi berat terjadinya kelelahan fisik, letih, nafas

pendek, gaya hidup monoton dengan frekuensi jantung

meningkat, perubahan trauma jantung dan takipnea. Review of

system (Doengoes, 1999).

22
1. Pemeriksaan fisik umum

Pada pasien dengan hipertensi biasanya memiliki berat badan

yang normal atau melebihi indek masa tubuh, berat badan

normal, tekanan darah >140/100 mmhg, nadi >100 x/menit,

frekuensi nafas 16-20 x/menit pada hipertensi berat terjadi

pernafasan takipnea, ortopnea, dyspnea nocturnal paroksimal,

suhu tubuh 36,2-37 C pada hipertensi berat suhu tubuh dapat

menurun dan mengakibatkan pasien hipotermi, Keadaan umum

pasien compos mentis pada kasus hipertensi berat dengan

komplikasi dapat mengakibatkan pasien mengalami gangguan

kesadaran dan sampai pada koma, contohnya stroke hemoragik

2. Sistem pengelihatan

Pada pasien dengan hipertensi memiliki sistem pengelihatan

yang baik, pada kasus hipertensi berat pasien mengalami

pengelihatan kabur dan dapat terjadinya anemis pada

konjungtiva.

3. Sistem pendengaran

Pada kasus hipertensi, pasien tidak mengalami gangguan pada

fungsi pendengaran dan fungsi keseimbangan.

4. Sistem wicara

Pasien dengan hipertensi ringan tidak mengalami gangguan

pada sistem wicara. Pada kasus hipertensi berat terjadinya

gangguan pola/isi bicara dan orientasi bicara.

23
5. Sistem pernafasan

Secara umu baik dengan frekuensi nafas 16-20x/menit dengan

irama teratur, pada kasus hipertensi tertentu seperti hipertensi

berat pasien mengalami gangguan sistem pernafasan seperti

takipne, dyspnea dan ortopnea, adanya distress pernafasan/

penggunaan otot otot pernafasan pada hipertensi berat, frekuensi

pernafasan > 20x/menit Dengan irama pernafasan tidak teratur,

kedalaman nafas cepat dan dangkal, adanya batuk dan terdapat

sputum pada batuk pasien sehingga mengakibatkan sumbatan

jalan nafas dan terdapat bunyi mengi.

6. Sistem kardiovaskuler

a. Sirkulasi perifer

Secara umum keadaan sirkulasi perifer pada pasien dengan

hipertensi ringan dalam keadaan normal dengan frekuensi

nadi 60-100 x/menit, irama teratur. Pada kasus hipertensi

berat frekuensi nadi pasien dapat mencapai > 100 x/menit,

irama tidak teratur dan lemah, TD > 140/100 mmhg,

terjadinya distensi vena jugularis dan pasien mengalami

hipotermi, Warna kulit pucat (sianosis). Udema terjadi

dengan hipertensi sekunder dari ginjal, pada hipertensi berat,

kecepatan pengisihan kapiler dapat menurun sehingga

capilarirefil > 3 detik.

b. Sirkulasi jantung

24
Pada kasus hipertensi ringan, sirkulasi jantung dalam keadaan

normal dengan kecepatan denyut jantung apikal teratur dan

terdapat bunyi jantung tambahan (S3), adanya nyeri dada

pada kasus hipertensi sekunder dengan komplikasi kelainan

jantung.

7. Sistem hematologi

Pasien mengalami gangguan hematologi pada hiperensi berat

yang ditandai dengan keadaan umum pucat, perdarahan yang

mengakibatkan stroke dikarenakan obstruksi dan pecahnya

pembuluh darah.

8. Sistem syaraf pusat

Pada hipertensi ringan adanya rasa nyeri pada daerah kepala dan

tengkuk, kesadaran compos mentis, pada hipertensi berat

kesadaran dapat dapat menurun menjadi koma, refleks fisiologi

meliputi refleks biceps fleksi dan triceps ekstensi, serta refleks

patologis negative.

9. Sistem pencernaan

Sistem pencernaan pada pasien hipertensi dalam keadaan baik,

pada kasus hipertensi berat dengan komplikasi menyerang organ

pada abdomen mengakibatkan pasien mengalami nyeri pada

daerah abdomen.

10. Sistem Endokrin

Pada pasien dengan hipertensi tidak mengalami gangguan pada

sistem endokrin.

25
11. Sistem urogenital

Terjadinya perubahan pola kemih pada hipertensi sekunder

yang menyerang organ ginjal sehingga menyebabkan terjadinya

gangguan pola berkemih yang sering terjadi pada malam hari.

12. Sistem integument

Turgor kulit buruk pada hipertensi berat dan adanya udema pada

hipertensi sekunder di daerah ekstremitas.

13. Sistem muskulo skeletal

Pada hipertensi ringan pasien tidak mengalami gangguan [ada

sistem musculoskeletal, tetapi pada hipertensi berat pasien

mengalami Kesulitan dalam bergerak dan kelemahan otot.

2.2.11 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan medis pada klien dengan hipertensi menurut
Mutakin(2013) adala mencegah terjadinya morbilitas dan mortalitas
penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah dibawah
140/90 MmHg.

a. Penatalaksanaan Farmakologi
Modifikasi Gaya hidup
Beberapa penelitian menunjukkan pendekatan non farmakologi yang
dapat mengurangi hipertensi sebagai berikut :
 Teknik – teknik mengurangi stress
 Penurunan berat badan
 Pembatasan alcohol tembakau dan natrium
 Olahraga/ltihan(menikatkan lipoprotein berdensitas tinggi)
 Penggunaan obat – obatan tradisional seperti daun salam, seledri,
daun alpokat, mentimun dan lain – lain.

