Anda di halaman 1dari 15

NAMA : Sri Rizki Evitasari

NIM : 1018031121

KELAS : 3A PSIK

Resume Keperarawatan Medikal Bedah Sistem Perbafasan ( TB PARU )

Definisi

Tuberkulosis paru-paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang terutama


menyerang parenkim paru. Itu juga dapat ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk
meninges, ginjal, tulang, dan kelenjar getah bening. Agen infeksi utama, M. tuberkulosis,
adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh perlahan dan sensitif terhadap panas dan
sinar ultraviolet. Mycobacterium bo vis dan Mycobacterium avium jarang dikaitkan dengan
perkembangan infeksi TB. TB adalah masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia yang
sangat erat terkait dengan kemiskinan, malnutrisi, kepadatan penduduk, perumahan di bawah
standar, dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.

Faktor yang mencegah eliminasi TB di Amerika Serikat adalah prevalensinya TB di antara


penduduk kelahiran asing, keterlambatan dalam mendeteksi dan pelaporan kasus TB,
kurangnya perlindungan kontak orang dengan kasus infeksi TB, keberadaan substansial
jumlah orang dengan TB laten, dan memelihara klinis dan keahlian kesehatan masyarakat
dalam TB (CDC, 2005a). Faktor Transmisi dan Risiko TB menyebar dari orang ke orang
melalui penularan melalui udara. Orang yang terinfeksi melepaskan droplet nuklei (biasanya
partikel Diameter 1 hingga 5 m) melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa, atau bernyanyi.
Tetesan yang lebih besar mengendap; tetesan yang lebih kecil tetap melayang di udara dan
dihirup oleh orang yang rentan. (Brunnner & sudart)

Klasifikasi

Klasifikasi TB Paru TB paru diklasifikasikan menurut Wahid & Imam tahun 2013 yaitu:

a. Pembagian secara patologis

1) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)

2) Tuberculosis post primer (adult tuberculosis).

b. Pembagian secara aktivitas radiologis TB paru (koch pulmonum) aktif, non aktif dan
quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)

c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)

1) Tuberkulosis minimal Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun
kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2) Moderately advanced tuberculosis Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm.
Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari 1 bagian paru.Bila bayangan kasar tidak lebih
dari sepertiga bagian 1 paru.

3) Far advanced tuberculosis Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada
moderately advanced tuberkulosis.

Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik, dan riwayat
pengobatan sebelumnya.Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor
determinan untuk menentukan strategi terapi. Sesuai dengan program Gerdunas-TB (Gerakan
Terpadu Nasional Penanggulan Tuberkulosis) klasifikasi TB paru dibagi sebagai berikut:

a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:

1) Dengan atau tanpa gejala klinik

2) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif
satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.

3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:

1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru aktif.

2) BTA negatif, biakan negatif tapi radiologik positif.

c. Bekas TB Paru dengan kriteria:

1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif

2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.

3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak
berubah.

4) Ada riwayat pengobatan OAT yang lebih adekuat (lebih mendukung).

Etiologi

Etiologi Tuberkulosis paru (TB paru) adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini
berbentuk batang yang tahan asam atau sering disebut sebagai basil tahan asam, intraseluler,
dan bersifat aerob.

Basil ini berukuran 0,2-0,5 µm x 2-4 µm, tidak berspora, non motil, serta bersifat fakultatif.
Dinding sel bakteri mengandung glikolipid rantai panjang bersifat mikolik, kaya akan asam,
dan fosfolipoglikan. Kedua komponen ini memproteksi kuman terhadap serangan sel liposom
tubuh dan juga dapat menahan zat pewarna fuchsin setelah pembilasan asam (pewarna tahan
asam). Diketahui bahwa manusia adalah sebagai inang (host) terhadap pertumbuhan dan
perkembangbiakan basil tersebut.
Transmisi organisme ini secara primer terjadi melalui droplet di udara yang berasal dari
individu yang mengidap TB aktif, atau dalam stadium infeksius TB. Walaupun pernah pula
dilaporkan penularan melalui transdermal dan gastrointestinal.

Droplet rata-rata berdiameter 1-5 µm, yang dalam sekali batuk dapat menyemburkan 3000
droplet terinfeksi, dimana sedikitnya 10 basil saja sudah mampu mengawali infeksi paru-
paru.

