DI SUSUN OLEH :
NURDINA
NIM : 2020032068
CI LAHAN CI INSTITUSI
(……………………………….) (……………………………….)
A. Pengertian
GERD | STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2020 angkatan VIII 1
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux
Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat
refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai
gejala yang mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra esofagus dan
atau komplikasi (Susanto, 2012).
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis
makan. Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik
primer, isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke
lambung. Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak
menimbulkan keluhan atau gejala. Oleh karena itu, dinamakan refluks fisiologis.
Keadaan ini baru dikatakan patologis, bila refluks terjadi berulang-ulang yang
menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang
lama. Istilah esofagitis refluks berarti kerusakan esofagus akibat refluks cairan
lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa esofagus (Susanto, 2012).
GERD | STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2020 angkatan VIII 2
sedangkan sepertiga tengah terdapat campuran antara otot polos dan otot
lurik. Otot bagian dalam mempunyai serat sirkuler sedangkan bagian luar
memiliki serat longitudinal. Serat sirkuler pada bagian bawah esofagus
menebal membentuk sfingter kardia. Sedangkan pleksus myentericus
auerbach terdapat diantara kedua lapisan otot ini.
d. Lapisan fibrosa
Pada esofagus tidak memiliki lapisan serosa atau selaput peritonium,
melainkan lapisan ini terdiri atas jaringan fibrosa yang menebal dan terdiri
dari jaringan areolar yang mengandung banyak serat elastis.
Pada kedua ujung esophagus terdapat otot sfingter. Otot krikofaringeus
membentuk sfingter esophagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut otot
rangka. Bagian esophagus ini secara normal berada dalam keadaan tonik atau
kontraksi kecuali pada waktu menelan. Sfingter esophagus bagian bawah,
walaupun secara anatomis tidak nyata, bertindak sebagai sfingter dan berperan
sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam esophagus. Dalam keadaan
normal sfingter ini menutup, kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung
atau waktu muntah.
Esofagus diperdarahi oleh cabang tiroidea inferior dari trunkus
tiroservikalis, aorta torakalis desenden, cabang gastrikus sinistra dari arteri celiac
dan cabang phrenicus inferior sinistra dari aorta abdomina.
Esofagus dipersyarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis.
Serabut parasimpatis berasal dari nervus vagus dan parasimpatis berasal dari
trunkus simpatikus.
Aliran limfe dari esofagus segmen servikal,torakal dan abdominal masuk
ke kelenjar servikal dalam,kelenjar mediastinum posterior dan kelenjar
gastrikus. Fungsi esofagus selain sebagai saluran makan juga berfungsi dalam
proses menelan, dengan menggerakkan makanan dari faring menuju lambung
dengan adanya gerak peristaltik. Mukosa esofagus juga memproduksi sejumlah
mukus untuk membantu melumasi dan melindungi esofagus. (Asroel, Harry.
2012)
C. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi :
GERD | STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2020 angkatan VIII 3
a. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
b. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
c. Ketahanan epitel esofagus menurun
d. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin,
garam empedu, HCL.
e. Kelainan pada lambung
f. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
g. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
h. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
i. Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan
fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek
antikolinergik (seperti beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium,
progesteron, dan nitrat.
j. Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan (Yusuf, 2012).
D. Patofisiologi
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high
pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada
individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya
aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi
pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui
LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg)
(Aru, 2012).
Terjadinya aliran balik / refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh
gangguan motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah. Pada bagian
ujung ini terdapat otot pengatur (sfingter) disebut LES, yang fungsinya mengatur
arah aliran pergerakan isi saluran cerna dalam satu arah dari atas ke bawah
menuju usus besar. Pada GERD akan terjadi relaksasi spontan otot tersebut atau
penurunan kekuatan otot tersebut, sehingga dapat terjadi arus balik atau refluks
cairan atau asam lambung, dari bawah ke atas ataupun sebaliknya (Hadi, 2013).
