1. Pengertian
Komunikasi merupakan proses belajar seumur hidup bagi perawat. Perawat terus
berhubungan dengan klien dan keluarganya sejak kelahiran sampai kematian. Oleh
karna itu, dibutuhkan pembentukan komunikasi terapeutik. Perawat berkomunikasi
dengan orang lain yang mengalami tekanan, yaitu: klien, keluarga, dan teman sejawat
( Potter dan Perry, 2010 ).
1) Perawat mengenal dengan baik pribadi pasien serta memahami dirinya dengan
nilai-nilai yang dianutnya.
1
2) Komunikasi ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya, dan saling
menghargai.
3) Perawat mampu memahami, menghayati, nilai yang dianut oleh pasien.
4) Perawat menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
5) Perawat mampu menciptakan suasana yang dapat memotivasi pasien untuk
mengubah sikap dan perilaku sehingga dapat memecahkan masalah yang
dihadapinya.
6) Perawat harus mampu menguasai perasaannya secara bertahap untuk mengetahui
dan mengatasi perasaan sedih, marah, dan frustasi.
7) Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensi.
8) Memahami dengan baik arti simpati sebagai sifat tindakan terapeutik dan yang
bukan terapeutik.
9) Kejujuran dan keterbukaan komunikasi merupakan dasar hubungan terapeutik.
10) Mampu memerankan model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain
tentang kesehatan sehingga perawat perlu mempertahankan suatu kondisi sehat
secara fisik, mental sosial, spiritual dan gaya hidup.
11) Perawat perlu mampu menciptakan suasana yang memungkinkan bagi pasien
untuk berkembang tanpa rasa takut.
12) Perawat merasa puas dapat menolong orang lain secara manusiawi.
13) Memperhatikan etika dengan cara berusaha sekuat daya setiap mengambil
keputusan didasakan atas prinsip kesejahteraan manusia.
2
4. Unsur-Unsur Komunikasi Terapeutik
Unsur-unsur yang terkandung dalam komunikasi terpeutik antara lain ( Potter &
Perry, 2010 ):
1) Keramahan
Keramahan merupakan bagian dari komunikasi terpeutik. Keramahan diberikan
untuk memberikan kesan pertama yang menarik hati lawan bicara kita.
2) Penggunaan Nama
Pengenalan diri merupakan suatu yang penting agar tidak menimbulkan keraguan.
Memanggil klien dengan nama akan menunjukkan penghargaan diri terhadap
pasien itu sendiri.
3) Dapat Dipercaya
Orang yang dapat dipercaya adalah orang yang apabila membantu orang lain tidak
akan memberikan keraguan terhadap orang yang dibantunya. Untuk itu seorang
perawat harus menunjukkan kehangatan, konsistensi, reliabilitas, kejujuran,
kompetensi, dan rasa hormat.
4) Otonomi dan Tanggung Jawab
Seorang perawat harus mampu membuat pilihan sendiri dan berani untuk
mempertanggung jawabkan atas pilihan atau keputusan yang diberikan
(Townsend, 2003 )
5) Asertif
Komunikasi Asertif memungkinkan anda untuk mengekspresikan perasaan dan
pikiran tanpa menuduh atau melukai orang lain ( Grover, 2005 ). Sikap asertif
akan memberikan kepercayaan diri sekaligus penghormatan terhadap orang lain.
Stuart dan Sundeen (1995) mengenalkan empat fase “helping relationships” yang
berkembang secara berurutan dan tiap fase mempunyai tugas yang berbeda. Fase
hubungan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Fase prainteraksi.
Pada fase prainteraksi, tugas keperawatan adalah (1) menggali perasaan, fantasi,
dan rasa takut dalam diri sendiri; (2) menganalisis kekuatan dan keterbatasan
profesional diri sendiri; (3) mengumpulkan data tentang klien jika
memungkinkan; (4) merencanakan pertemuan pertama dengan klien.
2) Fase orientasi dan perkenalan.
Tugas keperawatan pada fase ini adalah (1) menetapkan alasan klien untuk
mencari bantuan; (2) membina rasa saling percaya, penerimaan dan komunikasi
terbuka; (3) menggali pikiran, perasaan dan tindakan klien; (4)
3
mengidentifikasikan masalah klien; (5) mendefinisikan tujuan dengan klien; (6)
merumuskan bersama kontrak termasuk nama, peran, tanggung jawab, harapan,
tujuan, tempat pertemuan, waktu pertemuan, kondisi untuk terminasi, dan
kerahasiaan.
