Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.H DENGAN


GANGGUAN SISTEM IMUNITAS : DENGUE FEVER (DF)
DI RUANG ANGGREK 3
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI

DISUSUN OLEH :
1. UMI SALASATUN 20121160
2. WAHYU EKA SAPUTRA 20121161

POLITEKNIK KESEHATAN BHAKTI MULIA


PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
TAHUN 2022 / 2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sampai saat ini telah di ketahui beberapa nyamuk sebagai vector dengue,
walaupun Ae.aegypti di perkirakan sebagai vector utama penyakit Dengue Fever (DF),
pengamatan epidemiologis dan percobaan penularan di laboratorium membuktikan bahwa
Ae.Scuttelaris dan Ae.Polinesiensis yang terdapat di kepulauan pasifik selatan dapat
menjadi vector demam dengue. Di Indonesia, walaupun vector DF belum di selidiki
secara luas. Ae.Aegypti diperkirakan sebagai vector terpenting di daerah perkotaan,
sedangkan Ae.albopictus di daerah pedesaan. Oleh karena itu sudah seharusnya semua
tenaga medis yang bekerja di Indonesia untuk mampu mengenali dan mendiagnosisnya,
kemudian dapat melakukan penatalaksanaan, sehingga angka kematian akibat Demam
Berdarah Dengue dapat ditekan.
Infeksi virus dengue pada manusia terutama pada anak mengakibatkan suatu
spectrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit ringan (mild undifferentiated
febrile illness), dengue fever, dengue hemorrhagic Dengue Fever (DF) dan dengue shock
syindrome (DSS); yang terakhir dengan mortalitas tinggi di sebabkan renjatan dan
perdarahan hebat . gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini dapat di samakan
dengan sebuah gunung es. DF dan DSS sebagai kasus - kasus yang dirawat di rumah sakit
merupakan puncak gunung es yang kelihatan di atas permukaan laut, sedangkan kasus -
kasus dengue ringan (demam dengue dan silent dengue infection) merupakan dasar
gunung es. Di perkirakan untuk setiap kasus renjatan yang dijumpai di Rumah sakit, telah
terjadi 150 – 200 kasus silent dengue infection.
Demam dengue adalah demam virus akut yang di sertai sakit kepala, nyeri otot,
sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam. Demam berdarah
Dengue Fever (DF) adalah demam dengue yang di sertai pembesaran hati dan manifestasi
perdarahan.
Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh
dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini di sebut dengue shock
syndrome (DSS).
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum

Setelah menulis Laporan Pendahuluan ini, di harapkan mahasiswa dapat


memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit DF (Dengue Fever).
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat menjelaskan definisi penyakit DF
b. Mahasiswa dapat menjelaskan klasifikasi DF
c. Mahasiswa dapat menjelaskan etiologi DF
d. Mahasiswa dapat menjelaskan tanda dan gejala DF
e. Mahasiswa dapat menjelaskan dapat menjelaskan patofisiologi
f. Mahasiswa dapat menjelaskan phatway DF
g. Mahasiswa dapat menjelaskan komplikasi DF
h. Mahasiswa dapat menjelaskan pemeriksaan penunjang DF
i. Mahasiswa dapat menerapkan penatalaksanaan penyakit DF
j. Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada anak penyakit DF
BAB II
LANDASAN TEORI