GERD | STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2020 angkatan VIII 4
Patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor
defensif dari esophagus dan faktor efensif dari bahan reflukstat. Yang termasuk
faktor defensif esophagus, adalah pemisah antirefluks, bersihan asam dari lumen
esophagus, dan ketahanan ephitelial esophagus. Sedangkan yang termasuk faktor
ofensif adalah sekresi gastrik dan daya pilorik.
1. Pemisah antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus
LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya
peningkatan tekanan intraabdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata
mempunyai tonus LES yang normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan
tonus LES adalah adanya hiatus hernia, panjang LES (makin pendek LES,
makin rendah tonusnya), obat-obatan (misal antikolinergik, beta adrenergik),
dan faktor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat
menurunkan tonus LES.
2. Bersihan asam dari lumen esophagus
Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus adalah
gravitasi, peristaltik, eksrkresi air liur, dan bikarbonat. Setelah terjadi refluks
sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan
peristaltik yang dirangsang oleh proses menelan.
3. Ketahanan epithelial esophagus
Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan
mukus yang melindungi mukosa esophagus. Mekanisme ketahanan ephitelial
esophagus terdiri dari :
a) Membran sel
b) Batas intraseluler (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke
jaringan
c) esophagus
d) Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat,
serta
e) mengeluarkan ion H+ dan CO2
f) Sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+ .
GERD | STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2020 angkatan VIII 5
Episode refluks bervariasi tergantung kandungan isinya, volume,
lamanya, dan hubungannya dengan makan. Pada proses terjadinya
refluks, sfingter esofagus bawah dalam keadaan relaksasi atau melemah
oleh peningkatan tekanan intra abdominal sehingga terbentuk rongga
diantara esofagus dan lambung. Isi lambung mengalir atau terdorong kuat
ke dalam esofagus. Jika isi lambung mencapai esofagus bagian proksimal
dan sfingter esofagus atas berkontraksi, maka isi lambung tersebut tetap
berada di esofagus dan peristaltik akan mengembalikannya ke dalam
lambung. Jika sfingter esofagus atas relaksasi sebagai respon terhadap
distensi esofagus maka isi lambung akan masuk ke faring, laring, mulut
atau nasofaring (Hadi, 2013).
GERD | STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2020 angkatan VIII 6
7
Pathway :
Faktor Defensif Tidak Seimbang Tidak Seimbang
G. Penatalaksanaan
Terapi GERD ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala
pasien, mengurangi frekuensi atau kekambuhan dan durasi refluks esofageal,
mempercepat penyembuhan mukosa yang terluka, dan mencegah
berkembangnya komplikasi. Terapi diarahkan pada peningkatan mekanisme
pertahanan yang mencegah refluks dan atau mengurangi faktor-faktor yang
memperburuk agresifitas refluks atau kerusakan mukosa.
1. Modifikasi Gaya Hidup
a. Tidak merokok
b. Tempat tidur bagian kepala ditinggikan
c. Tidak minum alcohol
d. Diet rendah lemak
e. Hindari mengangkat barang berat
f. Penurunan berat badan pada pasien gemuk
g. Jangan makan terlalu kenyang
h. Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggang
2. Terapi Endoskopik.
Terapi ini masih terus dikembangkan. Contohnya adalah radiofrekuensi,
endoscopic suturing, dan endoscopic emplatation. Radiofrekuensi adalah
dengan memanaskan gastroesophageal junction. Tujuan dari jenis terapi ini
adalah untuk mengurangi penggunaan obat, meningkatkan kualitas hidup, dan
mengurangi reflux.
a. Terapi medika mentosa. Sampai pada saat ini dasar yang digunakan
untuk terapi ini adalah supresi pengeluaran asam lambung. Ada dua
pendekatan yang biasa dilakukan pada terapi medika mentosa:
1) Step up
Awal pengobatan pasien diberikan obat-obat yang kurang kuat
menekan sekresi asam seperti antacid, antagonis reseptor H2
( simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin) atau golongan prokinetik
(metoklorpamid,domperidon,cisaprid) bila gagal berikan obat-obat
supresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (PPI).
