Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.M DENGAN RIWAYAT STROKE


HEMORAGIK

DISUSUN OLEH

NAMA : BELLA VISTA SALSA BILLA YUPITASARI

NIM : 1814401032

AKADEMI KEPERAWATAN ANDALUSIA

JAKARTA

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena-Nya saya
dapat menyelesaikan tugas makalah keperawatan gerontik ini yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Gerontik Pasien Ny.M dengan masalah stroke” tanpa halangan yang
berarti. Sholawat serta salam kita junjungkan kehadirat nabi besar Muhammad SAW
yang telah memberikan pedoman hidup yaitu Al-Qur’an sunnah untuk kesaealamatan
umat di dunia. Makalah ini salah satu tugas dari mata kuliah keperawatan gerontik di
program studi DIII Keperawatan. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Yayasan Andalusia Nusantara Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada
saya untuk menuntut ilmu di Akademi Keperawatan Andalusia.
2. Bapak Ns. Arozamati W. Lase, M.Kep, selaku Direktur Akademi Keperawatan
Andalusia atas masukan dan motivasi yang diberikan kepada saya untuk tetap
semangat menyelesaikan makalah ini.
3. Bapak Anta Achmad Zainuddin,S.IP. selaku Kasie Anak dan Lasi beserta staf dan
jajarannya di Dinas Sosial Kabupaten Tangerang yang telah membantu saya
dalam memperoleh informasi sehingga makalah ini selesai tepat waktu.
4. Ibu Ns. Bella Debionita,S.Kep, selaku pembimbing lapangan kami di Dinas
Sosial Kabupaten Tangerang.
5. Para Dosen Akademi Keperawatan Andalusia dan Akademi Gizi Andalusia yang
telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membantu saya dalam memperoleh
data/informasi yang saya butuhkan.
6. Orang Tua saya yang telah mendukung saya baik secara material maupun moral
agar saya senantiasa berjuang untuk menyelesaikan makalah ini.
7. Para teman-teman saya yang telah membantu dan memberikan saran dan
dukungan kepada saya untuk menyelesaikan makalah ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan bagi semua pihak
yang telah membantu saya dalam menyelesaikan Makalah ini. Saya menyadari

2
bahwa Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Tangerang, 16 Maret 2021

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................18
A. Pengertian Lansia....................................................................................................18
B. Batasan Lansia.........................................................................................................18
C. Ciri-Ciri Lansia.......................................................................................................18
D. Perkembangan Lansia.............................................................................................20
E. Permasalahan Lansia Di Indonesia........................................................................20
F. Klasifikasi Lansia....................................................................................................23
BAB II TINJAUAN TEORI.....................................................................................25
A. PENGERTIAN........................................................................................................25
B. ETIOLOGI..............................................................................................................26
C. MANIFESTASI KLINIK.......................................................................................32
D. KOMPLIKASI........................................................................................................33
E. PATOFISIOLOGI...................................................................................................34
F. KLASIFIKASI.........................................................................................................35
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG............................................................................35
H. PENATALAKSANAAN.........................................................................................36
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN.............................................................................36
J. PATHWAY..............................................................................................................37
BAB III TINJAUAN KASUS...................................................................................38
1. IDENTITAS DIRI.....................................................................................................38
2. STATUS KESEHATAN SAAT INI.........................................................................38
3. RIWAYAT KESEHATAN TERDAHULU..............................................................38
4. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA.................................................................38
5. Pengkajian STATUS FUNGSIONAL DENGAN PEMERIKSAAN INDEX KATZ 38

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian Lansia
Menurut WHO lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk
yang berumur 60 tahun atau lebih. Lansia dapat juga diartikan sebagai
menurunnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan
mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas (Darmojo, 2015). Menua atau menjadi tua adalah
suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua
merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu
tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah memenuhi 3 tahap
kehidupan, yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2006).

B. Batasan Lansia
Batasan lanjut usia berdasarkan beberapa sumber:
1. WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :
a. Usia lanjut (erderly) antara usia 60-74 tahun.
b. Usia tua (old) antara 75-90 tahun.
c. Usia sangat tua (very old) adalah usia >90 tahun.
2. Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi
menjadi 3 kategori, yaitu :
a. Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun.
b. Usia lanjut yaitu usia 60 tahun keatas.
c. Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun keatas atau usia 60
tahun keatas dengan masalah kesehatan.
C. Ciri-Ciri Lansia
Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
1. Lansia merupakan periode kemunduran.

