Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

PERFORASI GASTER

Oleh:
Arief Aulia Rahman (2013730012)
Nia Fitriyani (2013730161)
Indri Prameswari (2013730054)

Pembimbing:
dr. Gardika Praba Ramdana, Sp.B, FINACS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SUKABUMI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Penyebab


perforasi gastrointestinal adalah : ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid,
kerusakan akibat trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan tumor
ganas di sistem gastrointestinal. Perforasi paling sering adalah akibat ulkus peptik lambung dan
duodenum. Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen (perforatio libera) atau adesi kantung
buatan (perforatio tecta).

Pada tahun 1799 gejala klinik ulkus perforasi dikenali untuk pertama kali, meskipun
baru pada tahun 1892, Ludwig Hensner, seorang Jerman, pertama kali melakukan tindaka
bedah pada ulkus peptik lambung. Pada tahun 1894, Henry Percy Dean melakukan tindakan
bedah pada ulkus perforasi usus kecil duodenum. Gastrektomi parsial, meskipun sudah
dilaksanakan untuk ulkus gaster perforasi dari awal 1892, tidak menjadi terapi populer sampai
tahun 1940. Hal ini karena dirasakan adanya rekurensi yang tinggi dari gejala-gejala setelah
perbaikan sederhana. Efek fisiologis vagotomi trunkal pada sekresi asam telah diketahui sejak
awal abad 19, dan pendekatan ini diperkenalkan sebagai terapi ulkus duodenum pada tahun
1940.

Perkembangan selanjutnya terapi ulkus peptik adalah diperkenalkannya vagotomi


selektif tinggi pada akhir 1960. Namun, tidak ada satupun pencapaian ini yang terbukti
berhasil, dan beberapa komplikasi postoperatif, termasuk angka rekurensi ulkus yang tinggi,
telah membatasi penggunaan teknik-teknik ini. Akhir-akhir ini, pada pasien dengan perforasi
gaster, penutupan sederhana lebih umum dikerjakan daripada reseksi gaster.

Perforasi terjadi apabila isi dari kantung masuk ke dalam kavum abdomen, sehingga
menyebabkan terjadinya peritonitis. Contohnya seperti pada kasus perforasi gaster atau
perforasi duodenum.

Selain itu, 10 – 15 % pasien yang didiagnosa divertikulitis akut akan berkembang


menjadi perforasi. Pasien biasanya akan datang ke tempat perawatan dengan gejala peritonitis
umum. Kadar mortalitas secara relatifnya tinggi yaitu hampir 20 – 40 %. Kebanyakkan
disebabkan oleh komplikasi seperti syok septik kegagalan multi organ.

Kecederaan berkaitan usus yang disebabkan endoskopi (endoscopy-associated bowel


injuries) jarang menyebabkan terjadinya perforasi. Contohnya, perforasi yang berkaitan
dengan endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) terjadi pada 1 % pasien.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI LAMBUNG

Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara esofagus dan
duodenum. Dari hubungan anatomi topografik lambung-duodenum dengan hati, pankreas, dan
limpa, dapat diperkirakan bahwa tukak peptik akan mengalami perforasi ke rongga sekitarnya
secara bebas atau penetrasi ke dalam organ di dekatnya, bergantung pada letak tukak.

Gambar 1.

Berdasarkan faalnya, lambung dibagi dalam dua bagian. Tiga perempat proksimal yang
terdiri dari fundus dan korpus, berfungsi sebagai penampung makanan yang ditelan serta
tempat produksi asam lambung dan pepsin, sedangkan dinding korpus, apalagi antrum, tebal,
dan kuat lapisan ototnya.

Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran darahnya yang
sangat kaya dan berasal dari empat jurusan dengan pembuluh nadi besar di pinggir kurvatura
mayor dan minor serta dalam dinding lambung. Di belakang dan tepi madial duodenum, juga
ditemukan arteri besar (a.gastroduodenalis). Perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi dinding
arteri itu pada tukak peptik lambung atau duodenum.
Vena dari lambung duodenum bermuara ke vena porta. Peredaran vena ini kaya sekali
dengan hubungan kolateral ke organ yang ada hubungan embrional dengan lambung dan
duodenum. Saluran limf dari lambung juga cukup rumit. Semuanya akan berakhir di kelenjar
paraaorta dan preaorta di pangkal mesenterium embrional. Antara lambung dan pangkal
embrional itu terdapat kelenjar limfe yang letaknya tersebar di mana-mana akibat putaran
embrional.

