1 Latar Belakang
Esofagus merupakan bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan faring dengan
lambung. Esofagus merupakan organ berbentuk tabung yang memiliki panjang kurang
lebih 25 cm, berawal dari laring di vertebra servikal VI dan berada posterior dari trakea.
Esofagus berawal dari inferior laringofaring dan melalui mediastinum anterior ke kolumna
vertebralis menembus diafragma dan membuat suatu lubang bernama esophageal hiatus,
dan berakhir di gaster bagian superior.
Menelan dibagi menjadi tahap orofaring dan tahap esofagus. Tahap orofaring berlangsung
sekitar 1 detik dan terdiri dari pemindahan bolus dari mulut melalui faring untuk masuk ke
esofagus. Ketika masuk ke faring, bolus makanan harus diarahkan ke dalam esofagus dan
dicegah untuk masuk ke lubang-lubang lain yang berhubungan dengan faring. Dengan kata
lain, makanan harus dijaga agar tidak masuk kembali ke mulut, masuk ke saluran hidung,
atau masuk ke trakea (Sherwood, 2009).
Refluks gastroesophageal atau biasa disebut GERD adalah kembalinya isi lambung ke
esophagus atau lebih proksimal. Isi lambung tersebut bisa berupa asam lambung, udara,
maupun makanan (Resto, 2002). Refluks gastroesophageal merupakan aliran balik isi
lambung atau duodenum ke dalam esophagus. Hal ini adalah normal, baik pada orang
dewasa dan anak-anak, refluks berlebihan dapat terjadi karena stingfer esophagus tidak
kompeten, pilorik, atau gangguan motilitas. Kekambuhan refluks tampak meningkat sesuai
penambahan usia (Rayhorn, 2003).
1.2 RumusanMasalah
1. Bagaimana konsep dasar gangguan esofagus?
2. Bagaimana konsep dasar gangguan refuks gastroesophageal?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada gangguan esofagus?
1.3 Tujuan
a. TujuanUmum
Menjelaskan Konsep Gangguan Esofagus “Gastroesophageal Refluks” beserta asuhan
keperawatannya.
b. TujuanKhusus
1. Menjelaskan anatomi dan fisiologi esofagus
2. Menjelaskan definisi gangguan gastroesophageal refluks
3. Menjelaskan etiologi penyebab terjadinya GERD
4. Menjelaskan patofisiologi dan web of caution (WOC) dari refluks esofagus
5. Menjelaskan manifestasi klinis dari gastroesophageal refluks
6. Menjelaskan pemeriksaan penunjang dari endoskopi, radiologi, pengukuran pH dan
tekanan esophagus, pemeriksaan manometri.
7. Menjelaskan penatalaksanaan dari GERD.
8. Menjelaskan komplikasi dari GERD.
9. Menjelaskan asuhan keperawatan klien dengan gangguan gastroesophageal refluks.
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Etiologi GERD
Beberapa penyebab terjadinya GERD :
a. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
b. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
c. Ketahanan epitel esofagus menurun
d. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin, garam
empedu, HCL.
e. Kelainan pada lambung
f. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
g. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
h. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
i. Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan berkarbonat,
alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi esophageal
sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek antikolinergik (seperti
beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat.
j. Kelainan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan (Yusuf, 2009).
Kondisi abnormal pada feluks gastroesofageal disebabkan oleh tidak optimalnya satu
atau lebih dari mekanisme protektif sebagai berikut:
a. Gangguan fungsi (relaksasi sementara LES) atau mekanikal (penurunan tekanan LES)
menyebabkan peningkatan refluks gastroesofageal
b. Komponen makanan, obat-obatan, atau hormon-hormon yang dapat menurunkan
tekanan LES
c. Kegemukan merupakan faktor penting yang berkontribusi dalam refluks
gastroesofageal yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intraabdomen
d. Walaupun refluks gastroesofageal dapat terjadi pada semua usia, tetapi pada usia lanjut
kondisi refluks gastroesofageal meningkat seiring dengan penurunan tekanan LES.
Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi, pada dasarnya terdapat empat faktor
utama, meliputi: 1) asam lambung, 2) integritas structural, fungsi dan kompetensi dari LES
untuk mencegah aliran refluks, 3) mekanisme pertahanan mukosa esophageal yang
memerankan pertahanan penting dari asam lambung, dan 4) mekanisme sensori yang
memberikan manifestasi gejala yang muncul (Rayhorn, 2003)
Kondisi inkompetensi LES akan menyebabkan terjadinya aliran abnormal (refluks)
yang berisikan asam lambung ke esophagus, dimana asam ini akan merusak mukosa
esophagus dan memberikan gejala klinis. Ketika lebih banyak refluks asam dan penurunan
pembersihan oleh esophagus, maka asam lambung tersebut akan lebih lama kontak dengan
mukosa esophageal.
Kondisi dimana bertambahnya waktu frekuensi kontak dengan mukosa esophageal dan
kerusakan dari mukosa esophagus, serta terjadi esofagitis akan menimbulkan berbagai
masalah yang muncul pada pasien.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal (esofagus) dan gejala
atipikal (ekstraesofagus).
Gejala GERD 70% merupakan tipikal, yaitu :
1) Heart Burn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heartburn adalah gejala
tersering.
2) Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa di faring. Kemudian mulut
terasa asam dan pahit.
3) Disfagia. Biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur (Yusuf, 2009)
Gejala Atipikal :
1) Batuk kronik dan kadang wheezing
2) Suara serak
3) Pneumonia
4) Fibrosis paru
5) Bronkiektasis
6) Nyeri dada nonkardiak (Yusuf, 2009)
Gejala lain :
1) Penurunan berat badan
2) Anemia
3) Hematemesis atau melena
4) Odinofagia (Bestari, 2011).
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi memungkinkan untuk melihat dan sekaligus melakukan biopsy
epitel esophagus. Endoskopi dan biopsy dapat menetukan ada dan beratnya esofagitis,
striktura dan esofagitis Barret, serta dapat menyingkirkan kelainan lain seperti penyakit
Crohn. Akan tetapi, gambaran normal esophagus selama endoskopi belum tentu tidak ada
esofagitis secara histopatologi. Jika esofagitis tidak terlihat, maka perubahan mukosa
menjadi hiperemis maupun pucat harus menjadi perhatian. Pemeriksaan endoskopi
biasanya dilanjutkan dengan pengambilan sampel mukosa untuk pemeriksaan biopsy
(Sawyer, 2008)
b. Radiologi
Pemeriksaan radiologi utama adalah radiologis dengan barium per oral. Prinsip
pemeriksaan adalah melihat refluks bubur barium yang menunjukkan ada tidaknya kelainan
structural dan anatomis dari esophagus, ada tidaknya inflamasi dan esofagitis dengan erosi
yang berat. Ketika pemeriksaan ini dilakukan, pasien diberi minum bubur barium, lalu foto
rontgen. Akan terlihat adanya suatu ulkus, hiatal hernia, erosi, maupun kelainan lain
(Buckles, 2004)
d. Pemeriksaan Manometri
Manometri merupakan suatu teknik untuk mengukur tekanan otot. Caranya adalah
dengan memasukkan sejenis kateter yang berisi sejenis tranduser tekanan untuk mengukur
tekanan. Kateter ini dimasukkan melalui hidung setelah pasien menelan air sebanyak 5 ml.
Ukuran kateter ini kurang lebih sama dengan ukuran pipa nasogastrik. Kateter ini
dimasukkan sampai tranduser tekanan berada di lambung. Pengukuran dilakukan pada saat
pasien meneguk air sebanyak 10-15 kali. Tekanan otot stingfer pada waktu istirahat juga
bisa diukur dengan cara menarik kateter melalui stingfer sewaktu pasien disuruh melakukan
gerakan menelan. Dengan pemeriksaan ini dapat diketahui baik tidaknya fungsi esophagus
ataupun LES dengan berbagai tingkat berat dan ringannya kelainan (Rayhorn, 2003)
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atau terapi GERD ditujukan untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala-gejala pasien, mengurangi frekuensi atau kekambuhan dan durasi
refluks esofageal, mempercepat penyembuhan mukosa yang terluka, dan mencegah
berkembangnya komplikasi. Terapi diarahkan pada peningkatan mekanisme pertahanan
yang mencegah refluks dan atau mengurangi faktor-faktor yang memperburuk agresifitas
refluks atau kerusakan mukosa.