26
b. Penatalaksanaan Medis

1. Golongan Diuretik
a. Hidroklorotiasid 25 mg(HCT)
– Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
– Dosis : 1-2 X 25-50 mg.
– Efek samping : hipokalemi, hiponatremi, hiperurikalemi,
hiperkolesterolemi, hiperglikemi, kelemahan atau kram otot,
muntah dan disines.
– Kontra indikasi : DM, Gout Artritis, riwayat alergi (Sindrom
Steven Johnson).
– Catatan :
 terapi hipertensi pada usia lanjut dengan HCT lebih
banyak efek sampingnya dari pada efektifitasnya.
 Untuk menghindari efek hipokalemi maka diberikan
asupan Kalium 1 X 500 mg, atau memperbanyak makan
pisang.
b. Furosemid 40 mg
– Indikasi : hipertensi ringan sampai berat.
– Dosis : 1-2 X 40-80 mg.
– Efek samping : sama dengan HCT.
– Kontra indikasi : DM, gout artritis, riwayat alergi (Sindrom
Steven Johnson).

2. Golongan Inhibitor Simpatik (Beta Blocker)


 Propranolol 40 mg
– Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
– Dosis : 3 X 40-160 mg.
– Efek samping : depresi, insomnia, mimpi buruk, pusing,
mual, diare, obstipasi, bronkospasme, kram otot dan
bradikardi serta gagal jantung.
– Kontra indikasi : DM, gagal jantung, asma, depresi.

27
3. Golongan Blok Ganglion
a. Klonidin 0,15 mg
– Indikasi : hipertensi sedang sampai berat.
– Dosis : 2-3 X 0,15-1,2 mg
– Efek samping : mulut kering, kelelahan, mengantuk,
bradikardi, impotensi, gangguan hati dan depresi.
– Kontra indikasi : hepatitis akut, sirosis hepatis, depresi.
b. Reserpin 0,25 mg dan 0,1 mg.
– Indikasi : hipertensi sedang sampai berat.
– Dosis : 1-2 X 0,1-0,25 mg
– Efek samping : bradikardi, eksaserbasi asma, diare,
penambahan berat badan mimpi buruk, depresi.
– Kontra indikasi : asma, depresi.

4. Golongan Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACE I)


 Kaptopril 25 mg
– Indikasi : hipertensi ringan sampai berat
– Dosis : dosis awal 2-3 X 12,5-25 mg, bila setelah 1-2 minggu
belum ada respon dosis dinaikkan 2-3 X 50 mg.
Kaptopril harus diberikan 1 jam sebelum makan.

– Efek samping : pruritus, retensi kalium ringan, proteinuri,


gagal ginjal, neutropeni dan agranulositosis, mual dan
muntah, gangguan pengecap, parestesia, bronkospame,
limfadenopati dan batuk-batuk.
– Kontra indikasi : asma

5. Golongan Antagonis Kalsium


a. Diltiazem 30 mg
– Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
– Dosis : 3-4 X 30 mg.

28
– Efek samping : Bradikardi, dizziness, sakit kepala, mual,
muntah, diare, konstipasi, udem ekstremitas bawah, shoulder
and elbow pain.
– Kontra indikasi : Sick sinus Syndrome, AV Block.

b. Nifedipin 10 mg
– Indikasi : hipertensi ringan sampai berat.
– Dosis : 3 X 10-20 mg
– Efek samping : sama dengan diltiasem.
– Kontra indikasi : sama dengan diltiasem.

2.2.12 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan
a. Pola nafas tidak efekif berhubungan dengan hiperventilasi
b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan vascular serebral
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
inadekuat
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan dan
natrium oleh ginjal
e. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipoksemia
jaringan
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
g. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan (Nanda, NIC
NOC, 2010).

29
No Diagnosa NOC NIC Rasional

1 Nyeri akut Indikator Manajemen Nyeri :


berhubunga Pengendalian
n dengan Nyeri: 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Mengetahui
secara komprehensif termasuk perkembangan nyeri
agen cidera 1: Tidak pernah
lokasi, karakteristik, durasi, dan tanda-tanda nyeri
biologi 2: Jarang frekuensi, kualitas dan faktor sehingga dapat
3: Kadang-kadang presipitasi menentukan intervensi
4: Sering selanjutnya
5: Selalu
2. Observasi reaksi nonverbal dari
Outcomes: ketidaknyamanan 2. Mengetahui respon
3. Gunakan teknik komunikasi pasien terhadap nyeri
1. Mengenali
awitan nyeri terapeutik untuk mengetahui 3. Menumbuhkan sikap
pengalaman nyeri pasien saling percaya
2. Menggunakan
tindakan
pencegahan 4. Bantu pasien dan keluarga 4. Dukungan yang cukup
3. Melaporkan untuk mencari dan menemukan dapat menurunkan
nyeri dapat dukungan reaksi nyeri pasien
dikendalikan 5. Kontrol lingkungan yang dapat 5. Menurukan rasa nyeri
mempengaruhi nyeri seperti pasien
Indikator suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
Tingkat Nyeri: 6. Dapat menurukan
6. Kurangi faktor presipitasi nyeri
1: Sangat berat tingkat nyeri pasien
2: Berat 7. Kaji tipe dan sumber nyeri 7. Mengetahui
3: Sedang untuk menentukan intervensi perkembangan nyeri
4: Ringan dan menentukan
intervensi selanjutnya
5: Tidak ada
8. Ajarkan tentang teknik non 8. Menurunkan
farmakologi ketegangan otot, sendi
Outcomes: dan melancarkan
1. Ekspresi nyeri peredaran darah
pada wajah sehingga dapat
2. Gelisah atau mengurangi nyeri
ketegangan 9. Berikan analgetik untuk 9. Analgetik berfungsi
otot mengurangi nyeri sebagai depresan
3. Durasi episode system syaraf pusat
nyeri sehingga mengurangi
4. Merintih dan atau menghilangkan
menangis nyeri
5. Gelisah 10. Tingkatkan istirahat 10. Istirahat yang cukup
dapat mengurangi
rasa nyeri