Individu imunokompeten yang terpapar Mycobacterium tuberculosis biasanya akan berstatus


terinfeksi TB laten atau dorman. Hanya 5% dari individu-individu tersebut yang kemudian
akan memperlihatkan gambaran klinis. Namun, bila kekebalan tubuh individu yang
imunokompeten berubah menjadi menurun, atau tidak kompeten maka Mycobacterium
tuberculosis yang tadinya laten/dorman akan aktif kembali, memperbanyak diri dan merusak
jaringan paru.

Transmisi infeksi TB bergantung pada 3 hal, yaitu jumlah kuman yang dikeluarkan,
konsentrasi kuman, dan lamanya basil-basil TB berada di udara bebas

Fatofisiologi

Patofisiologi TB dimulai saat orang yang rentan menghirup mikobakteri dan menjadi
terinfeksi. Bakteri ditularkan melalui saluran udara ke alveoli, di mana mereka disimpan dan
mulai berkembang biak. Basilus juga diangkut melalui sistem getah bening dan aliran darah
ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebral) dan area lain dari paru-paru (lobus
atas). Sistem kekebalan tubuh merespons dengan memulai reaksi inflamasi. Fagosit (neu
trofil dan makrofag) menelan banyak bakteri, dan Limfosit spesifik TB menghancurkan basil
dan jaringan nor mal. Reaksi jaringan ini menghasilkan penumpukan eksudat di alveoli,
menyebabkan bronkopneumonia. Itu infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu
setelah terpapar. Granuloma, massa jaringan baru basil hidup dan mati, dikelilingi oleh
makrofag, yang membentuk pelindung dinding. Mereka kemudian diubah menjadi massa
jaringan fibrosa, yaitu bagian tengahnya disebut tuberkulum Ghon. Materi (bakteri dan
makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa murahan. Massa ini bisa menjadi kalsifikasi
dan terbentuk bekas luka kolagen. Pada titik ini, bakteri menjadi tidak aktif, dan tidak ada
perkembangan penyakit aktif lebih lanjut. Setelah paparan awal dan infeksi, penyakit aktif
mungkin terjadi berkembang karena kekebalan yang terganggu atau tidak memadai respon
sistem. Penyakit aktif juga dapat terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri yang tidak
aktif. Dalam hal ini, file Ghon tubercle memborok, melepaskan bahan murahan ke dalamnya
bronkus. Bakteri tersebut kemudian menyebar ke udara dalam penyebaran penyakit lebih
lanjut. Kemudian tuberkulum mengalami ulserasi menyembuhkan dan membentuk jaringan
parut. Ini menyebabkan paru-paru yang terinfeksi menjadi lebih meradang, mengakibatkan
perkembangan lebih lanjut bronkopneumonia dan pembentukan tuberkulum. Kecuali proses
ini dihentikan, ia menyebar perlahan ke bawah ke hilus paru-paru dan kemudian meluas ke
sekitarnya. lobus. Prosesnya mungkin lama dan ditandai dengan remisi lama ketika penyakit
dihentikan, diikuti oleh periode aktivitas baru. Sekitar 10% orang yang awalnya terinfeksi
mengembangkan penyakit aktif. Beberapa orang mengembangkan TB reaktivasi (juga disebut
TB tipe dewasa). Jenis TB ini dihasilkan dari pemecahan pertahanan host. Ini paling sering
terjadi di paru-paru, biasanya di segmen apikal atau posterior dari lobus atas atau segmen
super dari lobus bawah. ( Brunner & sudart )

Manifestasi klinis

Manifestasi klinis berupa demam, anoreksia, penurunan berat badan, keringat malam,
kelelahan, batuk, dan produksi dahak yang cepat penilaian fungsi pernapasan yang lebih
menyeluruh, misalnya, menilai paru-paru untuk konsolidasi dengan mengevaluasi suara
napas (berkurang, suara bronkial; ronki), fremitus, dan egophony. ( Brunner & sudart )

Manifestasi Klinis Tanda dan gejala TB paru berbahaya. Paling pasien mengalami demam
ringan, batuk, keringat malam, kelelahan, dan penurunan berat badan. Batuk mungkin tidak
produktif, atau dahak mukopurulen mungkin keluar. Hemoptisis juga mungkin terjadi. Baik
gejala sistemik maupun paru bersifat kronis dan mungkin telah hadir selama berminggu-
minggu hingga berbulan-bulan. Pasien usia lanjut biasanya datang dengan gejala yang lebih
sedikit dibandingkan pasien yang lebih muda. Terjadi penyakit di luar paru hingga 16% kasus
di Amerika Serikat. Pada pasien dengan AIDS, penyakit luar paru lebih umum. ( Brunner &
sudart )

Faktor Risiko

Faktor risiko terkena Tuberkulosis Paru (TB paru) adalah sering terpapar dengan pengidap
TB aktif dan kekebalan tubuh yang menurun.

