Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ASMA

DI RUANG VIP RSUD H. ABDUL MANAP JAMBI

Pembimbing Akademik :
Ns. Yulia Indah Permata Sari, M. Kep.

Pembimbing Klinik :
Leni Hidayati, S. ST

Disusun Oleh :
Vinola Adiesty Pratami
G1B119024

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2022
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Penyakit Asma berasal dari kata “Asthma” yang diambil dari bahasa
Yunani yang berarti “sukar bernapas”. Penyakit asma merupakan proses
inflamasi kronik saluran pernapasan yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Proses inflamasi kronik ini menyebabkan saluran pernapasan
menjadi hiperesponsif, sehingga memudahkan terjadinya bronkokonstriksi,
edem, hipersekresi kelenjar, yang menghasilkan pembatasan aliran udara di
saluran pernapasan dengan manifestasi klinik yang bersifat periodik berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat, batukbatuk terutama pada malam hari
atau dini hari/subuh. Gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi, yang
derajatnya bervariasi dan bersifat reversible secara spontan maupun dengan
atau tanpa pengobatan (GINA, 2018).
Asma merupakan penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel
dimana trakea dan bronkhial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli
tertentu. Asma di manifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang
mengakibatkan batuk, dispnea dan whezing. Tingkat penyempitan jalan napas
dapat berubah baik secara spontan maupun karena terapi. Asma dapat terjadi
pada semua golongan usia, sekitar setengah dari kasus terjadi pada anak-anak
dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun (Smeltzer & Bare, 2002).

2. Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang
disebabkan oleh :
a. Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan
nafas.
b. Pembengkakan membran bronkus.
c. Terisinya bronkus oleh mukus yang kental

2
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asthma bronkhial.
a. Faktor predisposisi (genetik)
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahuibagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.
Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor Presipitasi (Pencetus)
1) Alergen
Dimana alergen dibagi menjadi tiga jenis , yaitu :
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Seperti debu,
bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Seperti makanan dan
obat-obatan.
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit seperti :
perhiasan, logam dan jam tan
2) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu
3) Stress
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita

3
asma yang mengalami stress atau gangguan emosi perlu diberi
nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati
4) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti
5) Olahraga atau aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

3. Klasifikasi
Secara umum, penderita asma mengalami penyempitan bronkus yang
disebabkan oleh hiperaktivitas bronkus. Oleh karena itu, serangan asma
mudah terjadi akibat berbagai rangsangan baik alergen, infeksi saluran
pernapasan dan psikologis. Menurut penyebabnya asma terbagi menjadi tiga,
antara lain sebagai berikut :
1) Asma ekstrinsik (alergik), merupakan suatu jenis asma yang disebabkan
oleh alergen (misalnya bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari,
makanan). Alergen yang paling umum adalah alergen yang perantaraan
penyebarannya melalui udara (airborne) dan alergen yang muncul secara
musiman (seasonal). Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai
riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan ekzema
atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi menjadi pencetus serangan
asma. Gejala asma umumnya dimulai saat anak-anak.

4
2) Asma intrinsik (non alergik), merupakan jenis asma yang tidak
berhubungan secara langsung dengan alergen spesifik. Faktor-faktor
seperti udara dingin, infeksi saluran napas atas, aktivitas fisik, ekspresi
emosi yang berlebihan, dan polusi lingkungan dapat menimbulkan
serangan asma. Beberapa agen farmakologi, antagonis beta-adrenergik,
dan agen sulfite (penyedap makanan) juga dapat berperan sebagai faktor
pencetus. Serangan asma dapat menjadi lebih berat dan sering kali dengan
berjalannya waktu dapat berkembang menjadi bronkhitis dan emfisema.
Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat berkembang menjadi asma
campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai pada saat dewasa (>35
tahun).
3) Asma campuran (mixed asthma), merupakan bentuk asma yang paling
sering ditemukan. Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma
ekstrinsik (alergik) dan asma intrinsik (non alergik) (Muttaqin, 2012;
Utama, 2018).
Tabel. 1 Klasifikasi Asma Berdasarkan Derajat Asma

