Anda di halaman 1dari 105

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA AN. U USIA 2 TAHUN


DENGAN DIAGNOSA MEDIS EPILEPSI DI RUANG D2 RUMKITAL
Dr. RAMELAN SURABAYA

Oleh :

DEDDY RIO SHANGRELA


NIM. 162.0010B

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

2019
HALAMAN JUDUL

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA An. U USIA 2 TAHUN


DENGAN DIAGNOSA MEDIS EPILEPSI DI RUANG D2 RUMKITAL
Dr. RAMELAN SURABAYA

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan

Oleh :

DEDDY RIO SHANGRELA


NIM. 162.0010B

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

2019

ii
SURAT PERNYATAAN

Saya bertanda tangan dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa

karya tulis ini saya susun tanpa melakukan plagiat sesuai dengan peraturan yang

berlaku di Stikes Hang Tuah Surabaya.

Jika kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiat saya akan

bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Stikes

Hang Tuah Surabaya.

Surabaya, 11 Juli 2019

DEDDY RIO SHANGRELA


NIM. 162.0010B

iii
HALAMAN PERSETUJUAN

Setelah kami periksa dan amati, selaku pembimbing mahasiswa :

Nama : DEDDY RIO SHANGRELA

NIM : 162.0010B

Program Studi : D-III Keperawatan

Judul KTI : Asuhan Keperawatan Pada An. U Usia 2 Tahun Dengan

Diagnosa Medis Epilepsi Di Ruang D2 Rumkital Dr.Ramelan

Surabaya.

Serta perbaikan-perbaikan sepenuhnya, maka kami menganggap dan dapat

menyetujui bahwa karya tulis ini diajukan dalam siding guna memenuhi sebagian

persyaratan untuk memperoleh gelar:

AHLI MADYA KEPERAWATAN (AMd. Kep)

Surabaya, 11 Juli 2019

Pembimbing

Dwi Ernawati, S.Kep., Ns., M. Kep

NIP. 03.023

Ditetapkan di : STIKES Hang Tuah Surabaya


Tanggal : 11 Juli 2019

iv
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmih Dari :


Nama : DEDDY RIO SHANGRELA
NIM : 162.0010B
Program Studi : D-III Keperawatan
Judul KTI : Asuhan Keperawatan Pada An. U Usia 2 Tahun
Dengan Diagnosa Medis Epilepsi Di Ruang D2
Rumkital Dr.Ramelan Surabaya.
Setelah dipertahankan dihdapan dewan Sidang Karya Tulis Ilmiah Stikes
Hangtuah Surabaya, pada :
Hari, Tanggal : Senin, 15 Juli 2019
Bertempat : Stikes Hang Tuah Surabaya
Dan dinyatakan LULUS dan dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatn pada prodi D-III Keperwatan Stikes
Hang Tuah Surabaya.
Penguji I : Dwi Ernawati, S. Kep., M. Kep..........................
NIP 03.023
Penguji II : Meyta Kurniasari, S. Kep, NS............................
NIP 197605172006042001

Mengetahui,
Stikes Hangtuah Surabaya
Ka. Prodi DIII Keperawatan

Dya Sustrami, S. Kep., Ns, M. Kes


NIP. 03.007

Ditetapkan di : STIKES Hang Tuah Surabaya


Tanggal : 15 Juli 2019

v
MOTTO & PERSEMBAHAN

 Tidaklah sempurna suatu pekerjaan jikalau tidak

diiringi dengan doa

 Ikhtiar, sabar serta tawakal kunci dalam meraih

kesuksesan

 Raihlah cinta seseorang dengan kasih dan sayang,

raihlah cinta kekasih dengan kasih saying, tapi

raihlah cinta Allah dengan mensyukuri kasih

sayangNya

Kupersembahkan karya yang sederhana ini kepada:

1. Ayah dan ibu tercinta yang telah membesarkan


membimbing dan banyak memberikan dorongan
moral dan material kepada saya, nasehatmu akan
selalu mengiringi langkahku

2. Keluarga serta saudara – saudara yang telah


membantu dan mendoakan kesuksesan penulisan
karya tulis ilmiah ini

3. Grittiva Hera Anggraini yang selalu menjadi


motivasi dan semangat serta mendukungku selama
ini

4. Teman – temanku yang saya sayangi, terimakasih


selama proses penyelesaian karya tulis ilmiah ini
kalian yang sudah membantu dan memberikan
motivasi dan saran kepada saya
vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmad dan

hidayah-Nya pada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini

sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Karya tulis ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan

program Ahli Madya Keperawatan.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan dan kelancaran karya tulis bukan

hanya karena kemampuan penulis, tetapi banyak ditentukan oleh bantuan dari

berbagai pihak, yang telah dengan ikhlas membantu penulis demi terselesainya

penulisan, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih

dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Laksamana Pertama TNI AL (K) Dr. Ahmad Samsulhadi,

selaku Kepala Rumkital Dr. Ramelan Surabaya, yang telah memberikan ijin

dan lahan praktik untuk penyusunan karya tulis dan selama kami berada di

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah.