11. Pasien tidak merasa


cemas dan takut
sebab-sebab nyeri
11. Berikan informasi tentang

30
nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur

Medication Management

12. Ikuti lima benar obat

12. Menghindari
kesalahan dalam
pemberian obat
13. Verifikasiresepatau
obatsebelum memberikanobat
13. Memastikan tidak
14. Monitortanda-tanda terjadi kesalahan
vitaldanlaboratoriumnilaisebel dalam pemberian obat
um pemberianobat, yang 14. Informasi yang tepat
sesuai membantu dalam
15. Bantupasien dalamminum obat keefektifan intervensi

15. Memenuhi kebutuhan


dengan mendukung
partisipasi dan
Penatalaksanaan Analgesik : kemandirian pasien

16. Tentukan lokasi, karakteristik,


kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat 16. Sebagai acuan dalam
17. Cek instruksi dokter tentang pemberian dosis obat
jenis obat, dosis, dan frekuensi yang tepat
17. Menghindari
18. Cek riwayat alergi kesalahan dalam
pemberian obat
18. Menghindari adanya
kemerahan, gatal-
gatal dan efek lain
19. Tentukan pilihan analgesik dari konsumsi obat
tergantung tipe dan beratnya yang salah
nyeri 19. Mengurangi nyeri
yang dirasakan
sehingga dapat
20. Monitor vital sign sebelum dan menentukan
sesudah pemberian analgesik intervensi selanjutnya
pertama kali 20. Mengetahui
perubahan status
kesehatan setelah
pemberian obat
21. Evaluasi efektivitas analgesik,
21. Memberikan

31
tanda dan gejala (efek informasi untuk
samping) membantu dalam
menentukan pilihan/
keefektifan intervensi

2 ketidak Indikator Status Manajemen Nutrisi


seimbangan Gizi:
nutrisi 1. Kaji adanya alergi makanan 1. Mengetahui intake
kurang dari 1: Tidak adekuat masukan pasien dan
menentukan
kebutuhan 2: Sedikit adekuat intervensi yang
tubuh sesuai
berhubunga 3: Cukup adekuat 2. Kolaborasi dengan ahli gizi 2. Meningkatkan
n dengan untuk menentukan jumlah keseimbangan nutrisi
intake yang 4: Adekuat kalori dan nutrisi yang yang adekuat
tidak dibutuhkan pasien.
5: Sangat adekuat
adekuat
3. Anjurkan pasien untuk 3. Meningkatkan
meningkatkan intake Fe kesehatan pasien
4. Anjurkan pasien untuk 4. Dapat meningkatkan
Outcomes: intake yang adekuat
meningkatkan protein dan
vitamin C
1. Makanan oral,
5. Berikan substansi gula 5. Meningkatkan gula
pemberian
darah
makanan
lewat slang,
6. Yakinkan diet yang dimakan 6. Mempermudah
atau nutrisi
mengandung tinggi serat melancarkan
parenteral
untuk mencegah konstipasi defekasi
total
2. Asupan cairan
7. Berikan makanan yang 7.
Nutrisi yang adekuat
oral atau IV
terpilih ( sudah dapat meningkatkan
dikonsultasikan dengan ahli status kesehatan
gizi) 8. Mempertahankan
8. Ajarkan pasien bagaimana nutrisi pasien yang
membuat catatan makanan adekuat
harian. 9. Mepertahankan
9. Monitor jumlah nutrisi dan keseimbangan nutisi
kandungan kalori 10. Pengetahuan yang
10. Berikan informasi tentang cukup dapat
kebutuhan nutrisi meningkatkan
motivasi pasien
11. Menjaga kebutuhan
11. Kaji kemampuan pasien untuk nutrisi
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Monitoring Nutrisi
12. Meningkatkan
12. BB pasien dalam batas normal keseimbangan nutrisi

13. Monitor adanya penurunan 13. Penurunan berat


berat badan

32
badan menunjukkan
kebutuhan nutrisi
14. Monitor tipe dan jumlah yang tidak adekuat
aktivitas yang biasa dilakukan 14. Aktivitas yang baik
dapat meningkat
intake masukan
15. Monitor lingkungan selama nutrisi
makan 15. Lingkungan yang
nyaman
meningkatkan nafsu
16. Monitor kulit kering dan makan
perubahan pigmentasi 16. Kulit kering
menunjukkan
kurangnya cairan
17. Monitor turgor kulit dalam tubuh
17. Menentukan
18. Monitor mual dan muntah intervensi lebih
lanjut
18. Mual muntah
menurunkan
pemasukan dann
19. Monitor makanan kesukaan memerlukan
intervensi
20. Monitor kalori dan intake 19. Meningkatkan
nuntrisi pemasukan oral
20. Mengidentifikasi
kekurangan nutrisi

