Konsep Lansia
1. Pengertian Menua
menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan- lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000).
Manula Adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (constantinpes, 1994)
2. Batasan-batasan lansia
batasan usia menurut WHO meliputi :
a. pertengahan yaitu kelompok usia 45-59 tahun
b. lanjut usia, antar 60-74 tahun
c. lanjut usia tua, antara 75-90 tahun
d. usia sangat tua, diatas 90 tahun
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan
Hereditas
Nutrisi
Status kesehatan
Pengalaman hidup
Lingkungan
Stress
B. Konsep penyakit
1. Pengertian
respirasi (pernafasan) melibatkan keseluruhan proses yang menyebabkan
pergerakan pasif o2 dari atmosfir ke jaringan untuk menunjang metabolisme
sel, serta pergerakan pasif CO2 selanjutnya yang merupakan produk sisa
metabolisme dari jaringan ke atmosfir. (sherwood lauralee, 2011)
pernapasan adalah pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara udara dan
darah. (corwin elizabet . j 2010)
A. PENGERTIAN
Pengertian Pneumonia (Peradangan Organ Paru-paru) – Pneumonia
adalah suatu penyakit infeksi atau peradangan pada organ paru-paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun parasit di mana pulmonary
alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer
menjadi “inflame” dan terisi oleh cairan. Pneumonia dapat juga disebabkan
oleh iritasi kimia atau fisik dari paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit
lainnya, seperti kanker paru-paru atau terlalu banyak minum alkohol. Namun
penyebab yang paling sering ialah serangan bakteria streptococcus
pneumoniae, atau pneumokokus.
Penyakit Pneumonia sering kali diderita sebagian besar orang yang lanjut usia
(lansia) dan mereka yang memiliki penyakit kronik sebagai akibat rusaknya
sistem kekebalan tubuh (Imun), akan tetapi Pneumonia juga bisa menyerang
kaula muda yang bertubuh sehat. Saat ini didunia penyakit Pneumonia
dilaporkan telah menjadi penyakit utama di kalangan kanak-kanak dan
merupakan satu penyakit serius yang meragut nyawa beribu-ribu warga tua
setiap tahun.
Terjadinya Penyakit Pneumonia Cara penularan virus atau bakteri
Pneumonia sampai saat ini belum diketahui pasti, namun ada beberapa hal
yang memungkinkan seseorang beresiko tinggi terserang penyakit
Pneumonia. Hal ini diantaranya adalah:
Orang yang memiliki daya tahan tubuh lemah, seperti penderita
HIV/AIDS dan para penderita penyakit kronik seperti sakit jantung, diabetes
mellitus. Begitupula bagi mereka yang pernah/rutin menjalani kemoterapy
(chemotherapy) dan meminum obat golongan Immunosupressant dalam
waktu lama, dimana mereka pada umumnya memiliki daya tahan tubuh
(Immun) yang lemah.
Perokok dan peminum alkohol. Perokok berat dapat mengalami irritasi
pada saluran pernafasan (bronchial) yang akhirnya menimbulkan secresi
muccus (riak/dahak), Apabila riak/dahak mengandung bakteri maka dapat
menyebabkan Pneumonia. Alkohol dapat berdampak buruk terhadap sel-sel
darah putih, hal ini menyebabkan lemahnya daya tahan tubuh dalam melawan
suatu infeksi.
Pasien yang berada di ruang perawatan intensive (ICU/ICCU). Pasien
yang dilakukan tindakan ventilator (alat bantu nafas) ‘endotracheal tube’
sangat beresiko terkena Pneumonia. Disaat mereka batuk akan mengeluarkan
tekanan balik isi lambung (perut) ke arah kerongkongan, bila hal itu
mengandung bakteri dan berpindah ke rongga nafas (ventilator) maka
potensial tinggi terkena Pneumonia.
Menghirup udara tercemar polusi zat kemikal. Resiko tinggi dihadapi oleh
para petani apabila mereka menyemprotkan tanaman dengan zat kemikal
(chemical) tanpa memakai masker adalah terjadi irritasi dan menimbulkan
peradangan pada paru yang akibatnya mudah menderita penyakit Pneumonia
dengan masuknya bakteri atau virus.
Pasien yang lama berbaring. Pasien yang mengalami operasi besar
sehingga menyebabkannya bermasalah dalah hal mobilisasi merupakan salah
satu resiko tinggi terkena penyakit Pneumonia, dimana dengan tidur
berbaring statis memungkinkan riak/muccus berkumpul dirongga paru dan
menjadi media berkembangnya bakteri.
C. ETIOLOGI
Virus Synsitical respiratorik
Virus Influensa
Adenovirus
Rhinovirus
Rubeola
Varisella
Micoplasma (pada anak yang relatif besar)
Pneumococcus
Streptococcus
Staphilococcus
D. PATOFISIOLOGI
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi
inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan
menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta
karbon dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi
ke dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara.
Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema
mukosa, dan bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki atau alveoli
dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang
memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar
ke sisi kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah
terpirau dari sisi kanan ke sisi kiri jantung. Percampuran darah yang
teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia
arterial.