Derajat Gejala Gejala Faal Paru


Asma Malam
Intermiten Bulanan gejala ≤2 kali APE ≥ 80% a. VEP1 ≥ 80%
<1x/minggu tanpa gejala sebulan nilai prediksi APE ≥ 80%
di luar serangan Serangan nilai terbaik b. Variabiliti
singkat APE <20%
Persisten Mingguan gejala >2 kali APE > 80% a. VEP1 ≥ 80%
Ringan >1x/minggu tetapi sebulan nilai prediksi APE ≥ 80%
<1x/hari Serangan dapat nilai terbaik b. Variabiliti
mengganggu aktivitas APE 20-30%
dan tidur
Persisten Harian gejala setiap hari >1 kali APE 60-80% a. VEP1 60-

5
Sedang Serangan mengganggu semingg 80% nilai prediksi APE 60-
aktivitas dan tidur u 80% nilai terbaik b.
Variabiliti APE > 30
Persisten Kontinu gejala terus Sering APE ≤ 60% a. VEP1 ≤ 60%
Berat menerus Sering kambuh nilai prediksi APE ≤ 60%
Aktivitas fisik terbatas nilai terbaik b. Variabiliti
APE > 30%
Sumber : (Priyatna, 2012)

Tabel 2. Klasifikasi Derajat Berat Asma Menurut GINA

Karakteristik Ringan Berat Sedang

Aktivitas Dapat berjalan Jalan terbatas Sukar berjalan


Dapat berbaring Lebih suka duduk Duduk bungkus
kedepan
Bicara Beberapa kalimat Kalimat terbatas Kata demi kata
Kesadaran Mungkin terganggu Biasanya terganggu Biasanya terganggu
Frekuensi Meningkat Meningkat Sering > 30
Napas kali/meni
Retraksi otot Umumnya tidak ada Kadang kala ada ada
bantu napas
Mengi Lemah sampai Keras Keras
sedang
Frekuensi <100 100-200 >120
Nadi
Pulsus Tidak ada Mungkin ada (10-25 Sering ada (>25
Paradoksus (<10mmHg) mmHg) mmHg)
APE sesudah >80% 60-80% <60%
bronkodilato

6
r (%prediksi)
PaCO2 >45 mmHg% <45 mmHg% <45mmHg%
SaO2 >95% 91-95% <90%

4. Manifestasi Klinis
Menurut (Padila, 2013) adapun manifestasi klinis yang dapat ditemui pada
pasien asma diantaranya ialah:
a. Stadium Dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
1) Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek
2) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang
timbul
3) Wheezing belum ada
4) Belum ada kelainan bentuk thorak
5) Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE
6) BGA belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:
1) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
2) Wheezing
3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
4) Penurunan tekanan parsial O2
b. Stadium lanjut/kronik
1) Batuk, ronchi
2) Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan
3) Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
4) Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
5) Thorak seperti barel chest
6) Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus

7
7) Sianosis
8) BGA Pa O2 kurang dari 80%
9) Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan pada
Ro paru
10) Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik

5. Patofisiologi
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara
lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut.
Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom.
Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat.
Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut
atopi. (GINA,2007)
Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel
mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan
bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi,
antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan
antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. (GINA,2007)
Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien,
faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin.Hal itu akan menimbulkan efek
edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam
lumen bronkiolus,dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan
inflamasi saluran napas. Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran napas
terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus
yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama histamin
yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi

8
terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen dan bertahan selama 16-24 jam,
bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti
eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakan sel-
sel kunci dalam patogenesis asma. (GINA, 2007)
Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast
intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran
napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator
inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel
jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam
submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel
bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma
dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi
udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi
melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsa
menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan
Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang
menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus,eksudasi plasma,
hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi. (Baratawidjaja, 2006)
Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma,besarnya
hipereaktivitas bronkus tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang
merupakan parameter objektif beratnya hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara
digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus tersebut, antara
laindengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin,inhalasi antigen,
maupun inhalasi zat nonspesifik (GINA, 2007)

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pengukuran fungsi paru (spirometri)

9
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator
aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih
dari 20% menunjukkan diagnosis asma
b. Tes provokasi bronkhus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20%
atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari
maksimum dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10%
atau lebih
c. Pemeriksaan kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik di
dalam tubuh
d. Pemeriksaan laboratorium
1) Analisa gas darah (AGD/Astrup)
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat
hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik
2) Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang
berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan
transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-
sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melihat
adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi
terhadap beberapa antibiotik
3) Sel eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-
1500/mm3 baik asma ekstrinsik ataupun intrinsik, sedangkan hitung
sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru
disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan
telah tepat
4) Pemeriksaan darah rutin dan kimia

10
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya
infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat
hipoksia atau hiperkapnea
e. Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronkhial biasanya
normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti
pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain (Muttaqin,
2012).

