Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCLE BACILLUS PARU (TB PARU)

I. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara saat
seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri
tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas. Tuberculosis paru-paru merupakan
penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh
lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Tuberkulosis merupakan
infeksi paru akut atau kronis yang ditandai dengan infiltrasi paru dan pembentukan
granulasi dengan perkijuan, fibrosis, dan kavitasi. prognosis penyakit ini sangat bagus
dengan program pengobatan yang benar dan lengkap.

2. Etiologi
Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk batang
berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar
komponen Mycobacterium tuberkulosis adalah berupa lemak atau lipid sehingga
kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor
fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak
oksigen. oleh karena itu, M. tuberkulosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru
yang kandungan oksigennya tinggi. daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif
untuk penyakit tuberkulosis.

3. Klasifikasi
Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik
dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah
satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi. Klasifikasi TB paru yakni
sebagai berikut:
 TB paru BTA (Basil Tahan Asam) positif dengan kriteria:
- Dengan atau tanpa gejala klinik
- BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali
disokong biakan positif 1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali
- Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
 TB paru BTA (Basil Tahan Asam) negatif dengan kriteria:
- Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru aktif
- BTA negatif, biarkan negatif tetapi radiologik positif
 Bekas TB paru dengan kriteria:
- Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative
- Gejala klinik tidak ada atau gejala sisa akibat kelainan paru
- Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan
serial foto yang tidak berubah
- Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
Sedangkan menurut WHO 1991 TB dibagi dalam 4 kategori yaitu:
 Kategori 1, ditujukan terhadap:
- Kasus baru dengan sputum positif
- Kasus baru dengan bentuk TB berat
 Kategori 2, ditujukan terhadap:
- Kasus kambuh
- Kasus gagal dengan sptum BTA positif
 Kategori 3, ditujukan terhadap:
- Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang luas
- Kasus TB ekstra paru selain yang disebut dalam kategori
 Kategori 4, ditujukan terhadap: TB kronik

4. Patofisiologi
Ketika seorang klien TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tidak
sengaja keluarlah droplet nuclei dan jatuh ke tanah, lantai, dan tempat lainnya. Akibat
terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuclei menguap.
Menguapnya bakteri droplei ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan
membuat bakteri tuberculosis yang mengandung dalam droplet nuclei terbang ke
udara. Apabila bakteri ini dihirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena
infeksi bakteri tuberculosis. Penularan bakteri lewat udara disebut dengan istilah air
borne infection. 
Bakteri yang terhisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran
pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi dimana terjadi implantasi
bakteri, bakteri akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberculosis dan focus
ini disebut focus primer, lesi primer, atau focus Ghon. Reaksi juga terjadi pada
jaringan limfe regional, yang bersama dengan focus primer disebut sebagai kompleks
primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjdi
sensitive terhadap protein yang dibuat bakteri tuberculosis dan bereaksi positif
terhadap tes tuberculin atau tes Mantoux.
Berpangkal dari komples primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh
melalui berbagai jalan, yaitu :
1.    Percabangan bronkus
Penyebaran infeksi lewat percabangan bronchus dapat mengenai area paru
atau melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring),
maupun ke saluran pencernaan.
2.    Sistem saluran limfe
Penyebaran lewat saluran limfe menyebabkan adanya regional limfadenopati
atau akhirnya secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah
melalui duktus limfatikus dan menimbulkan tuberculosis milier.
3.    Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati ke paru dapat membawa atau
mengangkat material yang mengandung bakteri tuberculosis dan bakteri ini
dapat mencapai berbagai organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal,
kelenjar adrenal, otak, dan meningen.
4.    Reaktivasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang
lebih jauh dan bakteri tuberculosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan
menjadi dorman (tidur). Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit
keras atau memakai obat yang dapat melemahkan daya tahan tubuh terlalu
lama, maka bakteri tuberculosis yang dorman dapat aktif kembali. Inilah yang
disebut sebagai reaktivasi infeksi primer atau infeksi pasca primer. Infeksi ini
dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi
pasca primer juga dapat diakibatkan oleh bakteri tuberculosis baru. Biasanya
infeksi pasca primer terjadi didaerah apeks paru.
Tuberkulosis Primer
Tuberculosis primer adalah infeksi penderita TB dari penderita yang belum
mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila banteri TB terhirup dari udara
melalui saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal saluran
pernapasan, maka bakteri akan ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag yang berada
di alveolar. Jika pada proses ini bakter ditangkap oleh makrofag lemah, maka bakteri
akan berkembang biak dalam tubuh makofag yang lemah dan menghancurkan
makrofag. Dari proses ini dihasilkan bahan kemoktasis yang menarik monosit dan
aliran darah membentuk tuberkel.
Bakteri TB menyebar melalui saluran pernapasan ke kelenjar getah bening
regional (hilus) membentuk epiteloid granuloma. Granuloma mengalami nekrosis
sentral sebagai akibat timbulnya hipersensitivitas seluler (delayed
hipersensitivitas) terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2-4 minggu dan akan
terlihat pada tes tuberkulin.
Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentuk focus Ghon, sedangkan
focus inisial bersama-sama dengan limfadenopati bertempat di hilus dan disebut juga
TB Primer. Bakteri menyebar lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah dan
akan tersangkut pada  berbagai organ. Jadi TB Primer merupakan infeksi yang
bersifat sistematis.