5
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan
faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang
rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses
kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi
yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama
terjadi.
2. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak
menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang
kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan
pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi
ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain
sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
3. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai
mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada
lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas
dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan
sosial di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak
memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.
4. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan
yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula.
Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan
untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno,
kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan,
cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.

6
D. Perkembangan Lansia
Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan
manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir
kehidupan. Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.
Semua orang akan mengalami proses menjadi tua (tahap penuaan). Masa
tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini
seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi
sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi (tahap
penurunan). Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk
hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan
kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan
perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-
paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan kemampuan regeneratif
yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma
dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain. Untuk
menjelaskan penurunan pada tahap ini, terdapat berbagai perbedaan teori,
namun para ahli pada umumnya sepakat bahwa proses ini lebih banyak
ditemukan pada faktor genetik.

E. Permasalahan Lansia Di Indonesia


Jumlah lansia di Indonesia tahun 2014 mencapai 18 juta jiwa dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 41 juta jiwa di tahun 2035 serta
lebih dari 80 juta jiwa di tahun 2050. Tahun 2050, satu dari empat
penduduk Indonesia adalah penduduk lansia dan lebih mudah menemukan
penduduk lansia dibandingkan bayi atau balita.
Sedangkan sebaran penduduk lansia pada tahun 2010, Lansia yang
tinggal di perkotaan sebesar 12.380.321 (9,58%) dan yang tinggal di
perdesaan sebesar 15.612.232 (9,97%). Terdapat perbedaan yang cukup
besar antara lansia yang tinggal di perkotaan dan di perdesaan. Perkiraan

7
tahun 2020 jumlah lansia tetap mengalami kenaikan yaitu sebesar
28.822.879 (11,34%), dengan sebaran lansia yang tinggal di perkotaan
lebih besar yaitu sebanyak 15.714.952 (11,20%) dibandingkan dengan
yang tinggal di perdesaan yaitu sebesar 13.107.927 (11,51%).
Kecenderungan meningkatnya lansia yang tinggal di perkotaan ini dapat
disebabkan bahwa tidak banyak perbedaan antara rural dan urban.
Kebijakan pemerintah terhadap kesejahteraan lansia menurut UU
Kesejahteraan Lanjut Usia (UU No 13/1998) pasa 1 ayat 1: Kesejahteraan
adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial baik material maupun
spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman
lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk
mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial yang
sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung
tinggi hak dan kewajiban asasi manusia sesuai dengan Pancasila. Pada
ayat 2 disebutkan, Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia
60 (enam puluh) tahun keatas. Dan mereka dibagi kepada dua kategori
yaitu lanjut usia potential (ayat 3) dan lanjut usia tidak potensial (ayat 4).
Lanjut Usia Potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau
jasa. Sedangkan Lanjut Usia Tidak Potensial adalah lanjut usia yang tidak
berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan
orang lain. Bagi Lanjut Usia Tidak potensial (ayat 7) pemerintah dan
masyarakat mengupayakan perlindungan sosial sebagai kemudahan
pelayanan agar lansia dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup yang
wajar. Selanjutnya pada ayat 9 disebutkan bahwa pemeliharaan taraf
kesejahteraan sosial adalah upaya perlindungan dan pelayanan yang
bersifat terus-menerus agar lanjut usia dapat mewujudkan dan menikmati
taraf hidup yang wajar.
Lanjut usia mengalami masalah kesehatan. Masalah ini berawal dari
kemunduran selsel tubuh, sehingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun

8
serta faktor resiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah kesehatan
yang sering dialami lanjut usia adalah malnutrisi, gangguan
keseimbangan, kebingungan mendadak, dan lain-lain. Selain itu, beberapa
penyakit yang sering terjadi pada lanjut usia antara lain hipertensi,
gangguan pendengaran dan penglihatan, demensia, osteoporosis, dsb.
Data Susenas tahun 2012 menjelaskan bahwa angka kesakitan pada
lansia tahun 2012 di perkotaan adalah 24,77% artinya dari setiap 100
orang lansia di daerah perkotaan 24 orang mengalami sakit. Di pedesaan
didapatkan 28,62% artinya setiap 100 orang lansia di pedesaan, 28 orang
mengalami sakit.

