PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen.
Penyebab perforasi gastrointestinal adalah : ulkus peptik, inflamasi divertikulum
kolon sigmoid, kerusakan akibat trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn,
kolitis ulserasi, dan tumor ganas di sistem gastrointestinal. Perforasi paling sering
adalah akibat ulkus peptik lambung dan duodenum. Perforasi dapat terjadi di
rongga abdomen (perforatio libera) atau adesi kantung buatan (perforatio tecta).5
Pada tahun 1799 gejala klinik ulkus perforasi dikenali untuk pertama kali,
meskipun baru pada tahun 1892, Ludwig Hensner, seorang Jerman, pertama kali
melakukan tindakan bedah pada ulkus peptik lambung. Pada tahun 1894, Henry
Percy Dean melakukan tindakan bedah pada ulkus perforasi usus kecil duodenum.
Gastrektomi parsial, meskipun sudah dilaksanakan untuk ulkus gaster perforasi
dari awal 1892, tidak menjadi terapi populer sampai tahun 1940. Hal ini karena
dirasakan adanya rekurensi yang tinggi dari gejala-gejala setelah perbaikan
sederhana. Efek fisiologis vagotomi trunkal pada sekresi asam telah diketahui
sejak awal abad 19, dan pendekatan ini diperkenalkan sebagai terapi ulkus
duodenum pada tahun 1940.5
Perkembangan selanjutnya terapi ulkus peptik adalah diperkenalkannya
vagotomi selektif tinggi pada akhir 1960. Namun, tidak ada satupun pencapaian
ini yang terbukti berhasil, dan beberapa komplikasi postoperatif, termasuk angka
rekurensi ulkus yang tinggi, telah membatasi penggunaan teknik-teknik ini. Akhirakhir ini, pada pasien dengan perforasi gaster, penutupan sederhana lebih umum
dikerjakan daripada reseksi gaster.5
Perforasi terjadi apabila isi dari kantung masuk ke dalam kavum abdomen,
sehingga menyebabkan terjadinya peritonitis. Contohnya seperti pada kasus
perforasi gaster atau perforasi duodenum.5
Selain itu, 10 15 % pasien yang didiagnosa divertikulitis akut akan
berkembang menjadi perforasi. Pasien biasanya akan datang ke tempat perawatan
1
dengan gejala peritonitis umum. Kadar mortalitas secara relatifnya tinggi yaitu
hampir 20 40 %. Kebanyakkan disebabkan oleh komplikasi seperti syok septik
kegagalan multi organ.6
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah berdasarkan masalah yang telah diuraikan di atas, maka
karya tulis ilmiah ini dirumuskan berdasarkan Perforasi gaster dan tingkat
keberhasilan dalam terapinya.
1.1 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan tinjauan pustaka ini diharapkan mahasiswa dapat
mengerti, memahami dan menjelaskan mengenai Tingkat keberhasilan operasi
pada perforasi gaster.
1.1.2
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami anatomi dan
2.
3.
4.
5.
6.
histology gaster
Mahasiswa mampu memahami fisiologi tentang gaster
Mahasiswa mampu mengetahui definisi perforasi gaster
Mahasiswa mampu memahami cara mendiagnosa perforasi gaster
Mahasiswa mampu memahami terapi perforasi gaster
Mahasiswa mampu memahami tingkat keberhasilan terapi
pembedahan pada perforasi gaster
1.2.1
1.2.2
Bagi Pembaca
Karya tulis ini semoga bisa memberikan manfaat bagi semua pihak dalam
meningkatkan pemahaman dan wawasan mengenai perforasi gaster dan tingkat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi
Fungsi lambung:
1) Fungsi motorik
Fungsi menampung
Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi
sedikit dicerna dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan
peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi
reseptif otot polos; diperantarai oleh nervus vagus dan dirangsang
oleh gastrin
Fungsi mencampur
Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan
mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang
mengelilingi lambung. Konstraksi peristaltik diatur oleh suatu
10
11
2.2.
Perforasi Gaster
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen.
12
Perforasi paling sering adalah akibat ulkus peptik lambung dan duodenum.
Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen (perforatio libera) atau adesi
kantung buatan (perforatio tecta).
