Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN


SINDROM NEFROTIK RESISTEN STEROID

O
L
E
H

NAMA : NOVA SAHARA, S.Kep


NIM : 2007901039
INSTITUSI : STIKes MUHAMMADIYAH LHOKSEUMAWE
RUANG : THURSINA 1

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MUHAMMADIYAH LHOKSEUMAWE
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

SINDROM NEFROTIK RESISTEN STEROID

A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Sindrom Nefrotik (SN) adalah sindrom klinis akibat perubahan
selektifitas permeabilitas dinding kapiler glomerulus sehingga protein
dapat keluar melalui urine (Nilawati, 2012). Sindrom Nefrotik (SN)
adalah sekumpulan manifestasi klinis yang terdiri dari proteinuria
massif (≥40 mg/m²LPB/jam atau >50 mg/kgBB/24 jam),
hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 g/dl), udem, dan
hiperkolesterolemia >200 mg/dL (Trihono dkk, 2012).
Ada beberapa macam pembagian klasifikasi pada Sindrom
Nefrotik. Menurut berbagai penelitian, respon tehadap pengobatan
steroid lebih sering dijumpai untuk menentukan prognosis
dibandingkan gambaran patologi anatomi. Berdasarkan hal tersebut,
saat ini klasifikasi SN lebih sering didasarkan pada respon klinik,
yaitu: Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid (SNSS) dan Sindrom
Nefrotik Resisten Steroid (SNRS). Sindrom Nefrotik Resisten Steroid
(SNRS) sendiri merupakan Sindrom Nefrotik yang apabila dengan
pemberian hormon dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu tidak
mengalami remisi.

2. BATASAN
Berikut ini adalah beberapa batasan yang dipakai pada Sindrom
Nefrotik menurut Trihono dkk (2012)
1) Remisi
Apabila proteinuari hormon atau trace (proteinuria < 40
mg/m2LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam satu minggu, maka
disebut remisi
2) Relaps
Apabila proteinuria ≥ 2 + (>40 mg/m2LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urine sewaktu > 2 mg/mg) 3 hari
berturut-turut dalam satu minggu, maka disebut relaps.
3) Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid
Sindrom Nefrotik yang apabila dengan pemberian hormon
dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu mengalami remisi.
4) Sindrom Nefrotik Resisten Steroid
Sindrom Nefrotik yang apabila dengan pemberian hormon
dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu tidak mengalami
remisi.
5) Sindrom Nefrotik relaps panjang
Sindrom Nefrotik yang mengalami relaps < 2 kali dalam 6
bulan sejak respons awal atau < 4 kali dalam 1 tahun.
6) Sindrom Nefrotik relaps sering
Sindrom Nefrotik yang mengalami relaps ≥ 2 kali dalam 6
bulan sejak respons awal atau ≥4 kali dalam 1 tahun
7) Sindrom Nefrotik dependen steroid
Sindrom Nefrotik yang mengalami relaps dalam 14 hari setelah
dosis hormon diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh atau
dihentikan dan terjadi 2 kali berturut-turut.

3. ETIOLOGI
Penyebab penyakit Sindrom Nefrotik yang pasti belum
diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit
autoimun. Jadi menurut Nurarif dkk, (2013) merupakan suatu
reaksi antigen-Antibodi. Umumnya etiologinya dibagi menjadi :
1) Sindrom Nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi
maternofetal. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus.
Sindrom Nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan
ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis
buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya.
2) Sindrom Nefrotik sekunder
Disebabkan oleh:
a) Malaria kuartana atau parasit lain
b) Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata,
purpura Anafilaktoid.
c) Glumerulonefritis akut atau glumerulonefritis kronis.
d) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin,
garam emas, sengatan lebah, racun, air raksa.
3) Sindrom Nefrotik idiopatik (belum diketahui penyebabnya)
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal
dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron,
Sindrom Nefrotik idiopatik dapat dibagi dalam 4 golongan
yaitu: kelainan minimal, nefropati membranosa,
glumerulonefritis proliferatif dan glomerulosklerosis fokal
segmental.