2. Kolonel Laut (K/W) Purn. Wiwiek Liestyaningrum, M.Kep selaku Ketua

Stikes Hang Tuah Surabaya yang telah memberikan kesempatan kepada kami

untuk praktik di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya dan menyelesaikan

pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya.

3. Dya Sustrami, S.Kep.,Ns.,M.Kes., selaku Kepala Program Studi D-III

Keperawatan yang selalu memberikan dorongan penuh dengan wawasan

dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

vii
4. Dwi Ernawati, S.Kep., Ns., M. Kep selaku pembimbing I, yang dengan telah

bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta perhatian dalam

memberikan dorongan, bimbingan, arahan dan masukan dalam penyelesaian

karya tulis ilmiah ini.

5. Meyta, S.Kep.,Ns selaku pembimbing II, yang dengan tulus ikhlas telah

memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan dalam penyelesaian

karya tulis ilmiah ini.

6. Bapak dan ibu dosen Stikes Hang Tuah Surabaya, yang telah memberikan

bekal bagi penulis melalui materi-materi kuliah yang penuh nilai dan makna

dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini, juga kepada seluruh

tenaga administrasi yang tulus ikhlas melayani keperluan penulis selama

menjalani studi dan penulisannya.

7. Sahabat-sahabat seperjuangan tersayang dalam naungan Stikes Hang Tuah

Surabaya yang telah memberikan dorongan semangat sehingga karya tulis

ilmiah ini dapat terselesaikan, saya hanya dapat mengucapkan semoga

hubungan persahabatan tetap terjalin.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas

bantuannya. Penulis hanya bias berdoa’a semoga Allah SWT membalas amal

baik semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian karyatulis

ilmiah ini.

viii
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih banyak

kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu saran dan kritik

yang konstruktif senantiasa penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap,

semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang

membaca terutama bagi Civitas Stikes Hang Tuah Surabaya.

Surabaya, 11 Juli 2019

Deddy Rio Shangrela

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ............................................................................................ ii


HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
SURAT PERNYATAAN ..................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... v
MOTTO & PERSEMBAHAN ............................................................................ vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN…….………………………...… xiv
BAB PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................................ 4
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................................... 5
1.4 Manfaat ............................................................................................................. 5
1.5 Metode Penulisan .............................................................................................. 6
1.5.2 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 7
1.5.3 Sumber Data ................................................................................................... 7
1.5.4 Studi Kepustakaan .......................................................................................... 7
1.6 Sistematika Penulisan ....................................................................................... 8
BAB 2 TINJAUAN KASUS
2.1 Konsep Penyakit ............................................................................................... 9
2.1.1 Antomi Fisiologi ............................................................................................ 9
2.1.2 Pengertian Epilepsi....................................................................................... 12
2.1.3 Etiologi ......................................................................................................... 12
2.1.4 Manifestasi Klinis ........................................................................................ 15
2.1.5 Tanda dan Gejala.......................................................................................... 17
2.1.6 Patofisiologi ................................................................................................. 17
2.1.7 Diagnosa Banding ........................................................................................ 18
2.1.8 Komplikasi ................................................................................................... 19
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 19
2.1.10 Pencegahan ................................................................................................. 20
x
2.1.11 Penatalaksanaan ......................................................................................... 20
2.1.12 Dampak Masalah ........................................................................................ 21
2.2 Konsep Anak ................................................................................................... 22
2.2.1 Pengertian Tumbuh Kembang ..................................................................... 22
2.2.2 Tumbuh Kembang Anak Usia Toodler ........................................................ 22
2.3 Hospitalisasi .................................................................................................... 25
2.3.1 Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi ........................................................... 25
2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi .............. 26
2.4 Imunisasi ......................................................................................................... 27
2.4.1 Pengertian ..................................................................................................... 27
2.4.2 Tujuan Imunisasi .......................................................................................... 28
2.4.3 Macam-macam Imunisasi ............................................................................ 28
2.4.4 Jenis Imunisasi ............................................................................................. 29
2.5 Nutrisi Pada Anak Usia Toodler ..................................................................... 33
2.5.1 Pengertian ..................................................................................................... 33
2.5.2 Komponen Zat Gizi ...................................................................................... 33
2.5.3 Kebutuhan Nutrisi Berdasarkan Usia Tumbuh Kembang ............................ 35
2.5.4 Kebutuhan Nutrisi Berdasarkan Usia Tumbuh Kembang ............................ 35
2.6 Asuhan Keperawatan ...................................................................................... 36
2.6.1 Pengkajian .................................................................................................... 36
2.6.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................................ 41
2.6.3 Perencanaan.................................................................................................. 41
2.6.4 Pelaksanaan Keperawatn .............................................................................. 46
2.6.5 Evaluasi ........................................................................................................ 46
BAB 3 TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian ....................................................................................................... 47
3.1.1 Identitas ……………………..……………………………………………. 47
3.1.2 Keluhan Utama............................................................................................. 47
3.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang.......................................................................... 47
3.1.4 Riwayat Kehamilan dan Persalinan ............................................................. 48
3.1.5 Riwayat Penyakit Masa Lampau .................................................................. 49
3.1.6 Pengkajian Keluarga .................................................................................... 50
3.1.7 Riwayat Sosial .............................................................................................. 51
3.1.8 Kebutuhan Dasar .......................................................................................... 51
3.1.9 Keadaan Umum ............................................................................................ 52

