Anda di halaman 1dari 9

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

1. Pengertian

Komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” yang berarti bersama.


Sedangkan menurut kamus, definisi komunikasi dapat meliputi ungkapan-ungkapan
seperti berbagai informasi atau pengetahuan, memberi gagasan atau bertukar pikiran,
informasi, atau yang sejenisnya dengan tulisan atau ucapan.

Komunikasi merupakan proses belajar seumur hidup bagi perawat. Perawat terus
berhubungan dengan klien dan keluarganya sejak kelahiran sampai kematian. Oleh
karna itu, dibutuhkan pembentukan komunikasi terapeutik. Perawat berkomunikasi
dengan orang lain yang mengalami tekanan, yaitu: klien, keluarga, dan teman sejawat
( Potter dan Perry, 2010 ).

Komter (komunikasi terapeutik) merupakan komunikasi yang direncanakan secar


sadar, tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk menyembuhkan klien. Komter
merupakan media untuk saling memberi dan menerima antar perawat dengan klien.
Komter berlangsung secara verbal dan non verbal. Dalam komter ada tujuan spesifik,
batas waktu, berfokus pada klien dalam memenuhi kebutuhan klien, ditetapkan
bersama, timbal balik, berorientasi pada masa sekarang, saling berbagi perasaan
(Wahyu dan Karlina, 2010)

Komunikasi Terapeurik ialah pengalaman interaktif bersama antara perawat dan


pasien dalam komunikasi yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi oleh pasien (Machfoedz, 2009)

Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan


hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan
klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki
pengalaman emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa
hubungan terapeutik adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar
perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang
terapeutik.

2. Dasar-dasar Komunikasi Terapeutik

Perbedaan antara komunikasi sosial dan komunikasi terapeutik dapat dikenali


melalui beberapa hal sebagai berikut :

1) Perawat mengenal dengan baik pribadi pasien serta memahami dirinya dengan
nilai-nilai yang dianutnya.

1
2) Komunikasi ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya, dan saling
menghargai.
3) Perawat mampu memahami, menghayati, nilai yang dianut oleh pasien.
4) Perawat menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
5) Perawat mampu menciptakan suasana yang dapat memotivasi pasien untuk
mengubah sikap dan perilaku sehingga dapat memecahkan masalah yang
dihadapinya.
6) Perawat harus mampu menguasai perasaannya secara bertahap untuk mengetahui
dan mengatasi perasaan sedih, marah, dan frustasi.
7) Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensi.
8) Memahami dengan baik arti simpati sebagai sifat tindakan terapeutik dan yang
bukan terapeutik.
9) Kejujuran dan keterbukaan komunikasi merupakan dasar hubungan terapeutik.
10) Mampu memerankan model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain
tentang kesehatan sehingga perawat perlu mempertahankan suatu kondisi sehat
secara fisik, mental sosial, spiritual dan gaya hidup.
11) Perawat perlu mampu menciptakan suasana yang memungkinkan bagi pasien
untuk berkembang tanpa rasa takut.
12) Perawat merasa puas dapat menolong orang lain secara manusiawi.
13) Memperhatikan etika dengan cara berusaha sekuat daya setiap mengambil
keputusan didasakan atas prinsip kesejahteraan manusia.

3. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Seorang perawat profesional selalu mengupayakan untuk berprilaku terapeutik,


yang berarti bahwa tiap interaksi yang dilakukan menimbulkan dampak terapeutik
yang memungkinkan klien untuk tumbuh dan berkembang. Tujuan hubungan
terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien yang menurut Stuart dan Sundeen
(1995) dan Limberg, Huter & Kruszweski (1983) meliputi:

1) Kesadaran diri, penerimaan diri, penghargaan diri yang meningkat


2) Identitas diri jelas, peningkatan integritas diri
3) Membina hubungan interpersonal yang intim, interdependen, memberi dan
menerima dengan kasih sayang
4) Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang realistik.

2
4. Unsur-Unsur Komunikasi Terapeutik

Unsur-unsur yang terkandung dalam komunikasi terpeutik antara lain ( Potter &
Perry, 2010 ):