Gambar 2.

Persarafan simpatis lambung seperti biasa melalui serabut saraf yang menyertai arteri.
Impuls nyeri dihantarkan melalui serabut eferen saraf simpatis. Serabut parasimpatis berasal
dari n.vagus dan mengurus sel parietal di fundus dan korpus lambung. Nervus vagus anterior
(sinister) memberikan cabang ke kandung empedu, hati dan antrum sebagai saraf Laterjet
anterior, sedangkan n.vagus posterior (dekstra) memberikan cabang ke ganglion seliakus untuk
visera lain di perut kan ke antrum sebagai saraf Laterjet posterior.
Fisiologi lambung

Fungsi utama lambung adalah penerima makanan dan minuman, dikerjakan oleh
fundus dan korpus, dan penghancur dikerjakan oleh antrum, selain turut bekerja dalam
pencernaan awal berkat kerja kimiawi asam lambung dan pepsin.

Motilitas

Fungsi lambung yang berkaitan dengan gerakan adalah penyimpanan dan pencampuran
makanan serta pengosongan lambung. Kemampuan lambung menampung makanan mencapai
1500 ml karena mampu menyesuaikan ukurannya dengan kenaikan tekanan intraluminal tanpa
peregangan dinding (relaksasi reseptif). Fungsi ini diatur oleh n.vagus dan hilang setelah
vagotomi. Ini antara lain yang mendasari turunnya kapasitas penampungan pada penderita
tumor lambung lanjut sehingga cepat kenyang.

Peristalsis terjadi bila lambung mengambang akibat adanya makanan dan minuman.
Kontraksi yang kuat pada antrum (dindingnya paling tebal) akan mencampur makanan dengan
enzim lambung, kemudian mengosongkannya ke duodenum secara bertahap. Daging tidak
berlemak, nasi, dan sayuran meninggalkan lambung dalam tiga jam, sedangkan makanan yang
tinggi lemak dapat bertahan di lambung 6-12 jam.

Cairan lambung

Cairan lambung yang jumlahnya bervariasi antara 500-1500 ml/hari mengandung


lendir, pepsinogen, faktor intrinsik dan elektrolit, terutama larutan HCl. Sekresi basal cairan
ini selalu ada dalam jumlah sedikit. Produksi asam merupakan hal yang kompleks, namun
secara sederhana dibagi atas tiga fase perangsangan. Ketiga fase, yaitu fase sefalik, fase gastrik,
dan fase intestinal ini saling mempengaruhi dan berhubungan.

Fase sefalik

Rangsang yang timbul akibat melihat, menghirup, merasakan, bahkan berpikir tentang
makanan akan meningkatkan produksi asam melalui aktivitas n.vagus.
Fase gastrik

Distensi lambung akibat adanya makanan atau zat kimia, seperti kalsium, asam amino, dan
peptida dalam makanan akan merangsang produksi gastrin, refleks vagus, dan reflek kolinergik
intramural. Semua itu akan merangsang sel parietal untuk memproduksi asam lambung.

Fase intestinal

Hormon enterooksintin merangsang produksi asam lambung setelah makanan sampai di usus
halus. Seperti halnya proses sekresi dalam tubuh, cairan lambung bertindak sebagai
penghambat sekresinya sendiri berdasarkan prinsip umpan balik. Keasaman yang tinggi di
daerah antrum akan menghambat produksi gastrin oleh sel G sehingga sekresi fase gastrik akan
berkurang. Pada pH di bawah 2.5 produksi gastrin mulai dihambat.

2.1. PERFORASI

Perforasi akut mungkin merupakan gejala pertama daripada ulkus peptik dan kasus
mortilitas pada orang tua dapat mencapai sehingga 20 peratus. Tanda dan gejala klasik
seperti nyeri epigastrium yang berat, rigiditas seperti papan (board-like rigidity) serta
adanya udara bebas di bawah diafragma pada foto toraks, selalu mengarah kepada 80
peratus diagnosis pada pasien. Namun, tidak semua kasus perforasi kelihatan jelas
gejalanya (straightforward).