Tabel Sepuluh Penyakit Terbanyak Pada Lansia Tahun 2013

Prevalensi Menurut Kelompok Umur


N Jenis Penyakit
o 55-64 th 65-74 th 75 th +

1 Hipertensi 45,9 57 63,8


2 Artritis 45 51 54,8
3 Stroke 33 46 67
Peny. Paru Obstruksi
4 5,6 8,6 9,4
Kronis
5 DM 5,5 4,8 3,5
6 Kanker 3,2 3,9 5
7 Peny. Jantung Koroner 2,8 3,6 3,2
8 Batu ginjal 1,3 1,2 1,1
9 Gagal jantung 0,7 0,9 1,1
1
Gagal ginjal 0,5 0,5 0,6
0

Sumber : Kemenkes RI, Riskesdas, 2013

Pendapat lain menjelaskan bahwa lansia mengalami perubahan dalam


kehidupannya sehingga menimbulkan beberapa masalah. Permasalahan
tersebut diantaranya yaitu :

9
1. Masalah fisik
Masalahyang hadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai melemah,
sering terjadi radang persendian ketika melakukan aktivitas yang
cukup berat, indra pengelihatan yang mulai kabur, indra pendengaran
yang mulai berkurang serta daya tahan tubuh yang menurun, sehingga
seringsakit.
2. Masalah kognitif ( intelektual )
Masalah yang hadapi lansia terkait dengan perkembangan kognitif,
adalah melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit
untuk bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar.
3. Masalah emosional
Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional,
adalah rasa ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga
tingkat perhatian lansia kepada keluarga menjadi sangat besar. Selain
itu, lansia sering marah apabila ada sesuatu yang kurang sesuai dengan
kehendak pribadi dan sering stres akibat masalah ekonomi yang
kurang terpenuhi.
4. Masalah spiritual
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual,
adalah kesulitan untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang
mulai menurun, merasa kurang tenang ketika mengetahui anggota
keluarganya belum mengerjakan ibadah, dan merasa gelisah ketika
menemui permasalahan hidup yang cukup serius.
F. Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari :
1. Pra lansia yaitu seorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2. Lansia yaitu seorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3. Lansia resiko tinggi yaitu seorang yang berusia 60 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan.

10
4. Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
5. Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari
nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

11
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,


progresif cepat, berupa defisit neurologis fokal, dan/atau global, yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan
semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik
(Mansjoer dkk, 2010).

Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh


berhentinya suplai darah kebagian obat. (Smeltzer & Bare 2002). Stroke atau
penyakit serebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi
akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri
otak (Price & Wilson, 2006).

Stroke atau penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa


kelainan otak baik secara fumgsional maupun struktural yang di sebabkan
oleh keadaan patologis dari pembulu darah serebral atau dari seluruh sistem
bembulu darah otak ( Doenges, 2000 ). Menurut Corwin (2009) ada dua
klasifikasi umum cedera vascular serebral (stroke) yaitu iskemik dan
hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri
yang lama kebagian otak. Stroke Hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam
otak.
Jadi stroke hemoragik adalah suatu keadaan kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh perdarahan dalam otak sehingga mengakibatkan
seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.

12
B. ETIOLOGI
Menurut Muttaqin (2008) perdarahan intracranial atau intraserebri
meliputi perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak
sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi.
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam
parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergesaran, dan
pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak,
jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin
herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi:
 Aneurisma (dilatasi pembuluh darah) berry, biasanya defek congenital
 Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis
 Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.
 Malformasi arteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena
 Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan
dan degenerasi pembuluh darah.
Adapun penyebab stroke hemoragik sangat beragam menurut Ropper
et al (2005), yaitu:
 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
 Ruptur kantung aneurisma
 Ruptur malformasi arteri dan vena
 Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
 Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan
fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan,
hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
 Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
 Septik embolisme, myotik aneurisma.
 Penyakit inflamasi pada arteri dan vena

