Anda di halaman 1dari 18

Laporan Pendahuluan pada Gangguan Sistem Respirasi (Ispa)

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah KMB I

Disusun oleh :

DELA MEIKA ROSALINA (E010518010)

Program Studi Diploma Keperawatan


Stikes Budi Luhur Cimahi
1. Defenisi

ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak dengan gejala
batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara bersamaan

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) yang beradaptasi dari bahas inggris acute
respiratory infection (ARI) mempunai pengertian sebagai berikut

1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimblkan gejala penyakit
2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ secara
anatomis mencakup pernfasan bagian atas.
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlansung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk
menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang digolongkan ISPA.
Proses ini bisa berlangsung dari 14 hari; Infeksi saluran nafas adalah penuruanan
`kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi organism asing

2. Etiologi

1. Virus Utama :
a. ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
b. ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
2. Bakteri Utama: Streptococus, pneumonia, haemophilus influenza, Staphylococcus aureus.
Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia sekolah :
Mycoplasma pneumonia.

Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai berikut :

1. Faktor host (diri)


a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3
tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih
lanjut (Koch et al, 2003).
b. Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia
masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukkan
adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu. Angka
kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan
ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Koch et al,
2003)
c. Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal,
kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan
predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan
virulensi pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu
dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam
mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.
d. Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan
peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan
penelitian lain yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan
peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003)
e. Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya, daya
tahan tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan
untuk mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.
f. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama
kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga
sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor
yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis. ASI dapat memberikan
imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke
permukaan saluran pernafasan atas.
2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat
berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan,
perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya
yang baik untuk keluarga dan individu. Anak-anak yang tinggal di apartemen
memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal
di rumah culster di Denmark (Koch et al, 2003).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al
(2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara
bermakna prevalensi ISPA berat.
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah
mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status
keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan
tetapi didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan
rendahnya status sosioekonomi
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan
terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak
merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali
lipat akibat orang tua merokok (Koch et al, 2003)
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain
adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara
biologis, fisik maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat
penelitian kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara
terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar (SD) dengan
membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah pencemaran udara tinggi
dengan siswa yang tinggal di wilayah pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil
penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau insiden penyakit atau
gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di kedua wilayah pencemaran udara. Hal
ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran menjadi tidak berbeda dengan wilayah
dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk
semua orang untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini
menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit
ISPA. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam
rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA
anak

3. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang muncul ialah :

1. Demam, Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu
tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens,
biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri
kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan
brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi
susah minum dan bahkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut
mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan
akibat infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah
tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin
tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara
pernafasan.

4 . Patofisiologi

ISPA

Infeksi saluran napas atas

Kuman berkebih di Kuma terbawa ke Infeksi saluran


bronkus saluran cerna napas bawah

Proses peradangan Infeksi saluran


cerna Di latasi Peradang
pembulu an
Akumulasi secret di darah
bronkus Peningkatan flora
normal di usus Peningkat
Eksudat masuk an suhu
alveoli tubuh
BERSIHA Mucus di Peristaltic menuruh
N JALAN bronkus 1
NAPAS Gangguan difusi HIPERTEMI
TIDAK gas A
EFEKTIF v Bau mulut Malasorpsi
tidak sedap Suplai o2
GANGGUAN dalam darah
PERTUKARAN GAS menurun
Frekuensi BAB
Anoreksia >3x/hari
Hipoksia
Intake
menurun GANGGUAN
KESEIMBANGAN Fatique
CAIRAN TUBUH
NUTRISI
KURANG INTELORANSI
DARI AKTIVITAS
KEBUTUHA
N TUBUH
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada
permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan.

Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering.
Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling
menonjol adalah batuk.

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat
infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan
bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus
pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak
tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi
mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas
dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya
fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa
dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan
gizi akut pada bayi dan anak.

Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain
dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke
saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang
saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran
pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga
menyebabkan pneumonia bakteri.

Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis
saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar
terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun
saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas
system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada
saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori
IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas.

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap,
yaitu:

1) Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi
apa-apa.
2) Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
3) Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam
dan batuk.
4) Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh
dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.

5. Komplikasi

Adapun komplikasinya adalah

1. Meningitis
2. Otitis Media Akut
3. Mastoiditis
4. Kematian

6. Penatalaksanaan
Pengobatan meliputi pengobatan penunjang dan antibiotika. Penyebab ISPA atas yang
terbanyak adalah infeksi virus maka pemberian antibiotika pada infeksi ini tidaklah rasional
kecuali pada sinusitis, tonsilitis eksudatif, faringitis eksudatif dan radang telinga tengah.

