Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kasus

1. Pengertian

Tuberkulosis atau TB paru adalah suatu penyakit menular yang


paling sering mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. TB paru dapat menyebar ke setiap bagian
tubuh, termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe (Smeltzer&Bare,
2015). Selain itu TB paru adalah penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama
di paru atau di berbagai organ tubuh lainnya yang mempunyai tekanan
parsial oksigen yang tinggi (Tabrani Rab, 2010). Pada manusia TB paru
ditemukan dalam dua bentuk yaitu: (1) tuberkulosis primer: jika terjadi pada
infeksi yang pertama kali, (2) tuberkulosis sekunder: kuman yang dorman
pada tuberkulosis primer akan aktif setelah bertahun-tahun kemudian
sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (Somantri, 2009).

Menurut Robinson, dkk (2014),TB Paru merupakan infeksi akut atau


kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis di tandai dengan
adanya infiltrat paru, pembentukan granuloma dengan perkejuan, fibrosis
serta pembentukan kavitas.

2. Etiologi

TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang


dapat ditularkan ketika seseorang penderita penyakit paru aktif
mengeluarkan organisme. Individu yang rentan menghirup droplet dan
menjadi terinfeksi. Bakteria di transmisikan ke alveoli dan memperbanyak
diri.Reaksi inflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan
bronkopneumonia, granuloma, dan jaringan fibrosa (Smeltzer&Bare, 2015).
Ketika seseorang penderita TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka
secara tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau
tempat lainnya.

Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet
atau nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu
dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang
terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini
terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena bakteri
tuberkulosis (Muttaqin Arif, 2012).

Menurut Smeltzer&Bare (2015), Individu yang beresiko tinggi untuk


tertular virus tuberculosis adalah:

a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.


b. Individu imunnosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka
yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan
HIV).
c. Pengguna obat-obat IV dan alkhoholik.
d. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma; tahanan;
etnik dan ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dan
dewasa muda antara yang berusia 15 sampai 44 tahun).
e. Dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalkan diabetes,
gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi).
f. Individu yang tinggal didaerah yang perumahan sub standar kumuh.
g. Pekerjaan (misalkan tenaga kesehatan, terutama yang melakukan aktivitas
yang beresiko tinggi.

3. Klasifikasi TB Paru

TB paru diklasifikasikan menurut Wahid & Imam tahun 2013


halaman 161 yaitu:

a. Pembagian secara patologis


1) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
2) Tuberculosis post primer (adult tuberculosis).
b. Pembagian secara aktivitas radiologis TB paru (koch pulmonum)
aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
1) Tuberkulosis minimal Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas
pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak
melebihi satu lobus paru.
2) Moderately advanced tuberculosis Poltekkes Kemenkes Padang 10
Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat
bayangan halus tidak lebih dari 1 bagian paru.Bila bayangan kasar
tidak lebih dari sepertiga bagian 1 paru.
3) Far advanced tuberculosis Terdapat infiltrat dan kavitas yang
melebihi keadaan pada moderately advanced tuberkulosis.
Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik,
radiologik, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting
karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menentukan strategi
terapi. Sesuai dengan program Gerdunas-TB (Gerakan Terpadu Nasional
Penanggulan Tuberkulosis) klasifikasi TB paru dibagi sebagai berikut:

a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:


1) Dengan atau tanpa gejala klinik
2) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali
disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1
kali.
3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru aktif.
2) BTA negatif, biakan negatif tapi radiologik positif.
c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan
serial foto yang tidak berubah.
4) Ada riwayat pengobatan OAT yang lebih adekuat (lebih
mendukung).

4. Patofisiologi

Tempat masuk kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran


pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan
infeksi TB terjadi Poltekkes Kemenkes Padang 11 melalui udara, yaitu melalui
inhalasi droplet yang mengandung kumankuman basil tuberkel yang berasal
dari orang – orang yang terinfeksi. TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh
respon imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag, dan limfosit
(biasanya sel T) adalah sel imunresponsif. Tipe imunitas seperti ini biasanya
lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya. Respons ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas seluler
(lambat).

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi


sebagai unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil.Gumpalan basil yang lebih
besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak
menyebabkan penyakit.Setelah berada dalam ruangan alveolus, biasanya
dibagian bawah kubus atau paru atau dibagian atas lobus bawah, biasanya
dibagian bawah kubus atau paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel
ini membangkitkan reaksi peradangan.Leukosit polimorfonuklear tampak pada
tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme
tersebut. Sesudah hari- hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli
yang terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbulkan pneumonia akut.
Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa
yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus difagosit atau berkembang
biak dalam di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke
kelenjer getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk seltuberkel epiteloid,
yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10
sampai 20 hari.