1) Keramahan
Keramahan merupakan bagian dari komunikasi terpeutik. Keramahan diberikan
untuk memberikan kesan pertama yang menarik hati lawan bicara kita.
2) Penggunaan Nama
Pengenalan diri merupakan suatu yang penting agar tidak menimbulkan keraguan.
Memanggil klien dengan nama akan menunjukkan penghargaan diri terhadap
pasien itu sendiri.
3) Dapat Dipercaya
Orang yang dapat dipercaya adalah orang yang apabila membantu orang lain tidak
akan memberikan keraguan terhadap orang yang dibantunya. Untuk itu seorang
perawat harus menunjukkan kehangatan, konsistensi, reliabilitas, kejujuran,
kompetensi, dan rasa hormat.
4) Otonomi dan Tanggung Jawab
Seorang perawat harus mampu membuat pilihan sendiri dan berani untuk
mempertanggung jawabkan atas pilihan atau keputusan yang diberikan
(Townsend, 2003 )
5) Asertif
Komunikasi Asertif memungkinkan anda untuk mengekspresikan perasaan dan
pikiran tanpa menuduh atau melukai orang lain ( Grover, 2005 ). Sikap asertif
akan memberikan kepercayaan diri sekaligus penghormatan terhadap orang lain.

5. Fase-fase Komunikasi Terapeutik

Stuart dan Sundeen (1995) mengenalkan empat fase “helping relationships” yang
berkembang secara berurutan dan tiap fase mempunyai tugas yang berbeda. Fase
hubungan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Fase prainteraksi.
Pada fase prainteraksi, tugas keperawatan adalah (1) menggali perasaan, fantasi,
dan rasa takut dalam diri sendiri; (2) menganalisis kekuatan dan keterbatasan
profesional diri sendiri; (3) mengumpulkan data tentang klien jika
memungkinkan; (4) merencanakan pertemuan pertama dengan klien.
2) Fase orientasi dan perkenalan.
Tugas keperawatan pada fase ini adalah (1) menetapkan alasan klien untuk
mencari bantuan; (2) membina rasa saling percaya, penerimaan dan komunikasi
terbuka; (3) menggali pikiran, perasaan dan tindakan klien; (4)

3
mengidentifikasikan masalah klien; (5) mendefinisikan tujuan dengan klien; (6)
merumuskan bersama kontrak termasuk nama, peran, tanggung jawab, harapan,
tujuan, tempat pertemuan, waktu pertemuan, kondisi untuk terminasi, dan
kerahasiaan.
3) Fase kerja.
Menurut Stuart dan Sundeen (1995) pada fase kerja, keperawatan bertugas; (1)
menggali stressor yang berhubungan; (2) meningkatkan pengembangan
penghayatan klien dan penggunaan mekanisme koping yang konstruktif; dan (3)
membahas dan mengatasi perilaku resisten.
4) Fase Terminasi.
Dalam fase terakhir ini, keperawatan bertugas; (1) membina kenyataan tentang
perpisahan; (2) meninjau kemajuan terapi dan pencapaian tujuan; dan (3)
menggali bersama perasaan ditolak, kehilangan, kesedihan dan kemarahan serta
perilaku yang terkait lainnya.

6. Metode Komunikasi Terapeutik

Metode atau teknik yang digunakan dalam komunikasi terapeutik antara lain
(Stuart & Sundeen, 1998 ):

1) Mendengarkan dengan penuh perhatian


Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa
yang disampaikan klien. Mendengar merupakan dasar utama dalam komunikasi.
Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih
banyak pada klien untuk berbicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.
2) Menunjukkan penerimaan
Menerima tidak berarti menyetujui, menerima berarti bersedia untuk
mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.
3) Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik
mengenai apa yang disampaikan oleh klien.
4) Mengulangi ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri
Melalui pengulangan kembali kata-kata klien, perawat memberikan umpan balik
bahwa perawat mengerti pesan klien dan berharap komunikasi dilanjutkan.
5) Mengklasifikasi
Klasifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam kata-kata ide
atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien.
6) Memfokuskan
Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan
menjadi lebih spesifik dan dimengerti.

4
7) Menyatakan hasil observasi
Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non
verbal klien.
h. Menawarkan informasi
Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan
untuk klien yang bertujuan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan.
8) Diam
Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk
mengorganisir. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya
sendiri, mengorganisir pikiran dan memproses informasi.
9) Meringkas
Meringkas pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat.
10) Memberi penghargaan
Penghargaan janganlah sampai menjadi beban untuk klien dalam arti jangan
sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi untuk mendapatkan
pujian dan persetujuan atas perbuatannya.
11) Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan
Memberi kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik
pembicaraan.
12) Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir
seluruh pembicaraan.
13) Menempatkan kejadian secara berurutan
Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat dan klien untuk
melihatnya dalam suatu perspektif.
14) Memberikan kesempatan kepada klien untuk menguraikan persepsinya
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka perawat harus melihat segala
sesuatunya dari perspektif klien.
15) Refleksi
Refleksi memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan dan
menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.

