O
L
E
H
A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Sindrom Nefrotik (SN) adalah sindrom klinis akibat perubahan
selektifitas permeabilitas dinding kapiler glomerulus sehingga protein
dapat keluar melalui urine (Nilawati, 2012). Sindrom Nefrotik (SN)
adalah sekumpulan manifestasi klinis yang terdiri dari proteinuria
massif (≥40 mg/m²LPB/jam atau >50 mg/kgBB/24 jam),
hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 g/dl), udem, dan
hiperkolesterolemia >200 mg/dL (Trihono dkk, 2012).
Ada beberapa macam pembagian klasifikasi pada Sindrom
Nefrotik. Menurut berbagai penelitian, respon tehadap pengobatan
steroid lebih sering dijumpai untuk menentukan prognosis
dibandingkan gambaran patologi anatomi. Berdasarkan hal tersebut,
saat ini klasifikasi SN lebih sering didasarkan pada respon klinik,
yaitu: Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid (SNSS) dan Sindrom
Nefrotik Resisten Steroid (SNRS). Sindrom Nefrotik Resisten Steroid
(SNRS) sendiri merupakan Sindrom Nefrotik yang apabila dengan
pemberian hormon dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu tidak
mengalami remisi.
2. BATASAN
Berikut ini adalah beberapa batasan yang dipakai pada Sindrom
Nefrotik menurut Trihono dkk (2012)
1) Remisi
Apabila proteinuari hormon atau trace (proteinuria < 40
mg/m2LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam satu minggu, maka
disebut remisi
2) Relaps
Apabila proteinuria ≥ 2 + (>40 mg/m2LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urine sewaktu > 2 mg/mg) 3 hari
berturut-turut dalam satu minggu, maka disebut relaps.
3) Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid
Sindrom Nefrotik yang apabila dengan pemberian hormon
dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu mengalami remisi.
4) Sindrom Nefrotik Resisten Steroid
Sindrom Nefrotik yang apabila dengan pemberian hormon
dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu tidak mengalami
remisi.
5) Sindrom Nefrotik relaps panjang
Sindrom Nefrotik yang mengalami relaps < 2 kali dalam 6
bulan sejak respons awal atau < 4 kali dalam 1 tahun.
6) Sindrom Nefrotik relaps sering
Sindrom Nefrotik yang mengalami relaps ≥ 2 kali dalam 6
bulan sejak respons awal atau ≥4 kali dalam 1 tahun
7) Sindrom Nefrotik dependen steroid
Sindrom Nefrotik yang mengalami relaps dalam 14 hari setelah
dosis hormon diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh atau
dihentikan dan terjadi 2 kali berturut-turut.
3. ETIOLOGI
Penyebab penyakit Sindrom Nefrotik yang pasti belum
diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit
autoimun. Jadi menurut Nurarif dkk, (2013) merupakan suatu
reaksi antigen-Antibodi. Umumnya etiologinya dibagi menjadi :
1) Sindrom Nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi
maternofetal. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus.
Sindrom Nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan
ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis
buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya.
2) Sindrom Nefrotik sekunder
Disebabkan oleh:
a) Malaria kuartana atau parasit lain
b) Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata,
purpura Anafilaktoid.
c) Glumerulonefritis akut atau glumerulonefritis kronis.
d) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin,
garam emas, sengatan lebah, racun, air raksa.
3) Sindrom Nefrotik idiopatik (belum diketahui penyebabnya)
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal
dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron,
Sindrom Nefrotik idiopatik dapat dibagi dalam 4 golongan
yaitu: kelainan minimal, nefropati membranosa,
glumerulonefritis proliferatif dan glomerulosklerosis fokal
segmental.
4. MANIFESTASI KLINIS
Pada umumnya Sindrom Nefrotik mengenai pasien berumur
kurang dari 6 tahun pada waktu onset pertama kalinya. Gejala yang
timbul influenza-like syndrome, pembengkakan periorbita dan
oligouria atau anuria. Selama beberapa hari, udem akan bertambah
jelas pada seluruh tubuh (anasarka). Adanya distensi abdomen
dapat disebabkan oleh asites. Ketidaknyamanan pada perut, nyeri
pada perut yang menetap perlu dipikirkan adanya peritonitis
bakteri sebagai komplikasi yang mengancam nyawa. Adanya
riwayat batuk dan sesak napas dapat diindikasikan adanya efusi
pleura (Trihono dkk, 2012).