Terpapar Dengan Pengidap TB Aktif

Orang yang sering terpapar dengan pengidap TB aktif memiliki risiko lebih tinggi untuk
menderita penyakit ini. Orang yang sering terpapar diantaranya adalah:

 seseorang yang berkunjung ke daerah atau negara dimana TB sangat umum, termasuk
Indonesia
 Orang yang tinggal atau bekerja di tempat dimana TB lebih umum, seperti rumah
penampungan tuna wisma, penjara, ataupun panti werdha
 Petugas kesehatan yang bekerja dengan pengidap TB aktif
 Masyarakat kurang mampu yang tidak memiliki akses kesehatan memadai
 Kekebalan Tubuh Yang Menurun
Orang yang memiliki kekebalan tubuh yang tidak adekuat juga lebih mudah terkena infeksi
TB. Pada populasi ini, manifestasi TB juga biasanya lebih berat. Populasi yang dimaksud
contohnya adalah pada:

 Orang yang terkena infeksi HIV


 Orang dengan silikosis
 Orang yang mendapat transplantasi organ
 Orang yang sedang dalam pengobatan kortikosteroid/imunosupresan, atau antagonis
tumor nekrosis faktor alfa
 Anak usia kurang dari 5 tahun
 Seseorang yang telah terinfeksi dengan basil TB dalam dua tahun terakhir
 Orang dengan masalah kesehatan sehingga sulit bagi tubuhnya melawan penyakit,
seperti pada keganasan hematologis, kanker kepala-leher, gagal ginjal terminal,
gastrektomi, operasi bypass intestinal, sindrom malabsorpsi kronis, atau gizi buruk
 Merokok, penyalahgunaan alkohol dan/atau obat-obat terlarang
 Seseorang yang terkena TB laten atau TB aktif di masa lampau, namun
pengobatannya tidak tuntas

Pemeriksaan diagnostik

 Kultur sputum: Mikobakterium TB positif pada tahap akhir penyakit.


 Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72
jam).
 Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas; pada tahap dini tampak gambaran
bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas; pada kavitas bayangan, berupa
cincin; pada klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
 Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atatu kerusakan paru karena TB paru.
 Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
 Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan pada tuberkulosis paru (TB paru) adalah
tuberkulin tes, foto rontgen dada, tes resistensi OAT, gene Xpert MTB/ RIF assay, dan
DNA sequencing.

Tuberculin Skin test (TST) atau Tes Mantoux

Tuberculin skin test (TST) positif menunjukkan kecenderungan terjadinya infeksi


primer TB. Tes ini merupakan metode standar dalam menentukan apakah seseorang
terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Konversi TST biasanya terjadi 3-6
minggu setelah paparan terhadap kuman TB. Sekitar 20% pasien-pasien dengan TB
aktif, khususnya pada penyakit yang sudah berlanjut, memiliki hasil TST yang
normal.Pembacaan hasil TST dilakukan antara 48 dan 72 jam setelah dimasukkan 0,1
ml suntikan tuberkulin PPD secara intradermal. Suntikan yang benar akan
menimbulkan gelembung kulit kecil pucat berdiameter 6-10 mm. Reaksi terhadap
suntikan akan teraba mengeras, atau membengkak, disebut sebagai indurasi yang
diukur diameternya dalam milimeter ke arah aksis longitudinal pada lengan bawah
bagian ventral. Eritema tidak ikut diukur sebagai indurasi

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Menurut Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru menjadi


tiga bagian, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).

1) pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
penderita TB paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis dan radiologis.
Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12
bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi
konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.

2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompokkelompok populasi


tertentu misalnya:

a) Karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan.

b) Penghuni rumah tahanan.

