NIM : 1018031121
KELAS : 3A PSIK
Definisi
Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru TB paru diklasifikasikan menurut Wahid & Imam tahun 2013 yaitu:
b. Pembagian secara aktivitas radiologis TB paru (koch pulmonum) aktif, non aktif dan
quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
1) Tuberkulosis minimal Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun
kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2) Moderately advanced tuberculosis Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm.
Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari 1 bagian paru.Bila bayangan kasar tidak lebih
dari sepertiga bagian 1 paru.
3) Far advanced tuberculosis Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada
moderately advanced tuberkulosis.
Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik, dan riwayat
pengobatan sebelumnya.Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor
determinan untuk menentukan strategi terapi. Sesuai dengan program Gerdunas-TB (Gerakan
Terpadu Nasional Penanggulan Tuberkulosis) klasifikasi TB paru dibagi sebagai berikut:
2) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif
satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak
berubah.
Etiologi
Etiologi Tuberkulosis paru (TB paru) adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini
berbentuk batang yang tahan asam atau sering disebut sebagai basil tahan asam, intraseluler,
dan bersifat aerob.
Basil ini berukuran 0,2-0,5 µm x 2-4 µm, tidak berspora, non motil, serta bersifat fakultatif.
Dinding sel bakteri mengandung glikolipid rantai panjang bersifat mikolik, kaya akan asam,
dan fosfolipoglikan. Kedua komponen ini memproteksi kuman terhadap serangan sel liposom
tubuh dan juga dapat menahan zat pewarna fuchsin setelah pembilasan asam (pewarna tahan
asam). Diketahui bahwa manusia adalah sebagai inang (host) terhadap pertumbuhan dan
perkembangbiakan basil tersebut.
Transmisi organisme ini secara primer terjadi melalui droplet di udara yang berasal dari
individu yang mengidap TB aktif, atau dalam stadium infeksius TB. Walaupun pernah pula
dilaporkan penularan melalui transdermal dan gastrointestinal.
Droplet rata-rata berdiameter 1-5 µm, yang dalam sekali batuk dapat menyemburkan 3000
droplet terinfeksi, dimana sedikitnya 10 basil saja sudah mampu mengawali infeksi paru-
paru.
Transmisi infeksi TB bergantung pada 3 hal, yaitu jumlah kuman yang dikeluarkan,
konsentrasi kuman, dan lamanya basil-basil TB berada di udara bebas
Fatofisiologi
Patofisiologi TB dimulai saat orang yang rentan menghirup mikobakteri dan menjadi
terinfeksi. Bakteri ditularkan melalui saluran udara ke alveoli, di mana mereka disimpan dan
mulai berkembang biak. Basilus juga diangkut melalui sistem getah bening dan aliran darah
ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebral) dan area lain dari paru-paru (lobus
atas). Sistem kekebalan tubuh merespons dengan memulai reaksi inflamasi. Fagosit (neu
trofil dan makrofag) menelan banyak bakteri, dan Limfosit spesifik TB menghancurkan basil
dan jaringan nor mal. Reaksi jaringan ini menghasilkan penumpukan eksudat di alveoli,
menyebabkan bronkopneumonia. Itu infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu
setelah terpapar. Granuloma, massa jaringan baru basil hidup dan mati, dikelilingi oleh
makrofag, yang membentuk pelindung dinding. Mereka kemudian diubah menjadi massa
jaringan fibrosa, yaitu bagian tengahnya disebut tuberkulum Ghon. Materi (bakteri dan
makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa murahan. Massa ini bisa menjadi kalsifikasi