7. Penatalaksanaan
Terdapat dua jenis penatalaksanaan pada penderita asma (Bruner &
Suddarth, 2017) yaitu :
1) Penatalaksaan Medis
a. Agonis adrenergik – beta 2 kerja – pendek.
b. Antikolinergik.
c. Kortikosteroid : inhaler dosis – terukur (MDI).
d. Inhibitor pemodifikasi leukotrien / antileukotrien.
e. Metilxantin
2) Penatalaksanaan Keperawatan
a. Kaji status respirasi pasien dengan memonitor tingkat keparahan
gejala, suara nafas, oksimetri nadi, dan tanda – tanda vital.
b. Kaji riwayat reaksi alergi terhadap obat tertentu sebelum memberikan
medikasi.
c. Identifikasi medikasi yang tengah digunakan oleh pasien.
d. Beikan medikasi yang telah diresepkan dan monitor respon pasien
sesuai medikasi tersebut.
e. Berikan terapi cairan jika pasien mengalami dehidrasi.
f. Bantu prosedur intubasi, jika diperlukan.

11
g. Menetapkan pengobatan pada serangan akut

8. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita asma diantaranya
(Utomo, 2015) :
1) Pneumonia : peradangan pada jaringan yang ada pada salah satu atau
kedua paru – paru yang biasanya disebabkan oleh infeksi.
2) Atelektasis : pengerutan sebagian atau seluruh paru – paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus).
3) Gagal nafas : terjadi bila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida
dalam paru – paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan
terjadi pembentukan karbondioksida dalam sel – sel tubuh.
4) Bronkhitis : kondisi dimana lapisan bagian dalam dari saluran pernafasan
di paru – paru yang kecil (bronkiolus) mengalami bengkak. Selain
bengkak juga terjadi peningkatan lendir (dahak). Akibatnya penderita
merasa perlu batuk berulang – ulang dalam upaya mengeluarkan lendir
yang berlebihan.
5) Fraktur iga : patah tulang yang terjadi akibat penderita terlalu sering
bernafas secara berlebihan pada obstruksi jalan nafas maupun gangguan
ventilasi oksigen.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1. Pengkajian Primer Asma
a.     Airway
- Peningkatan sekresi pernafasan
- Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b.     Breathing

12
- Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
- Menggunakan otot aksesoris pernafasan
- Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c.      Circulation
- Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
- Sakit kepala
- Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
- Papiledema
- Urin output meurun
d.     Dissability
- Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum
dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder Asma
a.     Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun
strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu
maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada
gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai
gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan.
Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi,
keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah :
Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat
hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada
yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.
b.     Pemeriksaan Fisik

13
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung
diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga
berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma,
meliputi pemeriksaan :
1)    Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan
suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang
meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis
batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.

2)    Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi,
turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan,
pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau
dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
3)     Thorak
a)     Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot
Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi
peranfasan.
b)     Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil
fremitus.
c)      Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
d)     Auskultasi.

14
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan
bunyi pernafasan dan Wheezing.
c.     Sistem pernafasan
1)    Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan
seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian
menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa
kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
2)    Frekuensi pernapasan meningkat
3)    Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4)    Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang
memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
5)    Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada
inspirasi bahkan mungkin lebih.
6)    Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
- Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar
hipersonor.
- Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan
otot-otot bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus),
sehingga tampak retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga
serta pernapasan cuping hidung.
7)    Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan
dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak
terdengar(silent chest), sianosis.
d.     Sistem kardiovaskuler
1)Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2)Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
- takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.

15
- Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan
darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi.
Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat
bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3)Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan
irama jantung.