3 Intoleransi NOC : NIC :


aktivitas
Self Care : ADLs 1. Observasi adanya pembatasan 1.Kesulitan dalam
Berhubung klien dalam melakukan bergerak berdampak
an dengan : 1: tergantung,tidak aktivitas pada tonus otot pasien
Kelemahan bisa berpartisipasi
fisik 2. Kaji adanya faktor yang 2.Faktor eksternal dan
2: memerlukan menyebabkan kelelahan internal berpengaruh
bantuan dan terhadap faktor
penjagaan kelelahan pada pasien
3:memerlukan 3. Monitor nutrisi  dan sumber
3.Nutrisi yang adekuat
bantuan 4:sedikit energi yang adekuat membantu dalam
mandiri dengan memberikan suplay
penjagaan energy tambahan pada
pasien dalam
5: mandiri beraktivitas
4. Monitor pasien akan adanya 4.Faktor emosi dapat
kelelahan fisik dan emosi menyebabkan
terkurasnya energy

33
secara berlebihan yang berlebih terutama
dari sisi psikologis
Outcomes: pasien

1.Berpartisipasi 5. Monitor respon kardivaskuler  5.Aktivitas yang ditandai


dalam aktivitas dengan respon patologis
terhadap aktivitas (takikardi,
fisik tanpa dari kardiovaskuler
disertai disritmia, sesak nafas,
menandakan adanya
peningkatan diaporesis, pucat, perubahan
kelemahan fisik yang
tekanan darah, hemodinamik) patologik
nadi dan RR
2.Mampu 6. Monitor pola tidur dan lamanya 6.Tingkat tirah baring
melakukan tidur/istirahat pasien yang tinggi berpengaruh
aktivitas sehari terhadap energy yang
hari (ADLs) dimiliki pasien untuk
secara mandiri beraktivitas
3.Keseimbangan 7. Kolaborasikan dengan Tenaga 7.Program terapi yang
aktivitas dan Rehabilitasi Medik dalam adekuat memberikan
istirahat dampak tercapainya
merencanakan progran terapi
yang tepat. rehabilitasi medis yang
baik
8. Bantu klien untuk 8.Aktivitas yang ringan
dan dapat dilakukan
mengidentifikasi aktivitas yang
pasien merupakan terapi
mampu dilakukan awal untuk latihan fisik
pasien
9.Terapi aktivitas fisik
9. Bantu untuk memilih aktivitas yang baik memberikan
konsisten yang sesuai dengan dampak yang baik
kemampuan fisik, psikologi terhadap latihan fisik
dan sosial. pada pasien

10. Bantu untuk mengidentifikasi 10. Indentifikasi dini


dan mendapatkan sumber yang memberikan informasi
diperlukan untuk aktivitas yang tepat terhadap
tindakan keperawatan
yang diinginkan
yang akan datang
11. Alat bantu
11. Bantu untuk mendpatkan alat
mempermudah untuk
bantuan aktivitas seperti kursi membantu pasien dalam
roda, kruk melatih aktivitas fisik

12.Bantu untuk  mengidentifikasi 12. Aktivitas yang


aktivitas yang disukai disukai pasien
memudahkan pasien
dalam melakukan
aktivitas fisik
13. Jadwal latihan
13. Bantu klien untuk membuat
yang teratur
jadwal latihan diwaktu luang mempermudah latihan
yang efektif pada pasien

34
14. Bantu pasien/keluarga untuk 14. Identifikasi dini
mengidentifikasi kekurangan terhadap kelemahan
dalam beraktivitas fisik pada pasien
membantu menemukan
terapi yang tepat pada
15. Sediakan penguatan positif pasien
bagi yang aktif beraktivitas
15. Penguatan positif
yang adekuat
berpengaruh terhadap
16. Bantu pasien untuk pemberian motivasi
mengembangkan motivasi diri dan dalam beraktifitas
penguatan optimal
16. Motivasi dan
penguatan yang baik
berpengaruh terhadap
17. Monitor respon fisik, emosi, dorongan pasien
mengikuti terapi fisik
sosial dan spiritual
yang akan dilakukan
17. Respon fisik yang
pasif menandakan
keadaan fisik pasien
lemah dan harus
dilakukan tindakan
keperawatan

2.2.13 Daun Salam Sebagai Terapi Herbal


Pengertian
Daun salam (Syzigium Polyanythum (Wight) Walp.) merupakan daun yang
hampir selalu ada dalam masakan Indonesia. Daun ini juga banyak digunakan
dalam kuliner Asia seperti di Malaysia, Thailand dan Vietnam, Daun salam bisa
digunakan dalam keadaan segar atau kering. Selain sebagai bumbu masak, daun
salam sebenarnya memilki khasiat bagi kesehatan tubuh yaitu untuk penyakit
diabetes, radang lambung, stroke dan penyumbatan pembuluh darah (Winasis,
2015). Salam (Eugenia polyantha), bagian daunnya berkhasiat guna mengatasi
antihipertensi, imunomodulator, dan diabetes (Purwanto, 2016).

Kandungan mineral yang ada pada daun salam membuat peredaran darah menjadi
lebih lancar dan mengurangi tekanan darah tinggi Daun salam juga mengandung
minyak esensial eugenol dan metal kavikol, serta etanol yang berperan aktif
sebagai anti jamur dan bakteri. (Savitri, 2016). Minyak atsiri (seskuiterpen,

35
lakton,dan fenol), yang dapat digunakan untuk mengobati diare, diabetes, maag,
hipertensi, kolesterol, migren, gatal- gatal (pruritis), kudis, eksim, dan
menghilangkan mabuk alkohol (Astawan, 2016). Menurut Peres, at all (2009),
Quarcertin yang terkandung dalam flavonoid memberikan pengaruh sebagai
vasodilator, antipletelet dan antipoliferative dan menurunkan tekanan darah, hasil
dari oksidasi dan perbaikan terhadap organ tubuh yang sudah rusak akibat dari
hipertensi.