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat


dan seperti keju disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis
kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
Poltekkes Kemenkes Padang 12 fibroblas menimbulkan respons berbeda.
Jaringan granulaasi menjadi lebih fibroblas membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru disebut Fokus Ghon dan gabungan terserangnya


kelenjr getah bening regional dan lesi primer disebut Kompleks
Ghon.Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang
sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radio gram rutin.Namun
kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat secara klinis atau dengan radiografi.

Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan,
yaitu bahan cairan lepas kedalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan
kavitas. Bahan tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke
dalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat berulang kembali dibagian
lain dari paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau
usus.

Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan


meninggalkan jaringan parut fibrosis. Bila peradangan merada, lumen bronkus
dapat menyepit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat denagan
taut bronkus dan rongga. Bahan perkijuan dapat mengental dan tidak dapat
kavitas penu dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul
yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala demam waktu
lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjer getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai
organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagaipenyebaran limfohematogen,
yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu
fenomena akut yang biasanya menyebabkan TB miler, ini terjadi apabila fokus
nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam
sistem vaskular dan tersebar ke organ – organ tubuh. (Sylvia, 2005).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

NY. S DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN TUBERKULOSIS (TBC)


DI RUANG MAWAR IIc RS. UMUM JAWA TIMUR

2.1 Pengkajian Keperawatan


Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Ngawi, Jatim
Tanggal Masuk : 05 Maret 2020
Tanggal pengkajian : 06 Maret 2020
Diagnosa Medis : Tuberkulosis Paru (TB Paru)
Ruangan : Mawar IIc

Penanggung Jawab
Nama : Ny. P
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Ngawi, Jatim
Pekerjaan : Guru Privat
Hubungan dengan Klien : Anak

2.2 Riwayat Kesehatan


a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak nafas dan sudah mengalami batuk berdahak
selama 1 bulan terakhir, setiap batuk pasien merasakan nyeri pada dada sebelah
kanan.

b. Riwayat penyakit sekarang


Dari hasil pengkajian didapatkan pasien mengalami batuk tidak efektif
seperti batuk terus-menerus dengan dahak yang menyumbat saluran pernapasan
dan susah keluar. Pasien tampak gelisah dikarenakan kesulitan bernafas dan
ruangan yang terasa panas, demam, dan nafsu makan menurun sejak seminggu
terakhir. Pasien tampak lemas dan meringis kesakitan ketika batuk.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan sudah sering mengalami batuk sebelumnya. Pasien
mengatakan tidak memiliki penyakit lain selain batuk dan tidak pernah dirawat di
rumah sakit.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga


Tidak ada anggota keluarganya yang menderita penyakit menular,
keluarga juga mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit menurun seperti DM, dan Hipertensi.

e. Genogram

2.3 Pola Kesehatan Fungsional


a. Pola persepsi kesehatan dan manajemen
Pasien menceritakan keluhan yang muncul kepada keluarga. Jika sakit pasien
meminum obat batuk yang tersedia dirumahnya dan mengatakan sudah sering
mengalami batuk sebelumnya serta tidak pernah dirawat di rumah sakit.

b. Pola Oksigenasi
1. Sebelum sakit pasien mengatakan bernafas secara normal.
2. Saat dilakukan pengkajian didapatkan bahwa pernafasan pasien meningkat
(28 x/menit) hal ini dikarenakan adanya sekret dijalan nafas. Pasien
mengatakan nafas sesak.

c. Pola nutrisi
1. Sebelum sakit pasien mengatakan makan 3x sehari dan minum > 5 gelas
per hari.
2. Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan tidak ada nafsu makan sejak
seminggu terakhir
d. Pola Eliminasi
1. Sebelum sakit pasien mengatakan BAB 1x dalam sehari dan BAK 4-5 kali
sehari.
2. Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan tidak mengalami gangguan
BAB dan BAK.

e. Pola Aktivitas
1. Sebelum sakit pasien mengatakan setiap pagi hari selalu menyempatkan
waktu untuk berjalan pagi/olahraga santai.
2. Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan badan terasa sesak nafas
dan bawaannya selalu letih.

f. Pola Istirahat
1. Sebelum sakit pasien mengatakan tidur 6-7 jam per hari dan tidur siang
tidak ada.
2. Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan susah untuk tidur karena
batuk.