xi
3.1.10 Tanda – Tanda Vital ................................................................................... 53
3.1.11 Pemeriksaan fisik ....................................................................................... 53
3.1.12 Tingkat Perkembangan............................................................................... 55
3.1.13 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 56
3.2 Analisa Data .................................................................................................... 58
3.3 Prioritas Masalah ............................................................................................. 60
3.4 Rencana Keperawatan ..................................................................................... 61
3.5 Tindakan Keperawatan Dan Catatan Perkembangan ...................................... 66
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian ....................................................................................................... 76
4.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................................... 79
4.3 Perencanaan..................................................................................................... 80
4.4 Pelaksanaan ..................................................................................................... 82
4.5 Evaluasi ........................................................................................................... 83
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan ......................................................................................................... 84
5.2 Saran ................................................................................................................ 86
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 87

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 WOC Epilepsi ....................................................................................... 11

Tabel 2.2 Masa Perkembangan Psikoseksual Fase Awal...………....................... 23

Tabel 2.3 perkembangan Motorik Masa Toddler ..……..………........................ 24

Tabel 3.1.13 Hasil Lab (Hematologi)....................................................................56

Tabel 3.1.14 Hasil Lab (Kimia).......……………………………………………. 56

Tabel 3.2 Analisa Data................………………………………………..……… 48

Tabel 3.3 Prioritas Masalah.......................................................………...………. 60

Tabel 3.4 Rencana Keperawatan...............................................………...………. 61

xiii
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

O2 : Oksigen
IV : Intra Vena
BCG : Bacillus Calmette Guerin
ASI : Air Susu Ibu
WIB : Waktu Indonesia Barat
TNI AL : Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut
DPT : Difteria, Pertusis, Tetanus
GCS : Glasgow Coma Scale
TB : Tinggi Badan
BB : Berat Badan
ICS : Intercosta
CRT : Capillary Reflil Time
HGB : Hemoglobin
HCT : Hematokrit
K : Kalium
Cl : Kalsium
MRS : Masuk Rumah Sakit
KRS : Keluar Rumah Sakit
IGD : Instalasi Gawat Darurat
WBC : White Blood Cell
S1 S2 : Suara 1 Suara 2
BAB : Buang Air Besar
BAK : Buang Air Kecil
ROM : Range Of Motion
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
TD : Tekanan Darah

xiv
xv

N : Nadi
RR : Respiratoty Rate
S : Suhu
CT SCAN : Computerized Tomografi Scanner
IM : Intramuskuler
TTV : Tanda tanda vital
WHO : World Health Organization
RSUPN : Rumah Sakit Umum Pusat Nasional
SSP : Susunan Saraf Pusat
AIDS : Acquired Immuno Deficiency Syndrome
EEG : Electroensefalografi
DL : Darah Lengkap
LED : Laju Endap Darah
BGA : Blood Gas Artery
OAE : Obat Anti Epilepsi
CM : Centi Meter
HIV : Human Immunodefisiency Virus
TBC : Tuberculosis
Ml : Mililiter
C : Celcius
Kg : Kilogram
RSAL :Rumah Sakit TNI Angkatan Laut
Mg : Miligram
SMRS : Sebelum Masuk Rumah Sakit
PEWS : Penilaian Early Warning Score
IV : Intra Vena
RM : Rekam Medis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Epilepsi merupakan salah satu penyakit kronik yang berpotensi

mengganggu tumbuh kembang anak di Negara berkembang, termasuk

Indonesia, masih banyaknya morbiditas pada masa perinatal dan masa bayi

yang diimbangi kemajuan layanan medis berakibat meningkatnya angka

kesintasan bayi bayi resiko tinggi yang berpotensi mengalami kelainan

neurologis dan perkembangan, termasuk epilepsi. World Health

Organization (WHO) memperkirakan prevalens (kasus baru dan lama)

Epilepsi yang membutuhkan pengobatan sekitar 8,2 per 1000 penduduk

dunia : 80% diantaranya terdapat di Negara berkembang. Puncak prevalens

Epilepsi didapatkan pada awal usia remaja hingga dewasa muda.

Insidens (kasus baru) pada anak lebih tinggi dibanding dewasa dan

sering dimulai sejak usia bayi. Insidens epilepsy pada anak di Negara

berkembang berkisar 40 kasus / 100.000 anak pertahun.