3) Vaksinasi BCG Tabrani Rab (2010),

Vaksinasi BCG dapat melindungi anak yang berumur kurang dari 15 tahun sampai 80%, akan
tetapi dapat mengurangi makna pada tes tuberkulin. Dilakukan pemeriksaan dan pengawasan
pada pasien yang dicurigai menderita tuberkulosis, yakni:

a) Pada etnis kulit putih dan bangsa Asia dengan tes Heaf positif dan pernah berkontak
dengan pasien yang mempunyai sputum positif harus diawasi.

b) Walaupun pemeriksaan BTA langsung negatif, namun tes Heafnya positif dan pernah
berkontak dengan pasien penyakit paru.

c) Yang belum pernah mendapat kemoterapi dan mempunyai kemungkinan terkena.

d) Bila tes tuberkulin negatif maka harus dilakukan tes ulang setelah 8 minggu dan ila tetap
negatif maka dilakukan vaksinasi BCG. Apabila tuberkulin sudah mengalami konversi, maka
pengobatan harus diberikan.

4) Kemoprofilaksis dengan mengggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan


tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.

Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA
positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut:
a) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko timbulnya TB
milier dan meningitis TB,

b) Anak dan remaja dibawah dibawah 20 tahun dengan hasil tuberkulin positif yang bergaul
erat dengan penderita TB yang menular,

c) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi positif,

d) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat immunosupresif jangka panjang,

e) Penderita diabetes melitus.

5) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada


masyarakat di tingkat puskesmas maupun ditingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah
maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia-
PPTI).

(Mutaqqin Arif, 2012) Arif Mutaqqin (2012), mengatakan tujuan pengobatan pada penderita
TB paru selain mengobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap
OAT, serta memutuskan mata rantai penularan.

Penatalaksanaan pengobatan tuberkulosis paru, berikut ini adalah beberapa hal yang penting
untuk diketahui. Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis (OAT)

a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat.

1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Streptomisin (S)

2) Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan Isoniazid (INH).

b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant)

1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rimpafisin dan Isoniazid.

2) Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan Isoniazid.


Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z).

c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap


bakteri tahan asam.

1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam para-amino
salistik (PAS), dan sikloserine.

2) Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam keadaan


telah terjadi resistensi sekunder.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan (4-7 bulan).Panduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan.
Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin,
Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI, 2004) Untuk keperluan
pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi TB paru, berat
ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologi, apusan sputum dan riwayat pengobatan
sebelumnya.Disamping itu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB paru yang
dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC).

DOTSC yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas lima komponen, yaitu: Poltekkes
Kemenkes Padang 20

a. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam


penanggulangan TB paru.

b. Diagnosis TB paru melalui pemeriksaan sputum secara mikroskopik langsung, sedangkan


pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan
di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.

c. Pengobatan TB paru dengan paduan OAT jangka pendek dibawah pengawasan langsung
oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), khususnya dalam dua bulan pertama di mana penderita
harus minum obat setiap hari. d. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek
yang cukup. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

Kriteria Sembuh

Seseorang pasien Tuberkulosis paru (TB Paru) dianggap sembuh apabila memenuhi kriteria :

 BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan
telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
 Pada foto toraks, gambaran radiologik tetap sama atau menunjukkan perbaikan
 Apabila dilakukan biakan, ditemukan biakan negatif

Monitoring

Monitoring pada tuberkulosis paru (TB paru) dilakukan dengan dua tujuan, yaitu evaluasi
pengobatan dan evaluasi komplikasi maupun efek samping obat.

Evaluasi Pengobatan

Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, radiologik, dan bakteriologik. Pada evaluasi
klinik, penderita diperiksa setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan, kemudian
dilanjutkan setiap 1 bulan. Hal yang dievaluasi adalah keteraturan berobat, respon
pengobatan, dan ada tidaknya efek samping pengobatan. Pada setiap kali follow up, pasien
dilakukan pemeriksaan fisik dan berat badan diukur.

Evaluasi bakteriologik bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak. Evaluasi ini
dilakukan sebelum memulai pengobatan, setelah fase intensif, dan pada akhir pengobatan.
Evaluasi dilakukan berdasarkan pemeriksaan basil tahan asam (BTA) atau biakan apabila
tersedia.
Evaluasi radiologik dilakukan menggunakan foto rontgen toraks. Evaluasi dilakukan sebelum
memulai pengobatan, setelah fase intensif, dan pada akhir pengobatan.