g. Personal Hygiene
1. Sebelum sakit pasien mengatakan mandi 2x/hari (Pagi dan Sore).
2. Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan mandi tetap 2x sehari.

h. Pola Komunikasi
1. Sebelum sakit pasien mengatakan berkomunikasi dengan bahasa daerah.
2. Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan jika berkomunikasi dengan
perawat atau dokter menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa daerah.

i. Pola Spiritual
1. Sebelum sakit pasien mengatakan selalu shalat berjamaah di Masjid yang
berdekatan dengan rumahnya.
2. Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan tetap melaksanakan sholat
tapi tidak berjamaah

j. Pola Aman dan Nyaman


1. Sebelum sakit pasien mengatakan nyaman dengan tubuhnya yang sehat.
2. Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan badannya terasa kurus
sekali, terasa kulit pembalut tulang. Pasien mengatakan malu dengan
kondisi tubuhnya saat ini.
2.4 Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum (KU) : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 39,20 ℃
RR : 28 x/menit
BB Sebelum sakit : 55 Kg
BB Sekarang : 45 Kg

b. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Bentuk kepala meschepal, rambut panjang , rambut warna hitam beruban,
tekstur kasar, dan tidak ada benjolan.

2. Mata
Bentuk simetris kanan dan kiri, konjungtiva berwarna merah muda, sclera
berwarna putih, tidak terdapat oedema, bentuk pupil isokor, reflek pada
cahaya meosis.

3. Hidung
Tidak terdapat pernafasan cuping hidung. Bentuk simetris kiri kanan,
bersih tidak ada sekret, dan bisa mencium aroma wangi wangian.

4. Mulut
Terdapat karang gigi, bibir kering, mulut bersih, tidak ada gigi palsu.

5. Telinga
Tidak ada serument, pendengaran baik.

6. Leher
Tidak ada kesulitan menelan, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan
pembesaran JVP
7. Jantung:
a. Inspeksi : Dada simetris.
b. Palpasi : Teraba denyut jantung ictus cordis pada ICS 5 mid
clavikula.
c. Perkusi : Pekak
d. Auskultasi : S1> S2 reguler tidak ada bunyi suara tambahan

8. Paru-Paru
a. Inspeksi : Pergerakan dada kanan dan kiri simetris, tidak
tampak
menggunakan otot bantu penafasan.
b. Palpasi : Vocal vemitus normal.
c. Perkusi : pekak
d. Auskultasi : terdapat ronchi, Whizzing.

9. Abdomen
a. Inspeksi : Simetris, tidak ada benjolan
b. Auskultasi : Bising usus normal
c. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
d. Perkusi : Timpani

10. Ekstremitas
a. Atas : Tidak ada luka, tangan kiri dan kanan lengkap,
kuku tampak bersih, kekuatan otot normal(5/5), terpasang IVFD D5%
20gtt/i
b. Bawah : tidak ada udema, kaki kiri dan kanan lengkap,
terasa panas saat diraba pada lutut, nyeri tekan pada lutut (+),
kekuatan otot normal (5/5)

11. Kulit
Turgor kulit kering, warna sawo matang

12. Genetalia
Tidak terpasang kateter

2.5 Data Fokus

Data subjektif (DS) Data Objektif (DO)

 Pasien mengatakan sesak nafas  Pasien tampak batuk dan susah


 Pasien mengatakan susah untuk mengeluarkan dahaknya
bernafas jika batuk, karena dahak  Pasien tampak sesak nafas dan
susah dikeluarkan demam
 Pasien mengatakan tidak nafsu  Porsi makanan yang diberikan
makan sejak seminggu terakhir tampak tidak dimakan
 Paisen mengatakan berat badan  Pasien tampak kurus
menurun  Pasien tampak gelisah
 Pasien mengatakan badannya  Pasien tampak lemas ketika
lemah berjalan
 Pasien mengatakan nyeri dada  Pasien tampak meringis menahan
sebelah kanan ketika batuk sakit
TD : 100/80 mmHg
N : 90 x/menit
RR : 28x/menit
S : 39,20 ℃
BB Sekarang : 45Kg
BB Sebelum Sakit : 55Kg.
2.6 Analisa Keperawatan