4. MANIFESTASI KLINIS
Pada umumnya Sindrom Nefrotik mengenai pasien berumur
kurang dari 6 tahun pada waktu onset pertama kalinya. Gejala yang
timbul influenza-like syndrome, pembengkakan periorbita dan
oligouria atau anuria. Selama beberapa hari, udem akan bertambah
jelas pada seluruh tubuh (anasarka). Adanya distensi abdomen
dapat disebabkan oleh asites. Ketidaknyamanan pada perut, nyeri
pada perut yang menetap perlu dipikirkan adanya peritonitis
bakteri sebagai komplikasi yang mengancam nyawa. Adanya
riwayat batuk dan sesak napas dapat diindikasikan adanya efusi
pleura (Trihono dkk, 2012).
Gejala sistemik seperti demam, penurunan berat badan,
berkeringat pada malam hari, poliuri, polidipsi, rambut rontok,
ulkus pada mulut, rash, nyeri abdomen, nyeri sendi yang mengarah
kepada penyakit sistemik seperti Lupus Eritematosus Sistemik,
Henoch-schonlein purpura atau diabetes mellitus yang juga
menyebabkan Sindrom Nefrotik perlu ditanyakan pada pasien.
Riwayat pengobatan NSAID, penisilamin juga menyebabkan
Sindrom Nefrotik. Pada anamnesis perlu disingkirkan penyebab
lain udem seperti gagal hati kronis, gagal jantung, dan malnutrisi.

5. PATOFISIOLOGI
Sindrom Nefrotik menurut Linda (2017) adalah keadaan klinis
yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus. Peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma menimbulkan
proteinuria, hypoalbumin, hyperlipidemia dan edema. Hilangnya
protein dari rongga vaskuler meyebabkan penurunan tekanan
osmotik plasma dan peningkatan tekanan hidrostatik, yang
menyebabkan terjadinya akumulasi cairan dalam rongga intestisial
dan rongga abdomen. Penurunan volume cairan vaskuler
menstimulasi system renin angiotensin yang megakibatkan
diekskresikannya hormon antidiuretik dan aldosteron. Reabsorpsi
tubular terhadp natrium (Na) dan air mengalami peningkatan dan
akibatnya menambah volume intravaskuler. Retensi cairan
mengarah pada peningkatan edema koagulasi dan thrombosis vena
dapat terjadi karena penurunan volume vasskuler yang
mengakibatkan hemokonsentrasi dan hilangnya urin dari koagulasi
protein. Kehilangan immunoglobulin pada urin dapat mengarah
pada peningkatan kerentanan terhadap infeksi.
pP
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang Sindrom Nefrotik menurut Linda
(2017) sebagai berikut :
1) Uji Urin
a) Urinalisis : Proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2
g/m2/hari), bentuk hialin dan granular, hematuruia
b) Uji dipstick urin : Hasil positif untuk protein dan darah
c) Berat jenis urin : Meningkat palsu karena proteinuria
d) Osmolalitas urin : Meningkat
2) Uji darah
a) Kadar albumin serum : Menurun (kurang dari 2 g/dl)
b) Kadar kolestrol serum : Meningkat (dapat mecapai 450
sampai 1000 mg/dl)
c) Kadar trigliserid serum : Meningkat
d) Kadar hemoglobin dan hematokrit : Meningkat
e) Hitung trombosit : Meningkat (mencapai 500.000 sampai
1.000.000/ul)
f) Kadar elektrolit serum : Bervariasi sesuai dengan keadaan
penyakit perorangan.
3) Uji diagnostik
Biopsy ginjal (tidak dilakukan secara rutin)

7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering menyertai penderita SN menurut
Kharisma, (2017) Antara lain:
a) Gangguan fungsi ginjal
b) Infeksi sekunder
Terjadi akibat kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
c) Syok
Terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1gm/100ml).
d) Komplikasi lain yang bisa timbul adalah malnutrisi