2. Analisis Data
Menurut (Setiadi, 2012) analisa data diperoleh dari :
a. Data subyektif
Pengumpulan data yang diperoleh dari deskripsi verbal pasien mengenai
masalah kesehatannya seperti riwayat keperawatan persepsi pasien.
Perasaan dan ide tentang status kesehatannya. Sumber data lain dapat
diperoleh dari keluarga, konsultan dan tenaga kesehatan lainnya.
b. Pengumpulan data melalui pengamatan sesuai dengan menggunakan panca
indra. Mencatat hasil observasi secara khusus tentang apa yang dilihat
dirasa didengar.

3. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b/d Respon Alergi (D.0149)
2. Gangguan Pertukaran Gas b/d Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
(D.0003)
3. Gangguan ventilasi Spontan b/d Kelelahan otot pernafasan (D.0004)

4. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b/d Respon Alergi (D.0149)
Luaran: Bersihan Jalan Napas Meningkat (L.01001)
 Batuk Efektif Meningkat
 Produk sputum menurun

16
 Dispnea dan Wheezing menurun 
 Sianosis dan gelisah menurun
 Frekuensi napas membaik
 Pola napas membaik 
Intervensi:
a. Manajemen Jalan napas (I.01011)
 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, dan usaha napas)
 Monitor bunyi napas tambahan
 Monitor sputum baik jumlah dan warna
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Posisikan semi-fowler atau fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Berikan oksigen jika perlu
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari jika tidak ada kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk efektif
 Kolaborasi pemberian brinkodilator, ekspektoran, mukolitik jika perlu 
b. Latihan Batuk Efektif (I.01006)
 Identifikasi kemampuan batuk
 Monitor adanya retensi sputum
 Monitor tanda dan  gejala infeksi saluran napas
 Atur posisi semi-fowler atau fowler
 Pasang perlak serta bengkok di pangkuan pasien
 Buang sekret pada tempat sputum
 jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
 Kolaborasi pemberian mukolitik dan ekspektoran bila perlu

2. Gangguan Pertukaran Gas b/d Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi


(D.0003)

17
Luaran: Pertukaran Gas Meningkat (L.01003)
 Dispnea dan bunyi napas tambahan menurun
 Pengelihatan kabur dan diaforesis menurun
 Gelisah dan napas cuping hidung menurun
 PO2 dan PCO2 membaik
 Sianosis dan warna kulit membaik
 Pola napas membaik 
Intervensi: 
a. Pemantauan Respirasi (I.01014)
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
 Monitor pola napas 
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya produksi sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil X-ray toraks
 Atur Interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan jika perlu
b. Terapi Oksigen
 Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor posisi alat terapi oksigen
 Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang diberikan
cukup
 Monitor efektifitas terapi oksigen

18
 monitor tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelektasis
 Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
 Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
 Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
 Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen

3. Gangguan ventilasi Spontan b/d Kelelahan otot pernafasan (D.0004)


Luaran: Ventilasi Spontan Meningkat (L.01007)
 Volume tidal meningkat
 Dispnea menurun
 Penggunaan ott bantu napas menurun
 Gelisah menurun
 Takikardi, PO2 dan PCO2 membaik
Intervensi:
a. Dukungan Ventilasi (I.01002)
 Identifikasi adanya kelelahan otot bantu pernapasan
 Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernapasan
 Monitor status respirasi dan oksigenisasi
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan posisi semi-fowler atau fowler
 Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
 Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
 Gunakan Bag-valve mask jika perlu
 Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas dalam
 Ajarkan mengubah posisi secara mandiri

19
 Ajarkan teknik batuk efektif
 Kolaborasi pemberian bronkodilator jika perlu

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja. (2006). Sejarah asma. Child Development, 72(1), 187–206.

Brunner & suddarth.2017.Keperawatan Medical-Bedah Brunner & Suddarth, Edisi


12.Jakarta:EGC.

GINA. 2018. Global Strategy for Asthma Management and Prevention

GINA. 2007. Global Strategy for Asthma Management and Prevention

Muttaqin (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Salemba Medika

Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha medika.

PPNI, 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II.
DPP PPNI. Jakarta

PPNI, 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II.
DPP PPNI. Jakarta

PPNI, 2019. Standart I Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II.
DPP PPNI. Jakarta

Setiadi. (2012). Konsep dan Penulisan Dokumentasi Proses Keperawatan Teori dan
Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

20
Smeltzer & Bare (2002) .Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart
(Alih bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC

21

Anda mungkin juga menyukai