Data Nasional mengenai angka kejadian Epilepsi pada anak di

Indonesia belum tersedia. Namun di Departemen Ilmu Kesehatan Anak

Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Cipto Mangunkusumo,

Jakarta, Selama kurun waktu 2009-2010 terdapat 218 pasien baru dengan

Epilepsi umum dan 71 dengan Epilepsi fokal diantara 1700 pasien baru per

1
2

tahun. Epilepsi merupakan diagnosis terbanyak pada pasien yang

mengunjungi poli klinik saraf anak RSUPN Cipto Mangunkusumo.

Menurut sebuah telaah sistematis pada 19 Negara berkembang termasuk

Thailand, India, dan Cina, jumlah penyandang Epilepsi yang sebenarnya

diduga jauh lebih besar dibandingkan jumlah yang terdiagnosis dan

mendapat tata laksana. Di Jawa Timur ada sekitar 380.000 penderita

penyakit epilepsy dan tidak didukung dengan ketersediaan obat yang

terjangkau (Prof. Margono, 2008). Di ruang D2 Rumkital dr. Ramelan

Surabaya pada anak penderita epilepsi pada tahun 2018 berjumlah 383 anak.

Kendati jarang menyebabkan kematian secara langsung, Epilepsi

berhubungan dengan berbagai komplikasi yang mengancam perkembangan

otak, kualitas hidup, maupun nyawa anak. Kejang lama dan status

Epileptikus dapat menyebabkan Iskemia Otak, kematian sel Neuron,

berkurangnya Neuron di Hipokampus, yang dapat menyebabkan gangguan

kognitif dan perburukan Epilepsi. Dalam tahun pertama setelah diagnosis,

2% anak penyandang Epilepsi pernah mengalami status Epileptikus dan

20% pernah mengalami kejang berdurasi lebih dari 5 menit. Dalam 2 tahun

setelah diagnosis ditegakkan, status Epileptikus konvlisif telah dialami oleh

6,1% anak Epilepsi. Manifestasi klinik epilepsi disebabkan oleh lesi di

korteks serebri yang mendasarinya. Lesi di otak pada umumnya telah ada

beberapa bulan – tahun sebelum gejala epilepsi pertama muncul, seperti

hipoksia perinatal / asfiksia atau perdarahan intraserebral. Kejang terjadi

akibat lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang
3

atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik.

Manifestasi klinis upama Epilepsi disebabkan oleh berbagai hal, yang dapat

menimbulkan kelainan fungsional (motorik, sensorik, otonom atau psikis)

serangan Epilepsi berkaitan dengan pengeluaran impuls oleh neuron

serebral yang berlebihandan berlangsung lokal. Cara mengatasinya dengan

mengamati factor pemicu, menghindari factor pemicu, berikan obat anti

epilepsi, terapi dimulai dengan monoterapi, pemberian obat dimulai dari

dosis rendah kemudian dinaikan dengan bertahap. Dampak pada anak

epilepsi adalah komorbiditas yaitu perkembangan yang terlambat, retardasi

mental maupun gangguan sikap dan perilaku. Menurut dr. Setyo komorbidat

epilepsi pada anak berupa kerusakan atau gangguan perkembangan otak.

(Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2016).

Kejang demam merupakan salah satu faktor risiko yang sering

diperdebatkan. Kejang demam sederhana terjadi pada 3-5% anak-anak

berusia 6 bulan sampai 5 tahun yang sebelumnya dalam keadaan sehat, dan

penyebab pasti dari kejang demam tadi tidak diketahui kecuali demamnya

itu sendiri. Kejang demam ini mungkin diwariskan dan risiko untuk

berkembang menjadi epilepsi adalah kecil. Kejang demam kompleks yang

ditandai dengan bangkitan parsial atau bangkitan yang lama disertai

gangguan neurologik atau gangguan perkembangan cenderung untuk

berkembang menjadi epilepsi lebih besar. (Ambarwati & Nasution, 2015).

Oleh karena itu pentingnya pengetahuan untuk mengobati terjadinya

penyakit ini sejak dini serta masih melekatnya faktor kebudayaan yang salah
4

pada penderita epilepsi, maka perlu dibahas asuhan keperawatan pada kasus

epilepsi lebihh dalam. Gangguan ini sangat penting untuk dibahas karena

sangat dekat sekali dengan kehidupan sehari-hari. Gangguan ini tentu bisa

merusak aspek psikologi dan psikososial penderita dan diperlukan asuhan

keperawatan yang holistik sebagai sarana promotif, prevetif dan kuratif

yang efektif sehingga dapat menurunkan risiko gangguan system saraf.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk mengetahui lebih lanjut dari perawatan penyakit epilepsi

maka penulis akan melakukan pengkajian lebih lanjut dengan melakukan

asuhan keperawatan anak epilepsi dengan membuat rumusan masalah

sebagai berikut “Bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan anak

dengan penyakit epilepsi di Ruang Anak D2 Rumkital Dr. Ramelan

Surabaya”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Studi kasus ini bertujuan supaya mahasiswa mampu

mengidentifikasi asuhan keperawatan pada anak dengan diagnosa epilepsi di ruang

D2 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengkaji pasien anak dengan diagnosa epilepsi di ruang D2 Rumkital Dr.