Pada anak-anak cedera yang mengenai usus halus akibat dari trauma
tumpul perut sangat jarang dengan insidensinya 1-7 %. Sejak 30 tahun yang
lalu perforasi pada ulkus peptikum merupakan penyebab yang tersering.
Perforasi ulkus duodenum insidensinya 2-3 kali lebih banyak daripada
perforasi ulkus gaster. Hampir 1/3 dari perforasi lambung disebabkan oleh
keganasan pada lambung. Sekitar 10-15% penderita dengan divertikulitis akut
dapat berkembang menjadi perforasi bebas. Pada pasien yang lebih tua
appendicitis acut mempunyai angka kematian sebanyak 35 % dan angka
kesakitan 50 %. Faktor-faktor utama yang berperan terhadap angka kesakitan
dan kematian pada pasien-pasien tersebut adalah kondisi medis yang berat
yang menyertai appedndicitis tersebut.
2.2.1. Etiologi
Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut (contoh:
13
membaik.
Penyakit inflamasi usus : perforasi usus dapat muncul pada paien dengan
colitis ulceratif akut, dan perforasi ileum terminal dapat muncul pada
limphoma
Radiotherapi dari keganasan cervik dan keganasan intra abdominal lainnya
dapat berhubungan dengan komplikasi lanjut, termasuk obstruksi usus dan
perforasi usus.
Benda asing ( misalnya tusuk gigi atau jarum pentul) dapat menyebabkan
perforasi oesophagus, gaster, atau usus kecil dengan infeksi intra abdomen,
peritonitis, dan sepsis.
2.2.2. Patofisologi
Secara fisiologis, gaster relatif bebas dari bakteri dan mikroorganisme
lainnya karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang
yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster yang normal dan
tidak berada pada resiko kontaminasi bakteri yang mengikuti perforasi gaster.
Bagaimana pun juga mereka yang memiliki maslah gaster sebelumnya berada
pada resiko kontaminasi peritoneal pada perforasi gaster. Kebocoran asam
lambung kedalam rongga peritoneum sering menimbulkan peritonitis kimia.
Bila kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mengenai rongga
peritoneum, peritonitis kimia akan diperparah oleh perkembangan yang
bertahap dari peritonitis bakterial. Pasien dapat asimptomatik untuk beberapa
jam antara peritonitis kimia awal dan peritonitis bakterial lanjut.
14
15
pengenceran zat asam yang merangsang itu akan mengurangi keluhan untuk
sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.4
Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans
muskuler. Pekak hati bisa hilang karena adanya udara bebas di bawah
diafragma. Peristaltis usus menurun sampai menghilang akibat kelumpuhan
sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakteria, suhu badan penderita
akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi, dan penderita tampak letargik
karena syok toksik. Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap
gerakan yang menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum.4
Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita bergerak, seperti berjalan,
bernapas, menggerakkan badan, batuk, dan mengejan. Nyeri objektif berupa
nyeri ketika digerakkan seperti pada saat palpasi, tekanan dilepaskan, colok
dubur, tes psoas, dan tes obturator.4
papan.
Palpasi dengan halus, perhatikan ada tidaknya massa atau nyeri tekan. Bila
ditemukan tachycardi, febris, dan nyeri tekan seluruh abdomen
mengindikasikan suatu peritonitis. rasa kembung dan konsistensi sperti
16
17
18
3. CTscan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk
mendeteksi udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti
gelembung dan saat pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh
karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi gaster.
Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar dapat
membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai
area hipodens dengan densitas negatif. Jendela untuk parenkim paru
adalah yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat CT scan dilakukan
dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan terutama berlokasi di
depan bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara bergerak jika
pasien setelah itu mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih
baik dalam mendeteksi kumpulan cairan di bursa omentalis dan
retroperitoneal. Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu
diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi dan efek radiasinya.
Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak
terlihat pada scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras
nonionik untuk membuktikan keraguan kita. Salah satu caranya adalah
dengan menggunakan udara melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum
scanning. Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut
secara oral minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu
untuk menunjukkan kontras tapi bukan udara. Komponen barium tidak
dapat diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat menyebabkan
pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa penulis
menyatakan bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.