Perforasi ke dalam bursa omental dapat memberikan gejala mirip dengan pancreatitis
(di mana pada kasus ini, kadar serum amilase dapat mengalami sedikit peningkatan karena
absorpsi cairan pancreas dari kavum peritoneum). Perforasi terutamanya sukar untuk
didiagnosa pada pasien yang menerima pengobatan steroid dosis tinggi, karena tanda dan
gejala biasanya samar (tidak pada gambaran radiologi).

Kadar mortilitas pada pasien dengan kasus perforasi mempunyai kaitan dengan
keterlambatan pengobatan. Diagnosis banding paling sering pada kasusu peritonitis
dengan udara di bawah diafragma adalah perforasi divertikulum pada kolon.
2.3. PERFORASI GASTER

2.3.1. DEFINISI

Pada orang dewasa, perforasi ulkus peptik adalah penyebab umum dari morbiditas
dan mortalitas akut abdomen sampai sekitar 30 tahun lalu. Angka kejadian menurun
secara paralel dengan penurunan umum dari prevalensi ulkus peptik. Ulkus duodenum
2-3 kali lebih sering dari perforasi ulkus gaster. Sekitar satu pertiga perforasi gaster
berkaitan dengan karsinoma gaster.

2.3.2. ETIOLOGI

Perforasi non-trauma, misalnya:

 akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemia

 spontan pasa bayi baru lahir yang terimplikasi syok dan stress ulcer.

 Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan steroid : terutama pada pasien usia
lanjut.

 Adanya faktor predisposisi: termasuk ulkus peptik

 Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau limfoma

 Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esofagus,


gaster, atau usus dengan infeksi intraabdomen, peritonitis, dan sepsis.

Perforasi trauma (tajam atau tumpul) misalnya:

 Trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa nasogastrik saat endoskopi.

 Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau)

 Trauma tumpul pada gaster : trauma seperti ini lebih umum pada anak daripada
dewasa dan termasuk trauma yang berhubungan dengan pemasangan alat, cedera
gagang kemudi sepeda.
Ruptur lambung akan melepaskan udara dan kandungan lambung ke dalam
peritoneum. pasien akan menunjukkan rasa nyeri hebat, akut, disertai peritonitis.
Dari radiologis, sejumlah besar udara bebas akan tampak di peritoneum dan
ligamentum falsiparum tampak dikelilingi udara.

2.3.3. PATOFISIOLOGI

Terjadi karena gangguan keseimbangan antara faktor agresif (asam, pepsin atau
faktor-faktor iritan lainnya) dengan faktor defensif (mukus, bikarbonat, aliran darah). Sel
parietal mengeluarkan asam lambung HCl, sel peptik atau zimogen mengeluarkan
pepsinogen yang oleh HCl dirubah menjadi pepsin dimana HCl dan pepsin adalah faktor
agresif terutama pepsin dengan pH < 4 (sangat agresif terhadapmukosa lambung). Bahan
iritan dapat menimbulkan defek barier mukosa dan terjadi difusi balik ion H+. Histamin
terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, kemudian menimbulkan
dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung,
gastritis akut atau kronik, dan tukak peptik.
Helicobacter pylori dapat bertahan dalam suasana asam di lambung, kemudian
terjadi penetrasi terhadap mukosa lambung, dan pada akhirnya H.pylori berkolonisasi di
lambung. Kemudian kuman tersebut berpoliferasi dan dapat mengabaikan sistem
mekanisme pertahanan tubuh. Pada keadaan tersebut beberapa faktor dari H. pylori
memainkan peranan penting diantaranya urase memecah urea menjadi amoniak yang
bersifat basa lemah yang melindungi kuman tersebut terhadap asam HCl.
Obat NSAID yang dapat menyebabkan tukak antara lain: indometasin, piroksikam,
ibuprofen, naproksen, sulindak, ketoprofen, ketorolac, flurbiprofen dan aspirin. Obat-
obat tersebut menyebabkan kerusakan mukosa secara lokal dengan mekanisme difusi non
ionik pada sel mukosa (pH cairan lambung << pKa NSAID). Stres yang amat berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak, seperti pasca bedah dan luka bakar luas, hal ini terjadi
karena adanya gangguan aliran darah mukosa yang berkaitan dengan peningkatan kadar
kortisol plasma. Stres emosional yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kortisol
yang kemudian diikuti peningkatan sekresi asam lambung dan pepsinogen, sama halnya
dengan gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok, konsumsi alkohol dan pemakaian
NSAID yang berlebihan.
2.3.4. DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Keluhan seperti tertusuk atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di


punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan
duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan.
beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus danlambung, yang naik
ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi atau sendawa umum terjadi
bila lambung pasien kosong. Muntah dapat terjadiatau tanpa didahului oleh mual,
biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.