Morfologi Tanaman
Deskripsi daun salam: Pohon bertajuk rimbun, tinggi mencapai 25 m, berakar
tunggang, batang bulat, permukaan licin. Daun tunggal, letak berhadapan,
bertangkai yang panjangnya 0,5-1 cm. Helaian daun bentuknya lonjong sampai
elips atau bundar telur sungsang, ujung meruncing, pangkal runcing, tepi rata,
panjang 5-15 cm, lebar 3-8 cm, pertulangan menyirip, permukaan atas licin
berwarna hijau tua, permukaan bawah warnanya hijau muda. Daun bila diremas
berbau harum. Bunganya bunga majemuk tersusun dalam malai yang keluar dari
ujung ranting, warnanya putih, baunya harum. Buahnya buah buni, bulat, diameter
8-9 mm, warnanya bila muda hijau, setelah masak menjadi merah gelap, rasanya
agak sepat. Biji bulat, penampang sekitar 1 cm, warnanya coklat (Putra, 2013).

Manfaat Daun Salam


Beberapa manfaat daun salam untuk mengobati penyakit secara alami dapat kita
peroleh dengan resep sebagai berikut:

 Daun salam untuk obat sakit Asam Urat. Siapkan 10 lembar daun salam
yang masih segar, lalu cuci hingga bersih, kemudian rebus menggunakan 4
gelas air dan tunggu hingga mendidih dan air yang tersisa tinggal 2 gelas.
Saring airnya dan minum.
 Daun salam sebagai obat sakit maag (gastritis). Siapkan sekitar 15-20
lembar daun salam yang masih segar, kemudian cuci hingga bersih dan
rebus menggunakan 0,5 liter air hingga mendidih selama 15 menit.
Setelah mendidih, beri gula enau secukupnya. Tunggu hingga agak dingin
dan minum airnya.

36
 Daun salam untuk mengobati Kencing Manis / Diabetes Mellitus. Siapkan
sekitar 7-15 lembar daun salam yang masih segar. Rebus dengan 3 gelas
air hingga mendidih dan tunggu hingga air yang tersisa tinggal 1 gelas.
Peras dan saring airnya, lalu minum 2x sehari tiap sebelum makan

Kandungn Daun Salam


Kandungan yang dapat menurun tekanan darah:
a) Kalium
b) Efek diuretik
c) Tanin
d) Alkaloid
e) Niasin ( B Kompleks)

D. Mekanisme Daun Salam Terhadap Hipertensi


Tekanan darah dipengaruhi oleh cardiac output (CO) dan systematic vascular
resistance (SVR). cardiac output (CO) adalah volume darah yang keluar dari
ventrikel kiri (ventrikel kanan) lalu masuk ke aorta (atau

trunkus pulmonalis) setiap menit. cardiac output (CO) merupakan hasil dari
stroke volume (SV) dikali heart rate (HR). stroke volume (SV) adalah volume
darah yang keluar dari ventrikel dalam 1 kali kontraksi, heart rate HR adalah
banyaknya detak jantung setiap menit. Renin mengubah angiotensinogen menjadi
angiotensin I dan angiotensin converting enzim (ACE) mengubah angiotensin I
menjadi angiotensin II yang akan mempengaruhi tekanan darah pada renin
angiotensin aldosterone pathway. Terjadi vasodilatasi arteriol dan bila produksi
renin dan ACE menurun sehingga tekanan darah akan turun (Tortora &
Derrickson, 2009).

Proses Pemberian Daun Salam


Proses pembuatan air rebusan daun salam
a) Siapkan 1 genggam (10-15 lembar) daun salam muda yang sudah dicuci.
b) Siapkan 300 ml (3 gelas) air.
c) Rebus daun salam dalam air

37
d) Tunggu beberapa saat sampai air menjadi 150 ml.
e) Setelah dingin, air rebusan daun salam siap diminum.
f) Air rebusan daun salam diminum sehari 2 kali sebelum makan. Keterangan:
Diminum 2 kali sehari sebelum makan pagi dan sore hari (Nisa, 2012).

38
Hasil Penelitian Jurnal

Telaah Jurnal I

a. Judul Jurnal :
Pengaruh Rebusan Daun Salam ( Syzigium Polyanthum Wight Walp)
Terhadap Tekanan Darah Pasien Hipetensi di Sungai Bungkal, Kerinci
2016.
 Judul jurnal tersebut telah menggambarkan tujuan utama penelitian
dan mampu menarik minat pembaca, namun tidak memberikan
informasi mengenai waktu penelitian.

b. Penulis
Penulis jurnal ini adalah Putri Dafriani dari STIKES Syedza Santika
Padang dengan alamat email : putridafrianiabd@gmail.com
 Informasi tentang penulis sudh dicantumkan beserta
korespondensi, penulis juga sudah mencantumkan alamat email
untuk memudahkan korespondensi.

c. Pembahasan Telaah Jurnal :


Dalam jurnal tersebut dilengkapi dengan abstrak berbahasa inggris yang
menjelaskan tentang data dan masalah pada pendahuluan sebagai alasan
penelitian. Tujuan penelitian dalam jurnal ini tidak dijelaskan secara
lengkap dan terperinci.