Pengobatan penderita penyakit ISPA dimaksud untuk mencegah berlanjutnya ISPA


ringan menjadi ISPA sedang dan ISPA sedang menjadi ISPA berat serta mengurangi angka
kematian ISPA berat. Adapun jenis pengobatannya :

a. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan


sebagainya.
b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin,
amoksisilin atau penisilin prokain.
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan dirumah,
untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak
mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin.
Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala
batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah
(eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang
tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama
10 hari.

Pengobatan penyakit ISPA juga dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu, salah
satunya dengan merawat penderita di rumah sakit. Apabila perawatan untuk semua anak
dengan penarikan dinding dada tidak memungkinkan, dapat dipertimbangkan untuk diberikan
terapi antibiotik dirumah dengan pengawasan yang ketat pada anak yang tidak mengalami
penarikan dinding dada hebat, sianosis, atau tanda penyakit yang sangat berat.

Pengobatan selanjutnya yaitu memberikan oksigen, jika frekuensi pernapasan lebih dari
70, terdapat penarikan dinding dada hebat, atau gelisah. Penggunaan terapi antibiotik juga
merupakan salah satu pengobatan dimana di berikannya bencil penisilin secara intramoskular
setiap 6 jam paling sedikit selama 3 hari.(ampisilin secara intramoskular, walaupun mahal
dapat digantikan bencilpenisilin). Pengobatan antibiotik sebaiknya diteruskan selama 3 hari
setelah keadaan membaik.

7. Pemeriksaan Penunjang

Pengkajian terutama pada jalan nafas:

Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari
pernafasan.

1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.


2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati
melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis,
nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum

Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :

1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+)
sesuai dengan jenis kuman,
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan
adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia, dan
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan

8. Pengkajian : pemeriksaan fisik system

a. Pengkajian fokus
1.Biodata
Umur, alamat, pekerjaan
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama : demam, batuk, pilek, anoreksia, badan lemah/tidak bergairah
2) Riwayat kesehatan Sekarang
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
c. Pengkajian Fisik
1) Sistem pernafasan
Inspeksi :
 Membran mukosa hidung faring tampak kemerahan
 Tonsil tampak kemerahan dan edema
 Tidak ada jaringan parut pada leher
 Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan
cuping hidung, tachypnea dan hiperventilasi
Palpasi:
 Adanya demam
 Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri
 Tekan pada nodus limfe servikal
 Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
Perkusi:
 Suara paru normal (resonance)
Auskultasi:
 Suara nafas vesikuler/tidk terdengar ronchi pada kedua sisi paru
2) Sistem kardiovaskuler
Hipertermi
3) Sistem penginderaan
Mata : pupil isokhor
Telinga : biasanya keluar cairan dari telinga
Hidung : terjadi gangguan penciuman
4) Sistem perkemihan
Tidak ada kelainan
5) Sistem pencernaan
Nafsu makan menurun, porsi makan tidak habis minum sedikit nyeri telan pada
tenggorokan
6) Sistem integumen
Warna kulit kemerahan
10. Pemeriksaan Diagnostik
a) pemeriksaan darah rutin
b) analisa gas darah (AGD)
c) foto rontgen toraks
d) kultur virus dilakukan untuk menemukan RSV

9. Analisis Data
No Data Etiologi Masalah
1. Gejala dan tanda mayor infeksi virus Bersihan jalan
DS : - nafas tidak efektif
DO : kuman berlebihan di
-Batuk tidak efektif bronkus
-Tidak mampu batuk
-Sputum berlebih proses peradangan
-Mengi, dan atau rhoki
kering akumulasi secret di
-Mekonium dijalan nafas bronkus

Gejala dan tanda minor bersihan jalan nafas tidak


DS: efektif
- Ortopnea
- Dispnea
- Sulit bicara
DO:
- Gelisah
- Sianosis
- Bunyi nafas menurun
- Frekuansi nafas
berubah
- Pola nafas berubah
2 Gejala dan tanda mayor Virus /bakteri /patogen Hipertermia
DS : -
dalam debu meruak
DO: Suhu tubuh diatas
lapisan epitel dan lapisan
nilai normal
mukosa saluran
pernafasan
Gejala dan tanda minor
DS: -
DO: Reaksi peradangan
-Kulit merah
-Kejang peningkatan suhu tubuh
-Takikardi
-Takipnea
Hipertermi
-Kulit terasa hangat
3 Tanda mayor Proses inflamasi Ketidakseimbangan
DS:- hyperemia,pembengkakan nutrisi kurang dari
DO: , kebutuhan tubuh
- Berat badan gangguan fungsi
menurun minimal
10% dibawah kemampuan tonus otot
rentang ideal menurun