7. Prinsip Komunikasi Terapeutik

Prinsip-prinsip yang terkandung pada komunikasi terapeutik antara lain


(Suryani,2005):

1) Kejujuran (trustworthy)
Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang
bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling

5
percaya. Klien hanya akan terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi
yang benar hanya bila yakin bahwa perawat dapat dipercaya.
2) Tidak membingungkan dan cukup ekspresif.
Dalam berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan kata-kata yang mudah
dimengerti oleh klien. Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi
verbal yang disampaikan. Ketidaksesuaian dapat menyebabkan klien menjadi
bingung.
3) Bersikap positif
Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian
dan penghargaan terhadap klien. Roger menyatakan inti dari hubungan terapeutik
adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap positif.
4) Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap
ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti
yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang perawat dapat
memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien, karena meskipun dia turut
merasakan permasalahan yang dirasakan kliennya, tetapi tidak larut dalam
masalah tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi
klien secara objektif. Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat
permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional dan terlarut
didalamnya.
5) Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada klien,
(Taylor, dkk ,1997) dalam Suryani 2005. Untuk itu agar dapat membantu
memecahkan masalah klien perawat harus memandang permasalahan tersebut
dari sudut pandang klien. Untuk itu perawat harus menggunakan terkhnik active
listening dan kesabaran dalam mendengarkan ungkapan klien. Jika perawat
menyimpulkan secara tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara keseluruhan
ungkapan klien akibatnya dapat fatal, karena dapat saja diagnosa yang
dirumuskan perawat tidak sesuai dengan masalah klien dan akibatnya tindakan
yang diberikan dapat tidak membantu bahkan merusak klien.
6) Menerima klien apa adanya
Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan aman
dalam menjalin hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau
mengkritik klien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan
bahwa perawat tidak menerima klien apa adanya.

6
7) Sensitif terhadap perasaan klien
Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena
jika tidak sensitif perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas, privasi dan
menyinggung perasaan klien.
8) Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa lalunya
tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi perawat untuk
membantu klien, jika ia sendiri memiliki segudang masalah dan ketidakpuasan
dalam hidupnya.

8. Hambatan Komunikasi Terapeutik.

Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat-klien


terdiri dari tiga jenis utama : resistens, transferens, dan kontertransferens. Ini timbul
dari berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi
semuanya menghambat komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya.
Oleh karena itu hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat
maupun bagi klien. Untuk lebih jelasnya marilah kita bahas satu-persatu mengenai
hambatan komunikasi terapeutik itu.

1) Resisten
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas
yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran
verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah
aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien
untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens
biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak
berisi proses penyelesaian masalah.
2) Transferens
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan
sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam
kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan
respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran
(displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan
tergantung.
3) Kontertransferens
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien.
Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap
klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau
ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu

7
dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau membenci
dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten
klien.

9. Tugas Perawat Dalam Tiap Fase Hubungan Terapeutik


A. Fase Tugas Perawat
1) Prainteraksi
- Eksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri
- Analisa kekuatan kelemahan professional
- Dapatkan data tentang klien jika memungkinkan
- Rencanakan pertemuan pertama
2) Orientasi
- Tentukan alasan masuk klien minta pertolongan
- Bina rasa saling percaya (trust), penerimaan
- Komunikasi terbuka
- Rumuskan kontrak pertama
- Eksplorasi pikiran, perasaan dan perbuatan klien
- Identifikasi masalah klien
- Rumuskan tujuan bersama klien
3) Kerja
- Eksplorasi stressor yang tepat
- Dorong perkembangan kesadaraan diri klien dan pemakaian mekanisme
koping konstruksi
- Atasi penolakan perilaku adaftif
4) Terminasi
- Ciptakan realitas perpisahan
- Bicarakan proses terapi dan pencapaian tujuan
- Saling mengeskplorasi perasaan penolakan dan kehilangan, sedih, marah
dalam perilaku lain
- Rencana tindak lanjut (untuk terminasi sementara)

8
DAFTAR PUSTAKA

Ellis,R.,Gates, R, & Kenworthy,N, Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan:


Teori dan Praktik. Alih Bahasa: Susi Purwoko. Jakarta, EGC, 2000

Keliat, B.A, Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, EGC, Jakarta, 2002

Machfoedz, Mahmud, Komunikasi Keperawatan (Komunikasi Terapeutik),


Yogyakarta : Ganbika, 2009

Purwaningsih, wahyu dan Ina Karlina, Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta, Nuha
Medika, 2010

Stuart.G.W. & Sundeen.S.J, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Alih Bahasa: Achir Yani
S. Hamid,Jakarta, EGC, 1998

Suryani, Komunikasi Terapeutik Teori & Praktek, Jakarta, EGC, 2005

Anda mungkin juga menyukai