2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi :
Tampak pernapasan torakal pada penderita yang abdomennya terlihat tegang.
Distensi perut bagian atas disertai peristalsis lambung menunjukkan adanya
obstruksi pylorus. Tonjolan di epigastrium yang tampak jelas sering diseabkan oleh
tumor ganas lambung yang sudah lanjut dan sudah tidak layak operasi lagi.

b. Palpasi :
Defans muskuler menunjukkan adanya iritasi peritoneum, misalnya karena
perforasi. Bila perut tidak tegang, dengan palpasi yang cermat mungkin teraba
adanya tumor.

c. Perkusi :
Pekak hati yang hilang pada perkusi menunjukkan adanya udara bebas dibawah
diafragma, dan ini menandakan terjadinya perforasi saluran cerna. Perkusi
meteoristik yang terbatas dibagian atas perut biasanya disebabkan oleh obstruksi
tinggi.

d. Auskultasi :
Pada peritonitis akibat perforasi, peristaltis sering lemah atau hilang sama sekali
karena terjadi ileus paralitik. Pada obstruksi pylorus, terengar adanya kecipak air
karena adanya geseran cairan dan gas dalam lambung yang distensi. Suara ini juga
biasanya terdengar tanpa stetoskop.
3. Pemeriksaan penunjang
Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan adalah :
foto polos abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi dengan vesika urinaria penuh, CT-
scan murni dan CT-scan dengan kontras. Jika temuan foto rontgen dan ultrasonografi
tidak jelas, sebaiknya gunakan CT-scan, dengan pertimbangan metode ini dapat
mendeteksi cairan dan jumlah udara yang sangat sedikit sekali pun yang tidak terdeteksi
oleh metode yang disebutkan sebelumnya.

Radiologi

Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Isi yang keluar
dari perforasi dapat mengandung udara, cairan lambung dan duodenum, empedu,
makanan, dan bakteri. Udara bebas atau pneumoperitoneum terbentuk jika udara keluar
dari sistem gastrointestinal. Hal ini terjadi setelah perforasi lambung, bagian oral
duodenum, dan usus besar. Pada kasus perforasi usus kecil, yang dalam keadaan normal
tidak mengandung udara, jumlah udara yang sangat kecil dilepaskan.

Udara bebas terjadi di rongga peritoneum 20 menit setelah perforasi. Radiologis


memiliki peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih prosedur diagnostik
dan untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi. Deteksi pneumoperitoneum
minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen karena perforasi gaster adalah tugas
diagnostik yang paling penting dalam status kegawatdaruratan abdomen. Seorang dokter
dapat mendeteksi jumlah udara sebanyak 1 ml menggunakan teknik foto abdomen klasik
dalam posisi berdiri dan posisi lateral decubitus kiri. Untuk melihat udara bebas dan
membuat interpretasi radiologi dapat dipercaya, kualitas film pajanan dan posisi yang
benar sangat penting. Setiap pasien harus mengambil posisi adekuat 10 menit sebelum
pengambilan foto, maka, pada saat pengambilan udara bebas dapat mencapai titik
tertinggi di abdomen. Banyak peneliti menunjukkan kehadiran udara bebas dapat terlihat
pada 75-80% kasus. Udara bebas tampak pada posisi berdiri atau posisi decubitus lateral
kiri.

Pada kasus perforasi karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan tertutup oleh
kondisi bedah patologis lain. Posisi supine menunjukkan pneumoperitoneum pada hanya
56% kasus. Sekitar 50% pasien menunjukkan kumpulan udara di abdomen atas kanan,
lainnya adalah subhepatika atau di ruang hepatorenal. Di sini dapat terlihat gambaran
oval kecil atau linear. Gambaran udara bentuk segitiga kecil juga dapat tampak di antara
lekukan usus. Meskipun, paling sering terlihat dalam bentuk seperti kubah atau bentuk
bulan setengah di bawah diafragma pada posisi berdiri. Football sign menggambarkan
adanya udara bebas di atas kumpulan cairan di bagian tengah abdomen.