1. Modifikasi Gaya Hidup
a. Tidak merokok
b. Tempat tidur bagian kepala ditinggikan
c. Tidak minum alcohol
d. Diet rendah lemak
e. Hindari mengangkat barang berat
f. Penurunan berat badan pada pasien gemuk
g. Jangan makan terlalu kenyang
h. Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggang
2. Terapi Endoskopik
Terapi ini masih terus dikembangkan. Contohnya adalah radiofrekuensi, endoscopic
suturing, dan endoscopic emplatation. Radiofrekuensi adalah dengan
memanaskan gastroesophageal junction. Tujuan dari jenis terapi ini adalah untuk
mengurangi penggunaan obat, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi reflux.
3. Terapi Medika Mentosa.
Sampai pada saat ini dasar yang digunakan untuk terapi ini adalah supresi pengeluaran
asam lambung. Ada dua pendekatan yang biasa dilakukan pada terapi medika mentosa:
a. Step up
Awal pengobatan pasien diberikan obat-obat yang kurang kuat menekan sekresi asam
seperti antacid, antagonis reseptor H2 ( simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin) atau
golongan prokinetik (metoklorpamid,domperidon,cisaprid) bila gagal berikan obat-obat
supresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (PPI).
b. Step down
Pada terapi ini pasien langsung diberikan PPI (Proton pump inhibitor ) dan setelah
berhasil lanjutkan dengan supresi asam yang lebih lemah untuk pemeliharaan.
4. Terapi terhadap Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan dan striktur. Bila terjadi rangsangan
asam lambung yang kronik dapat terjadi perubahan mukosa esophagus dari squamous
menjadi kolumnar yang metaplastik sebagai esophagus barret’s (premaligna) dan dapat
menjadi karsinoma barret’s esophagus.
a. Striktur esophagus
Bila pasien mengeluh disfagia dan diameter strikturnya kurang dari 13 mm maka
dapat dilakukan dilatasi busi, bila gagal juga lakukanlah operasi.
b. Barret’s esophagus
Bila pasien telah mengalami hal ini maka terapi yang dilakukan adalah terapi bedah
(fundoskopi). Selain terapi bedah dapat juga dilakukan terapi endoskopi (baik
menggunakan energy radiofrekuensi, plikasi gastric luminal atau dengan implantasi
endoskopi) walapun cara ini masih dalam penelitian (Djajapranata, 2001).
G. Komplikasi
Komplikasi GERD antara lain menurut Asroel, 2002 :
1) Esofagus barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner metaplastik.
2) Esofagitis ulseratif
3) Perdarahan
4) Striktur esophagus
5) Aspirasi
2.3 Asuhan Keperawatan pada Gangguan Esofagus
1. Pengkajian
Pengkajian fokus pada pasien refluks gastroesofagus, meliputi pengkajian anamnesa
(keluhan utama, riwayat yang berhubungan dengan keluhan utama, dan pengkajian
psikososiospiritual ), pemeriksaan fisik dan pengkajian diagnostik. Pada keluhan utama
sering didapatkan keluhan pirosis (nyeri dengan sensai terbakar pada esofagus ), dispepsia
(indigesti), regurgitasi, disfagia/osinofagia (kesulitan menelan/nyeri saat menelan ).
Keluhan ini penting untuk disedkrepsikan, apakah keluhan ini merupakan keluhan
gastrointestinal atau tidak karena keluhan ini dapat menyerupai serangan jantung.
Pengkajian riwayat dapat mendukung penggalian masalah pada pasien. Pengkajian
nyeri yang khas pada refluks gastroesofagus dapat secara lengkap dengan pendekatan
PQRST. Keluhan regurgitasi adanya keluhan material esofagus masuk kedalam jalan napas.
Pada pengkajian disfagia, tentukan berapa lama keluhan muncul dan apakah disertai
penurunan berat badan. Pengakajian psikologis sering didapatkan kecemasan akan kondisi
yang dialami. Perawat juga mengkaji faktor yang dapat menurunkan / menambah keluhan.
Kaji mengenai pengetahuan pasien bagaiamana cara pasien untuk menurunkan keluhan,
apakah dengan mengobati sendiri, atau meminta pertolongan kesehatan.
Pada pemeriksaan fisik walaupun tidak spesifik, bisa didapatkan adanya batuk dan
bunyi napas tambahan wheezing akibat aspirasi ke jalan napas. Pada beberapa pasien
didapatkan adanya perubahan suara bicara akibat iritasi pita suara oleh cairan refluks
terutama pada pagi hari.
1. Diagnosa keperawatan
1. Risiko aspirasi.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang asupan makan.
3. Nyeri akut b.d cedera biologis.
4. Ansietas b.d Perubahan status Kesehatan
2. Rencana Keperawatan :
DX : Resiko aspirasi.