8. PENATALAKSANAAN
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali sebaiknya
dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat
pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit, penaggulangan edema,
memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua. Menurut
Trihono dkk, (2012) Sebelum pengobatan steroid dimulai,
dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan berikut:
1) Pengukuran berat badan, tinggi badan, dan pengukuran tekanan
darah.
2) Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit
sistemik, seperti lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-
Schonlein.
3) Setiap infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi
steroid dimulai.
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila
terdapat edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi
muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak
perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan
kemampuan pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah.
Selain itu penatalaksanaan dari Sindrom Nefrotik sendiri
diantaranya:
a) Diit
Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan
kontraindikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk
mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan
menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah
protein akan terjadi Malnutrisi Energi Protein (MEP) dan
menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Jadi cukup
diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA
(Recommended Daily AllowAnces) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit
rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak
menderita edema.
b) Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat.
Biasanya diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-3
mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton
(antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4
mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan
kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari
1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan
natrium darah.
Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter),
biasanya terjadi karena hipovolemia atau hipoalbuminemia
berat (1g/dL), dapat diberikan infusan albumin 20-25% dengan
dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari
jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid
intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi
biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-
pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi
dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat
diberikan selang sehari untuk memberi kesempatan pergeseran
cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian
berat sehingga mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi
asites berulang.
c) Pengobatan dengan kortikosteroid
Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan
awal, kecuali bila ada kontraindikasi. Jenis steroid yang biasa
diberikan adalah prednison atau prednisolon.
d) Tirah baring
Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang
menimbulkan keadaan tidak berdaya dan selama infeksi yang
interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan tirah baring
selama diuresis jika terdapat kehilangan berat badan yang
cepat.
e) Perawatan mata.
Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata
dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus
diswab dengan air hangat.
f) Penatalaksanaan krisis hipovolemik.
Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga
muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus
plasma intravena, monitor nadi dan tekanan darah.
g) Dukungan bagi orang tua dan anak.
Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan
penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal
yang penting. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua
sehingga mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini.
Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena
mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumah sakit.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Sindroma Nefrotik
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus Sindroma Nefrotik meliputi:

1) Identitas, seperti :nama, tempat tanggal lahir/umur, berat badan lahir,


panjang badan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak, jenis
kelamin, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang tua.
2) Keluhan Utama
• Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya orang tua anak mengeluhkan sembab pada beberapa bagian
tubuh anak seperti pada wajah, mata, tungkai serta bagian genitalia.
Orang tua anak biasanya juga mengeluhkan anaknya mudah demam dan
daya tahan tubuh anaknya terbilang rendah.

• Riwayat Kesehatan Dahulu


Perlu ditanyakan pada orangtua berat badan anak dahulu untuk menilai
adanya peningkatan berat badan. Perlu dikaji riwayat keluarga dengan
sindroma nefrotik seperti adakah saudara- saudaranya yang memiliki
riwayat penyakit ginjal dan riwayat tumbuh kembang anak yang
terganggu, apakah anak pernah mengalami diare atau sesak napas
sebelumnya, serta adanya penurunan volume haluaran urine.

• Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Perlu dikaji adanya penyakit pada ibu saat masa kehamilan adakah
menderita penyakit lupus eritematosus sistemik atau kencing manis,
konsumsi obat-obatan maupun jamu tradisional yang diminum serta
kebiasaan merokok dan minum alkohol selama hamil.

• Riwayat Pertumbuhan
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena
keletihan akibat lambung yang mengalami tekanan oleh cairan intrastisial
dan memberikan persepsi kenyang pada anak.

• Riwayat Psikososial dan Perkembangan


Penurunan nilai cardiac output dapat mengakibatkan penurunan perfusi
darah ke otak. Hal ini dapat berdampak pada ketidakseimbangan perfusi
jaringan cerebral pada anak. Sehingga anak perlu mendapatkan stimulasi
tumbuh kembang dengan baik.