13
 Amiloidosis arteri
 Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri
vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.
Faktor- faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke
hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut (Sotirius, 2000):
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar 30%
dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang 65 ke
atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55
tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini berlaku
untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko perdarahan,
atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya, risiko stroke pada
tingkat hipertensi sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia
menjadi kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa diobati, faktor
risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum usia
65.
Riwayat Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara kembar
keluarga monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki dizigotik
yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913
penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan
kejadian stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat
stroke, dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang mengalami
stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya berperan dalam kematian stroke
antara populasi Kaukasia kelas menengah atas di California.
Diabetes Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
mellitus meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga tiga
kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat
mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia serebral melalui

14
percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri
koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal pada mikrosirkulasi
serebral.
Penyakit Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari
jantung dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi
jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner :
Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular aterosklerotik
dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena miocard infarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar 17
kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti prolaps
katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma
septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke, meskipun
risiko untuk stroke secara umum, dan tidak untuk stroke khusus dalam
distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi, menunjukkan bahwa
merokok jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk segala usia
dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah batang
rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi risiko, dengan
resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa lima tahun setelah
penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit
hematocrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah dari isi

15
sel darah merah; plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan
peranan penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala
umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur.
Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh kurang umum, dan dapat
mengikuti disfungsi trombosit akibat trombositosis. Perdarahan
Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke trombotik.
tingkat Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat, seperti antitrombin III
fibrinogen dan kekurangan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena
dan kelainan thrombotic.
system
pembekuan
Hemoglobinop Sickle-cell disease :
athy Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik, intraserebral dan
perdarahan subaraknoid, vena sinus dan trombosis vena kortikal.
Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria :
Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral
Penyalahgunaa Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk methamphetamines,
n obat norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah
vaskulitis nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial
menyebar, atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan
subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan
kokain.
Hiperlipidemia  Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang jelas.
Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk
aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun.
Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia.

16
Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau perdarahan
subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan
infark lakunar.
Kontrasepsi Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada
oral wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini,
tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat
pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat
koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang produksi protein liver, atau
jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid dikaitkan
dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda. Mekanisme
dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada darah
tekanan, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah merah.
Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan
perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas telah
secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh adanya
hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30% di atas rata-rata
kontributor independen ke-atherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit
pembuluh Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
darah perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Sifilis
meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan
infark.
Homosistinemi Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko stroke di
a atau usia muda adalah 10-16%.

17
homosistinuria
Migrain Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain.
Suku bangsa Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak proporsional
dari kelompok lain.
Lokasi Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, stroke merupakan
geografis penyebab kematian ketiga paling sering, setelah penyakit jantung dan
kanker. Paling sering, stroke disebabkan oleh perubahan aterosklerotik
bukan oleh perdarahan. Kekecualian adalah pada setengah perempuan
berkulit hitam, di puncak pendarahan yang daftar. Di Jepang, stroke
hemorragik adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa, dan
perdarahan lebih umum dari aterosklerosis.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan siang
faktor musim hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan diurnal fungsi
platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke. Hubungan antara
variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah didalihkan. Peningkatan
dalam arahan untuk infark otak diamati di Iowa. Suhu lingkungan rata-rata
menunjukkan korelasi negatif dengan kejadian cerebral infark di Jepang.
Variasi suhu musiman telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi
cerebral infark dalam usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif,
dan pada orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.

C. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti:
1. Pengaruh terhadap status mental:
a. Tidak sadar : 30% - 40%.
b. Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
a. Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%).
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%).
c. Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)

18
3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
a. hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-
80%).
b. inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana
yang terkena.
4. Daerah arteri serebri posterior
a. Nyeri spontan pada kepala.
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
a. Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak.
b. Hemiplegia alternans atau tetraplegia.
c. Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan
menelan, emosi labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat
berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
a. Hemiparese sebelah kiri tubuh
b. Penilaian buruk
c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai
kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan

2. Stroke hemisfer kiri


a. Mengalami hemiparese kanan
b. Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d. Disfagia global
e. Afasia
f. Mudah frustasi
D. KOMPLIKASI

19
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang
paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edema serebri
sering mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal
juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari
hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis
dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan
mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke
dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri
adalah penyebab utama dari disabilitas permanen (Denise, 2010).
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan
lokasi serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang
rendah berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang
lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari
volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga
sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang
menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat
mortilitas yang tinggi (Denise, 2010).