Ramelan Surabaya.

2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien anak dengan diagnosa

epilepsi di ruang D2 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.


5

3. Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan diagnosa

epilepsi di ruang D2 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

4. Melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan diagnosa

epilepsi di ruang D2 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

5. Mengevaluasi pasien anak dengan diagnosa epilepsi di ruang D2 Rumkital

Dr. Ramelan Surabaya.

6. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan

diagnosa epilepsi di ruang D2 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

1.4 Manfaat

Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini di harapkan dapat

memberi manfaat :

1. Akademis, hasil karya tulis ilmiah ini merupakan sumbangan bagi ilmu

pengetahuan khususnya dalam hal asuhan keperawatan pada pasien

anak dengan epilepsi.

2. Secara praktis, tugas akhir ini akan bermanfaat bagi :

a. Bagi pelayanan keperawatan keperawatan di Rumkital Dr. Ramelan

Hasil karya tulis ilmiah ini, dapat menjadi masukan bagi pelayanan

di Rumkital Dr. Ramelan agar dapat melakukan asuhan keperawatan

pada pasien anak gastrointeritis akut dehidrasi sedang dengan baik.

b. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti

berikutnya, yang akan melakukan karya tulis ilmiah pada asuhan

keperawatan pada pasien anak gastroenteritis akut dehidrasi sedang.


6

c. Bagi Profesi Kesehatan

Sebagai tambahan illmu bagi profesi keperawatan dan memberikan

pemahaman yang lebih baik tentang asuhan keperawatan pada

pasien anak dengan epilepsi.

1.5 Metode Penulisan

1.5.1 Metode

Metode deskriptif yaitu metode yang sifatnya mengungkapkan

peristiwa atau gejala yang terjadi pada waktu sekarang yang meliputi studi

kepustakaan yang mempelajari, mengumpulkan, membahas data dengan studi

pendekatan proses keperawatan dengan langkah – langkah pengkajian, diagnosis,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Data diambil / diperoleh melalui percakapan dengan keluarga pasien

maupun tim kesehatan lainya.

b. Observasi

Data yang di ambil melalui percakapan dengan klien, ibu pasien.

c. Pemeriksaan

Meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat menunjang

menegakkan diagnosa dan penanganan selanjutnya.

1.5.3 Sumber Data

1. Data Primer
7

Data yang diperoleh dari ibu klien.

2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari rekam medis, perawat, hasil pemeriksaan dan tim

kesehataan lainya.

1.5.4 Studi Kepustakaan

Studi Kepustakaan yaitu mempelajari buku sumber yang

berhubungan dengan judul karya tulis ilmiah dan masalah yang dibahas.

1.6 Sistematika Penulisan

Supaya lebih jelas dan lebih muda dalam mempelajari dan

memahami karya tulis ilmiah ini, secara keseluruhan dibagi menjadi tiga bagian,

yaitu :

1. Bagian awal, memuat halaman judul, persetujuan komisi pembimbing,

pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi.

2. Bagian inti, terdiri dari lima bab, yang masing – masing bab terdiri dari sub

bab berikut ini :

a. BAB 1: Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, tujuan,

manfaat penelitian dan sistematika penulisan karya tulis ilmiah.

b. BAB 2: Tinjauan Pustaka, berisi tentang konsep penyakit dari sudut

medis dan asuhan keperawatan klien dengan diagnosa epilepsi, serta

kerangka masalah.

c. BAB 3: Tinjauan Kasus berisi tentang diskripsi data hasil pengkajian,

diagnose, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.


8

d. BAB 4: Pembahasan berisi tentang perbandingan antara teori dengan

kenyataan yang ada di lapangan.

e. BAB 5: Penutup, berisi tentang simpulan dan saran.

3. Bagian akhir, terdiri dari daftar pustaka dan lampiran.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab 2 ini akan diuraikan secara teoritis mengenai konsep penyakit

dan asuhan keperawatan epilepsi. Konsep penyakit akan diuraikan definisi, etiologi,

manifestasi klinis, dan cara penanganan secara medis. Konsep tumbuh kembang

anak data di uraikan mengenai definisinya, pertumbuhan dan perkembangan di

usianya. Konsep hospitalisasi dapat diuraikan tentang definisi dan reaksi terhadap

efek hospitalisasi sesuai dengan usianya. Konsep imunisasi dapat diuraikan tentang

definisi, tujuan, macam-macam, dan jenis imunisasinya. Asuhan keperawatan akan

diuraikan masalah-masalah yang muncul pada penyakit epilepsi dengan melalukan

asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi.