A. DEFINISI
Demam dengue atau Dengue Fever adalah penyakit virus didaerah tropis yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan ditandai dengan demam, nyeri kepala, nyeri
pada tungkai, dan ruam. Dengue Fever adalah penyakit yang terutama terjadi pada
anak,tetapi dapat juga terjadi pada remaja, atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis
demam, nyeri otot, atau sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan
limfadenophati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakkan bola
mata, rasa menyecap yang terganggu, trombositopenia ringan, dan bintik-bintik
perdarahan (ptekie) spontan. Dengue Fever adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti (Hidayati, Hadi, & Soviana, 2017).
Demam dengue / DF mempunyai perjalanan penyakit yang sangat cepat dan sering
menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat penanganan yang terlambat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa penyakit DF adalah penyakit yang disebabkan oleh
Arbovirus (arthro podborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes
Albopictus dan Aedes Aegepty) nyamuk aedes aegepty.
B. KLASIFIKASI
1. Derajat I: terdapat demam disertai gejala tidak khas dan uji torniket + (positif),
terdapat gangguan kebutuhan nutrisi dan keseimbangan elektrolit karena adanya
muntah, anorexsia. Gangguan rasa nyaman karena demam, nyeri epigastrium, dan
perputaran bola mata.
2. Derajat II: seperti derajat satu ditambah ada perdarahan spontan di kulit atau
perdarahan lain, peningkatan kerja jantung adanya epitaxsis melena dan hemaesis.
3. Derajat III: ditandai adanya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah serta
penurunan tekanan nadi ( <20 mmHg), hipotensi (sistolik menurun <80 mmHg)
sianosis di sekitar mulut, akral dingin, kulit lembab dan pasen tampak gelisah,
terdapat gangguan kebutuhan O2 karena kerja jantung menurun, penderita mengalami
pre shock/ shock.
4. Derajat IV : ditandai dengan syok berat (profound shock) yaitu nadi tidak dapat diraba
dan tekanan darah tidak terukur (Sukohar, 2018).
C. ETIOLOGI/ MANIFESTASI KLINIS
Virus dengue termasuk grup B arthropod borne virus (arboviruses) dan sekarang
dikenal sebagai genus flavivirus, family Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x 106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat
menyebabkan demam dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
merupakan serotype terbanyak. Infeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan
antibody seumur hidup terhadap serotype yang bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotype yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis
dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya.
Penyebaran dengue dipengaruhi faktor iklim seperti curah hujan, suhu dan
kelembaban. Kelangsungan hidup nyamuk akan lebih lama bila tingkat kelembaban
tinggi, seperti selama musim hujan. Kelembaban yang tinggi dengan suhu berkisar antara
28-320C membantu nyamuk Aedes bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama. Pola
penyakit di Indonesia sangat berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.
Tingginya angka kejadian DBD juga dapat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk. Suatu
kota atau daerah dengan mobilitas penduduk yang padat dan populasi orang yang tinggi.
Hal ini menyebabkan populasi nyamuk Aedes aegypti meningkat maka seseorang yang
tinggal di suatu daerah dengan tingkat populasi yang tinggi memiliki risiko 16 kali tertular
DBD (Anggraini, 2016).
Semakin banyak jumlah penduduk disuatu wilayah akan meningkatkan
kemungkinan pajanan pada banyak orang. Jika nyamuk menggigit seorang penderita
dalam kondisi viremia maka nyamuk tersebut akan terinfeksi. Virus dengue yang masuk
kedalam tubuh nyamuk akan berkembang biak dalam 8-10 hari dan nyamuk akan
menularkan ke orang lain. Daerah perkotaan dan perdesaan pinggir kota merupakan
tempat yang padat penduduk sehingga penularan virus dengue melalui gigitan nyamuk
lebih banyak. Sebagian besar penduduk pada pemukiman baru memiliki karier pembawa
virus dengan tipe berbeda. Intervensi yang efektif untuk mengatasi sebaran DBD ini
adalah dengan pengendalian vektornya. Walaupun penduduk padat, namun jika vektor
sedikit dan tidak infektif maka penduduk tidak akan menjadi rentan (Wowor, 2017)
D. TANDA DAN GEJALA
Demam dengue adalah bentuk ringan dari infeksi virus dengue. Gejalannya
hamper menyerupai demam pada umumnya dan umumnya dimulai sejak hari ke 4 sampai
hari ke 7 setelah digigit nyamuk (masa inkubasi). Gejala demam dengue antara lain:
1. Demam 38oC atau lebih
2. Sakit kepala berat
3. Nyeri pada sendi, oto, dan tulang
4. Hilang nafsu makan
5. Nyeri dibagian belakang mata
6. Mual dan muntah
7. Pembengkakan kelenjar getah bening
8. Ruam kemerahan (muncul sekitar 2-5 hari setelah demam)
E. PATOFISIOLOGI
Virus Dengue yang pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan
nyamuk aedes dan menginfeksi pertama kali dengan memberikan gejala demam fever.
Pasien akan mengalami viremia seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal
seluruh badan, hiperemia ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin
terjadi pada reticuloendothelial system (RES) seperti pembesaran kelenjar getah bening,
hati dan limfa. Pada DHF yang disebabkan oleh gigitan nyamuk aedes aegypti yang
mengandung virus dengue ini masuk ke dalam tubuh, saat bakteri dan virus tersebut
masuk ke dalam tubuh kemungkinan besar akan memproteksi virus yang masuk dengan
cara memproduksi sel darah putih lebih banyak untuk meningkatkan pertahanan tubuh
melawan infeksi. Selain itu pusat pengaturan suhu yaitu hipotalamus juga akan berperan
dalam hal hipotalamus akan meningkatkan sekresi prostglandin yang kemudian dapat
menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Sehingga terjadilah masalah hipertermi pada kasus
DHF (Nugroho, 2017). Selain itu reaksi yang berbeda tampak bila seseorang
mendapatkan infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal itu
timbulah the secondary heterologous infection atau the sequental infection of hypothesis.
Re-infeksi dalam sirkulasi mengaktifkan sistem komplemen yang akan menyebabkan
suatu reaksi anammetik antibodi, sehingga menimbulkan kosentrasi kompleks antigen
antibodi lalu terbentuklah kompleks virus antibody yang tinggi.
Terdapatnya kompleks virus antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal
sebagai berikut : kompleks virus antibodi akan mengakibatkan sistem komplemen, yang
berakibat dilepasnya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel
dinding terjadilah renjatan. Maka timbulah agregasi trombosit yang melepas ADP akan
mengalami metamorfosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis akan
dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia hebat dan
pendarahan. Pada keadaan agresif, trombosit akan melepaskan vasoskatif (histamine dan
serotonin) yang bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit
faktor III yang merangsang koagulasi intravaskuler. Terjadinya aktivasi faktor homogen
(faktor XII) dengan akibat terjadinya pembekuan intravaskuler yang meluas. Dalam
proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan
anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi fibrinogen degradation product.
Disamping itu aktivitas akan menggiatkan juga system kinin yang berperan dalam proses
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah (Nugroho, 2017).
F. PATHWAY