E. PATOFISIOLOGI
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya
kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel
terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri
menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar
kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia.
Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di
sekitarnya (Silbernagl, 2007).

20
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan
penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+
ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan
penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel.
Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat
kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+ (Silbernagl, 2007).
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan
penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang
mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah
dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di
tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang
terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut
(Silbernagl, 2007).
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi
menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit
sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan
postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia,
gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia,
dan hemineglect (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan
defisit sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan
kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke
korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri
anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbic (Silbernagl,
2007).
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia
kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu,
akan terjadi kehilangan memori (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di
daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid

21
anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna
(hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan
pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan
menyebabkan defisit sensorik (Silbernagl, 2007).
F. KLASIFIKASI

Secara umum, terdapat tiga jenis stroke, yakni transient ischemic


attack (TIA), stroke iskemik, dan stroke hemoragik. Di antara ketiga
klasifikasi ini, stroke iskemik termasuk tipe stroke yang paling sering terjadi,
yaaitu sekitar 87% dari keseluruhan kasus.

a. Stroke iskemik terjadi ketika gumpalan darah menyumbat aliran darah


yang menuju otak.
b. Stroke hemoragik terjadi ketika pembuluh darah otak pecah dan darah
akan keluar ke jaringan di sekitarnya.
c. Transient ischemic attack (TIA) disebabkan oleh penyumbatan pembuluh
darah di otak, yang bersifat sementara.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah : CT scan atau MRI


untuk mengetahui seberapa besar kerusakan jaringan pada otak, serta
angiografi otak untuk mengetahui perkembangan perdarahan yang terjadi.
Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan mengambil cairan dari area otak dan
tulang belakang.

H. PENATALAKSANAAN
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), penatalaksanaan stroke dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :
1. Phase Akut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi
dan sirkulasi.

22
b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian
ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik/emobolik.
c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang
2. Post phase akut
a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
b. Program fisiotherapi
c. Penanganan masalah psikososia

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan mobilisasi fisik b.d kerusakan neurovaskuler
b. Defisit perawatan diri b.d kelemahan.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d aliran darah ke otak
terhambat.

J. PATHWAY

23
24
BAB III
TINJAUAN KASUS
1. IDENTITAS DIRI

Nama : Ny. Maria Iyuangshi

Umur : 60 tahun

Alamat : JL. Cirebon no 52

Pendidikan : SMA

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku : Betawi

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Tanggal masuk Panti : 16 November 2020

Tanggal Pengkajian : 17 Maret 2021

2. STATUS KESEHATAN SAAT INI


Pasien mengatakan tidak ada keluhan saat ini
3. RIWAYAT KESEHATAN TERDAHULU
Riwayat kesehatan terdahulu meliputi kolesterol, asam urat, darah tinggi,
stroke, dm.
4. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Pasien mengatakan tidak ada riwayat kesehatan pada keluarga
5. Pengkajian STATUS FUNGSIONAL DENGAN PEMERIKSAAN INDEX KATZ

SKOR KRITERIA
A Kemandirian dalam hal makan, minum, berpindah, ke kamar kecil,
berpakaian dan mandi.
B Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari fungsi

25
tersebut.
C Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan satu fungsi
tambahan.
D Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian dan
satu fungsi tambahan.
E Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan.
F Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali berpakaian, ke
kamar kecil, dan satu fungsi tambahan.
G Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan satu fungsi
tambahan.
Lain-lain Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat diklasifikasikan
sebagai C, D, E atau F

Pengkajian Status Kognitif

Benar Salah No Pertanyaan


 Tanggal berapa hari ini?
 Hari apa sekarang?
 Apa nama tempat ini?
 Dimana alamat anda?
 Berapa umur anda?
 Kapan anda lahir?
 Siapa presiden indonesia sekarang?
 Siapa nama presiden indonesia sebelumnya?
 Siapa nama ibu anda?
 Kurang 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap
angka baru,semua secara menurun
Total 0

Kesalahan 0 - 2 : Fungsi Intelektual Utuh


Kesalahan 3 - 4 : Kerusakan Intelektual Ringan
Kesalahan 5 – 7 : Kerusakan Intelektual Sedang
Kesalahan 8 – 10 : Kerusakan Intelektual Berat.