2.1 Konsep penyakit

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi

Otak memiliki kurang lebih 15 miliar neuron yang membangun substansia

grisea. Otak merupakan organ yang sangat kompleks dan sensitif, berfungsi sebagai

pengendali dan pengatur seluruh aktivitas kita, ialah gerakan motorik, sensasi,

berpikir, dan emosi. Di samping itu, otak merupakan tempat kedudukan memori

dan juga sebagai pengatur aktivitas involuntar atau otonom. Sel-sel otak bekerja

bersama-sama, berkomunikasi melalui signal-signal listrik. Kadang-kadang dapat

terjadi cetusan listrik yang berlebihan dan tidak teratur dari sekelompok sel yang

menghasilkan bangkitan atau seizure. Bangkitan berinteraksi dengan bagian otak

9
10

yang mengatur hormon seks (hipotalamus dan hipofisis) dan demikian pula dengan

gonad. Sistem limbik merupakan bagian otak yang paling sensitif terhadap

bangkitan. Ada dugaan bahwa sistem paling kaya reseptor sterois seks. Ekspresi

aktivitas otak abnormal dapat berupa gangguan motorik, sensorik, kognitif, atau

psikis.

Neokorteks (area korteks yang menutupi permukaan otak), hipokampus,

dan area frontotemporal bagian mesial sering kali merupakan letak awal munculnya

bangkitan epilepsi. Area subkorteks misalnya talamus, substansia nigra dan korpus

striatum berperan dalam menyebarkan aktivitas bangkitan dan mencetuskan

bangkitan epilepsi umum. Pada otak normal, rangsang penghambat dari area

subkorteks mengatur neurotransmisi perangsang antara korteks dan area otak

lainnya serta membatasi meluasnya signal listrik abnormal. Tekanan terhadap

aktivitas penghambat di area tadi pada penderita epilepsi dapat memudahkan

penyebaran aktivitas bangkitan mengikuti awal bangkitan parsial atau munculnya

bangkitan epilepsi umum primer. (Ambarwati & Nasution, 2015).


11

Tabel 2.1 WOC Epilepsi


Merangsang system Masuk ke dalam tubuh Virus, bakteri, jamur,
pertahanan tubuh protozoa

Memicu reaksi antigen Terjadi inflamasi Resiko Ketidakefektifan


antibody perfusi jaringan otak

Terjadi dieschefalon Kejang spastik-resiko


Merangsang mediator
cidera
kimia
Enchefalitis
Kerusakan susunan
Merangsang sel saraf
saraf pusat
Pasien di rumah sakit

Nyeri akut
Stress hospitalisasi TIK

Pelepasan zat Pirogen


endogen Mual muntah
Mekanisme koping
kurang baik
Instabil termoregulasi
Intake makanan
Ketidakefektifan koping inadekuat
keluarga
Hipertermi

BB turun Suplai nutrisi menurun


Ketidakseimbangan
nutria kurang dari
kebutuhan tubuh kelemahan Sel kurang nutrisi

Hambatan mobilitas fisik Aktivitas pasien terganggu Bergantung pada orang lain

Aktivitas spiritual Penurunan perawatan Jika kurang bersih


terganggu diri

Distres spiritual Defisit perawatan diri Resiko infeksi

Dikutip dari (Nurarif & Kusuma, 2016)


12

2.1.2 Pengertian Epilepsi

Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan

oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attack, spell) yang bersifat spontan

(unprovoked) dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak

yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari irama. Istilah epilepsi tidak

boleh digunakan untuk bangkitan yang terjadi hanya sekali saja, bangkitan yang

terjadi selama penyakit akut berlangsung, dan occasional provoked seizures

misalnya kejang atau bangkitan pada hipoglikemi (Ambarwati & Nasution, 2015)

2.1.3 Etiologi

Untuk mencari faktor penyebab maka diperlukan anamnesis yang cermat

dan lengkap, berbekal pada pengetahuan kita tentang epilepsi. Kunci pertama untuk

melakukan anamnesis adalah kecurigaan tentang adanya kemungkinan epilepsi

yang dicirikan oleh gejala yang khas. Setelah itu harus dikembangkan anamnesis

yang runtut, cermat, dan lengkap. Berikutnya adalah berpikir tentang jenis

bangkitan yang ada dan kemudian dilakukan pemeriksaan fisik yang sistematik.

Pemeriksaan laboratarik didasarkan atas hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Sekali lagi perlu diingat bahwa apa yang dirancang adalah untuk menegakkan

diagnosis epilepsi dan mencari faktor penyebabnya. Untuk yang terakhir ini

diperlukan pemahaman tentang hasil pemeriksaan klinis dan epiderniologi epilepsi.

Kejang demam merupakan salah satu faktor risiko yang sering

diperdebatkan. Kejang demam sederhana terjadi pada 3-5% anak-anak berusia 6

bulan sampai 5 tahun yang sebelumnya dalam keadaan sehat, dan penyebab pasti

dari kejang demam tadi tidak diketahui kecuali demamnya itu sendiri. Kejang
13

demam ini mungkin diwariskan dan risiko untuk berkembang menjadi epilepsi

adalah kecil. Kejang demam kompleks yang ditandai dengan bangkitan parsial atau

bangkitan yang lama disertai gangguan neurologik atau gangguan perkembangan

cenderung untuk berkembang menjadi epilepsi lebih besar.