Gejala sistemik seperti demam, penurunan berat badan,
berkeringat pada malam hari, poliuri, polidipsi, rambut rontok,
ulkus pada mulut, rash, nyeri abdomen, nyeri sendi yang mengarah
kepada penyakit sistemik seperti Lupus Eritematosus Sistemik,
Henoch-schonlein purpura atau diabetes mellitus yang juga
menyebabkan Sindrom Nefrotik perlu ditanyakan pada pasien.
Riwayat pengobatan NSAID, penisilamin juga menyebabkan
Sindrom Nefrotik. Pada anamnesis perlu disingkirkan penyebab
lain udem seperti gagal hati kronis, gagal jantung, dan malnutrisi.
5. PATOFISIOLOGI
Sindrom Nefrotik menurut Linda (2017) adalah keadaan klinis
yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus. Peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma menimbulkan
proteinuria, hypoalbumin, hyperlipidemia dan edema. Hilangnya
protein dari rongga vaskuler meyebabkan penurunan tekanan
osmotik plasma dan peningkatan tekanan hidrostatik, yang
menyebabkan terjadinya akumulasi cairan dalam rongga intestisial
dan rongga abdomen. Penurunan volume cairan vaskuler
menstimulasi system renin angiotensin yang megakibatkan
diekskresikannya hormon antidiuretik dan aldosteron. Reabsorpsi
tubular terhadp natrium (Na) dan air mengalami peningkatan dan
akibatnya menambah volume intravaskuler. Retensi cairan
mengarah pada peningkatan edema koagulasi dan thrombosis vena
dapat terjadi karena penurunan volume vasskuler yang
mengakibatkan hemokonsentrasi dan hilangnya urin dari koagulasi
protein. Kehilangan immunoglobulin pada urin dapat mengarah
pada peningkatan kerentanan terhadap infeksi.
pP
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang Sindrom Nefrotik menurut Linda
(2017) sebagai berikut :
1) Uji Urin
a) Urinalisis : Proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2
g/m2/hari), bentuk hialin dan granular, hematuruia
b) Uji dipstick urin : Hasil positif untuk protein dan darah
c) Berat jenis urin : Meningkat palsu karena proteinuria
d) Osmolalitas urin : Meningkat
2) Uji darah
a) Kadar albumin serum : Menurun (kurang dari 2 g/dl)
b) Kadar kolestrol serum : Meningkat (dapat mecapai 450
sampai 1000 mg/dl)
c) Kadar trigliserid serum : Meningkat
d) Kadar hemoglobin dan hematokrit : Meningkat
e) Hitung trombosit : Meningkat (mencapai 500.000 sampai
1.000.000/ul)
f) Kadar elektrolit serum : Bervariasi sesuai dengan keadaan
penyakit perorangan.
3) Uji diagnostik
Biopsy ginjal (tidak dilakukan secara rutin)
7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering menyertai penderita SN menurut
Kharisma, (2017) Antara lain:
a) Gangguan fungsi ginjal
b) Infeksi sekunder
Terjadi akibat kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
c) Syok
Terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1gm/100ml).
d) Komplikasi lain yang bisa timbul adalah malnutrisi
8. PENATALAKSANAAN
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali sebaiknya
dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat
pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit, penaggulangan edema,
memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua. Menurut
Trihono dkk, (2012) Sebelum pengobatan steroid dimulai,
dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan berikut:
1) Pengukuran berat badan, tinggi badan, dan pengukuran tekanan
darah.
2) Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit
sistemik, seperti lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-
Schonlein.
3) Setiap infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi
steroid dimulai.
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila
terdapat edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi
muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak
perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan
kemampuan pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah.