E. MANIFESTASI KLINIK
Pneumonia bakterial (atau pneumokokus) secara khas diawali dengan awitan
menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5oC sampai 40,5oC), dan
nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan
batuk. Pasien sangat sakit dengan takipnea sangat jelas (25 sampai 45
kali/menit) disertai dengan pernapasan mendengkur, pernapasan cuping
hidung, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan.
Tanda-tanda lain terjadi pada pasien dengan kondisi lain seperti kanker, atau
pada mereka yang menjalani pengobatan dengan imunosupresan, yang
menurunkan daya tahan terhadap infeksi dan terhadap organisme yang
sebelumnya tidak dianggap patogen serius. Pasien demikian menunjukkan
demam, krekles, dan temuan fisik yang menandakan area solid (konsolidasi)
pada lobus-lobus paru, termasuk peningkatan fremitus taktil, perkusi pekak,
bunyi napas bronkovesikular atau bronkial, egofoni (bunyi mengembik yang
terauskultasi), dan bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang terauskultasi
melalui dinding dada). Perubahan ini terjadi karena bunyi ditransmisikan
lebih baik melalui jaringan padat atau tebal (konsolidasi) ketimbang melalui
jaringan normal.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air
bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae;
bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain staphylococcus, virus
atau mikoplasma; dan pneumonia interstisial (interstitial disease) oleh virus
dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau
inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang
tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrat di lobus atas sering
ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah
dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteriemia.
Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada
infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau
lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia
pada infeksi kuman Gram negatif atau S. aureus pada pasien dengan
keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.
Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi
jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan
terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test
dan Z. Nielsen.
Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai diagnostik
bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan
untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.
G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang sesuai seperti
yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan Gram. Penisilin G merupakan
antibiotik pilihan untuk infeksi oleh S. pneumoniae. Medikasi efektif
lainnya termasuk eritromisin, klindamisin, sefalosporin generasi kedua dan
ketiga, penisilin lainnya, dan trimetoprim-sulfametoksazol (Bactrim).
Jika terjadi hipoksemia, pasien diberikan oksigen. Analisis gas darah arteri
dilakukan untuk menentukan kebutuhan akan oksigen dan untuk
mengevaluasi keefektifan terapi oksigen. Oksigen dengan konsentrasi
tinggi merupakan kontraindikasi pada pasien dengan PPOM karena
oksigen ini dapat memperburuk ventilasi alveolar dengan menggantikan
dorongan ventilasi yang masih tersisa dan mengarah pada dekompensasi.
Tindakan dukungan pernapasan seperti intubasi endotrakeal, inspirasi
oksigen konsentrasi tinggi, ventilasi mekanis, dan tekanan ekspirasi akhir
positif (PEEP) mungkin diperlukan untuk beberapa pasien tersebut.
Pathway
Kuman patogen
Eksudat masuk ke alveoli Trombus
mencapai bronkhial
terminalis merusak
sel epitel bersilia, sel
goblet Sel darah merah, leukosit Toksin, coagulase
pneumokokus mengisi
alveoli
Cairan edema + leukosit ke
alveoli Permukaan lapisan
Leukosit dan pleura tertutup tebal
fibrinmengalami eksudat trombus vena
Konsolidasi paru konsolidasi pulmonalis
leukositosis
Kapasitas vital,
compliance menurun,
hemoragik Suhu tubuh meningkat Nekrosis hemoragik
Resiko
Intoleransi aktifitas kekurangan
volume cairan
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas Ketidakefektifan pola
nafas
Pathogenesis Aging Proses Teori Psikologi dan
penyakit pada lansia
Sosial
A. PENGKAJIAN
-Aktivitas/istirahat
Gejala: Kelemahan, kelelahan, insomnia.
Tanda: Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
-Sirkulasi
Gejala: Riwayat adany/GJK kronis.
Tanda: Takikardia, penampilan kemerahan atau pucat.
-Integritas ego
Gejala: Banyaknya stresor, masalah finansial.
-Makanan/cairan
Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, riwayat diabetes melitus.
Tanda: Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor buruk,
penampilan kakeksia (malnutrisi).
-Neurosensori
Gejala: Sakit kepala daerah frontal (influenza).
Tanda: Perubahan mental (bingung, somnolen).
-Nyeri/keamanan
Gejala: Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk; nyeri dada substernal
(influenza), mialgia, artralgia.
Tanda: Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan).
-Pernapasan
Gejala: Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret, takpnea, dispnea progresif,
pernapasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda: Sputum: merah muda, berkarat, atau purulen, perkusi: pekak di atas area yang
konsolidasi, fremitus: taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi, gesekan
friksi pleural, bunyi napas: menurun atau tak ada di atas area yang terlibat, atau napas
bronkial, warna: pucat atau sianosis bibir/kuku.
-Keamanan
Gejala: Riwayat gangguan sistem imun, mis: SLE, AIDS, penggunaan steroid atau
kemoterapi, institusionalisasi, ketidakmampuan umum, demam (mis: 38, 5-39,6oC).
Tanda: Berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada kasus
rubeola atau varisela.
-Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Riwayat mengalami pembedahan; penggunaan alkohol kronis.
Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 6,8 hari.
Rencana pemulangan: Bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah, oksigen
mungkin diperlukan bila ada kondisi pencetus.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d hipersekresi jalan napas
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler-alveolus
3. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
4. Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru.
5. Defisit Nutrisi b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
6. Risiko hipovolemia dibuktikan kehilangan cairan secara aktif (demam, berkeringat banyak, napas mulut/hiperventilasi,
muntah).
C. INTERVENSI
DIAGNOSA
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Latihan batuk efektif
tidak efektif selama 2 x 24 jam jalan napas paten dengan Observasi :
KH : Identifikasi kemampuan batuk
Pola Napas vesikuler Monitor adanya retensi sputum
Klien mampu batuk efektif Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas input dan output cairan
Sputum atau secret berkurang ( mis : jumlah dan karakteristik )
Klien tenang tidak ada cyanosis Terapeutik :
Frekuensi napas normal : 12-20x/menit Atur posisi semifowler/fowler
Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien
Buang secret pada tempat sputum
Edukasi :
Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama empat detik, ditahan
selama dua detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu ( dibulatkan) selama delapan detik
Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga tiga kali
Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang
ke tiga
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian mucolitik atau ekspectoran jika perlu
Terapeutik :
Persipakan materi, media dan alat peraga
Jadwalkan waktu yang tepat untuk memberikan pendidikan kesehatan
Berikan kesempatan pasien dan keluarga untuk bertanya
Sediakan rencana makan tertulis, jika perlu
Edukasi :
Jelaskan tujuan kepatuhan diet terhadap kesehatan
Informasikan makanan yang diperbolehkan dan dilarang
Anjurkan melakukan olahraga sesuai toleransi
Kolaborasi :
Rujuk keahli gizi dan sertakan keluarga, jika perlu
Pemantauan cairan
Observasi :
Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
Monitor frekuensi napas
Monitor tekanan darah
Monitor waktu pengisian kapiler
Monitor berat badan
Monitor elastisitas atau turgor kulit
Monitor intake dan output cairan
Identifikasi tanda-tanda hipovolemia ( nilai CVP, tanda-tanda vital )
Identifikasi faktor resiko ketidakseimbangan cairan
Terapeutik :
Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Pemantauan nutrisi
Observasi :
Identifikasi faktor yang mempengaruhi asupan gizi
Identifikasi perubahan berat badan
Identifikasi kelainan pada rambut
Identifikasi kelainan pada kuku
Identifikasi kemampuan menelan
Identifikasi kelainan rongga mulut
Monitor asupan oral
Monitor warna konjungtiva
Terapeutik :
Timbang berat badan
Ukur antropometrik komposisi tubuh
Hitung perubahan berat badan
Atur unterval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jikaperlu
Manajemen cairan
Manajemen energy
Observasi :
Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
Monitor kelelahan fisik dan emosional
Monitor pola dan jam tidur
Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik:
Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis: Cahaya, suara,
kunjungan )
Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi:
Anjurkan tirah baring
Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi :
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
Manajemen gangguan makan
Observasi :
Monitor asupan dan keluarnya makanan dan cairan serta kebutuhan
kalori
Terapeutik :
Timbang berat badan secara rutin
Diskusikan perilaku makan dan jumlah aktivitas fisik ( termasuk
olahraga ) yang sesuai
Lakukan kontrak prilaku ( mis : target berat badan, tanggung jawab
perilaku )
Berikan penguatan positif terhadap keberhasilan target dan perubahan
perilaku
Edukasi :
Anjurkan membuat catatan harian tentang perasaan dan situasi pemicu
pengeluaran makanan
Ajarkan pengaturan diit yang tepat
Ajarkan keterampilan koping untuk penyelesaian masalah perilaku
makan
Kolaborasi :
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan, kebutuhan,
kebutuhan kalori danpilihan makanan
Terapi menelan
Observasi :
Monitor tanda dan gejala aspirasi
Monitor gerakan lidah saat makan
Monitor tanda kelelahan saat makan, minum dan menelan
Terapeutik :
Berikan lingkugan yang nyaman
Jaga privasi pasien
Gunakan alat bantu, jika perlu
Posisikan duduk
Berikan permen lollipop untuk menningkatkan kekuatan lidah
Fasiltasi meletakan makanan dibelakang mulut
Edukasi :
Informasikan manfaat terapi menelan kepada pasien
Anjurkan membuka dan menutup mulut saat memberikan makanan
Anjurkan tidak bicara saat makan
Kolaborasi :
Kolaborasi dengan tenaga kesehatan dalam memberikan therapi
okupasi, ahli wicara, dan ahli gizi dalam mengatur program rehabilitasi
pasien
Brunner dan Suddarth. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, ( 2017 ). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Indikator Diagnostik.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, ( 2017 ). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Tindakan keperawatan.
Charles, J.Reeves, dkk. 2011. Buku 1 Keperawatan Medikal Bedah Ed. I. Salemba Medika. Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 2011. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol 2. EGC. Jakarta.
Slamet suyono, dkk. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed.3. Balai Penerbit