Stroke merupakan faktor ririko epilepsi yang penting khusunya pada

kelompok lanjut usia. Pada saat onset, sekitar 2% penderita stroke mengalami

bangkitan. Selama 5 tahun pasca-stroke maka 11,5% dari penderita stroke

mengalami bangkitan tunggal atau berulang. Penderita yang mengalami stroke

memiliki kemungkinan 20x lebih besar untuk epilepsi dari pada populasi umum.

Namun demikian tingginya resiko untuk terjadinya epilepsi pasca stroke didasarkan

atas penelitian di Rumah Sakit, dengan demikian ada kemungkinan salah estimasi.

Penderita dengan stroke berat terutama yang mengalami sumbatan total di sirkulasi

anterior, atau perdarahan, kemungkinan untuk mengalami bangkitan lebih tinggi.

Penderita perdarahan intraserebral dan subaraknoid mempunyai resiko yang lebih

tinggi untuk mengalami bangkitan di kemudian hari. Sementara itu, penderita yang

pulih dalam waktu 1 bulan mempunyai resiko yang sangat rendah untuk terjadinya

bangkitan di waktu-waktu berikutnya.

Apabila ditelusuri lebih dalam maka faktor penyebab epilepsi sungguh

sangat banyak dapat bersifat tunggal maupun dalam bentuk kombinasi, upaya untuk

mencari faktor penyebab antara lain pemeriksaan darah, pemeriksaan cairan

serebrospinal, ct-scan, dan MRI. Berikut ini adalah daftar penyebab atau faktor

resiko epilepsi :

1. Idiopatik (Penyebab tidak diketahui)


14

a) Terjadi pada umur berapa saja, terutama kelompok umur 5-20

tahun

b) Tidak ada kelainan neurologik

c) Ada riwayat epilepsi pada keluarganya

2. Efek Kongenital dan Cidera Perinatal

a) Munculnya bangkitan pada usia bayi atau anak-anak

3. Kelainan Metabolik

a) Terjadi pada umur berapa saja

b) Kompikasi dari Diabetes Melitus

c) Ketidakseimbangan Elektrolit

d) Gagal Ginjal, Urenia

e) Defisiensi Nutrisi

f) Intoksikasi Alkohol atau Obat-obatan

4. Trauma kepala

a) Terjadi pada umur berapa saja, terutama pada dewasa muda

b) Terutama pada kontusio cerebri

c) Munculnya bangkitan biasanya 2 tahun pasca cidera

d) Bila muncul awal (2 minggu pasca cidera) biasanya tidak menjadi

kronis

5. Tumor dan Proses Desak Ruang Lainnya

a) Terjadi pada umur berapa saja, terutama umur diatas 30 tahun

b) Pada awalnya berupa bangkitan parsial

c) Kemudian berkembang menjadi bangkitan umum tonik clonik

6. Gangguan Kardiovaskuler
15

a) Terutama karena stroke dan pada lanjut usia infeksi

b) Dapat terjadi pada umur berpa saja

c) Mungkin bersifat reversible

7. Infeksi

a) Dalam bentuk ensefalitis, meningitis, abses.

b) Dapat merupakan akibat dari infeksi berat di bagian lain

c) Infeksi kronis (sifilis)

d) Komplikasi dari AIDS

8. Penyakit Degeneratif

a) Terutama pada lanjut usia

b) Dimensia Alzheimer (Ambarwati & Nasution, 2015)

2.1.4 Manifestasi klinis

a. Gejala kejang yang spesifik akan tergantung pada macam kejangnya.

Jenis kejang dapat bervariasi antara pasien, namun cenderung serupa.

b. Kejang komplek parsial dapat termasuk gambaran somatosensory atau

motor fokal.

c. Kejang komplek parsial dikaitkan dengan perubahan kesadaran.

d. Ketiadaan kejang dapat tampak relative ringan, dengan perode

perubahan kesadaran hanya sangat singkat (detik).

e. Kejang tonik klonik umum merupakan episode konvulsif utama dan

selalu dikaitkan dengan kehilangan kesadaran.

Berdasarkan tanda klinik dan data EEG, kejang pada epilepsi dibagi

menjadi :
16

a. Kejang umum (generalized seizure) ; jika aktivasi terjadi pada kedua

hamisfer otak secara bersama-sama. Kejang umum terbagi atas :

1) Tonic-clonic convulsion (Grand Mal)

Merupakan bentuk paling banyak terjadi pasien tiba-tiba jatuh, kejang,

nafas terengah-engah, keluar air liur, bisa terjadi sianosis, ngompol,

atau menggigit lidah terjadi beberapa menit, kemudian diikuti lemah,

kebingungan, sakit kepala.