Tuberculosis Sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB masih
hidup dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90% di antaranya tidak
mengalami kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB terjadi bila daya tahan tubuh
menurun.
Berbeda dengan TB Primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional dan
organ lainnya jarang terkena. Lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi imunologis
terjadi dengan adanya pembentukan granuloma. Nekrosis jaringan lebih mencolok
dan menghasilkan lesi kaseosa (perkijuan) yang luas dan disebut tuberkuloma.
Protease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif akan menyebabkan pelunakan bahan
kaseosa. Secara umum dapat dikatakan bahwa, pembentukan kavitas dan manifestasi
lainnnya dari TB Sekunder adalah akibat dari reaksi nekrotik yang dikenal sebagai
hipersensitivitas seluler (delayed hipersensitivitas).
TB Paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber
eksogan, terutama pada usia tua, yang semasa mudanya pernah mempunyai riwayat
terkena TB. Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru, kerusakan paru
diakibatkan oleh produksi sitokin yang berlebihan. Kavitas yang terjadi diliputi oleh
jaringan fibrotic yang tebal dan berisi pembuluh darah pulmonal. Kavitas yang kronis
diliputi oleh jaringan fibrotic yang tebal. Masalah lain pada kavitas yang kronis
adalah kolonisasi jamur seperti aspergillus yang menumbuhkan mycetoma.

5. Pathways
6. Tanda dan gejala
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak
jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan
gejala sistemik:
 Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian
berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah
segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena
pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung
dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax,
anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala
ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

 Gejala sistemik, meliputi:


a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan
malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama
makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin
pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam
beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk,
panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai
gejala pneumonia.
Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara
membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Batuk darah
- Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan.
- Darah berbuih bercampur udara.
- Darah segar berwarna merah muda.
- Darah bersifat alkalis.
- Anemia kadang-kadang terjadi.
- Benzidin test negative.
2. Muntah darah
- Darah dimuntahkan dengan rasa mual.
- Darah bercampur sisa makanan.
- Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung.
- Darah bersifat asam.
- Anemia seriang terjadi.
- Benzidin test positif.
3. Epistaksis
- Darah menetes dari hidung.
- Batuk pelan kadang keluar.
- Darah berwarna merah segar.
- Darah bersifat alkalis.
- Anemia jarang terjadi.

7. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan Rontgen Thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil
pengobatan dan ini tergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri
tuberkel terhadap OAT (Obat Anti TB), apakah sama baiknya dengan respon
dari klien. Penyembuhan yang lengkap sering kali yang terjadi di beberapa
area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang
lengkap.
- CT scan atau MRI memperlihatkan adanya gangguan meluasnya kerusakan
paru.
- Radiologis TB Paru Milier

Pemeriksaan Laboratorium
Diagnostic terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi
melalui isolasi bakteri. Bahan pemeriksaan untuk isolasi Mycobacterium Tuberculosis
berupa :
a. Sputum, diambil pada pagi hari / sputum yang baru keluar.
b. Urine. Urine pertama di pagi hari
c. Cairan kumbah lambung. Pemeriksaan ini digunakan jika klien tidak dapat
mengeluarkan sputum.
d. Bahan-bahan lain, misalnya pus.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tuberculosis paru dibagi menjadi tiga bagian yaitu
pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).

Pencegahan TB Paru
a. Pemeriksaan kontak yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita TB BTA positif. Pemeriksaan meliputi : tes
tuberculin,  klinis, dan radiologis. Bila tes tuberculin positif maka pemeriksaan
radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih
negative diberikan BCG vaksinasi.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan terhadap kelompok-kelompok populasi
tertentu, misal : penghuni rumah tahanan, petugas kesehatan, siswa-sisiwi
pesantren.
c. Vaksinasi BCG
d. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih
sedikit.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis
kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit.