Tujuan : dalam waktu periode prabedah resiko aspirasi tidak terjadi.
Kriteria evaluasi :
1. Tidak terjadi refluks dan aspirasi pada saat pasien makan secara oral.
2. RR dalam batas normal 12-20 x/menit
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien menelan.
b. Tingkatkan upaya untuk melakukan proses menelan yang efekstif seperti membantu pasien
untuk duduk.
c. Anjurkan pasien untuk duduk selama 30 menit setelah makan dan jangan melakukan posisi
berbaring langsung setelah makan.
d. Berikan makanan yang lunak dan lakukan dengan sedikit demi sedikit.
e. Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
f. Monitor kondisi jalan napas pada saat pasien makan dan setelah makan.
g. Evaluasi keberhasilan pemberian makan.
DX : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang asupan makan
Tujuan : Pada periode praoperasi dan pasca operasi intake nutrisi dapat optimal
dilaksanakan.
Kriteria evaluasi :
1. Pasien dapat metode menelan makanan dengan tepat
2. Terjadi penurunan gejala refluks esofagus, meliputi : odinofagia berkurang, pirosis
berkurang, RR dalam keadaan normal, 12-20 x/menit.
Intervensi :
a. Intervensi prabedah
1. Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan mengunyah makanan dengan seksama.
2. Evaluasi adanya alergi makanan dan kontraindikasi makanan.
3. Pantau intake dan output anjurkan untuk timbang berat badan secara periodik (sekali
seminggu).
4. Kolaborasi pemberian penyekat saluran kalsium (kalsium channel blockers) dan nitrat.
5. Kolaborasi pemberian injeksi agen penghambat neuromuskular (neuromuscular blocker
agents) jenis Botullinum toxin A.
b. Intervensi pasca bedah dilatasi pneumatik :
1. Batasi intake selama 24 jam setelah intervensi.
c. Intervensi pasca bedah Heller’s dilatation :
1. Batasi intake oral selama 24-48 jam setelah pembedahan. Bila tidak ada gejala kebocoran,
diet diberikan sesuai tingkat toleransi.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jenis dan komposisi diet.
d. Intervensi pascaoperasi gastrotomi :
1. Beri cairan via selang, segera setelah pembedahan.
2. Lakukan aspirasi lambung.
3. Berikan makan halus/makanan cair secara bertahap dan dicampur dengan air.
4. Atur posisi duduk dan lakukan optimalisasi gravitasi pada saat memberikan makanan cair.
e. Timbang berat badan tiap hari dan catat pertambahannya.
1. Kasus :
Ny. O, usia 38 tahun, BB 53 kg, TB 150 cm, datang ke dokter dengan keluhan nyeri
ulu hati skala 3 (0-5) disertai rasa panas disekitar dada . Selain itu Ny. O juga sering
merasakan cairan berasa asam yang berasal dari saluran cerna saat bersendawa. Dari hasil
pemeriksaan diperoleh data TD: 120/90 mmHg, Nadi : 100 x/menit, RR : 28 x/menit, dan
suhu :37oC, Gejala sudah dirasakan sejak 1 minggu ini. Frekuensi keluarnya cairan asam
tersebut cukup sering terjadi dan biasanya memburuk jika perutnya penuh setelah makan .
Ny. O juga mengatakan sering mual dan muntah, sulit untuk menelan makanan, nafsu
makan nya berkurang , sesak nafas dan sering pusing kepala. Berkurangnya nafsu makan
membuat Ny.O mengalami penurunan berat badan 1 kg serta badannya terasa lemas dan
lemah.
2. Pengkajian :
A. Anamnesa
1. Identitas pasien
Nama : Ny. O
Usia : 38 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pegawai kantor
2. Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri ulu hati disertai rasa panas disekitar dada.
3. Riwayat Penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang
Ny. O merasakan cairan berasa asam yang berasal dari saluran cerna saatbersendawa.
Pasien juga mengatakan sering mual dan muntah, sulit untuk menelan makanan, nafsu
makan nya berkurang , sesak nafas dan sering pusing kepala. Selain itu badannya terasa
lemas dan lemah.
b. Riwayat penyakit dulu
Tidak mempunyai riwayat penyakit terdahulu
c. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien.