26
6. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
TB – BB : 162 cm/59 kg
Tanda vital
Tekanan darah : 128/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Suhu : 36,2oC
Respirasi : 22x/menit
Kepala- rambut : Bentuk kepala bulat, warna rambut hitam agak
keputihan atau beruban
Mata : Simetris
Hidung : Cuping hidung kempas kempis dan tidak ada pupil
Telinga : Simetris tidak ada serumen
Mulut : Mukosa mulut kering, Gigi atas asli ada 1 yang
berlubang, gigi bawah memakai gigi palsu.
Leher : Normal, tidak ada benjolan kelenjar tiroid
Dada
I : Simetris
P : Simetris antara kanan dan kiri
P : Terdengar bunyi normal (sonor)
A : Terdengar suara vesikuler
Abdomen
I : Simetris
P : Tidak terdapat pembesaran hepar
P : Terdengar bunyi tympani
A : bising usus 22x/menit
Genital : Tidak gatal dan tidak ada lesi
Ekstremitas atas : Lengan kanan skor kekuatan otot 0
Lengan kiri skor kekuatan otot 5

27
Ekstremitas bawah : Kaki sebelah kanan memiliki skor kekuatan otot 0
Kaki sebelah kiri memiliki skor kekuatan otot 5

Nilai Kekuatan Otot

Respon Skor
Tidak dapat sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total 0
Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada 1
persendian yang harus digerakkan oleh otot tersebut
Didapatkan gerakan, tapi gerakan tidak mampu melawan gaya berat 2
(gravitasi)
Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat 3
Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit 4
tahanan yang diberikan
Tidak ada kelumpuhan (normal) 5

7. ANALISA DATA

No Data Diagnosa Keperawatan


1 DS : Pasien mengatakan lengan dan kaki Gangguan mobilisasi fisik b.d
kanannya masih mengalami kelemahan kerusakan neurovaskuler
DO :
a. Pasien nampak kesulitan dalam
merubah posisi
b. Kekuatan otot dextra 0
Pasien nampak kesusahan melakukan
aktivitas sendiri.
2 DS : Defisit perawatan diri b.d
a. a. Pasien mengatakan hanya sekali kelemahan.
melakukan mandi.
g. b. Pasien mengatakan seluruh
kebutuhannya ingin dilakukan sendiri

28
walaupun dengan kondisi yang kurang.
DO : Makan dan minum, toileting,
mobilisasi di TT, berpakaian, berpindah
dan ambulasi bisa melakukan sendiri
3 DS : Pasien mengatakan stroke pada Ketidakefektifan perfusi jaringan
ekstermitas dextra atas dan bawah. serebral b.d aliran darah ke otak
DO : terhambat.
a. TD : 128/80 mmHg
b. Kelemahan ekstremitas dextra
Kekuatan otot dextra 0
c. Riwayat Hipertensi tidak terkontrol.

8. INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx keperawatan Tujuan Umum Tujuan Khusus Rencana Keperawatan


Gangguan Setelah dilakukan Pasien mampu  Monitor ubah posisi
mobilisasi fisik tindakan keperawatan melakukan gerakan setiap 2 jam.
b.d kerusakan selama 3x24 jam kecil-kecil.  Motivasi pasien
neurovaskuler diharapkan pasien untuk melakukan

29
dapat melakukan latihan gerak
latihan gerak. semampunya.
 Anjurkan pasien
untuk menggerakan
ekstermitas bagian
kanan dengan hati-
hati.
Defisit Setelah dilakukan Pasien terlihat  Monitor kemampuan
perawatan diri tindakan keperawatan lebih nyaman dan klien untuk
b.d kelemahan. selama 3x24 jam rileks. perawatan diri yang
diharapkan kebutuhan mandiri.
mandiri klien  Monitor kebutuhan
terpenuhi dengan klien untuk alat-alat
kriteria hasil : bantu untuk
 Pasien terhindar kebersihan diri,
dari bau badan. berpakaian, toileting,
 Pasien terlihat dan makan.
nyaman.
Ketidakefektifan Setelah dilakukan Pasien mampu  Monitor tanda-tanda
perfusi jaringan tindakan keperawatan bersikap tenang vital.
serebral b.d selama 3x24 jam dan rileks.  Posisikan kepala
aliran darah ke diharapkan gangguan lebih tinggi 15-30o.
otak terhambat perfusi jaringan  Terapi pharmakologi
serebral bisa (Vitamin B-
berkurang dengan Compleks).
kriteria hasil.  Kaji fungsi tubuh.
Menampakan tidak
adanya kekambuhan.
Kesadaran : cm
KU : Baik