Metode penelitian ini adalah Quasy Eksperimen dengan rancangan Non –


Randomized Control Group Pretest- Posttest . Tekhnik sampling yang
digunakan adalah quota sampling. Populasi yang diambil yaitu penderita
hipertensi dengan tekanan darah sistolik ≥ 140 MmHg dan tekanan darah
diastolic ≥ 90 MmHg. Sedangkan jumlah sample yang digunakan
berjumlah 20 responden , dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 10 orang

39
kelompok intervensi dan 10 orang kelompok control. Pengumpulan data
dalam penelitian ini tidak disebutkan alat dan bahan yang digunakan pada
saat penelitian. Pasien diberikan daun salam sebanyak 2 kali sehari.

Hasil penelitian ini bahwa pemberian air rebusan daun salam dapat
menurunkan tekanan darah, karena daun salam mengandung senyawa
flavonoid yang berpengaruh sebagai vasodilator prmbuluh darah
pembuluh darah. Hal ini dapat dilihat bahwa dari 10 responden kelompok
intervensi yang mengkonsumsi air rebusan daun salam 2 kali sehari
sebanyak setengah gelas (120 ml) pada hari-I sebanyak 10 % dari
responden mengalami penurunan tekanan darah, pada hari ke-2 sebanyak
50%, pada hari ke-3 hingga hari ke-5 sebanyak 100 % mengalami
penurunan tekanan darah. Ramuan tradisional yang berasal dari tanaman
yang umumnya digunakan dalam kehidupan sehari – hari sebagai bumbu
dapur, daun salam dapat diperoleh dengan mudah sehingga tidak
membebani penderita untuk menyediakannya dan mengolahnya untuk
mengatasi hipertensi, hal ini sesuai juga dengan teori Winasis (2015),
bahwa daun salam dapat mengatasi penyumbatan pembuluh darah dan
menurut Purwanto (2016), daun salam berguna sebagai antihipertensi.
Perubahan tekanan darah yang signifikan ini juga dipengaruhi oleh tingkat
kepatuhan responden dalam mengkonsumsi air rebusan daun salam
(Syzigium Polianythum) sehingga efek farmakologis yang bermanfaat
bagi kesehatan seperti yang diharapkan dapat berpengaruh pada tekanan
darah responden. Daun salam juga diketahui mengandung minyak atsiri
yang menghasilkan aroma khas yang memberikan efek relaks, hal ini juga
diasumsikan dapat menurukan stress pada klien yang juga menjadi faktor
pendorong timbulnya hipertensi pada responden.

Hal ini membuktikan bahwa air rebusan daun salam yang diberikan
kepada responden mengandung mineral dan senyawa flavonoid yang
mampu melebarkan pembuluh darah dan menurunkan tekanan pada
dinding- dinding arteriole sehingga tekanan darah dapat mengalami

40
penurunan ke level awal (Perez,2009). Tekanan darah yang mengalami
penurunan, juga disertai dengan penurunan pembebanan pada jantung dan
pembebanan kerja pada organ-organ tubuh., dengan demikian jantung dan
organ tubuh lainnya dapat bekerja dengan normal melakukan aktivitas
metabolisme mengurangi resiko komplikasi akibat hipertensi yang
menetap.

Kesimpulan rebusan daun salam dapat dijadikan alternatif selain obat


dalam tatalaksana hipertensi di masyarakat karena dapat menurunkan
tekanan darah sistolik dan diastolic. Petugas kesehatan dapat
menganjurkan pasien mengkonsumsinya untuk mengurangi tekanan darah.

41
Telaah Jurnal II

d. Judul Jurnal :
Pengaruh Rebusan Daun Salam Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada
Pasien Hipertensi, Pare 2013.
 Judul jurnal tersebut telah menggambarkan tujuan utama, tempat
dan waktu penelitian sehingga mampu menarik minat pembaca dan
memberikan informasi secara lengkap.

e. Penulis
Penulis jurnal ini adalah Anas Tamsuri dan Afif Yunia Nur Chamida dari
dosen Akper Pamenang Pare dan Perawat Puskesmas Pare.
 Informasi tentang penulis sudah dicantumkan namun alamat
korespondensi, dan alamat email belum di cantumkan untuk
memudahkan korespondensi.

f. Pembahasan Telaah Jurnal :


Dalam jurnal tersebut dilengkapi dengan abstrak berbahasa inggris dimana
penulis mampu menggambarkan secara jelas masalah-masalah penelitian.
Penulisan abstrak juga tersruktur dan sudah mencakup komponen IMRAC
(Inroduction, Metode, Result, Conclussion). Bahasa yang digunakan juga
sudah memenuhi tata bahasa yang benar, serta disusun secara singkat,
padat dan jelas. Sehingga didalam abstrak penulis mampu
menggambarkan isi mulai dari maslah, tujuan, metode penelitian, hasil dan
kesimpuln secara jelas.