No. Data Etiologi Masalah

1. DS: Microbacterium Bersihan jalan nafas


-Pasien mengatakan Tuberculosa tidak efektif
sesak nafas dan batuk

DO: Masuk dalam lapangan


-Pasien tampak batuk paru
dan susah
mengeluarkan
dahaknya Sampai ke Alveoli
-TTV Pembentukan Tuberkel
TD : 100/80 peradangan
mmHg
N : 90x/menit
RR : 28x/menit Infeksi primer pada
S : 39,20 ℃ alveoli
BB Sekarang :45Kg
BB Sebelum
Sakit :55Kg
-Batuk berdahak Produksisekret
-Terdapat sekret putih berlebihan
kental
-Terdapat ronkhi
-Pola nafas tidak teratur
Sekret kental
2. DS: TBC Primer Defisit nutrisi
-Pasien mengatakan
tidak nafsu makan sejak
seminggu terakhir Meluas
-Pasien mengatakan Terjadi Haematogen
berat badan menurun Bakteremia masuk ke
Peritonium
DO:
-Pasien tampak lemah
-Porsi makanan yang
diberikan tampak tidak As. Lambung
dimakan Meningkat
-Pasien tampak kurus
-TTV
TD : 100/80 Anoreksia
mmhg
N : 90x/menit
RR : 28x/menit
S : 39,20 ℃
BB Sekarang :
45Kg
BB Sebelum Sakit :
55Kg
3. DS: TBC Paru Nyeri akut
-Pasien mengatakan
nyeri pada dada sebelah
kanan ketika batuk
DO: Inflamasi paru
-Pasien tampak gelisah
-Pasien tampak
meringis
Batuk menetap
-TTV
TD : 100/80
mmhg
N : 90x/menit
RR : 28x/menit
S : 39,20 ℃
BB Sekarang :
45Kg
BB Sebelum Sakit :
55Kg

2.7 Diagnosa Keperawatan

Hasil pengkajian tanggal 06 Maret 2020, mengangkat diagnosa


keperawatan sesuai dengan prioritas masalah yang ditemukan, yaitu :

1. Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001) berhubungan dengan sekresi


yang tertahan dibuktikan dengan batuk tidak efektif, ronkhi kering, dan
pola napas berubah.
2. Defisit nutrisi (D.0019) berhubungan dengan faktor psikologis
(keengganan untuk makan) dibuktikan dengan berat badan menurun dan
nafsu makan menurun.
3. Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(inflamasi) dibuktikan dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, dan
gelisah.
2.8 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasionalisasi


Keperawatan kriteria
hasil
1. Bersihan jalan Setelah Latihan batuk efektif
napas tidak dilakukan (I.01006)
efektif Tindakan
(D.0001) keperawatan I.Observasi
berhubungan 3x24 jam 1. Identifikasi kemampuan
dengan diharapkan batuk pada pasien
sekresi yang bersihan 2. Monitor adanya retensi
tertahan jalan napas sputum pada pasien
dibuktikan Kembali 3. Monitor tanda dan gejala
dengan batuk efektif infeksi saluran napas pada
tidak efektif, dengan pasien
ronkhi kering, kriteria
dan pola hasil: II.Terapeutik
napas -Batuk 1. Atur posisi pasien semi-
berubah. efektif Fowler
meningkat 2. Pasang perlak dan
-Ronkhi bengkok dipangkuan
kering pasien
menurun 3. Buang sekret pada
-Pola napas tempat sputum
membaik
III.Edukasi
1.Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif pada pasien
2.Anjurkan pasien tarik napas
dalam melalui hidung selama
4 detik, ditahan selama 2
detik, kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
3.Anjurkan pasien mengulangi
tarik napas dalam hingga 3
kali
4.Anjurkan pasien batuk
dengan kuat langsung setelah
Tarik napas dalam yang ke-3

IV.Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
mukolitik pada pasien
2. Defisit nutrisi Setelah Manajemen nutrisi (I.03119)
(D.0019) dilakukan
berhubungan Tindakan I.Observasi
dengan faktor keperawatan 1. Identifikasi status nutrisi
psikologis 3x24 jam pada pasien
(keengganan diharapkan 2. Identifikasi makanan yang
untuk makan) bersihan disukai pasien
dibuktikan jalan napas 3. Monitor asupan makanan
dengan berat Kembali pada pasien
badan efektif 4. Monitor berat badan pada
menurun dan dengan pasien
nafsu makan kriteria
menurun. hasil: II.Terapeutik
-Berat 1.Sajikan makanan secara
badan menarik dan suhu yang sesuai
membaik pada pasien
-Nafsu 2.Berikan suplemen makanan
makan pada pasien
membaik
III.Edukasi
1.Anjurkan posisi duduk pada
pasien