Pada penderita yang telah dinyatakan sembuh, evaluasi tetap dilakukan selama 2 tahun
pertama untuk mendeteksi adanya kekambuhan. Pemeriksaan BTA dilakukan pada bulan ke-
3, 6, 12, dan 24 setelah dinyatakan sembuh. Sedangkan pemeriksaan foto rontgen dada
dilakukan pada bulan ke-6, 12, dan 24 setelah dinyatakan sembuh.

Evaluasi Efek Samping Obat

Pasien TB yang diberikan pirazinamid harus diperiksa baseline serum asam urat dan tes
fungsi hati. Sedangkan pasien yang diterapi etambutol mesti diperiksa baseline ketajaman
penglihatannya dan juga secara periodik dilakukan tes buta warna merah-hijau, menggunakan
tes Ishihara

Pasien yang mendapat suntikan streptomisin dimonitor ketajaman pendengarannya, tes fungsi
ginjal secara berkala, dan pemeriksaan neurologis berkala.

Monitoring ini terintegrasi dalam program nasional bersama WHO, yaitu strategi DOTS
(Directly Observed Treatment, Short-course) sejak tahun 1995, yang dalam
perkembangannya menghadapi banyak tantangan, sehingga diperluas pada tahun 2005
menjadi strategi Stop TB untuk mengoptimalkan mutu DOTS.

Pencegahan

Salah satu langkah untuk mencegah TBC (tuberkulosis) adalah dengan menerima vaksin
BCG (Bacillus Calmette-Guerin). Di Indonesia, vaksin ini termasuk dalam daftar imunisasi
wajib dan diberikan sebelum bayi berusia 2 bulan. Bagi yang belum pernah menerima vaksin
BCG, dianjurkan untuk melakukan vaksin bila terdapat salah satu anggota keluarga yang
menderita TBC.

TBC juga dapat dicegah dengan cara yang sederhana, yaitu mengenakan masker saat berada
di tempat ramai dan jika berinteraksi dengan penderita TBC, serta sering mencuci tangan.

Walaupun sudah menerima pengobatan, pada bulan-bulan awal pengobatan (biasanya 2


bulan), penderita TBC juga masih dapat menularkan penyakit. Jika Anda menderita TBC,
langkah-langkah di bawah ini sangat berguna untuk mencegah penularan, terutama pada
orang yang tinggal serumah dengan Anda:

 Tutupi mulut saat bersin, batuk, dan tertawa, atau kenakan Apabila menggunakan tisu
untuk menutup mulut, buanglah segera setelah digunakan.
 Tidak membuang dahak atau meludah sembarangan.
 Pastikan rumah memiliki sirkulasi udara yang baik, misalnya dengan sering membuka
pintu dan jendela agar udara segar serta sinar matahari dapat masuk.
 Jangan tidur sekamar dengan orang lain, sampai dokter menyatakan TBC yang Anda
derita tidak lagi menular..

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas


2. Pola nafas tidak efektif b.d kelemahan otot pernafasan
3. Gangguan petukaran gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler
4. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
5. Hipertermi b.d peningkatan laju metabolisme

Konsep Asuhan Keperawatan Kasus TB Paru

1. Pengkajian

a. Data Pasien

b. Riwayat Kesehatan saat ini

c. Riwayat Kesehatan Dahulu.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

e. Riwayat Pengobatan Sebelumnya

f. Riwayat Sosial Ekonomi 1) Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu, dan tempat bekerja,

g. Faktor Pendukung:

1) Riwayat lingkungan.

2) Pola hidup: nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur,
kebersihan diri.

3) Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit,


pencegahan, pengobatan dan perawatannya.

h. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: biasanya KU sedang atau buruk TD : Normal ( kadang rendah karena kurang
istirahat) Nadi : Pada umumnya nadi pasien meningkat Pernafasan : biasanya nafas pasien
meningkat (normal : 16-20x/i) Suhu : Biasanya kenaikan suhu ringan pada malam
hari.Suhumungkin tinggi atau tidak teratur. Seiring kali tidak ada demam

1) Kepala Inspeksi : Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak meringis, konjungtiva
anemis, skelra tidak ikterik, hidung tidak

sianosis, mukosa bibir kering, biasanya adanya pergeseran trakea.