2) Step down
Pada terapi ini pasien langsung diberikan PPI dan setelah berhasil
lanjutkan dengan supresi asam yang lebih lemah untuk pemeliharaan.
b. Terapi terhadap Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan dan striktur. Bila
terjadi rangsangan asam lambung yang kronik dapat terjadi perubahan
mukosa esophagus dari squamous menjadi kolumnar yang metaplastik
sebagai esophagus barret’s (premaligna) dan dapat menjadi karsinoma
barret’s esophagus
c. Striktur esophagus
Bila pasien mengeluh disfagia dan diameter strikturnya kurang dari 13
mm maka dapat dilakukan dilatasi busi, bila gagal juga lakukanlah
operasi.
d. Barret’s esophagus
Bila pasien telah mengalami hal ini maka terapi yang dilakukan adalah
terapi bedah (fundoskopi). Selain terapi bedah dapat juga dilakukan
terapi endoskopi (baik menggunakan energy radiofrekuensi, plikasi
gastric luminal atau dengan implantasi endoskopi) walapun cara ini
masih dalam penelitian.
(Djajapranata, 2012).
H. Komplikasi
Komplikasi GERD antara lain :
1. Esofagus barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner
metaplastik.
2. Esofagitis ulseratif
3. Perdarahan
4. Striktur esofagus
5. Aspirasi
(Asroel, 2012).
3. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Diskusikan pada pasien 1. Dengan memilih makanan
kurang dari kebutuhan keperawatan selama .....x 24 jam, makanan yang disukainya yang disukai pasien maka
tubuh berhubungan nutrisi pada klien dapat diatasi dan makanan yang tidak selera makan si pasien akan
dengan intake kurang dengan kriteria hasil: disukainya. bertambah dan dapat
akibat mual dan muntah. Status hasil: mengurangi rasa mual dan
Peningkatan berat badan sesuai muntah.
Definisi: intake nutrisi dengan tujuan skala 4 2. Buat jadwal masukan tiap 2. Setelah tindakan pembagian,
tidak cukup untuk Tidak ada tanda-tanda jam. Anjurkan mengukur kapasitas gaster menurun
keperluan metabolisme malnutrisi skala 4 cairan/makanan dan minum kurang dari 50 ml, sehingga
tubuh Tidak ada penurunan berat sedikit demi sedikit atau perlu makan sedikit/sering.
badan yang berarti skala 4 makan secara perlahan.
Mengidentifikasi skala nutrisi 3. Menurunkan kemungkinan
skala 4 3. Beritahu pasien untuk duduk aspirasi.
Stamina dan energi ada skala 4 saat makan/minum.
4. Makan berlebihan dapat
4. Tekankan pentingnya mengakibatkan mual dan
menyadari kenyang dan muntah
menghentikan masukan. 5. Pengawasan kehilangan
5. Timbang berat badan tiap dan alat pengkajian
hari. Buat jadwal teratur kebutuhan nutris
setelah pulang. 6. Perlu bantuan dalam
6. Kolaborasi dengan ahli gizi perencanaan diet yang
memenuhi kebutuhan
nutrisi
4 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Kurangi faktor presipitasi 1. Dengan berkurangnya
dengan inflamasi lapisan keperawatan selama ......x 24 jam, nyeri faktor pencetus nyeri maka
esofagus pasien tidak mengalami nyeri, pasien tidak terlalu
dengan kriteria hasil: merasakan intensitas nyeri.
