Oleh :
NPM : 204291517020
UNIVERSITAS NASIONAL
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
GASTROENTERITIS AKUT
1. Definisi
Gastroenteritis adalah penyakit akut dan menular menyerang pada lambung dan usus yang di
tandai berak-berak encer 5 kali atau lebih. Gastroenteritis adalah buang air besar encer lebih
dari 3 kali perhari dapat atau tanpa lender dan darah ( Murwani. 2009). Gastroenteritis
merupakan suatu keadaan pengeluaran fases yang tidak normal atau tidak seperti biasanya.
Perubahan yang terjadi berupa perubahan peningkatan volume, keenceran dan frekuensi
dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3 kali/hari dan pada neonatus lebih dari 4
kali/ hari (Hidayat, 2008). Sudoyo & Aru (2009), menyatakan Gastroenteritis atau diare
adalah buang air besar (defekasi) dengan fases berbentuk cair/setengah cair (setengah
padat). Kandungan air fases lebih banyak dari pada biasanya lebih dari 200 gram atau 200
ml/24 jam. Penularan diare karena infeksi melalui makan/minum yang terkontaminasi
pathogen yang berasal dari hewan, muntahan, juga melalui udara dan aktivitas seksual
kontak oral/general atau oral-anal.
Dapat disimpulkan gastroenteritis merupakan inflamasi lambung dan usus yang disebabkan
oleh bakteri, usus dan pathogen yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih
dari biasanya (>3 kali/hari) dan disertai perubahan konsistensi fases (menjadi cair).
2. Etiologi
Ngastiah (2009) menyatakan faktor penyebab gastroenteritis adalah:
1) Faktor infeksi
a. Infeksi internal : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
utama gastroenteritis pada anak, meliputi infeksi internal sebagai berikut:
a) Infeksi bakteri : vibrio, ecoly, salmonella shigella, capylabactor, versinia
aoromonas dan sebagainya.
b) Infeksi virus : entero virus ( v.echo, coxsacria, poliomyelitis).
c) Infeksi parasit : cacing ( ascaris, tricuris, oxyuris, srongyloidis, protozoa, jamu
b. infeksi parenteral : infeksi di luar alat pencernaan, seperti : OMA, tonsilitis,
bronkopneumonia dan lainnya.
2) Faktor malabsorbsi:
a. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa),
mosiosakarida ( intoleransi glukosa, fruktosa, dan galatosa).
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3) Faktor makanan Makanan basi, beracun dan alergi terhadap makanan.
4) Faktor psikologis Rasa takut dan cemas (jarang tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih
besar).
3. Klasifikasi
Sunarto (2009), menyatakan Gastroenteritis akut dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu
sebagai berikut :
1) Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan:
a. Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler, dan
Enterotolitis nektrotikans.
b. Diare non spesifik : diare dietetis.
2) Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :
a. Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang ditimbulkan oleh
bakteri, virus dan parasit.
b. Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya: diare karena
bronkhitis.
3) Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a. Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat mendadak,
berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari. Hanya 25% sampai 30%
pasien yang berakhir melebihi waktu 1 minggu dan hanya 5 sampai 15% yang berakhir
dalam 14 hari.
b. Diare kronik, ádalah diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih.
4. Manifestasi Kinis
Nelson (2009) jika penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi yang tampak ada 3 tingkatan dehidrasi, yaitu :
a. Dehidrasi ringan Kehilangan cairan 2 – 5% dari BB dengan gambaran klinik turgor kulit
kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok, mata cekung,
minum normal dan BAK normal.
b. Dehidrasi sedang Kehilangan 5 – 8% dari BB dengan gambaran klinik turgor kulit jelek,
suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam, gelisah, sangat haus,
pernafasan agak cepat, mata cekung, BAK sedikit dan minum normal.
c. Dehidrasi berat Kehilangan cairan 8 – 10% dari BB dengan gambaran klinik seperti tanda
dihidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot kaku
sampai sianosis, denyut jantung cepat, nadi lemah, tekanan darah turun, warna urine
pucat, pernafasan cepat dan dalam, turgor sangat jelak, mata cekung sekali, dan tidak mau
minum.