30
TD : 128/80 mmHg
Nadi : 78x/menit

9. IMPLEMENTASI

Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi Paraf


18-03-2021 DX 1 S:
(14.00-20.00)  Monitoring  Klien
ubah posisi mengatakan
setiap 2 jam. susah untuk
 Memotivasi berjalan.
pasien untuk  Klien
melakukan mengatakan
latihan gerak sering
semampunya. kesemutan pada
 Menganjurkan tangan kanan
pasien untuk nya.
menggerakan O : Klien tampak
ekstermitas susah untuk
bagian kanan berjalan.
dengan hati- Kekuatan otot
hati. ekstermitas atas 0.
A : Hambatan
mobilitas fisik.
P : Intervensi
dilanjutkan.

DX 2 S:Klien
 Monitor mengatakan mandi

31
kemampuan sehari 1x pada saat
klien untuk pukul 07.00
perawatan diri O : Klien tampak
yang mandiri. kurang bersih
 Monitor dalam hal mandi
kebutuhan klien atau merawat diri
untuk alat-alat A : Tidak ada
bantu untuk terapi obat
kebersihan diri, P : Intervensi
berpakaian, dilanjutkan
toileting, dan
makan.

DX 3 S:Klien
 Monitor tanda- mengatakan sudah
tanda vital. memposisikan
 Memposisikan kepalanya
kepala lebih senyaman nya.
tinggi 15-30o. O: Klien tampak

 Memberikan sudah

terapi obat memposisikan


vitamin B- kepalanya.
Compleks. TD : 128/80 mmHg
Nadi : 78x/menit.
A: Diberikan terapi
obar vitamin B-
Compleks.
P : Lanjutkan
intervensi.

32
19-03-2021 DX 1 S:
(14.00-20.00)  Monitoring  Klien
ubah posisi mengatakan
setiap 2 jam. susah untuk
 Memotivasi berjalan.
pasien untuk  Klien
melakukan mengatakan
latihan gerak masih
semampunya. merasakan
 Menganjurkan kesemutan pada
pasien untuk tangan kanan
menggerakan nya.
ekstermitas O : Pasien tampak
bagian kanan menahan
dengan hati- kesemutan
hati. dibagian
ekstermitas atas
A : Hambatan
mobilitas fisik.
P : Intervensi
dilanjutkan.

DX 2 S:Klien
 Monitor mengatakan baru
kemampuan mandi sekali pada
klien untuk waktu pagi.
perawatan diri O : Pasien tampak
yang mandiri. terlihat segar
 Monitor setelah mandi pagi.

33
kebutuhan klien A : Tidak ada
untuk alat-alat terapi obat.
bantu untuk P :Intervensi di
kebersihan diri, lanjutkan.
berpakaian,
toileting, dan
makan.

DX 3 S:Klien
 Monitor tanda- mengatakan sedikit
tanda vital. lebih nyaman.
 Memposisikan O : Klien tampak
kepala lebih lebih rileks
tinggi 15-30o. diposisikan seperti
 Memberikan itu.
terapi obat A: Diberikan terapi
vitamin B- obar vitamin B-
Compleks. Compleks.
P: Masalah teratasi
sebagian.

23-03-2021 DX 1 S:
(14.00-20.00)  Monitoring  Klien
ubah posisi mengatakan
setiap 2 jam. susah untuk
 Memotivasi berjalan.
pasien untuk  Klien
melakukan mengatakan
latihan gerak masih

34
semampunya. merasakan
 Menganjurkan kesemutan pada
pasien untuk tangan kanan
menggerakan nya.
ekstermitas O : Pasien tampak
bagian kanan memijat-mijat
dengan hati- ekstermitas atas
hati. dan bawah agar
kesemutan nya
berkurang
A : Hambatan
mobilitas fisik.
P : Masalah belum
teratasi, intervensi
dilanjutkan oleh
paramedis di grha.