3) Fase kerja.
Menurut Stuart dan Sundeen (1995) pada fase kerja, keperawatan bertugas; (1)
menggali stressor yang berhubungan; (2) meningkatkan pengembangan
penghayatan klien dan penggunaan mekanisme koping yang konstruktif; dan (3)
membahas dan mengatasi perilaku resisten.
4) Fase Terminasi.
Dalam fase terakhir ini, keperawatan bertugas; (1) membina kenyataan tentang
perpisahan; (2) meninjau kemajuan terapi dan pencapaian tujuan; dan (3)
menggali bersama perasaan ditolak, kehilangan, kesedihan dan kemarahan serta
perilaku yang terkait lainnya.
Metode atau teknik yang digunakan dalam komunikasi terapeutik antara lain
(Stuart & Sundeen, 1998 ):
4
7) Menyatakan hasil observasi
Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non
verbal klien.
h. Menawarkan informasi
Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan
untuk klien yang bertujuan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan.
8) Diam
Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk
mengorganisir. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya
sendiri, mengorganisir pikiran dan memproses informasi.
9) Meringkas
Meringkas pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat.
10) Memberi penghargaan
Penghargaan janganlah sampai menjadi beban untuk klien dalam arti jangan
sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi untuk mendapatkan
pujian dan persetujuan atas perbuatannya.
11) Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan
Memberi kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik
pembicaraan.
12) Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir
seluruh pembicaraan.
13) Menempatkan kejadian secara berurutan
Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat dan klien untuk
melihatnya dalam suatu perspektif.
14) Memberikan kesempatan kepada klien untuk menguraikan persepsinya
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka perawat harus melihat segala
sesuatunya dari perspektif klien.
15) Refleksi
Refleksi memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan dan
menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.
1) Kejujuran (trustworthy)
Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang
bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling
5
percaya. Klien hanya akan terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi
yang benar hanya bila yakin bahwa perawat dapat dipercaya.
2) Tidak membingungkan dan cukup ekspresif.
Dalam berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan kata-kata yang mudah
dimengerti oleh klien. Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi
verbal yang disampaikan. Ketidaksesuaian dapat menyebabkan klien menjadi
bingung.
3) Bersikap positif
Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian
dan penghargaan terhadap klien. Roger menyatakan inti dari hubungan terapeutik
adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap positif.
4) Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap
ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti
yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang perawat dapat
memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien, karena meskipun dia turut
merasakan permasalahan yang dirasakan kliennya, tetapi tidak larut dalam
masalah tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi
klien secara objektif. Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat
permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional dan terlarut
didalamnya.
5) Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada klien,
(Taylor, dkk ,1997) dalam Suryani 2005. Untuk itu agar dapat membantu
memecahkan masalah klien perawat harus memandang permasalahan tersebut
dari sudut pandang klien. Untuk itu perawat harus menggunakan terkhnik active
listening dan kesabaran dalam mendengarkan ungkapan klien. Jika perawat
menyimpulkan secara tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara keseluruhan
ungkapan klien akibatnya dapat fatal, karena dapat saja diagnosa yang
dirumuskan perawat tidak sesuai dengan masalah klien dan akibatnya tindakan
yang diberikan dapat tidak membantu bahkan merusak klien.
6) Menerima klien apa adanya
Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan aman
dalam menjalin hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau
mengkritik klien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan
bahwa perawat tidak menerima klien apa adanya.
6
7) Sensitif terhadap perasaan klien
Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena
jika tidak sensitif perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas, privasi dan
menyinggung perasaan klien.
8) Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa lalunya
tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi perawat untuk
membantu klien, jika ia sendiri memiliki segudang masalah dan ketidakpuasan
dalam hidupnya.
1) Resisten
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas
yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran
verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah
aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien
untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens
biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak
berisi proses penyelesaian masalah.
2) Transferens
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan
sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam
kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan
respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran
(displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan
tergantung.
3) Kontertransferens
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien.
Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap
klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau
ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu
7
dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau membenci
dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten
klien.
8
DAFTAR PUSTAKA
Purwaningsih, wahyu dan Ina Karlina, Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta, Nuha
Medika, 2010
Stuart.G.W. & Sundeen.S.J, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Alih Bahasa: Achir Yani
S. Hamid,Jakarta, EGC, 1998