4. Riwayat Alergi
Alergi Obat-obatan : tidak ada
Alergi Makanan : tidak ada
Alergi Faktor Lingkungan : tidak ada
5. Riwayat Medikasi
Dalam kasus tidak disebutkan mengenai apakah klien mengonsumsi obat atau zat tertentu
untuk mengobati penyakitnya.
B. Pemeriksaan fisik
B1 : Breathing (Respiratory System)
Takipnea (RR : 28x/menit)
B2 : Blood (Cardiovascular system)
Normal (TD : 120/90 mmHg)
B3 : Brain (Nervous system)
Klien mengeluh pusing
B4 : Bladder (Genitourinary system)
Normal
B5 : Bowel (Gastrointestinal System)
Mual, muntah, nyeri ulu hati, rasa panas di dada.
B6 : Bone (Bone-Muscle-Integument)
Normal
3. Diagnosa keperawatan :
4. Analisa data
Klien tampak
menunjukkan ekspresi
nyeri.
-
Ds : Pencernaan makan Risiko aspirasi
2 Klien mengeluh sering lemah
merasakan cairan berasa ↓
asam saat bersendawa Aktivitas otot
pencernaan
Do : menurun
Klien tampak ada ↓
gangguan saat menelan Merangsang
produksi HCl
Frekuensi napas klien meningkat
tampak tidak teratur ↓
Regurgitasi isi
lambung
↓
Risiko aspirasi
2 Ds : Produksi HCl Ketidakseimbangan
- Klien mengeluh sering meningkat nutrisi kurang dari
merasa mual dan muntah ↓ kebutuhan tubuh
Mual dan muntah
Klien mengatakan nafsu ↓
makannya berkurang Anoreksia
↓
Do : Ketidakseimbangan
Klien tampak pucat dan nutrisi kurang dari
lemas kebutuhan tubuh
5. Intervensi Keperawatan :
3. Domain 2 : Nutrisi,
1. Berat badan klien
1. Kaji penyebab
Kelas 1: Makan meningkat/ kembali ke mual muntah dan tanggani
rentang normal setelah dengan tepat.
Ketidakseimbangan dilakukan intervensi. 2. Berikan obat-obatan untuk
nutrisi kurang dari
2. Adanya peningkatan Nafsu meredakan mual dan nyeri
kebutuhan tubuh b.d
kurang asupan makan. sebelum makan.
makan (00002) 3. Frekuensi mual dan muntah 3. Sediakan variasi makanan
dapat berkurang. yang tinggi kalori dan
4. Berkurangnya Refluks bernutrisi tinggi.
lambung. 4. Berikan istirahat yang
5. Stamina klien meningkat.. cukup.
5. Monitor asupan kalori
makanan harian
6. Implementasi keperawatan.
7. Evaluasi
MK : Nyeri akut b.d agens cedera kimiawi (00132)
S :Klien mengatakan nyeri pada ulu hati berkurang.
Klien mengatakan rasa panas pada bagian dada berkurang
O :Ekspresi wajah tenang
Skala nyeri 1(0-5)
A :Masalah belum teratasi tetapi ada kemajuan
P : Lanjutkan intervensi
MK : Risiko aspirasi
S : Klien mengatakan sudah tidak merasakan adanya cairan keluar berasa asam saat sendawa.
O : Tidak ada gangguan menelan
Frekuensi nafas klien teratur
A : Masalah teratasi
P :Hentikan intervensi
MK : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang asupan makan
(00002).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Esofagus merupakan bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan faring
dengan lambung. Esofagus merupakan organ berbentuk tabung yang memiliki panjang
kurang lebih 25 cm, berawal dari laring di vertebra servikal VI dan berada posterior dari
trakea. Esofagus berawal dari inferior laringofaring dan melalui mediastinum anterior ke
kolumna vertebralis menembus diafragma dan membuat suatu lubang bernama esophageal
hiatus, dan berakhir di gaster bagian superior. Refluks gastroesophageal atau biasa disebut
GERD adalah kembalinya isi lambung ke esophagus atau lebih proksimal. Isi lambung
tersebut bisa berupa asam lambung, udara, maupun makanan (Resto, 2002). Refluks
gastroesophageal merupakan aliran balik isi lambung atau duodenum ke dalam esophagus.
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan. Karena sikap
posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi lambung yang
mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke lambung. Refluks sejenak ini tidak
merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala. Oleh karena itu,
dinamakan refluks fisiologis.