IV.Kolaborasi
1.Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan pasien
3. Nyeri akut Setelah Manajemen nyeri (I.08238)
(D.0077) dilakukan
berhubungan Tindakan I.Observasi
dengan agen keperawatan 1. Identifikasi lokasi,
pencedera 3x24 jam karakteristik, durasi, frekuensi,
fisiologis diharapkan kualitas, dan intensitas nyeri
(inflamasi) bersihan pada pasien
dibuktikan jalan napas 2. Identifikasi skala nyeri pada
dengan Kembali pasien
mengeluh efektif 3. Identifikasi faktor yang
nyeri, tampak dengan memperberat dan
meringis, dan kriteria memperingan nyeri pada
gelisah. hasil: pasien
-Keluhan 4. Monitor efek samping
nyeri penggunaan analgetic pada
menurun pasien
-Tampak
meringis II.Terapeutik
menurun 1.Berikan teknik
-Gelisah nonfarmakologis untuk
menurun mengurangi rasa nyeri pada
pasien (mis. terapi pijat)
2.Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri pada
pasien (mis. suhu ruangan)
3.Fasilitasi istirahat dan tidur
pada pasien

III.Edukasi
1.Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri pada pasien
2.Jelaskan strategi meredakan
nyeri pada pasien
3.Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat pada
pasien
4.Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri pada
pasien dan keluarga pasien

IV.Kolaborasi
1.Kolaborasi pemberian
analgetic pada pasien

2.9 Implementasi Keperawatan

Waktu Jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien


Pelaksanaan
Senin, 07 Maret 09.00 1.Mengidentifikasi
2020 WIB kemampuan batuk pada
pasien
2.Memonitor tanda dan
gejala infeksi saluran napas
pada pasien
3.Mengatur posisi pasien
semi-Fowler
4. Melakukan dan
menjelaskan prosedur
batuk efektif pada pasien
5. Berkolaborasi dalam
pemberian mukolitik pada
pasien

11.00 WIB
1.Mengidentifikasi status
nutrisi pada pasien
2. Memonitor asupan
makanan pada pasien
3. Memonitor berat badan
pada pasien
4. Menyajikan makanan
secara menarik dan suhu
yang sesuai pada pasien
5. Memberikan suplemen
makanan pada pasien
6. Berkolaborasi dengan
ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
14.00 WIB pasien

1. Mengidentifikasi skala
nyeri pada pasien
2. Mengidentifikasi faktor
yang memperberat dan
memperingan nyeri pada
pasien
3. Memonitor efek
samping penggunaan
analgetic pada pasien
4. Melakukan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri pada
pasien (mis. terapi pijat)
5. Melakukan strategi
meredakan nyeri pada
pasien
6. Menganjurkan
penggunaan analgetik
secara tepat pada pasien
Selasa, 08 Maret 09.00 WIB 1. Memonitor tanda dan
2020 gejala infeksi saluran napas
pada pasien
2. Mengatur posisi pasien
semi-Fowler
3. Melakukan dan
menjelaskan prosedur
batuk efektif pada pasien
4. Berkolaborasi dalam
pemberian mukolitik pada
pasien
11.00 WIB
1. Memonitor asupan
makanan pada pasien
2. Memonitor berat badan
pada pasien
3. Menyajikan makanan
secara menarik dan suhu
yang sesuai pada pasien
4. Memberikan suplemen
makanan pada pasien
5. Berkolaborasi dengan
ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
pasien
14.00 WIB

1. Memonitor efek
samping penggunaan
analgetic pada pasien
2. Melakukan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri pada
pasien (mis. terapi pijat)
3. Melakukan strategi
meredakan nyeri pada
pasien
4. Menganjurkan
penggunaan analgetik
secara tepat pada pasien

Rabu, 09 Maret 09.00 WIB 1. Mengatur posisi pasien


2020 semi-Fowler
2. Melakukan dan
menjelaskan prosedur
batuk efektif pada pasien
3. Berkolaborasi dalam
pemberian mukolitik pada
pasien

11.00 WIB
1. Memonitor asupan
makanan pada pasien
2. Memonitor berat badan
pada pasien
3. Menyajikan makanan
secara menarik dan suhu
yang sesuai pada pasien
4. Memberikan suplemen
makanan pada pasien
5. Berkolaborasi dengan
ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
pasien

14.00 WIB
1. Memonitor efek
samping penggunaan
analgetic pada pasien
2. Melakukan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri pada
pasien (mis. terapi pijat)
3. Melakukan strategi
meredakan nyeri pada
pasien
4. Menganjurkan
penggunaan analgetik
secara tepat pada pasien

Anda mungkin juga menyukai