3) Pemeriksaan Fisik
• Tekanan Darah: Pada masa anak-anak tekanan darah sistole normal 80
sampai 100 mmHg dan nilai diastole normal 60 mmHg. Anak dengan
hipovolemik akan mengalami hipotensi, maka akan ditemukan tekanan
darah kurang dari nilai normal atau dapat ditemukan anak dengan
hipertensi apabila kolesterol anak meningkat.
• Nadi: berdasarkan usia, frekuensi nadi anak usia 2-6 tahun 105x/ menit,
frekuensi nadi anak usia 6-10 tahun 95x/menit, frekuensi nadi anak usia
10-14 tahun 85x/menit dan frekuensi nadi anak usia 14-18 tahun
82x/menit.
• Pernapasan: frekuensi napas anak usia 2-6 tahun 21- 30x/menit, anak 6
sampai 10 tahun 20-26x/menit dan anak usia 10-14 tahun 18-22x/menit.
• Postur
BB Ideal: bagi anak usia 2-12 tahun dengan cara 2n (umur dalam tahun)
+ 8. Perlu ditanyakan kepada orangtua, BB anak sebelum sakit untuk
menentukan adanya peningkatan BB pada anak dengan sindroma
nefrotik. Edema pada anak juga dapat ditandai dengan peningkatan Berat
Badan >30%.

• Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, normalnya Jugularis
Vein Distention (JVD) terletak 2 cm diatas angulus ternalis pada posisi

450, pada anak dengan hipovolemik akan ditemukan JVD datar pada
posisi supinasi, namun pada anak dengan hipervolemik akan ditemukan

JVD melebar sampai ke angulus mandibularis pada posisi anak 450.

• Mata
Biasanya pada pasien dengan Sindroma Nefrotik mengalami edema pada
periorbital yang akan muncul pada pagi hari setelah bangun tidur atau
konjunctiva terlihat kering pada anak dengan hipovolemik.

• Hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan, namun
anak dengan Sindroma Nefrotik biasanya akan memiliki pola napas yang
tidak teratur sehingga akan ditemukan pernapasan cuping hidung.

• Mulut
Terkadang dapat ditemukan sianosis pada bibir anak akibat
penurunan saturasi oksigen. Selain itu dapat ditemukan pula bibir kering
serta pecah-pecah pada anak dengan hipovolemik .

• Kardiovaskuler
a. Inspeksi, biasanya tampak retraksi dinding dada akibat pola napas
yang tidak teratur
b. Palpasi, biasanya terjadi peningkatan atau penurunan denyut jantung
c. Perkusi, biasanya tidak ditemukan masalah
d. Auskultasi, biasanya auskultasi akan terdengar ronki serta penurunan
bunyi napas pada lobus bagian bawah
Bila dilakukan EKG, maka akan ditemukan aritmia, pendataran
gelombang T, penurunan segmen ST, pelebaran QRS, serta
peningkatan interval PR.

• Paru-Paru
a. Inspeksi, biasanya tidak ditemukan kelainan
b. Palpasi, biasanya dapat ditemukan pergerakan fremitus tidak simetris
bila anak mengalami dispnea
c. Perkusi, biasanya ditemukan sonor
d. Auskultasi, biasanya tidak ditemukan bunyi napas tambahan. Namun,
frekuensi napas lebih dari normal akibat tekanan abdomen kerongga
dada.
 Abdomen
1. Inspeksi, biasanya kulit abdomen terlihat tegang dan mengkilat bila
anak asites
2. Palpasi, biasanya teraba adanya distensi abdomen dan bila diukur
lingkar perut anak akan terjadi abnormalitas ukuran
3. Perkusi, biasanya tidak ada kelainan
4. Auskultasi, pada anak dengan asites akan dijumpai shifting dullness
 Kulit
Biasanya, pada anak Sindroma Nefrotik yang mengalami diare akan
tampak pucat serta keringat berlebihan, ditemukan kulit anak tegang
akibat edema dan berdampak pada risiko kerusakan integritas kulit.