dan terbentuk bekas luka kolagen. Pada titik ini, bakteri menjadi tidak aktif, dan tidak ada
perkembangan penyakit aktif lebih lanjut. Setelah paparan awal dan infeksi, penyakit aktif
mungkin terjadi berkembang karena kekebalan yang terganggu atau tidak memadai respon
sistem. Penyakit aktif juga dapat terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri yang tidak
aktif. Dalam hal ini, file Ghon tubercle memborok, melepaskan bahan murahan ke dalamnya
bronkus. Bakteri tersebut kemudian menyebar ke udara dalam penyebaran penyakit lebih
lanjut. Kemudian tuberkulum mengalami ulserasi menyembuhkan dan membentuk jaringan
parut. Ini menyebabkan paru-paru yang terinfeksi menjadi lebih meradang, mengakibatkan
perkembangan lebih lanjut bronkopneumonia dan pembentukan tuberkulum. Kecuali proses
ini dihentikan, ia menyebar perlahan ke bawah ke hilus paru-paru dan kemudian meluas ke
sekitarnya. lobus. Prosesnya mungkin lama dan ditandai dengan remisi lama ketika penyakit
dihentikan, diikuti oleh periode aktivitas baru. Sekitar 10% orang yang awalnya terinfeksi
mengembangkan penyakit aktif. Beberapa orang mengembangkan TB reaktivasi (juga disebut
TB tipe dewasa). Jenis TB ini dihasilkan dari pemecahan pertahanan host. Ini paling sering
terjadi di paru-paru, biasanya di segmen apikal atau posterior dari lobus atas atau segmen
super dari lobus bawah. ( Brunner & sudart )
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis berupa demam, anoreksia, penurunan berat badan, keringat malam,
kelelahan, batuk, dan produksi dahak yang cepat penilaian fungsi pernapasan yang lebih
menyeluruh, misalnya, menilai paru-paru untuk konsolidasi dengan mengevaluasi suara
napas (berkurang, suara bronkial; ronki), fremitus, dan egophony. ( Brunner & sudart )
Manifestasi Klinis Tanda dan gejala TB paru berbahaya. Paling pasien mengalami demam
ringan, batuk, keringat malam, kelelahan, dan penurunan berat badan. Batuk mungkin tidak
produktif, atau dahak mukopurulen mungkin keluar. Hemoptisis juga mungkin terjadi. Baik
gejala sistemik maupun paru bersifat kronis dan mungkin telah hadir selama berminggu-
minggu hingga berbulan-bulan. Pasien usia lanjut biasanya datang dengan gejala yang lebih
sedikit dibandingkan pasien yang lebih muda. Terjadi penyakit di luar paru hingga 16% kasus
di Amerika Serikat. Pada pasien dengan AIDS, penyakit luar paru lebih umum. ( Brunner &
sudart )
Faktor Risiko
Faktor risiko terkena Tuberkulosis Paru (TB paru) adalah sering terpapar dengan pengidap
TB aktif dan kekebalan tubuh yang menurun.
Orang yang sering terpapar dengan pengidap TB aktif memiliki risiko lebih tinggi untuk
menderita penyakit ini. Orang yang sering terpapar diantaranya adalah:
seseorang yang berkunjung ke daerah atau negara dimana TB sangat umum, termasuk
Indonesia
Orang yang tinggal atau bekerja di tempat dimana TB lebih umum, seperti rumah
penampungan tuna wisma, penjara, ataupun panti werdha
Petugas kesehatan yang bekerja dengan pengidap TB aktif
Masyarakat kurang mampu yang tidak memiliki akses kesehatan memadai
Kekebalan Tubuh Yang Menurun
Orang yang memiliki kekebalan tubuh yang tidak adekuat juga lebih mudah terkena infeksi
TB. Pada populasi ini, manifestasi TB juga biasanya lebih berat. Populasi yang dimaksud
contohnya adalah pada:
Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan pada tuberkulosis paru (TB paru) adalah
tuberkulin tes, foto rontgen dada, tes resistensi OAT, gene Xpert MTB/ RIF assay, dan
DNA sequencing.
Penatalaksanaan
1) pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
penderita TB paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis dan radiologis.
Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12
bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi
konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
Vaksinasi BCG dapat melindungi anak yang berumur kurang dari 15 tahun sampai 80%, akan
tetapi dapat mengurangi makna pada tes tuberkulin. Dilakukan pemeriksaan dan pengawasan
pada pasien yang dicurigai menderita tuberkulosis, yakni:
a) Pada etnis kulit putih dan bangsa Asia dengan tes Heaf positif dan pernah berkontak
dengan pasien yang mempunyai sputum positif harus diawasi.
b) Walaupun pemeriksaan BTA langsung negatif, namun tes Heafnya positif dan pernah
berkontak dengan pasien penyakit paru.
d) Bila tes tuberkulin negatif maka harus dilakukan tes ulang setelah 8 minggu dan ila tetap
negatif maka dilakukan vaksinasi BCG. Apabila tuberkulin sudah mengalami konversi, maka
pengobatan harus diberikan.
Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA
positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut:
a) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko timbulnya TB
milier dan meningitis TB,
b) Anak dan remaja dibawah dibawah 20 tahun dengan hasil tuberkulin positif yang bergaul
erat dengan penderita TB yang menular,
c) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi positif,
d) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat immunosupresif jangka panjang,
(Mutaqqin Arif, 2012) Arif Mutaqqin (2012), mengatakan tujuan pengobatan pada penderita
TB paru selain mengobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap
OAT, serta memutuskan mata rantai penularan.
Penatalaksanaan pengobatan tuberkulosis paru, berikut ini adalah beberapa hal yang penting
untuk diketahui. Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis (OAT)
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Streptomisin (S)
2) Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan Isoniazid (INH).
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam para-amino
salistik (PAS), dan sikloserine.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan (4-7 bulan).Panduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan.
Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin,
Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI, 2004) Untuk keperluan
pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi TB paru, berat
ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologi, apusan sputum dan riwayat pengobatan
sebelumnya.Disamping itu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB paru yang
dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC).
DOTSC yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas lima komponen, yaitu: Poltekkes
Kemenkes Padang 20
c. Pengobatan TB paru dengan paduan OAT jangka pendek dibawah pengawasan langsung
oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), khususnya dalam dua bulan pertama di mana penderita
harus minum obat setiap hari. d. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek
yang cukup. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
Kriteria Sembuh
Seseorang pasien Tuberkulosis paru (TB Paru) dianggap sembuh apabila memenuhi kriteria :
BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan
telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
Pada foto toraks, gambaran radiologik tetap sama atau menunjukkan perbaikan
Apabila dilakukan biakan, ditemukan biakan negatif
Monitoring
Monitoring pada tuberkulosis paru (TB paru) dilakukan dengan dua tujuan, yaitu evaluasi
pengobatan dan evaluasi komplikasi maupun efek samping obat.
Evaluasi Pengobatan
Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, radiologik, dan bakteriologik. Pada evaluasi
klinik, penderita diperiksa setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan, kemudian
dilanjutkan setiap 1 bulan. Hal yang dievaluasi adalah keteraturan berobat, respon
pengobatan, dan ada tidaknya efek samping pengobatan. Pada setiap kali follow up, pasien
dilakukan pemeriksaan fisik dan berat badan diukur.
Evaluasi bakteriologik bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak. Evaluasi ini
dilakukan sebelum memulai pengobatan, setelah fase intensif, dan pada akhir pengobatan.
Evaluasi dilakukan berdasarkan pemeriksaan basil tahan asam (BTA) atau biakan apabila
tersedia.
Evaluasi radiologik dilakukan menggunakan foto rontgen toraks. Evaluasi dilakukan sebelum
memulai pengobatan, setelah fase intensif, dan pada akhir pengobatan.
Pada penderita yang telah dinyatakan sembuh, evaluasi tetap dilakukan selama 2 tahun
pertama untuk mendeteksi adanya kekambuhan. Pemeriksaan BTA dilakukan pada bulan ke-
3, 6, 12, dan 24 setelah dinyatakan sembuh. Sedangkan pemeriksaan foto rontgen dada
dilakukan pada bulan ke-6, 12, dan 24 setelah dinyatakan sembuh.