19
2.2.6. Penatalaksanaan
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan
pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan.4
Jika gejala dan tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan
nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap
bakteri gram-negatif dan anaerob.
Tujuan dari terapi bedah adalah:
Koreksi masalah anatomi yang mendasari
Koreksi penyebab peritonitis
Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat
fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan,
sekresi lambung).
Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah
hampir selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomi explorasi dan penutupan
perforasi dan pencucian pada rongga peritoneum (evacuasimedis). Terapi
konservatif di indikasikan pada kasus pasien yang nontoxic dan secara klinis
keadaan umumnya stabil dan biasanya diberikan cairan intravena, antibiotik,
aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya.
Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan
saja setelah eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya,
tetapi tindakan ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia
lanjut, dan terdapat peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan
tindakan vagotomi dan antrektomi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.
20
Antibiotik
Antibiotik terbukti efektif dalam menurunkan kadar infeksi post operasi
dan dapat memperbaiki hasil akhir dari pasien dengan infeksi intra peritoneum
dan septikemia.8 Contoh antibiotik yang diberikan adalah seperti:
Metronidazol
Dosis dewasa yang diberikan adalah 7,5 mg per kilogram. (7,5 KG/BB). Biasa
diberikan sebelum operasi. merupakan sejenis obat kategori B dalam kehamilan
(pregnancy category B drug).8
Gentamisin
Sejenis antiobiotik aminoglikosida. Regimen dosis yang diberikan adalah
berbeda yaitu tergantung kepada klirens kreatinin dan perubahan distribusi
volume. Dapat diberikan secara intravena atau intra muskular. Pada dewasa, dosis
yang diberikan sebelum operasi adalah 2 mg/kg secara intravena. Merupakan obat
kategori C dalam kehamilan (pregnancy category C drug).8
Cefoprazone
Sefalosporin generasi ketiga yang menginhibisi sintesis dinding sel bakteri
dengan berikatan pada satu atau lebih penicillin-binding-protein. Dosis dewasa
adalah 2 4 d per hari. Juga merupakan sejenis obat kategori B dalam kehamilan
(pregnancy category B drug).8
TERAPI BEDAH
Tujuan utama terapi bedah pada kasus perforasi gaster adalah seperti berikut:
21
Preoperatif
Intraoperatif
Manajemen operasi tergantung kepada kausa daripada perforasi. Semua
materi nekrosis dan cairan yang terkontaminasi harus dibuang dan diteruskan
dengan lavase dengan antibiotic (tetrasiklin 1 mg/mL). Usus yang mengalami
distensi dikompres dengan nasogastric tube.10
Post operatif
Drainase nasogastric
22
Antibiotik
Tujuan pemberian antibiotik pada post operasi adalah untuk mencapai kadar
antibiotik pada tempat infeksi yang melebihi konsentrasi inhibisi minimum
pertumbuhan patogen. Pada infeksi intra abdomen, fungsi gastrointestinal sering
terhambat. Oleh kerana itu, pemberian antibiotic secara oral tidak efektif dan
dianjurkan pemberian secara intravena.11
Analgesik
Analgesik seperti intravena morfin diberikan secara kontinu atau pada dosis
kecil dengan interval yang sering.11
2.2.7. PROGNOSIS
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat
dilakukan maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis,
tindakan, dan pemberian antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya
menjadi dubia ad malam.12
Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini.12
Faktor-faktor berikut akan meningkatkan resiko kematian:
Usia lanjut
Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya
Malnutrisi
Timbulnya komplikasi
2.2.8. Komplikasi
Kegagalan luka operasi
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka
operasi) dapat terjadi segera atau lambat.13 Faktor-faktor berikut ini dihubungkan
dengan kegagalan luka operasi:
23
Malnutrisi
Sepsis
Uremia
Diabetes mellitus
Terapi kortikosteroid
Obesitas
Syok septik
Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan manifestasi
sistemik, seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia gram negatif
dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia (pada septikemia berat),
takikardi, dan kolaps sirkuler.13
Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut:
Depresi myokardial
24
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
25