 Ekstremitas
Biasanya anak akan mengalami edema sampai ketungkai bila edema
anasarka atau hanya edema lokal pada ektremitas saja. Selain itu dapat
ditemukan CRT > 2 detik akibat dehidrasi.

 Genitalia
Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema pada skrotum dan
pada anak perempuan akan mengalami edema pada labia mayora.

4) Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Urine
a. Urinalisis
a) Proteinuria, dapat ditemukan sejumlah protein dalam urine lebih

dari 2 gr/m2/hari.
b) Ditemukan bentuk hialin dan granular.
c) Terkadang pasien mengalami hematuri.
b. Uji Dipstick urine, hasil positif bila ditemukan protein dan darah.
c. Berat jenis urine akan meningkat palsu karena adanya proteinuria
( normalnya 50-1.400 mOsm).
d. Osmolaritas urine akan meningkat.

2. Uji Darah
a. Kadar albumin serum akan menurun, dengan hasil kurang dari 2 gr/dl
(normalnya 3,5-5,5 gr/dl).
b. Kadar kolesterol serum akan meningkat, dapat mencapai 450-1000
mg/dl (normalnya <200 mg/dl).
c. Kadar hemoglobin dan hematokrit akan meningkat atau mengalami
hemokonsentrasi ( normalnya Ht pada laki-laki 44-52% dan pada
Perempuan 39-47% ).
d. Kadar trombosit akan meningkat, mencapai 500.000- 1.000.000/ µl
(normalnya 150.000-400.000/µl).
e. Kadar elektrolit serum bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit

perorangan (normalnya K+ 3,5-5,0 mEq/L, Na+ 135-145 mEq/L,


Kalsium 4-5,5 mEq/L, Klorida 98-106 mEq/L ).

3. Uji Diagnostik
Biopsi ginjal dapat dilakukan hanya untuk mengindikasikan status
glomerular, jenis sindrom nefrotik, respon terhadap penatalaksanaan
medis dan melihat proses perjalanan penyakit. (Betz & Sowden, 2009).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri Akut
2) Kelebihan Volume Cairan
3) Gangguan Eleminasi Urine
3. Intervensi
N
DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC
O