Selain itu penatalaksanaan dari Sindrom Nefrotik sendiri
diantaranya:
a) Diit
Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan
kontraindikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk
mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan
menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah
protein akan terjadi Malnutrisi Energi Protein (MEP) dan
menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Jadi cukup
diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA
(Recommended Daily AllowAnces) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit
rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak
menderita edema.
b) Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat.
Biasanya diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-3
mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton
(antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4
mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan
kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari
1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan
natrium darah.
Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter),
biasanya terjadi karena hipovolemia atau hipoalbuminemia
berat (1g/dL), dapat diberikan infusan albumin 20-25% dengan
dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari
jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid
intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi
biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-
pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi
dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat
diberikan selang sehari untuk memberi kesempatan pergeseran
cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian
berat sehingga mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi
asites berulang.
c) Pengobatan dengan kortikosteroid
Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan
awal, kecuali bila ada kontraindikasi. Jenis steroid yang biasa
diberikan adalah prednison atau prednisolon.
d) Tirah baring
Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang
menimbulkan keadaan tidak berdaya dan selama infeksi yang
interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan tirah baring
selama diuresis jika terdapat kehilangan berat badan yang
cepat.
e) Perawatan mata.
Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata
dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus
diswab dengan air hangat.
f) Penatalaksanaan krisis hipovolemik.
Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga
muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus
plasma intravena, monitor nadi dan tekanan darah.
g) Dukungan bagi orang tua dan anak.
Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan
penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal
yang penting. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua
sehingga mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini.
Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena
mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumah sakit.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Sindroma Nefrotik
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus Sindroma Nefrotik meliputi:
• Riwayat Pertumbuhan
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena
keletihan akibat lambung yang mengalami tekanan oleh cairan intrastisial
dan memberikan persepsi kenyang pada anak.
3) Pemeriksaan Fisik
• Tekanan Darah: Pada masa anak-anak tekanan darah sistole normal 80
sampai 100 mmHg dan nilai diastole normal 60 mmHg. Anak dengan
hipovolemik akan mengalami hipotensi, maka akan ditemukan tekanan
darah kurang dari nilai normal atau dapat ditemukan anak dengan
hipertensi apabila kolesterol anak meningkat.
• Nadi: berdasarkan usia, frekuensi nadi anak usia 2-6 tahun 105x/ menit,
frekuensi nadi anak usia 6-10 tahun 95x/menit, frekuensi nadi anak usia
10-14 tahun 85x/menit dan frekuensi nadi anak usia 14-18 tahun
82x/menit.
• Pernapasan: frekuensi napas anak usia 2-6 tahun 21- 30x/menit, anak 6
sampai 10 tahun 20-26x/menit dan anak usia 10-14 tahun 18-22x/menit.
• Postur
BB Ideal: bagi anak usia 2-12 tahun dengan cara 2n (umur dalam tahun)
+ 8. Perlu ditanyakan kepada orangtua, BB anak sebelum sakit untuk
menentukan adanya peningkatan BB pada anak dengan sindroma
nefrotik. Edema pada anak juga dapat ditandai dengan peningkatan Berat
Badan >30%.
• Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, normalnya Jugularis
Vein Distention (JVD) terletak 2 cm diatas angulus ternalis pada posisi
450, pada anak dengan hipovolemik akan ditemukan JVD datar pada
posisi supinasi, namun pada anak dengan hipervolemik akan ditemukan
• Mata
Biasanya pada pasien dengan Sindroma Nefrotik mengalami edema pada
periorbital yang akan muncul pada pagi hari setelah bangun tidur atau
konjunctiva terlihat kering pada anak dengan hipovolemik.
• Hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan, namun
anak dengan Sindroma Nefrotik biasanya akan memiliki pola napas yang
tidak teratur sehingga akan ditemukan pernapasan cuping hidung.
• Mulut
Terkadang dapat ditemukan sianosis pada bibir anak akibat
penurunan saturasi oksigen. Selain itu dapat ditemukan pula bibir kering
serta pecah-pecah pada anak dengan hipovolemik .