Arbovirus (melalui nyamuk aedes aegypty)

Beredar dalam aliran darah Infeksi virus dengue (viremia)

Proses Inflamasi Mengaktifkan system komplemen

Membentuk dan melepaskan zat


Pengaktifan komplek imun antibodi
C3a dan C5a

Virus mengeluarkan zat (Bradikidin, Permeabilitas membrane meningkat


Serotin, Trombotin, Hustamin)

Merangsang hipotalamus untuk


mengeluarkan prostagladin Agregasi Peningkatan
Trombosit permeabilitas
pembuluh darah
Peningkatan kerja thermostat Trombositopeni
Kebocoran Plasma

Hipertermia Patekia,
pendarahan gusi,
hematemesis Hipovolemia

Risiko
Pendarahan Risiko Syok
G. KOMPLIKASI
Klompikasi yang muncul pada DF ada 6 yaitu :
1. Komplikasi susunan syaraf pusat
Komplikasi pada sumsum syaraf pusat dapat berbentuk konfulsi, kaku kuduk,
perubahan kesadaran dan paresis.
2. Ensefalopati
Komplikasi neurologi ini terjadi akibat pemberian cairan hipotonik yang berlebihan.
3. Infeksi Pneumonia, sepsis atau flebitis akibat pencermaran bakteri gramNegatif pada
alat-alat yang digunakan pada waktu pengobatan, misalnya pada waktu tranfusi atau
pemberian infus cairan.
4. Kerusakan hati
5. Kerusakan otak
6. Renjatan (syok)
7. Syok biasa dimulai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin
pada ujung hidung, jari tangan dan jari kaki serta sianosis disekitar mulut (Hidayat,
2016).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Langkah – langkah diagnose medic pemeriksaan menurut (Purwanto, 2017):
1. Pemeriksaan hematokrit (Ht) : ada kenaikan bisa sampai 20%, normal: pria 40-50%;
wanita 35-47%
2. Uji torniquit: caranya diukur tekanan darah kemudian diklem antara tekanan systole
dan diastole selama 10 menit untuk dewasa dan 3-5 menit untuk anak-anak. Positif
ada butir-butir merah (petechie) kurang 20 pada diameter 2,5 inchi.
3. Tes serologi (darah filter) : ini diambil sebanyak 3 kali dengan memakai kertas saring
(filter paper) yang pertama diambil pada waktu pasien masuk rumah sakit, kedua
diambil pada waktu akan pulang dan ketiga diambil 1-3 mg setelah pengambilan yang
kedua. Kertas ini disimpan pada suhu kamar sampai menunggu saat pengiriman.
4. Isolasi virus: bahan pemeriksaan adalah darah penderita atau jaringan-jaringan untuk
penderita yang hidup melalui biopsy sedang untuk penderita yang meninggal melalui
autopay. Hal ini jarang dikerjakan.
5. Trombositopeni (100.000/mm3)
6. Hb dan PCV meningkat (20% )
7. Leukopeni ( mungkin normal atau lekositosis )
8. Serologi ( Uji H ): respon antibody sekunder
I. PENATALAKSANAAN
1. Keperawatan
a. Tirah baring atau istirahat baring.
b. Diet makan lunak.
c. Minum banyak (2 - 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri
penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi
penderita DF.
d. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan
yang paling sering digunakan. biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate
merupakan cairan intra vena yang paling sering digunakan , mengandung Na +
130 mEq/liter , K+ 4 mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan
Ca = 3 mEq/liter.
e. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi
pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
f. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
g. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
i. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
j. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda
vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
k. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.Pada kasus dengan renjatan pasien
dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan
yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma
ekspander atau dekstran sebanyak 20 - 30 ml/kg BB. Pemberian cairan intravena
baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 - 48 jam setelah renjatan teratasi.
Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar,
tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10
ml/kg BB/jam.
l. Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang
hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DF yaitu jika ada perdarahan
yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb
yang mencolok
2. Medis
Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Fever (DF) bersifat simtomatis dan suportif
a. Fase Demam
1) Pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Pasien perlu diberikan
minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat
diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam
berikutnya.
2) Cairan intravena jika di butuhkan
3) Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi,
4) Pemeriksaan kadar hematokrit berkala, pengawasan hasil pemberian cairan
5) Pemberian Parasetamol
b. Penggantian volume Plasma
Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus
syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam
berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan
jumlah volume urin. Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal
mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan
adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan intravena diperlukan,
apabila:
1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak
rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga
mempercepat terjadinya syok.
2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
a) 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
b) 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg
c) 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg
d) 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg
e) Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti
-panas, darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
J. FOKUS PENGKAJIAN
Pengkajian dengan Penyakit infeksi Demam Dengue menurut (Nurarif & Hardhi, 2017)
adalah :
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang
tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien Demam Dengue untuk datang ke Rumah
Sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
3. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil, dan saat demam
kesadaran komposmentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan anak
semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk pilek, nyeri telan,
mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian,
nyeri uluh hati, dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manisfestasi
perdarahan pada kulit, gusi (grade 3 dan 4), melena, atau hematemesis.
4. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada Demam Dengue, anak bisa mengalami
serangan ulangan Demam Dengue dengan tipe virus yang lain.
5. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya
komplikasi dapat dihindarkan.
6. Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita Demam Dengue dapat bervariasi. Semua anak dengan
status gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya.
Anak yang menderita DF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan napsu makan
menurun. Apabila kondisi ini berlanjut, dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi
yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status
gizinya menjadi kurang.
7. Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih
(seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar).
8. Pola kebiasaan
a. Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, pantangan, napsu makan berkurang,
napsu makan menurun.
b. Eliminasi atau buang air besar.Kadang-kadang anak mengalami diare atau
konstipasi. Sementara Demam Dengue pada grade III-IV bisa terjadi melena.
c. Eliminasi urine atau buang air kecil perlu dikaji apakah sering kencing sedikit atau
banyak sakit atau tidak. Pada Demam Dengue grade IV sering terjadi hematuria.
d. Tidur dan istirihat. Anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami
sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun
istirahatnya kurang.
e. Kebersihan.
f. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang
terutama untuk membersikan tempat sarang nyamuk Aedes Aegypti.
9. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga
kesehatan.
10. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut
sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan atau (grade) Demam Dengue, keadaan fisik
anak adalah sebgai berikut:
a. Grade I : kesadaran komposmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan
nadi lemah.
b. Grade II : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, dan perdarahan
spontan petekie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil dan tidak
teratur.
c. Grade III : kesadaran apatis, somnolent, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil
dan tidak teratur, serta tensi menurun.
d. Grade IV : kesadaran koma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit tampak
biru.
11. Sistem integument
Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin, dan
lembab.
a. Kuku sianosis/tidak
b. Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy), mata anemis,
hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II, III, IV. Pada
mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi dan nyeri
telan. Sementara tenggorokan mengalami hiperemia pharing ( pada Grade II, III,
IV).
c. Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax terdapat adanya
cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan ( efusi pleura), rales (+), Ronchi
(+), yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
d. Abdomen
Mengalami nyeri tekan, Pembesaran hati (hepetomegali), asites.
e. Ekstremitas
f. Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang
K. FOKUS INTERVENSI
NO DIAGNOSIS TUJUAN & TINDAKAN
DX KEPERAWATAN KRITERIA HASIL