Pasien TB yang diberikan pirazinamid harus diperiksa baseline serum asam urat dan tes
fungsi hati. Sedangkan pasien yang diterapi etambutol mesti diperiksa baseline ketajaman
penglihatannya dan juga secara periodik dilakukan tes buta warna merah-hijau, menggunakan
tes Ishihara
Pasien yang mendapat suntikan streptomisin dimonitor ketajaman pendengarannya, tes fungsi
ginjal secara berkala, dan pemeriksaan neurologis berkala.
Monitoring ini terintegrasi dalam program nasional bersama WHO, yaitu strategi DOTS
(Directly Observed Treatment, Short-course) sejak tahun 1995, yang dalam
perkembangannya menghadapi banyak tantangan, sehingga diperluas pada tahun 2005
menjadi strategi Stop TB untuk mengoptimalkan mutu DOTS.
Pencegahan
Salah satu langkah untuk mencegah TBC (tuberkulosis) adalah dengan menerima vaksin
BCG (Bacillus Calmette-Guerin). Di Indonesia, vaksin ini termasuk dalam daftar imunisasi
wajib dan diberikan sebelum bayi berusia 2 bulan. Bagi yang belum pernah menerima vaksin
BCG, dianjurkan untuk melakukan vaksin bila terdapat salah satu anggota keluarga yang
menderita TBC.
TBC juga dapat dicegah dengan cara yang sederhana, yaitu mengenakan masker saat berada
di tempat ramai dan jika berinteraksi dengan penderita TBC, serta sering mencuci tangan.
Tutupi mulut saat bersin, batuk, dan tertawa, atau kenakan Apabila menggunakan tisu
untuk menutup mulut, buanglah segera setelah digunakan.
Tidak membuang dahak atau meludah sembarangan.
Pastikan rumah memiliki sirkulasi udara yang baik, misalnya dengan sering membuka
pintu dan jendela agar udara segar serta sinar matahari dapat masuk.
Jangan tidur sekamar dengan orang lain, sampai dokter menyatakan TBC yang Anda
derita tidak lagi menular..
1. Pengkajian
a. Data Pasien
f. Riwayat Sosial Ekonomi 1) Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu, dan tempat bekerja,
g. Faktor Pendukung:
1) Riwayat lingkungan.
2) Pola hidup: nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur,
kebersihan diri.
h. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: biasanya KU sedang atau buruk TD : Normal ( kadang rendah karena kurang
istirahat) Nadi : Pada umumnya nadi pasien meningkat Pernafasan : biasanya nafas pasien
meningkat (normal : 16-20x/i) Suhu : Biasanya kenaikan suhu ringan pada malam
hari.Suhumungkin tinggi atau tidak teratur. Seiring kali tidak ada demam
1) Kepala Inspeksi : Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak meringis, konjungtiva
anemis, skelra tidak ikterik, hidung tidak
Inspeksi : biasanya tampak simetris Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar Perkusi :
biasanya terdapat suara tympani Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar
4) Ekremitas atas Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak
ada edema
5) Ekremitas bawah Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak
ada edema
i. Pemeriksaan Diagnostik
3) Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas; pada tahap dini tampak
gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas; pada kavitas
bayangan, berupa cincin; pada klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat
dengan densitas tinggi.
karena TB paru.
1) Pola aktivitas dan istirahat Subyektif: rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul.
Sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Obyektif: Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut;
infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40-41oC) hilang timbul.
2) Pola Nutrisi Subyektif: anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Obyektif: turgor kulit jelek, kulit kering/berisik, kehilangan lemak sub kutan.
Obyektif: mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid
kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi
basah, kasar didaerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru
dan pleural), sesak nafas, pengembangan pernafasan tidak simetris (effusi pleura),
perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran
bronkogenik).
Rencana keperawatan
Referensi :
Rahmaniar, D. S. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Tubercoulosis Paru RSUP. Dr. M.
JAMIL PADANG . Padang : POLTEKKES KEMENKES PADANG.