Pengobatan Tuberkulosis Paru


Berikut penatalaksanaan pengobatan tuberkulosisi. Mekanisme Kerja Obat
anti-Tuberkulosis (OAT).
a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
- Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Streptomisin (S).
- Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid
(INH).
b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant).
- Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Isoniazid (INH).
- Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan
Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z).
c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis
terhadap bakteri terhadap asam.
- Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam pra
amino salisilik (PAS), dan sikloserine.
- Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam
keadaan telah terjadi resistensi sekunder.

Pengobatan TB terbagi dalam dua fase yaitu fase intensif ( 2-3 bulan ) dan fase
lanjutan ( 4-7 bulan ). Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol. (Depkes RI, 2004).
Disamping itu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal
dengan Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC).

Lima komponen DOTSC yang direkomendasikan WHO yaitu :


- Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
-  Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara makroskopik langsung, dan
pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur.
- Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek di bawah pengawasan
langsung oleh PMO, khususnya dalam dua bulan pertama di mana penderita
harus minum obat setiap hari.
- Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup.
- Pencatatan dan pelaporan yang baku.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Anamnese
1. Biodata
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan,
pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan
yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya
riwayat kontak dengan penderita TB paru yang lain.
2. Keluhan utama
- Keluhan Respiratorik, meliputi batuk, batuk darah, sesak napas,
nyeri dada.
- Keluhan sistemis, meliputi demam, hilang timbul, dan keluahn
sistemis lainnya seperti anoreksia, penurunan BB, malaise, dan
keringat malam.
3. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang di rasakan saat ini. Dengan adanya batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong
penderita untuk mencari pengobatan. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan
atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita TB Paru, keluhan batuk lama pada
masa kecil, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat
TB seperti diabetes mellitus.
5. Riwayat penyakit keluarga
Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tapi hal ini perlu ditanyakan
sebagai factor predisposisi penularan di dalam rumah.
6. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan umum : Klien dengan TB paru biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat
apabila disertai sesak, denyut nadi meningkat, hipertensi.
b. Pemeriksaan fisik :
B1 (Breathing)
- Inspeksi :
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Adanya
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior
dibandingkan proporsi diameter lateral. Gerakan pernapasan
tidak simetris, sehingga terlihat pada sisi sakit pergerakan
dadanya tertinggal. Batuk dan sputum.
- Palpasi : palpasi trachea dan gerakan dinding thoraks anterior /
ekskrusi pernapasan.
- Perkusi : terdapat bunyi sonor pada seluruh lapang paru.
- Auskultasi : terdapat bunyi tambahan ronkhi.
B2 (Blood)
- Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan
kelemahan fisik.
- Palpasi : denyut nadi perifer melemah.
- Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran.
- Auskultasi : TD normal, tidak terdapat bunyi jantung tambahan.
B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis.

B4 (Bladder)
Dibiasakan dengan urine yang berwarna jingga pekat dan
berbau yang menandakan fungsi ginjBal masih normal sebagai
ekskresi karena minum OAT.
B5 (Bowel)
Biasanya mengalami mual, muntah, anoreksia, penurunan BB.
B6 (Bone)
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan,
insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d sekresi mukus yang kental,
hemoptisis; kelemahan, upaya batuk buruk; dan edema trakheal/faringeal.
2. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan permukaan efektif paru, atelektasis,
kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang  kental, edema bronchial.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakadekuatan
nutrisi, anoreksia, dyspnea.
4. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi b/d pertahanan tubuh primer
tidak adekuat, penurunan kerja siliaris sekret, kerusakan jaringan/tambahan
infeksi, penurunan pertahanan/penekanan proses inflamasi, malnutrisi.
5. Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang proses penyakit dan
penatalaksanaan perawatan di rumah.
6. Cemas b/d adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan
untuk bernapas) dan prognosis penyakit yang belum jelas.