1. Hipertermia b.d Proses Termoregulasi Manajemen Hipertermia


infeksi virus d.d Kulit (L. 14134). (I. 15506)
merah, Kejang, Takikardi, Setelah dilakukan Observasi :
Takipnea, Kulit terasa tindakan 1. Identifikasi penyebab
hangat. keperawatan selama hipertermia (mis.
(D.0130). 3x24 jam maka Dehidrasi, terpapar
Termoregulasi lingkungan panas,
membaik, dengan penggunaan incubator)
kriteria hasil : 2. Monitor suhu tubuh
- Suhu tubuh 3. Monitor kadar
membaik elektrolit
hingga normal 4. Monitor haluaran urine
(36-37,5 C) 5. Monitor komplikasi
- Suhu kulit akibat hipertermia
membaik Terapeutik :
- Kulit merah 1. Sediakan lingkungan
tidak ada /
menurun yang dingin
- Takikardi 2. Longgarkan atau
menurun lepaskan pakaian
- Kejang 3. Berikan cairan oral
menurun 4. Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebih)
5. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Selimut
hipertermia atau
kompres dingin pada
dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
6. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
2. Risiko Perdarahan d.d Tingkat Pencegahan Perdarahan
Trombositopenia Perdarahan (I. 02067)
(D.0012). (L. 02017) Observasi :
Setelah dilakukan 1. Monitor tanda &
tindakan gejala perdarahan
keperawatan selama 2. Monitor nilai
3x24 jam maka hematocrit/hemoglobin
tingkat perdarahan sebelum dan setelah
menurun, dengan kehilangan farah
kriteria hasil : 3. Monitor TTV
- Kelembapan ortostatik
membrane
mukosa Terapeutik :
meningkat 1. Pertahankan bed rest
- Kelembapan selama perdarahan
kulit meningkat 2. Batasi tindakan
- Hemoptysis invansif, jika perlu
menurun 3. Gunakan kasur
- Hematemesis pencegah decubitus
menurun 4. Hindari pengukuran
- Hematuria suhu rektal
menurun Edukasi :
- Hemoglobin 1. Jelaskan tanda dan
dan hematocrit gejala perdarahan
membaik 2. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan untuk
menghindari
konstipasi
3. Anjurkan
meningkatkan asupan
makanan dan vitamin
k
4. Anjurkan segera
melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
produk darah, jika
perlu
3. Resiko Syok d.d Tingkat Syok Pemantauan Cairan
Kekurangan Volume Cairan (L. 03032) (I. 03121)
(D. 0039). Setelah dilakukan Observasi :
tindakan 1. Monitor frekuensi dan
keperawatan selama kekuatan nadi
3x24 jam maka 2. Monitor frekuensi
Tingkat syok napas
menurun, dengan 3. Monitor tekanan darah
kriteria hasil : 4. Monitor berat badan
- Kekuatan nadi 5. Monitor hasil
meningkat pemeriksaan serum
-Tingkat (mis. Osmolaritas
kesadaran serum, hematocrit,
meningkat natrium, kalium,
- Tekanan darah BUN)
membaik/norma 6. Identifikasi tanda-
l 120/80 mmhg- tanda hypovolemia
130/80 mmhg (mis. Frekuensi nadi
- Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
membaik 75- lemah, tekanan darah
115x/menit menurun, tekanan nadi
- Frekuensi menyempit, turgor
nafas membaik kulit menurun,
22-34x/menit membrane mukosa
kering, volume urine
menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor
kulit menurun,
membrane mukosa
kering, volume urine
menurun, hematocrit
meningkat, haus,
lemah, konsentrasi
urine meningkat, berat
badan menurun dalam
waktu singkat).
Terapeutik:
1. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
BAB V
PEMBAHASAN