Desain penelitian yang akan digunakan adalah pra eksperimental dengan


rancangan One group pre-post test design, dimana pada rancangan ini
dilakukan observasi terhadap satu kelompok sampel pada waktu sebelum
dan sesudah perlakuan (intervensi). Populasi penelitian ini adalah Seluruh
pasien Hipertensi di Kauman Gang 4/ Jalan Rinjani RT: 20, 21, 22 , RW
06 Kelurahan Pare Kecamatan Pare Kabupaten Kediri Tahun 2013
sebanyak 27 orang. Sampelnya Sebagian pasien Hipertensi di Kauman

42
Gang 4 / jalan Rinjani RT: 20, 21, 22 , RW 06 Kelurahan Pare Kecamatan
Pare Kabupaten Kediri Tahun 2013 sebanyak 12 orang sesuai dengan
kriteria penelitian. Pada penelitian ini teknik sampling yang digunakan
dalam bentuk Purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel
berdasarkan pada kriteria penelitian. Waktu penelitian dimulai dari tanggal
7 Desember 2012 sampai dengan tanggal 20 Desember 2012. Pada
penelitian ini untuk mengetahui variabel independen yaitu daun salam
digunakan alat ukur berupa gelas 250 cc (gelas belimbing) dan 0,7gr daun
salam. Sedangkan untuk mengetahui variabel dependen yaitu hipertensi
atau tekanan darah tinggi digunakan alat ukur lembar observasi,
pemeriksaan tekanan darah dengan menggunakan tensimeter, stethoscope
dan hasil wawancara pasien sebagai data umum pasien. Responden
dilakukan pre test dari rumah ke rumah sebelum pemberian rebusan daun
salam yaitu pengukuran tekanan darah dengan menggunakan alat ukur
tensi meter air raksa dan stethoscope , hasilnya dicatat dilembar observasi.
Selanjutnya peneliti melakukan pengambilan data pasien hipertensi yang
disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi dari penelitian.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 12 responden didapatkan


hasil bahwa tekanan darah sistolik sesudah pemberian rebusan daun salam
yaitu 130 mmHg sebanyak 5 responden (41%) 135 mmHg sebanyak 3
responden (25%), 140 mmHg sebanyak 2 responden (17%) dan tekanan
145 mmHg sebanyak 2 responden (17%).Sedangkan tekanan darah
diastolik 80 mmHg sebanyak 2 orang (17%), 85 mmHg sebanyak 6 orang
(50%), 90 mmHg sebanyak 4 orang (33%). Berdasarkan pengujian
hipotesis yang dilakukan dengan uji deskriptif dengan mencari mean.
Ditemukan hasil penurunan rata-rata atau mean sistolik antara sebelum dan
sesudah diberikan rebusan daun salam yaitu 144,16 menjadi 135,41 dan
penurun rata-rata atau mean diastolik antara sebelum dan sesudah di
berikan rebusan daun salam yaitu 91,66 menjadi 85,83.

Pada pasien hipertensi dapat menggunakan rebusan daun salam (Syzygium


polyanthum, Wigh Walp) sebagai terapi pengobatan penyakit dengan

43
memanfaatkan air rebusan karena mengandung senyawa yang
menunjukan bahwa flavonoid menurunkan tekanan darah tinggi karena
Flavonoid dapat menurunkan SVR (systemic vascular resistance)
sehingga menyebabkan vasodilatasi dan juga mempengaruhi kerja ACE
yang dapat menghambat perubahan angiotensin I menjadi

angiotensin II. Efek vasodilatasi dan ACE inhibitor dapat menurunkan


tekanan darah, sehingga daun salam dapat menurunkan tekanan darah
(Vania,2012). Hal ini menunjukkan adanya pengaruh atau manfaat
terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi di buktikan dengan adanya
penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi dimana kemungkinan hal
ini disebabkan karena daun salam mengandung Flavonoid. Dari penelitian
ini kandungan daun salam dapat menurunkan tekanan darah, apalagi
pemberiannya diberikan secara rutin hipertensi dapat dikontrol dan
dikendalikan, tetapi jika tidak sesuai dengan dosis yang tepat kemungkinan
besar efektifitasnya juga tidak akan terbukti.Namun, banyak faktor yang
menyebabkan hipertensi tidak terkontrol meskipun seseorang meminum
rebusan daun salam secara rutin. Misalnya kegemukan, kurang olahraga,
perilaku merokok, mengkonsumsi alkohol,garam berlebih, dan stress.

44
Telaah Jurnal III

g. Judul Jurnal :
Uji Efektivitas Daun Salam (Sizygium polyantha) sebagai Antihipertensi
pada Tikus Galur Wistar, Universitas 2017.
 Judul jurnal tersebut telah menggambarkan tujuan utama, tempat
dan waktu penelitian sehingga mampu menarik minat pembaca dan
memberikan informasi secara lengkap.

h. Penulis
Penulis jurnal ini adalah Tasya Putri Atma Utami dan Dyah Wulan
Sumekar Fkultas Kedokteran Universitas Lampung.
 Informasi tentang penulis sudah dicantumkan namun alamat
korespondensi, dan alamat email belum di cantumkan untuk
memudahkan korespondensi.

i. Pembahasan Telaah Jurnal :


Kandungan minyak atsiri yang terdapat pada daun salam adalah sitral dan
eugenol yang berfungsi sebagai anestetik dan antiseptik. Flavonoid dalam
daun salam memiliki efek antimikroba, antiinflamasi, merangsang
pembentukkan kolagen, melindungi pembuluh darah, antioksidan dan
antikarsinogenik. Minyak atsiri utamanya terdiri dari senyawa terpenoid
dengan kerangka karbon atom dari lima. Karakteristik minyak esensial
sangat menguap pada suhu kamar tanpa dekomposisi, pahit, bau manis
sesuai dengan tanaman yang memproduksi dan larut dalam pelarut
organik tetapi tidak larut dalam air. Atsiri yang memiliki aroma harum dan
dapat digunakan sebagai penyedap masakan. Minyak atsiri adalah
campuran berbagai persenyawaan organik yang mudah menguap, mudah
larut dalam pelarut organik serta mempunyai aroma khas sesuai dengan
jenis tanamannya.16 Cara pemakaian daun salam sebagai penanganan
antihipertensi adalah sebagai berikut : (1) siapkan 1 genggam daun salam
atau sekitar 10 – 15 lembar daun salam muda yang sudah di cuci; (2)
siapkan 30 ml atau 3 gelas air; (3) rebus daun salam dalam air; (4) tunggu