Mampu mengontrol nyeri (tahu 2. Tingkatkan istirahat 2. Menurunkan tegangan
penyebab nyeri, mampu abdomen dan
menggunakan tehnik meningkatkan rasa kontrol.
nonfarmakologi untuk 3. Berikan informasi tentang 3. Pemberian informasi yang
mengurangi nyeri, mencari nyeri seperti penyebab nyeri, berulang dapat mengurangi
bantuan) berapa lama nyeri akan rasa kecemasan pasien
Melaporkan bahwa nyeri berkurang, dan antisipasi terhadap rasa nyerinya.
berkurang dengan ketidaknyamanan prosedur.
menggunakan manajemen 4. Ajarkan tentang teknik 4. Meningkatkan relaksasi,
nyeri nonfarmakologi seperti memfokuskan kembali
Mampu mengenali nyeri teknik relaksasi nafas dalam, perhatian dan
(skala, intensitas, frekuensi dan distraksi dan kompres meningkatkan kemampuan
tanda hangat/dingin. koping.
Tanda vital dalam rentang 5. Berikan analgesik untuk 5. Perlu penanganan obat
normal mengurangi nyeri untuk memudahkan istirahat
adekuat dan penyembuhan
5 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien untuk 1. Peninggian kepala tempat
tidak keperawatan selama ......x 24 memaksimalkan ventilasi tidur mempermudah fungsi
efektif berhubungan jam klien dapat menunjukkan pernapasan dengan
dengan refluks cairan ke kriteria hasil: menggunakan gravitasi.
laring dan tenggorokan 2. Lakukan fisioterapi dada 2. Fisioterapi dada dapat
jalan nafas yang paten (tidak jika perlu mengeluarkan sisa sekret
tercekik, irama nafas dan pola yang masih tertinggal.
nafas dalam rentang normal) 3. Atur intake untuk cairan 3. Keseimbangan akan stabil
skala 4 mengoptimalkan apabila antara pemasukan
keseimbangan. dan pengeluaran diatur
6. Gangguan Menelan Setelah dilakukan tindakan 1. Bantu pasien dengan 1. Menetralkan
berhubungan dengan keperawatan selama .....x 24 mengontrol kepala hiperekstensi , membantu
penyempitan/strikture jam maka gangguan menelan mencegah aspirasi dan
pada esophagus pada pada klien dapat diatasi dengan meningkatkan kemampuan
esophagus akibat kriteria hasil: untuk menelan.
gastroesophegal Status hasil: 2. Letakkan pasien pada 2. Menggunakan gravitasi
reflux disease Klien dapat menelan makanan posisi duduk/tegak selama untuk memudahkan proses
dengan sempurna skala 4 dan setelah makan. menelan.
3. Berikan makan perlahan 3. Pasien dapat
pada lingkungan yang berkonsentrasi pada
tenang mekanisme makan tanpa
adnya gangguan distraksi
dari luar
7. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Dorong pasien untuk 1. Memberikan kesempatan
dengan proses penyakit keperawatan selama .....x 24 mengungkapkan pikiran dan untuk memeriksa rasa
jam, ansietas pada klien dapat perasaan. takut realistis serta
diatasi dengan kriteria hasil: kesalahan konsep tentang
Menyingkirkan tanda diagnosis.
kecemasan skala 4 2. Memungkinkan untuk
Merencanakan strategi koping 2. Berikan informasi yang interaksi interpersonal
skala 4 dapat dipercaya dan lebih baik dan menurunkan
Intensitas kecemasan konsisten dan dukungan rasa ansietas dan rasa
skala4 untuk orang terdekat. takut.
Mencari informasi untuk
menurunkan cemas skala 4 3. Tingkatkan rasa tenang dan 3. Memudahkan istirahat,
lingkungan tenang. menghemat energi dan
meningkatkan kemampuan
koping.
4. Pertahankan kontak sering 4. Memberikan keyakinan
dengan pasien, bicara bahwa pasien tidak sendiri
dengan menyentuh bila atau ditolak,
tepat. mengembangkan
kepercayaan.
DAFTAR PUSTAKA