3. Rencana keperawatan

Diagnosa Intervensi
NO
Keperawatan Tujuan/KH Intervensi Rasional
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Posisikan pasien untuk 1. posisi semi/high
bersihan jalan nafas tindakan memaksimalkan ventilasi fowler memberikan
b/d sekresi mukus keperawatan, dengan posisi semi atau kesempatan paru-
yang kental, diharapkan status high fowler. paru berkembang
hemoptisis; pernafasan klien 2. Memberikan O2 udara secara maksimal
kelemahan, upaya dapat mencapai KH : inspirasi yang lembap. akibat diafragma
batuk buruk; dan -frekuensi 3. Kaji fungsi pernapasan: turun ke bawah.
edema pernafasan klien bunyi napas, kecepatan, 2. Berfungsi
trakheal/faringeal. normal imma, kedalaman dan meningkatkan kadar
(16-24x/mnt). penggunaan otot tekanan parsial O2
-tidak dyspnea. aksesori. dan saturasi O2
-dapat melakukan 4. Catat kemampuan untuk dalam darah.
batuk efektif secara mengeluarkan secret atau 3. Penurunan bunyi
mandiri. batuk efektif, catat napas indikasi
-mengeluarkan karakter, jumlah sputum, atelektasis, ronki
secret tanpa bantuan. adanya hemoptisis. indikasi akumulasi
-tidak terdengar 5. Berikan obat: agen secret/ketidakmampu
suara nafas mukolitik, bronkodilator, an membersihkan
tambahan. kortikosteroid sesuai jalan napas sehingga
- indikasi dan sesuai otot aksesori
dengan advice dokter. digunakan dan kerja
pernapasan
meningkat.
4. Pengeluaran sulit bila
sekret tebal, sputum
berdarah akibat
kerusakan paru atau
luka bronchial yang
memerlukan
evaluasi/intervensi
lanjut.
5. Menurunkan
kekentalan sekret,
lingkaran ukuran
lumen
trakeabronkial,
berguna jika terjadi
hipoksemia pada
kavitas yang luas.
2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan 1. Kaji dispnea, takipnea, 1. TB paru
gas b/d penurunan tindakan bunyi napas, peningkatan mengakibatkan efek
permukaan efektif keperawatan, upaya pernapasan, luas pada paru dari
paru, atelektasis, diharapkan klien ekspansi thoraks, dan bagian kecil
kerusakan membran tidak mengalami kelemahan. bronchopneumonia
alveolar kapiler, gangguan pertukaran 2. Evaluasi perubahan sampai inflamasi difus
sekret yang  kental, gas dengan KH : tingkat kesadaran, catat yang luas, nekrosis,
edema bronchial. -penurunan dyspnea sianosis, dan perubahan efusi pleura, dan
-klien tidak warna kulit,termasuk fibrosis yang luas.
menunjukkan membrane mukosa dan Efeknya terhadap
adanya gejala stress kuku. pernapasan bervariasi
pernafasan 3.
Tingkatkan tirah baring, dari gejala ringan,
- Menunjukkan batasi aktivitas, dan dispnea berat, sampai
perbaikan ventilasi bantu kebutuhan distress pernapasan.
dan kadar oksigen perawatan diri sehari- 2. Akumulasi
jaringan adekuat gas hari sesuai keadaan secret dan
darah arteri dalam klien. berkurangnya jaringan
rentang normal. 4.
Pemberian oksigen paru yang sehat dapat
- sesuai kebutuhan mengganggu
tambahan. oksigenasi organ vital
dan jaringan tubuh.
3. Menurunkan
konsumsi oksigen
selama periode
penurunan pernapasan
dan dapat
menurunkan beratnya
gejala.
4. Terapi oksigen
dapat mengoreksi
hipoksia yang terjadi
akibat penurunan
ventilasi atau
menurunnya
permukaan alveolar
kapiler.
3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Mendokumentasikan 1. Menjadi data focus
nutrisi kurang dari tindakan status nutrisi pasien, untuk menetukan
keperawatan, serta mencatat turgor rencana tindakan
kebutuhan tubuh b/d
diharapkan kulit, berat badan saat selanjutnya.
ketidakadekuatan keseimbangan ini, tingkat kehilangan 2. Meningkatkan intak
nutrisi, anoreksia, nutrisi klien terjaga berat badan, integritas e makanan dan
dengan KH: mukosa mulut, tonus nutrisi pasien,
dyspnea.
- Perasaan mual perut, dan riwayat nausea terutama kadar
hilang/berkurang. atau diare. protein tinggi yang
-Pasien mengatakan Memonitor intake-output  dapat meningkatkan
nafsu makan dan berat badan secara mekanisme tubuh
meningkat. maksimal. dalam proses
-Berat badan pasien 2. Menganjurkan makan penyembuhan.
tidak mengalami sedikit, tapi sering 3. Menentukan
penurunan drastis dengan diet TKTP. kebutuhan nutrisi
dan cenderung 3. Mengajukan kepada ahli yang tepat bagi
stabil. gizi untuk menentukan pasien.
- Pasien terlihat komposisi diet.
dapat menghabiskan
porsi  makan yang
disediakan.

4. Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan 1. Mengidentifikasi risiko 1. Mengurangi resiko


dan penyebaran tindakan penularan kepada orang anggota keluarga
infeksi b/d pertahanan keperawatan lain seperti anggota untuk tertular
tubuh primer tidak diharapkan keluarga dan teman dengan penyakit
adekuat, penurunan penyebaran infeksi dekat. yang sama dengan
kerja siliaris sekret, tidak terjadi dengan Menginstruksikan klien.
kerusakan KH : kepada klien jika batuk/ 2. Penyimpanan
jaringan/tambahan - Pasien dapat bersin, maka ludahkan sputum pada wadah
infeksi, penurunan memperlihatkan ke tissue dan yang terdesinfeksi
pertahanan/penekanan perilaku sehat menganjurkan keluarga dan penggunaan
proses inflamasi, (menutup mulut saat klien untuk memakai masker dapat
malnutrisi. batuk dan bersin). masker sebagai proteksi meminimalkan
-Tidak muncul diri. penyebaran infeksi
tanda- tanda infeksi 2. Menganjurkan melalui droplet.
lanjutan. penggunaan tissue
- Tidak ada anggota untuk membuang
keluarga/orang sputum. Me-review
terdekat yang pentingnya mengontrol
tertular penyakit infeksi, misalnya
seperti klien. dengan menggunakan
masker.

-
5. Kurangnya Setelah dilakukan 1.  Kaji kemampuan klien 1.Keberhasilan proses
pengetahuan b/d tindakan untuk mengikuti belajar dipengaruhi
kurangnya informasi keperawatan pembelajarn oleh kesiapan fisik,
emosional, dan
tentang proses diharapkan klien (pengetahuan klien).
lingkungan yang
penyakit dan mampu 2. Berikan Health kondusif.
penatalaksanaan melaksanakan apa Education pada klien 2.  Pendidikan
perawatan di rumah. yang telah dan keluarga klien kesehatan
diinformasikan. tentang penyakit TB merupakan cara
KH: paru. efektif untuk
-Menyatakan 3. Jelaskan tentang dosis memberikan
pemahaman proses informasi kepada
obat, frekuensi
penyakit/prognosis klien
pemberian, alasan 3.Meningkatkan
dan kebutuhan
mengapa pengobatan partisipasi klien
pengobatan.
TB berlangsung dalam dalam program
waktu lama. pengobatan dn
4.  Evaluasi tentang mencegah putus obat
pendidikan kesehatan karena membaiknya
kondisi pasien
yang diberikan kepada
sebelum jadwal
klien dan keluarga klien. terapi selesai.
4.  Untuk mengetahui
sejauh mana
pemahaman klien
dan keluarga klien
tentang penyakit
klien.
6. Cemas b/d adanya Setelah dilakukan 1. Bantu dalam 1. Pemanfaatan sumber
tindakan mengidentifikasi sumber koping yang ada
ancaman kematian
keperawatan koping yang ada. secara konstruktif
yang dibayangkan sangat bermanfaat
diharapkan Klien 2. Ajarkan tekhnik
dalam mengatasi
(ketidakmampuan mampu memahami relaksasi. stress.
untuk bernapas) dan dan menerima 3. Pertahankan hubungan 2. Mengurangi
keadaannya saling percaya antara ketegangan otot.
prognosis penyakit
sehingga tidak perawat dan klien. 3. Hubungan saling
yang belum jelas. terjadi kecemasan 4. Kaji faktor yang percaya membantu
dengan KH: menyebabkan timbulnya memperlancar proses
terapeutik.
- klien Nampak lebih rasa cemas.
4. Membangun
rileks dan santai. 5. Bantu klien mengenali kepercayaan dalam
- tidak ada tanda dan mengakui rasa mengurangi
cemas pada raut cemasnya. kecemasan.
wajah klien. 5. Rasa cemas
merupakan efek
emosi sehingga
apabila sudah
teridentifikasi dengan
baik, maka perasaan
negatif dapat
diketahui.

DAFTAR PUSTAKA

Andra, dan Yessie. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Nuha Medika.

Gambar Rontgen TB Paru, Online (https://www.voaindonesia.com/a/peneliti-


temukan-cara-baru-deteksi-penyakit-tb/1727172.html), diakses pada 3 oktober 2018.

Herdman, T.Heather. 2016. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi. Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Nurafif, A.H. dkk . 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Edisi Revisi Jilid 2.
Jogjakarta: MediAction.
Zahro, F. 2014. Laporan pendahuluan TB Paru. Online,
(http://fatimatuszahro97.blogspot.com/2014/12/laporan-pendahuluan-tb-
paru.html), diakses pada 2 oktober 2018.

Anda mungkin juga menyukai