DX 2 S : Klien
 Monitor mengatakan baru
kemampuan mandi sekali di jam
klien untuk 06.00.
perawatan diri O : Pasien terlihat
yang mandiri. lebih segar.
 Monitor A : Tidak ada
kebutuhan klien terapi obat.
untuk alat-alat P : Masalah belum
bantu untuk teratasi, intervensi
kebersihan diri, dilanjutkan oleh
berpakaian, paramedis di

35
toileting, dan dinsos.
makan.

DX 3 S : Pasien
 Monitor tanda- mengatakan sudah
tanda vital. nyaman dengan
 Memposisikan posisi kepala yang
kepala lebih sekarang.
tinggi 15-30o. O : Pasien tampak
 Memberikan sudah terbiasa
terapi obat dengan posisi
vitamin B- seperti itu.
Compleks. A : Tidak ada
terapi obat.
P :Masalah teratasi.

BAB IV
PEMBAHASAN

1. Pengkajian

Asuhan Keperawatan pada Ny.M selama 3x24 jam mulai tanggal 17


Maret 2021 sampai dengan 23 Maret 2021 di Dinas Sosial Kota Tangerang.
Data yang ditemukan pada Ny.M mengeluh sering kesemutan,dan sulit
berjalan, kekuatan otot 0.

2. Perencanaan

Dalam perencanaan penuh melihat dan menyesuaikan dengan fasilitas


yang tersedia di Dinas Sosial Kota Tangerang. Hal ini dilakukan agar tindakan
yang dilakukan dapat membantu mengatasi masalah yang dihadapi Ny.M.

36
Untuk mengatasi hal tersebut maka penulis merencanakan sesuai dengan teori
sesuai dengan masalah yang ditemukan pada pasien.

3. Implemantasi

Dalam tahap implementasi penulis berorientasi pada rencana tindakan


keperawatan yang telah dibuat. Tindakan tersebut diharapkan dapat membantu
dan mengatasi masalah yang dialami pasien.

4. Evaluasi

Setelah menyelesaikan tindakan asuhan keperawatan pada pasien,


maka penulis menyimpulkan bahwa masalah yang dialami pasien belum
teratasi.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Setelah melakukan pengkajian terhadap pasien Ny.M, penulis
memperoleh data yang mengarah pada masalah Ny.M yaitu penyakit
Stroke Hemoragik.
2. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien Ny.M adalah sebagai
berikut.
a. Gangguan mobilisasi fisik b.d kerusakan neurovaskuler.

37
b. Defisit perawatan diri b.d kelemahan.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d aliran darah ke otak
terhambat.
3. Dalam menyusun rencana keperawatan penulis menggunakan format
yaitu pengumpulan data, masalah dimana perencanaan yang diberikan
yang diberikan mencangkup semua kriteria dalam penerapan perencanaan
keperawatan sesuai masalah keperawatan yang dialami pasien.
4. Evaluasi keperawatn.
5. Evaluasi dari hasil asuhan keperawatanyang dilaksanakan selama 3x24
jam, dari ke 3 diagnosa keperawatan, ke tiga diagnosa keperawatan dapat
teratasi semua.
6. Pendokumentasi
7. Pendokumentasian telah dilaksanakan sesuai dengan kronologis waktu
dan kriteria dalam format asuhan keperawatan yang terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan dan pada tahap evaluasi penulis menggunakan
metode SOAP : S : Subjektif, O : Obyek Data, A : Analisa, P : Planning.
Pendokumentasian dengan metode SOAP dilakukan setelah melakukan
tindakan keperawatan dengan mencantumkan tanggal, jam, nama, dan
tanda tangan.
B. Saran
1. Dalam melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien yang bermasalah
berat sebaliknya diperlukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
laboratorium.
2. Dalam melakukan asuhan keperawatan dilakukan secara cermat dan
teliti.

38
DAFTAR PUSTAKA

Https://id.scribd.com/doc/267170417/LP-STROKE

Https://eprints.umpo.ac.id/5044/3/BAB/202.pdf

Tugas Kampus

39

Anda mungkin juga menyukai