1 Nyeri Akut  Perilaku pengendalian nyeri efektif Manajemen nyeri


 Tingkat Nyeri terkontrol
berhubungan dengan : penyebab  Tingkat kenyamanan terpenuhi  Kaji tingkat nyeri yang komprehensif : lokasi,
cedera durasi, karakteristik, frekuensi. intensitas,
factor pencetus sesuai dengan usia dan tingkat
Biologis: Setelah dilakukan asuban keperawatan perkembangan
x 24 jam :  Monitor skala nyeri dan observasi tanda non
 Infeksi, inflarnasi verbal dari ketidaknyamanan
 Gigitan binatang  Melaporkan gejala nyeri terkontrol  Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum
Fisik  Melaporkan kenyamanan fisik dan menjadi berat
psikologis  Kelola nyeri pasca operasi dengan pemberian
 Trauma ………… analgesik tiap 4 jam, dan monitor keefektifan
 Mengenali faktor yang menyebabkan
 Cedera ………. nyeri tindakan mengontrol nyeri
 Luka bakar / paparan panas  Melaporkan nyeri terkontrol (skala  Kontrol faktor lingkungan yaag mempengaruhi
 Operasi nyeri: <4) respon klien terhadap ketidaknyamanan : suhu
 Kontraksi uterus yang kuat  Tidak menunjukkan respon non ruangan, cahaya, kegaduhan.
Psikologis verbaladanya nyeri  Ajarkan tehnik non farmakologiskepada klien
 Menggunakan terapi analgetik dan dan keluarga : relaksasi, distraksi, terapi musik,
 Takut terapi bermain,terapi aktivitas, akupresur,
non analgetik
 Cemas kompres panas/ dingin, masase. Imajinas
 Tanda vital dalatn rentang yang
Kimia terbimbing(guidedimagery),hipnosis
diharapkan
Nadi : (hipnoterapy) dan pengaturan posisi.
 Terpapar bahan kimia  Informasikan kepada klien tentang prosedur
Umur 4th: 100xmenit
yang dapat meningkatkan nyeri : misal klien
Umur 10-14th:85-90x/mnt.
cemas, kurang tidur, posisi tidak rileks.
Data Subyektif Laki-laki dewasa :60-70x/mnt  Ajarkan pada klien dan keluarga tentang
Prempuan dewasa:70-85x/mnt penggunaan analgetik dan efek sampingnya
Klien mengungkapkan : TD:  Kolaborasi medis untuk pemberian analgetik,
Umur> 10th: 90/60 mmHg fisioterapis/ akupungturis.
 Nyeri secara verbal / nonverbal Umur 10-30 th:110/75 mmHg
Umur 30-40 th: 125/85 mmHg
Data Obyektif Umur 40-60 th: 140/90 mmHg
Umur > 60 th : 150/90 mmHg
 Perubahan respon otonom: dianoresis, RR :
perubahan
TD: …., RR:……,Nadi…. Anak : 22 x / menit
 Tingkah laku ekspresif : gelisah,
merintih, menangis, nafas panjang Dewasa: 16-20x/menit
 Tingkah laku berhati hati: gerakan
melindungi,posisimengurangi nyeri
 P-Penyebab ………….
 Q- Type nyeri………..
 R-Regio: …………….
 S –Skala……………..
 T- Time………………

2 Kelebihan volume cairan  Pengendalian cairan tubuh yang Manajemen Cairan


berhubungan dengan : berlebih terkontrol
 Keseimbangan cairan adekuat  Monitor TTV & hemodinamik tiap
 Asupan cairan yang berlebihan  Keseimbangan elektrolit dan asam  jam
hiperglikemia basa adekuat  Monitor intake & output yang akurat dalam 24
 Asupan Natrium yang berlebihan  Fungsi ginjai efektif jam
 Disfungsi ginjal, gagal jantung  Observasi adanya odem, efusi pleura, asites,
peningkatan BB, sesak nafas, dispnoe,
Setelah dilakukan asuhan orthopnoe
 Data subyektif klien mengatakan : keperawatan ......x 24 jam.  Pantau hasil lab yang yang relevan terhadap
Mengeluh sesak nafas, sakit bila retensi cairan : perubahan elektrolit,
menarik nafas peningkatan BJ urine, peningkatan BUN,
 Mengeluh haus penurunan Hct
 Intake lebih banyak dari pada output  Tidak ada odema , peningkatan BB  Ajarkan pada klien dan keluarga tentang
 Peningkatan BB yang cepat ,efusi pleura , dan asites. pembatasan intake cairan
 Intake dan out put seimbang  Kolaborasi untuk konseling nutrisi.
 Sesak nafas, dispnea, orthopnea  Kolaborasi pemberian 02, cairan, terapi
Data Obyektif teratasi/berkurang diuretik, EKG, pemeriksaan Lab. yang spesifik,
 Terbebas dari distensi vena dan tindakan HD/Peritonial dialisis sesuai
 Perubahan TD:........mm Hg jugularis. indikasi.
 Oedem  Output jantung dan vital sign
 Oliguria, Azotemia dalam batas normal.
 Perubahan status mental : Gelisah,  Terbebas dari kelelahan kecemasan, Monitoring Cairan
cemas kebingungan.
 Perubahan pola respirasi: Dyspnea,  Hasil pemeriksaan Lab.kearah  Kaji edema ekstremitas , gangguan sirkulasi,
nafas dangkal perbaikan : dan integritas kulit
 Orthopnea ………………………..  Monitor kenaikan BB, lingkar perut
 Suara abnormal : Rales, Crakles  ………………………..  Monitor indikasi kelebihan / retensi cairan:
 Effusi pleura ronchi, peningkatan CVP, oedem, distensi JVP,
 Distensi vena jugularis dan asites.
 Penurunan Hb............Hct:.......  Monitor TD orthostatik, dan
 Elektrolite:...........  perubahan irama jantung.
 …………………….  Kolaborasi untuk pemasangan DC
 …………………….  Ajarkan klien dan keluarga untuk
memperhatikan penyebab, cara mengatasi
edema , pembatasan diit dosis dan efek
samping pemberian obat.