2) Thorak Inpeksi : Kadang terlihat retraksi interkosta dan


tarikan dinding dada, biasanya pasien kesulitan saat inspirasi Palpasi : Fremitus paru yang
terinfeksi biasanya lemah Perkusi : Biasanya saat diperkusi terdapat suara pekak Auskultasi :
Biasanya terdapat bronki 3) Abdomen

Inspeksi : biasanya tampak simetris Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar Perkusi :
biasanya terdapat suara tympani Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar

4) Ekremitas atas Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak

ada edema

5) Ekremitas bawah Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak

ada edema

i. Pemeriksaan Diagnostik

1) Kultur sputum: Mikobakterium TB positif pada tahap akhir penyakit. 2) Tes


Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm

terjadi 48-72 jam).

3) Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas; pada tahap dini tampak
gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas; pada kavitas
bayangan, berupa cincin; pada klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat
dengan densitas tinggi.

4) Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atatu kerusakan paru

karena TB paru.

5) Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED). 6) Spirometri:


penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.

j. Pola Kebiasaan Sehari-hari

1) Pola aktivitas dan istirahat Subyektif: rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul.
Sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Obyektif: Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut;
infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40-41oC) hilang timbul.

2) Pola Nutrisi Subyektif: anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Obyektif: turgor kulit jelek, kulit kering/berisik, kehilangan lemak sub kutan.

3) Respirasi Subyektif: batuk produktif/non produktif sesak nafas, sakit dada.

Obyektif: mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid
kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi
basah, kasar didaerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru
dan pleural), sesak nafas, pengembangan pernafasan tidak simetris (effusi pleura),
perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran
bronkogenik).

4) Rasa nyaman/nyeri Subyektif: nyeri dada meningkat karena batuk berulang


Obyektif: berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa
timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis. 5) Integritas
Ego Subyektif: faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada
harapan. Obyektif: menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah

Rencana keperawatan

Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan intervensi Manajemen jalan nafas
tidak efektif b.d keperawatan diharapkan
hipersekresi jalan bersihan jalan nafas Tindakan
nafas meningkat dengan kriteria Observasi
hasil : - Monitor pola nafas
- Batuk efektif - Monitor bunyi nafas
meningkat tambahan
- Produksi sputum - Monitor sputum
menurun Terapeutik
- Mengi menurun - Pertahankan kepatenan
- Wheezing menurun jalan nafas dengan
- Dipsnea menurun head-thilt dan chin-lift
- Ortopnea menurun - Posisikan semi fowler
- Sianosis menurun atau fowler
- Gelisah menurun - Berikan minum hangat
- Frekuensi nafas - Lakukan fisioterapi
membaik dada
- Pola nafas membaik - Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
- Lakukan
hioeroksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
Edukasi
- Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukoliti,
jika perlu

2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan intervensi Manjemen jalan nafas


efektif b.d keperawatan diharapkan pola
kelemahan otot nafas membaik dengan Tindakan
pernafasan kriteria hasil: Observasi
- ventilasi semenit - monitor pola nafas
meningkat - monitor bunyi nafas
- kapasitas vital tambahan
meningkat - monitor sputum
- diameter thoraks Terapeutik
anterior-posterior - pertahankan kepatenan
mrningkat jalan nafas
- tekanan ekspirasi - posisikan semi-fowler
meningkat atau fowler
- tekanan inspirasi - berikan minum hangat
meningkat - lakukan fisioterpi dada
- dipsnea menurun - lakukan penghisapan
- penggunaan otot lendir kurang dari 15
bantu nafas menurun detik
- pemanjangan fase - anjurka asuoan cairan
ekspirasi menurun 2000ml/hari sesuai
- ortopnea menurun toleransi jantung
- frekuensi nafas - berikan oksigen, jika
membaik perlu
- kedalaman nafas Edukasi
membaik - ajarkan teknik batuk
- ekskrusi dada efektif
membaik Kolaborasi
- kolaborasi pemberian
brinkodilator,
ekspektoran ,mukolitik,
jika perlu