Tanda minor gangguan menelan


DS:
- Cepat kenyang nafsu makan menurun
setelah makan
- Kram/nyeri ketidakseimbangan nutrisi
abdomen kurang dari kebutuhan
- Tidak nafsu tubuh
makan
DO:
- Bising usus
hiperaktif
- Otot mengunyah
lemah
- Otot menelan
lemah
- Membran mukosa
pucat
- Sariawan

10 Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Hipersekresi jalan nafas
2) Hipertermia b.d proses penyakit
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari keburuhan tubuh b.d nafsu makan
menurun

11 Rencana Asuhan Keperawatan


No Tujuan Intervensi Rasional
D
X
1 Setelah dilakukan Observasi Observasi
1. Identifikasi 1. untuk mengetahui
tindakan
kemampuan kemampuan batuk klien
keperawatan
batuk
selama ...x24jam 2. Monitor adanya 2. untuk mengetahui
retensi sputum banyaknya sputum
diharapkan masalah
3. Monitor tanda
teratasi
dan gejala
1. menunjukan infeksi 3. untuk mengetahui tanda
Terapeutik dan gejala infeksi
jalan nafas yang
1. Atur posisi
paten
semi fowler
2. mampu atau fowler Terapeutik
Edukasi 1. untuk
mengidentifikasika
1. anjurkan nafas mempermudah/mengatur
n dan mencegah
dalam melalui nafas klien
fakktor yang dapat hidung dan Edukasi
keluarkan dari 1. untuk mengatur nafas
menghambat jalan
mulut pasien
nafas
Kolaborasi
1. pemberian
mukolitik atau
ekspektoran
Kolaborasi
1. untuk membantu
ekpektorasi dengan
mengurangi vikositas
sputum
2 Setelah dilakukan Observasi Observasi

tindakan keperawatan 1. monitor suhu 1. untuk mengetahui suhu


tubuh tubuh klien
selama ...x24jam
2. identifikasi 2. untuk mempermudah
diharapkan masalah
penyebab pengambilan tindakan
teratasi hipertermia selanjutnya
1. suhu tubuh Terapeutik Terapeutik
dalam rentang 1. sediakan 1. agar metabolik dalam
normal lingkungan yang tubuh menurun
2. nadi dan dingin
respirasi 2. longgarkan atau 2. agar tidak ada penguapan
dalam rentang lepaskan pakaian suhu tubuh
normal Edukasi
3. tidak ada 1. anjurkan tirah
perubahan baring Edukasi
warna kulit Kolaborasi 1. agar tidak terjadi edema
dan tidak ada 1. kolaborasi
pusing pemberian cairan Kolaborasi
dan elektrolit IV 1. agar tidak terjadi
dehidrasi
3 Setelah dilakukan Observasi Observasi

tindakan keperawatan 1. Identifikasi 1. Makanan kesukaan yang


makanan tersaji dalam keadaan
selama ...x24jam
disukai hangat akan
diharapkan masalah
meningkatkan keinginan
teratasi untuk makan.
1. Memperlihatkan 2. Identifikasi
asupan makanan status nutrisi 2. Membantu mengkaji
dan cairan yang 3. Monitor berat keadaan pasien.
adekuat badan 3. Untuk memantau
2. Pasien mampu perubahan atau penuruan
menghabiskan berat badan
diit satu porsi Terapeutik
Tidak ada mual 1. Fasilitas Terapeutik
i menentukan 1. Memberikan informasi
muntah
pedoman diet (mis. dan mengurangi
Piramida makanan) komplikasi
2. Berikan
makanan tinggi serat
untuk mencegah 2. Nutrisi serat tinggi untuk
konstipasi melancarkan eliminasi
3. Berikan fekal.
makanan tinggi
kalori dan tinggi
protein 3. Membantu pasien dalam
Edukasi proses penyembuhan.
1. Ajarkan diet
yang
diprogramkan
Edukasi
1. Kepatuhan terhadap diet
dapat mencegah
komplikasi terjadinya
hipoglikema/hiperglikem
a
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/

PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia(SDKI) Edisi I Cetakan III(Revisi).Jakarta

PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia(SIKI) Edisi Cetakan II.Jakarta

Anda mungkin juga menyukai