45
beberapa saat sampai air menjadi 150 ml; (6) setelah dingin air rebusan
dapat diminum; (7) air rebusan salam diminum 2 hari sekali sebelum
makan. Keterangan lain yaitu diminum 2 kali sehari sebelum makan pagi
dan sore.17 Pada penelitian yang telah dilakukan, bahwa simplisia disaring
dengan menggunakan etanol 96 %. Etanol merupakan pelarut yang aman
untuk menyaring berbagai zat. Penelitian dilanjutkan secara in vivo pada
tikus wistar jantan, kemudian dilakukan langsung dengan mengukur
tekanan darah langsung pada ekor. Dengan demikian dapat diketahui efek
antihipertensi secara langsung terhadap ekstrak etanol daun salam.
Kemudian dilanjutkan dengan penentuan kandungan fenolik total dan
flavonoid total dalam ekstrak etanol tersebut. Kandungan fenolik dan
flavonoid ditentukan untuk mengetahui hubungan kandungan fenolik dan
flavonoid terhadap efek antihipertensinya. Kandungan senyawa dalam
ekstrak daun salam ditetapkan dengan kromatografi lapis tipis (KLT).
Dengan bukti ilmiah yang cukup, diharapkan ekstrak daun salam layak
dikembangkan sebagai obat alternatif atau obat pilihan sebagai terapi
hipertensi dan obat yang ada. 18 Keamanan daun salam telah diujikan
ketoksikan akutnya dengan ekstrak kering daun mimba (Azadirachta
indica) dan daun salam (Sizygium polyantha) pada mencit betina jalur
Balb/c, bahwa secara histopatologis tidak menunjukkan efek toksisitas
pada jantung, paru, usus, limpa, dan ginjal. 19
Ringkasan Daun salam (Sizygium polyantha) merupakan tanaman yang
dapat digunakan sebagai terapi herbal dalam menangani hipertensi.
Kandungan utamanya yaitu flavonoid yang telah dipercayai berperan
sebagai antioksidan serta mampu mengontrol HDL kolesterol. Hal ini telah
dibuktikan oleh peneliti sebelumnya yang diujikan pada tikus Wistar
dengan metode maserasi yang dilarutkan dengan etanol 96%. Setelah
didapatkan hasil ekstraknya maka dianjurkan untuk dapat meminum air
rebusan daun salam sebanyak 2 kali sehari sebelum makan pada saat pagi
dan sore.

46
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa daun salam (Sizygium
polyantha) memang telah dipercayai memiliki khasiat sebagai terapi
hipertensi. Hal ini telah dibuktikan oleh peneliti bahwa terdapat nilai
efektivitas yang tinggi pada daun salam.

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


TERAPI REBUSAN DAUN SALAM

1. PENGERTIAN

Terapi non farmkologis dengan menggunakan rebusan daun salam

47
2. TUJUAN
Mampu melakukan pengobatan rebusan daun salam untuk mengatasi
penyakit hipertensi
3. MANFAAT
Beberapa manfaat daun salam untuk mengobati penyakit secara alami
dapat kita peroleh dengan resep sebagai berikut:
a. Menurunkan tekanan darah, enzim pencernaan sehingga
nafsu makan meningkat (stomakika), meningkatkan haluaran urine
(diuretika), memelihara elastisitas pembuluh darah (antihipertensi),
mengurangi rasa sakit pada penyakit arthritis rheumatoid.
b. Daun salam untuk obat sakit Asam Urat. Siapkan 10
lembar daun salam yang masih segar, lalu cuci hingga bersih,
kemudian rebus menggunakan 4 gelas air dan tunggu hingga
mendidih dan air yang tersisa tinggal 2 gelas. Saring airnya dan
minum.
c. Daun salam sebagai obat sakit maag (gastritis). Siapkan
sekitar 15-20 lembar daun salam yang masih segar, kemudian cuci
hingga bersih dan rebus menggunakan 0,5 liter air hingga mendidih
selama 15 menit. Setelah mendidih, beri gula enau secukupnya.
Tunggu hingga agak dingin dan minum airnya.
d. Daun salam untuk mengobati Kencing Manis / Diabetes
Mellitus. Siapkan sekitar 7-15 lembar daun salam yang masih
segar. Rebus dengan 3 gelas
4. SASARAN
Penderita Hipertensi
5. KONTRA INDIKASI
 Ibu hamil
6. BAHAN DAN ALAT
a. Bahan
 Daun salam 10- 15 lembar
 Air 300 ml

48
b. Alat
 Teko/ panci
 Kompor
 Gelas

7. LANGKAH-LANGKAH
a. Persiapan pasien
1) Infomend conscent
2) Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan
b. Prosedur
pelaksanaan
1) Siapkan 10-15 lembar daun salam yang sudah dicuci bersih
2) Masukkan daun salam yang sudah dicuci bersih kedalam
teko/ panci yang sudah berisi air 300ml
3) Masak daun salam dengan api sedang tunggu sampai air
menyusut hingga 150ml
4) Diamkan hingga hangat
5) Lalu minum
6) Air rebusan daun salam diminum sehari 2 kali sebelum
makan.
Catatan : Pagi & sore

49

Anda mungkin juga menyukai