• Kardiovaskuler
a. Inspeksi, biasanya tampak retraksi dinding dada akibat pola napas
yang tidak teratur
b. Palpasi, biasanya terjadi peningkatan atau penurunan denyut jantung
c. Perkusi, biasanya tidak ditemukan masalah
d. Auskultasi, biasanya auskultasi akan terdengar ronki serta penurunan
bunyi napas pada lobus bagian bawah
Bila dilakukan EKG, maka akan ditemukan aritmia, pendataran
gelombang T, penurunan segmen ST, pelebaran QRS, serta
peningkatan interval PR.
• Paru-Paru
a. Inspeksi, biasanya tidak ditemukan kelainan
b. Palpasi, biasanya dapat ditemukan pergerakan fremitus tidak simetris
bila anak mengalami dispnea
c. Perkusi, biasanya ditemukan sonor
d. Auskultasi, biasanya tidak ditemukan bunyi napas tambahan. Namun,
frekuensi napas lebih dari normal akibat tekanan abdomen kerongga
dada.
Abdomen
1. Inspeksi, biasanya kulit abdomen terlihat tegang dan mengkilat bila
anak asites
2. Palpasi, biasanya teraba adanya distensi abdomen dan bila diukur
lingkar perut anak akan terjadi abnormalitas ukuran
3. Perkusi, biasanya tidak ada kelainan
4. Auskultasi, pada anak dengan asites akan dijumpai shifting dullness
Kulit
Biasanya, pada anak Sindroma Nefrotik yang mengalami diare akan
tampak pucat serta keringat berlebihan, ditemukan kulit anak tegang
akibat edema dan berdampak pada risiko kerusakan integritas kulit.
Ekstremitas
Biasanya anak akan mengalami edema sampai ketungkai bila edema
anasarka atau hanya edema lokal pada ektremitas saja. Selain itu dapat
ditemukan CRT > 2 detik akibat dehidrasi.
Genitalia
Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema pada skrotum dan
pada anak perempuan akan mengalami edema pada labia mayora.
4) Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Urine
a. Urinalisis
a) Proteinuria, dapat ditemukan sejumlah protein dalam urine lebih
dari 2 gr/m2/hari.
b) Ditemukan bentuk hialin dan granular.
c) Terkadang pasien mengalami hematuri.
b. Uji Dipstick urine, hasil positif bila ditemukan protein dan darah.
c. Berat jenis urine akan meningkat palsu karena adanya proteinuria
( normalnya 50-1.400 mOsm).
d. Osmolaritas urine akan meningkat.
2. Uji Darah
a. Kadar albumin serum akan menurun, dengan hasil kurang dari 2 gr/dl
(normalnya 3,5-5,5 gr/dl).
b. Kadar kolesterol serum akan meningkat, dapat mencapai 450-1000
mg/dl (normalnya <200 mg/dl).
c. Kadar hemoglobin dan hematokrit akan meningkat atau mengalami
hemokonsentrasi ( normalnya Ht pada laki-laki 44-52% dan pada
Perempuan 39-47% ).
d. Kadar trombosit akan meningkat, mencapai 500.000- 1.000.000/ µl
(normalnya 150.000-400.000/µl).
e. Kadar elektrolit serum bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit
3. Uji Diagnostik
Biopsi ginjal dapat dilakukan hanya untuk mengindikasikan status
glomerular, jenis sindrom nefrotik, respon terhadap penatalaksanaan
medis dan melihat proses perjalanan penyakit. (Betz & Sowden, 2009).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri Akut
2) Kelebihan Volume Cairan
3) Gangguan Eleminasi Urine
3. Intervensi
N
DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC
O
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam
perencanaan. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh
mana tujuan tercapai:
1. Berhasil : perilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan perilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku
yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Betz & Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri, edisi 5. Jakarta : EGC
Kharisma, Y. 2017. Tinjauan Umum Penyakit Sindrom Nefrotik. Karya Tulis
Ilmiah, Universitas Islam Bandung
Nilawati, GAP. 2012. Profil Sindrom Nefrotik Pada Ruang Perawatan Anak
RSUP Sanglah Denpasar. Sari pediatri, 14(4), 269-272 .
Trihono PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. 2012. Konsesus tata laksana
sindrom nefrotik idiopatik pada Anak , Unit Kerja Koordinasi Nefrologi
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : Badan penerbit IDAI