Intervensi yang dilakukan bila mengalami dehidrasi, yaitu :
a. Dehidrasi ringan : kehilangan cairan 2-5% atau rata-rata 25 ml/kgBB
b. Dehidrasi sedang : kehilangan cairan 5-10% atau rata-rata 75 ml/kgBB
c. Dehidrasi Berat : kehilangan cairan 10-15% atau rata-rata 125 ml/kgBB
Infeksi
Masuk ke Lambung
Gastroenteritis
Reaksi Inflamsi
Hiperperistaltik
Output berlebih Mortilitas Usus
Merangsang ↑
Hipovolemia
Cairan dan elektrolit
ke rongga usus Sekresi elektrolit
dehidrasi Hipoperistatik dan cairan ↑
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena infeksi
saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan
reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit dan
gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina
propia serta kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan maldigesti dan
malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat
mengalami invasi sistemik.
Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan
yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan
sehingga timbul diare).
Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan
elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan moltilitas usus yang mengakibatkan
hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan
elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan
Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dangangguan
sirkulasi darah (Sudoyo & Aru, 2009).
6. Komplikasi
7. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi Farmakologi
a) Obat-obatan Antiemetik : Untuk mengatasi muntah
b) Obat-obat anti diare : pengeluaran fases yang berlebihan dapat diberikan obat-obatan
anti diare serta diberikan oralit
c) Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena
40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik.
Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi
seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan
kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada
pelancong, dan pasien immunocompromised. Contoh antibiotic untuk diare
Ciprofloksasin 500mg oral (2x sehari, 3 – 5 hari), Tetrasiklin 500 mg (oral 4x sehari, 3
hari), Doksisiklin 300mg (Oral, dosis tunggal), Ciprofloksacin 500mg, Metronidazole
250-500 mg (4xsehari, 7-14 hari, 7-14 hari oral atauIV).
d) Pemberian cairan intravena
Kekurangan cairan yang berat, maka diperlukan pemberian cairan intravena. Larutan
garam isotonik (0,9%) merupakan cairan infus terpilih untuk kasus-kasus dengan kadar
natrium mendekati normal, karena akan menambah volume plasma. Segera setelah
pasien mencapai normotensi, separuh dari lauran garam normal (0,45%) diberikan untuk
menyediakan air bagi sel-sel dan membantu pembuangan produk-produk sisa
metabolisme.
e) Pemberian bolus IV
Pemberian bolus IV awal dalam suatu uji beban cairan, untuk mengetahui apakah cairan
kemih akan meningkat yang menunjukan fungsi ginjal normal.
8. Pemeriksaaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Fases : makroskopis dan mikroskopis, PH dan kadar gula dalam fases dengan
kertas lakmus dari tablet dinistest, bila diduga terdapat intolerasi gula.
b. Pemeriksaan darah : PH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, kalium,
Kalsium dan Fosfor) dalam serum untuk menentukan keseimbangan asam basa
c. Intubasi Duodenum : untuk mengetahui jasad remik/parasit secara kualitatif dan kuantitatif,
terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
d. Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak
membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.
9. Pengkajian Keperawatan Fokus
a. Pemeriksaan Fisik
System pencernaan :
Tingkat kesadara, Tanda-tanda Vital (Tekanan darah, nadi, RR dan suhu)
Inspeksi : Warna kulit, konjungtiva, sclera, mukosa mulut, peningkatan JPV, bentuk
abdomen, kesimetrisan pergerakan, lesi di abdomen, striaem spider nevi, hernia
umbilical, distensi abdomen, asites.
Auskultasi : Bising usus di empat kuadran, bruit vaskuler
Perkusi :Di ke empat kuadran, Pemeriksaan balotemen
Palpasi :Palpasi ringan dan palpasi dalam di semua kuadran
10. Analisa Data
Bulechek, Gloria M., Buther, Howard K., Dotcherman, Joanne M., Nursing Intervetion
Classification ( NIC ). USA: Mosby Elsevier. 2008
Hidayat, A., & Aziz, A. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika
Johnson, M. Eta. 2008. Nursing outcome classification ( NOC ), USA : Mosby Elsevier.
Kliegman, Behrman, & Arvin. (2010). Nelson Ilmu Kesehatan Anak, edisi : 15, vol 2. Jakarta :
EGC
Sudoyo, & Aru. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam. Jakarta : Interna Publishing
Sunarto. (2009).