Ultrasonografi

Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen.


Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas, yang
pada kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat kandungan lambung.
Pemeriksaan ini khususnya berharga untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil
menggunakan teknik kandung kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat
mendeteksi udara bebas.

CT scan

CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara
setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto rontgen
murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini
perforasi gaster. Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar
dapat membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai area
hipodens dengan densitas negatif.

Jendela untuk parenkim paru adalah yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat
CT scan dilakukan dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan terutama
berlokasi di depan bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara bergerak jika
pasien setelah itu mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih baik dalam
mendeteksi kumpulan cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal. Walaupun
sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi
dan efek radiasinya.

Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak terlihat
pada scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik untuk
membuktikan keraguan kita. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan udara
melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum scanning. Cara kedua adalah dengan
memberikan kontras yang dapat larut secara oral minimal 250 ml 5 menit sebelum
scanning, yang membantu untuk menunjukkan kontras tapi bukan udara. Komponen
barium tidak dapat diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat menyebabkan
pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa penulis menyatakan bahwa
CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.

2.3.5. MANIFESTASI KLINIS

Perforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami


perforasi akan tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul
mendadak, terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsang peritoneum oleh
asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Cairan lambung akan mengalir ke
kelok parakolika kanan, menimbulkan nyeri perut kanan bawah, kemudian menyebar
ke seluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut. Pada awal perforasi, belum ada
infeksi bakteria, fase ini disebut fase peritonitis kimia. Adanya nyeri di bahu
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di permukaan bawah diafragma. Reaksi
peritoneum berupa pengenceran zat asam yang merangsang itu akan mengurangi
keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.

Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler. Pekak


hati bisa hilang karena adanya udara bebas di bawah diafragma. Peristaltis usus
menurun sampai menghilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi
peritonitis bakteria, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi,
dan penderita tampak letargik karena syok toksik.

Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang


menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum. Nyeri subjektif dirasakan
waktu penderita bergerak, seperti berjalan, bernapas, menggerakkan badan, batuk, dan
mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri ketika digerakkan seperti pada saat palpasi,
tekanan dilepaskan, colok dubur, tes psoas, dan tes obturator.
2.3.6. PENATALAKSANAAN PERFORASI GASTER

Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan umumnya


sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa nasogastrik, dan
pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda peritonitis umum tidak ada,
kebijakan nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri
gram-negatif dan anaerob.

Tujuan dari terapi bedah adalah :


 Koreksi masalah anatomi yang mendasari
 Koreksi penyebab peritonitis
 Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat fungsi
leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan, sekresi lambung)

Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja setelah eksisi
tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan ini dianjurkan bila
keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut, dan terdapat peritonitis purulenta. Bila keadaan
memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi dan antrektomi dianjurkan untuk mencegah
kekambuhan.

2.3.7. KOMPLIKASI

Perdarahan terjadi pada 20-3-% ulkus gaster, endoskopi merupakan pilihan dengan
sensitivitas > 90%. Barium double-contrast dapat digunakan pada 75% kasus. Filling defect
disebabkan oleh bekuan darah dapat terlihat didasar ulkus yang terisi kontras.
Obstruksi gaster terjadi pada 5% kasus, lebih sering terjadi pada ulkus duodenum, tapi
dapat juga terjadi pada ulkus antral atau canell pylori. Perforasi terjadi pada 10% ulkus peptikum.
Kebanyakan perforasi berasal dari anterior duodenum.

2.3.8. PROGNOSIS PERFORASI GASTER


Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat dilakukan
maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan, dan pemberian
antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad malam. Hasil terapi
meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Faktor-faktor berikut akan meningkatkan
resiko kematian :
 Usia lanjut
 Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya
 Malnutrisi
 Timbulnya komplikasi
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidajat.R, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu bedah, Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 2010.

Schwartz’s. Principle of surgery. Tenth Edition. United States of America. Mc Graw Hill,
2015.

Sabiston. Textbook of Surgery, The Biological Basis of Modern Surgical Practice. 19th
edition. Philadelphia. Saunders Elsevier, 2008.

Saverio S., Bassi M., Smerieri N., et al. Diagnosis and treatment of perforated or
bleeding peptic ulcers: 2013 WSES position paper. World J Emerg Surg. 2014; 9:45.

Anda mungkin juga menyukai