3. Gangguan petukaran Setelah dilakukan intervensi Pemantauan respirasi


gas b.d perubahan keperawatan diharapkan pola
membran alveolus- pertukaran gas meningkat Tindakan
kapiler dengan kriteria hasil: Observasi
- Tingkat kesadaran - Monitor frekuensi,
meningkat irama kedalam dan
- Dipsnea menurun upaya napas
- Bunyi nafas - Monitor pola nafas
tambahan menurun - Monitor kemampuan
- Pusing menurun batuk efektif
- Penglihatan kabur - Monitor aadanya
menurun produksi sputum
- Diaforesis menurun - Palpasi kesimetrisan
- Gelisah menurun ekspansi paru
- Pernafasan cuping - Auskultasi bunyi nafas
hidung menurun - Monitor saturaso
- PCO2 membaik oksigen
- PO2 membaik - Monitor nilai AGD
- Takikardia membaik - Monitor hasil x-ray
- pHarteri membaik toraks
- sianosis membaik Terapeutik
- pola nafas membaik - Atur interval
- warna kulit membaik pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Setelah dilakukan intervensi Manajemen energi
4. Intoleransi aktivitas keperawatan diharapkan Tindakan
b.d kelemahan toleransi aktivitas meningkat Observasi
dengan kriteria hasil: - Identifikasi gangguan
- Frekuensi nadi fungsi tubuh yang
meningkat mengakibatkan
- Saturasi oksigen kelelahan
meningkat - Monitor kelelahan fisik
- Kemudahan dalam dan emosional
melakkan aktivitas - Monitor pola dan jam
sehari-hari meningkat tidur
- Kecepatan berjalan - Monitor lokasi dan
meningkat kenyamanan selama
- Jarak berjalan melakukan aktivitas
meningkat Terpeutik
- Kekuatan tubuh - Sediakan lngkungan
bagian atas nyaman dan rendah
meningkat stimulus
- Kekuatan tubuh - Anjurkan tirah baring
bagian bawah - Anjurkan aktivitas
meningkat secara bertahap
- Toleransi dalam - Gunakan rentang gerak
menaiki tangga pasif atau aktif
meningkat - Berikan aktivitas
- Keluhan lelah distraksi yang
menurun menenangkan
- Dipsnea saat - Pasilitasi duduk di
aktivotas menurun tempat tidur, jika tidak
- Perasaan lemah dapat pindah atau
menurun berjalan
- Aritmia sata aktivitas - Amjurkan
menurun menghubungi perawat
- Aritmia setelah jika tanda dan gejala
aktivitas menurun kelelahan tidak
- Sianosis menurun berkurang
- Warna kulit membaik Edukasi
- Tekanan darah - Ajarkan strategi koping
membaik untuk mengurangi
- Frekuensi nafas kelelahan
membaik Kolaborasi
- EKG iskemia - Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makan
5. Hipertermi b.d Setelah dilakukan intervensi Manajemen hipertermi
peningkatan laju keperawatan diharapkan
metabolisme termoregulasi dengan kriteria Tindakan
hasil: Observasi
- Mengigil menurun - Identifikasi penyebab
- Kulit merah menurun hipertermi
- Kejang menurun - Monitor suhu tubuh
- Akrosianosis - Monitor kadar
menurun elektrolit
- Konsumsi oksigen - Monitor haluaran urin
menurun - Monitor komplikasi
- Piloereksi menurun akibat hipertermia
- Vasokonstriks perifer Terapeutik
menurun - Sediakan lingkungan
- Kutis memorata yang dingin
menurun - Longgarkan atau
- Pucat menurun leoaskan pakaian
- Takikardia menurun - Bacahi dan kipasi
- Takipnea menurun permukaan tubuh
- Bradikardi menurun - Berikan cairan oral
- Dasar kuku sianotik - Ganti linen setiaphari
menurun atau lebih sering jika
- Hipoksia menurun mengalami
- Suhu tubuh membaik hipersidrosis
- Suhu kulit membaik - Lakukan pendiginan
- Kadar glukosa darah eksternal
membaik - Anjurkan irah baring
- Pengisian kapiler - Berikan oksigen
membaik ventilasi - Hindari pemberian
membaik antipiretik atau aspirim
- Tekanan darah Kolaborasi
membaik - Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit,
jika perlu

Referensi :

Brunner & Sudart. Medical Surgical Nursing

Rahmaniar, D. S. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Tubercoulosis Paru RSUP. Dr. M.
JAMIL PADANG . Padang : POLTEKKES KEMENKES PADANG.

Anda mungkin juga menyukai