Dari materi yang kami sampaikan dan hasil yang kami temukan di lapangan, banyak
menemukan persamaan dari tanda dan gejala hingga diagnose keperawatan yang dapat kami
tegakkan.
Adapun tanda dan gejala awal dari DF adalah :
1. Nafsu makan menurun
2. Demam
3. Sakit kepala
4. Nyeri sendi atau otot
5. Perasaan sakit umum
6. Muntah
Gejala fase akut termasuk kegelisahan diikuti oleh:
1. Bercak darah di bawah kulit
2. Bintik-bintik kecil darah di kulit
3. Ruam Generalized
4. Memburuknya gejala awal
Dilapangan, pasien mengeluhkan nafsu makan menurun, demam naik turun, mual dan muntah,
dan badan terasa sakit, setelah di cek di rumah sakit ternyata pasien terkena DF.
Adapun diagnose keperawatan yang dapat kami tegakkan sama dengan materi, yaitu :
1. Hipertermia b.d Proses infeksi virus d.d Kulit merah, Kejang, Takikardi, Takipnea, Kulit
terasa hangat.
2. Risiko Perdarahan d.d Trombositopenia.
Karena dari DS dan DO yang kami temukan di lapangan sangat mendukung untuk ditegakkan
diagnose keperawatan tersebut.
BAB VI
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Demam dengue atau Dengue Fever adalah penyakit virus didaerah tropis yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan ditandai dengan demam, nyeri kepala, nyeri
pada tungkai, dan ruam. Dengue fever adalah penyakit yang terutama terjadi pada
anak,tetapi dapat juga terjadi pada remaja, atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis
demam, nyeri otot, atau sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan
limfadenophati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakkan bola
mata, rasa menyecap yang terganggu, trombositopenia ringan, dan bintik-bintik
perdarahan (ptekie) spontan. Dengue fever adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti (Hidayati, Hadi, & Soviana, 2017).
Virus Dengue yang pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan
nyamuk aedes dan menginfeksi pertama kali dengan memberikan gejala demam fever.
Pasien akan mengalami viremia seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal
seluruh badan, hiperemia ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin
terjadi pada reticuloendothelial system (RES) seperti pembesaran kelenjar getah bening,
hati dan limfa.
Pada DF yang disebabkan oleh gigitan nyamuk aedes aegypti yang mengandung
virus dengue ini masuk ke dalam tubuh, saat bakteri dan virus tersebut masuk ke dalam
tubuh kemungkinan besar akan memproteksi virus yang masuk dengan cara memproduksi
sel darah putih lebih banyak untuk meningkatkan pertahanan tubuh melawan infeksi.
Selain itu pusat pengaturan suhu yaitu hipotalamus juga akan berperan dalam hal
hipotalamus akan meningkatkan sekresi prostglandin yang kemudian dapat menyebabkan
peningkatan suhu tubuh.
Banyak cara untuk menurunkan insiden terjadinya DF. Karena vector dari DF
adalah nyamuk Aedes aegypti, maka ada beberapa hal yang sebaiknya dilaksanakan untuk
memutuskan rantai penyakit :
1. Tanpa Insektisida:
a. Menguras bak mandi, tempayan, drum, dll minimal seminggu sekali
b. Menutup penampungan air rapat-rapat
c. Membersihkan pekarangan dari kaleng bekas, botol bekas yang memungkinkan
nyamuk bersarang
2. Dengan Insektisida:
a. Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa: biasanya dengan
fogging/pengasapan.
b. Abate untuk membunuh jentik nyamuk dengan cara ditabur pada bejana-bejana
tempat penampungan air bersih dengan dosis 1 gram Abate SG 1% per 10 liter air.
B. SARAN
Penulis berharap semoga penyusunan Laporan Pendahuluan tentang Asuhan
Keperawatan pada anak dengan Dengue Fiver ini dapat memberikan ilmu dan
pengetahuan dalam bidang pendidikan dan praktik keperawatan. Dan juga dengan
Laporan Pendahuluan ini dapat menjadi acuan untuk tindakan proses keperawatan sesuai
dengan prosedur yang sudah di tetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI PPNI. 2017. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia).
Jakarta; Jagarsa
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2017. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. SLKI ( Standar Luaran Keperawatan Indonesia).
Jakarta; Jagakarsa
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. SIKI ( Standar Intervensi Keperawatan Indonesia).
Jakarta; Jagakarsa
Nursalam M. Nurs, Rekawati Susilaningrum, Sri Utami, 2016. Asuhan Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Suriadi dan Rita Yuliani. 2018. Asuhan Keperawatan Edisi 2. Jakarta: CV. Sagung
Seto

Anda mungkin juga menyukai