3 Gangguan eliminasi urine  Kontinensia /pengendalian urine Bladder Training


adekuat
berhubungan dengan :  Eliminasi urine terkontrol  Kaji kemampuan klien untuk menahan Bak.
 Lakukan rangsangan untuk Bak dengan
 Infeksi saluran kemih kompres hangat dingin
 Obstruksi saluran kemih  Ajarkan pada klien untuk meningkatkan
 Kerusakan sensorik motor& : stroke, Setelah dilakukan asuhan keperawatan interval jadwal bak (1 jam menjadi 2 jan dan
HNP, trauma, fraktur lumbal selama ……..x 24 jam : selanjutnya bertahap).
 …………………………………  Ajarkan tehnik kegel exercise.
 Kolaborasi dengan tim medis : pemberial
terapi, pemasangan DC, pemeriksaan
Data Subyektif  Klien mampu ke toilet secara mandiri penunjang
.
klien mengatakan :  Tidak adanya infeksi di saluran
kencing. Manajemen eleminasi urine
 Tidak dapat menahan untuk berkemih  Berkemih lebih dari 150cc setiap kali
 Sering berkemih Bak.  Monitor eliminasi urine: meliputi: frekwensi
 berkemih saat tidur (ngompol)  Eliminasi urine tidak terganggu :  konsistensi, bau, volume dan warna urine.
 Merasa ragu untuk berkemih bau, jumlah , warna urine dalam  Ambil spesimen urine pancar tcngah, untul
 Nyeri saat berkemih rentang yang diharapkan, tidak ada urinalisis.
hematuri, disuria; nokturia  Ajarkan pada klien/keluarga: tentang tanda dan
 ………………………. gejala infeksi saluran kemih, dat libatkan
Data Obyektif  ………………………, keluarga untuk mencatat haluaral urine.
 Anjurkan klien untuk minum sebanyak 200 cc
 Nokturia setelah makan., dan batasi menjelang tidur bila
 Retensi urine ada riwayat ngompol.
 Disuria  Kolaborasi ke tim medis jika ada gejala dan
 Inkontinensia urine tanda infeksi.
 Jumlah Urine:………cc  …………………………
 Warna Urine: …………
4. Implementasi
Implemetasi adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan
keperawatan yang telah ditetapkan perawat untuk pasien. Implementasi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu
juga dibutuhkan keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang
dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu
memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi,
dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan
bagaimana respon dari pasien.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam
perencanaan. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh
mana tujuan tercapai:
1. Berhasil : perilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan perilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku
yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA

Betz & Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri, edisi 5. Jakarta : EGC
Kharisma, Y. 2017. Tinjauan Umum Penyakit Sindrom Nefrotik. Karya Tulis
Ilmiah, Universitas Islam Bandung

Nilawati, GAP. 2012. Profil Sindrom Nefrotik Pada Ruang Perawatan Anak
RSUP Sanglah Denpasar. Sari pediatri, 14(4), 269-272 .

Nurarif, Amin H & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan


berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta : EGC

Trihono PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. 2012. Konsesus tata laksana
sindrom nefrotik idiopatik pada Anak , Unit Kerja Koordinasi Nefrologi
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : Badan penerbit IDAI

Anda mungkin juga menyukai