2) Abscense attacks / lena (Petit Mal)

Jenis yang jarang umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau

awal remaja penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip,

dengan kepala terkulai kejadiaannya cuma beberapa detik, dan

bahkan sering tidak disadari.

3) Myoclonic Seizure

Biasanya terjadi pada pagi hari, setelah bangun tidur pasien

mengalami sentakan yang tiba-tiba. Jenis yang sama (tapi non-

epileptik) bisa terjadi pada pasien normal.

4) Atonic Seizure

Jarang terjadi pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot jatuh, bisa

segera recovered.

b. Kejang parsial / fokal jika dimulai dari daerah tertentu dari otak. Kejang

parsial terbagi menjadi :

1) Simple partial seizures

Pasien tidak kehilangan kesadaran terjadi sentakan-sentakan pada

bagian tertentu dari tubuh.


17

2) Complex partial seizures

Pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali : Gerakan

mengunyah, meringis, dan lain-lain tanpa kesadaran. (Nurarif &

Kusuma, 2016).

2.1.5 Tanda dan gejala

Berikut ini beberapa tanda dan gejala Epilepsi adalah :

a. Kebingungan sementara

b. Mata kosong (bengong) menatap satu titik terlalu lama

c. Gerakan menyentak tak terkendali pada tangan dan kaki

d. Hilang kesadaran sepenuhnya atau sementara

e. Gejala psikis

f. Kekakuan otot

g. Gemetar atau kejang, pada sebagian tubuh (wajah, lengan, kaki) atau

keseluruhan

h. Kejang yang diikuti oleh tubuh menegang dan hilang kesadaran secara

tiba-tiba, yang bias menyebabkan orang tersebut tiba-tiba terjatuh

2.1.6 Patofisiologi

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari sebuah

fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan

patologik.

Ada 2 mekanisme utama :

1. Meningkatnya faktor eksitasi


18

2. Menurunnya faktor inhibisi

Proses terjadinya kejang memperlihatkan beberapa proses biokimiawi

yaitu:

a. Instabilitas membran sel saraf sehingga sel saraf mudah mengalami

pengaktifan

b. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang kemampuan untuk

melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan

muatan secara berlebihan.

c. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipolarisasi, atau selang

waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin

atau difisiasi GABA (Gamma Amino Bitiric Acid).

d. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau

elektrolit yang mengganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga

terjadi kelainan pada depolarisasi neuron. Gangguan ini menyebabkan

neurotransmitter eksitatorik berlebihan atau penurunan neurotransmitter

inhibitorik. (dr. Badrul Munir Sp.S, 2015)

2.1.7 Diagnosa Banding

1. Migran

2. Hiperventilasi

3. Tics

4. Mikoklonus

5. Spasme Hemifasial

6. Syncope
19

7. TIA

8. Sleep Disorder (dr. Badrul Munir Sp. S, 2015)

2.1.8 Kompliasi

Penyakit Epilepsi harus segera ditangani dengan tepat dan cepat untuk

menghindari komplikasi yang membahayakan nyawa penderita Epilepsi.

Komplikasi umum yang dapat terjadi antara lain :

a. Terjatuh

b. Tenggelam

c. Kecelakaan

Selain itu komplikasi juga berdampak pada kesehatan mental yang tidak

dapat dianggap sepele. Pada umumnya, penderita Epilepsi akan mengalami depresi

karena kondisinya atau karena efek samping obat anti Epilepsi yang tidak

tertahankan.

2.1.9 Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

b. DL, Eletrolit, LED, fungsi liver, fungsi ginjal.

c. BGA dan lain lain

d. Pemeriksaan Elektro-Ensefalografi (EEG)

e. Pemeriksaan pencitraan otak (Brain Imaging) CT-Scan MRI untuk

melihat apakah ada kelainan structural di otak. (dr. Badrul Munir Sp.S,

2015).
20

2.1.10 Pencegahan

Berikut adalah beberapa hal yang dapat mencegah risiko kambuhnya kejang

epilepsi :

a. Perbanyak jam tidur setiap malam, cobalah untuk mengatur jadwal tidur

yang teratur, dan melakukan dengan disiplin.

b. Anda bisa mencoba untuk mengatur stress dan mempelajari teknik

relaksasi yang bisa menenangkan otak, tubuh serta pikiran guna

mencegah epilepsi muncul.

c. Hindari mengkonsumsi narkoba dan alkohol.

d. Hindari cahaya yang terang, lampu kelap-kelip, dan rangsangan visual

lainnya yang bisa memicu kaget.

e. Kurangi waktu anda menonton TV dan berada di komputer.

f. Kurangi bermain video game

g. Terapkan pola makan sehat dan diet untuk mencegah epilepsi.

2.1.11 Penatalaksanaan

Tujuan terapi adalah mengupayakan kualitas hidup optimal sesuai

perjalanan penyakit dan disabilitas fisik atau mental.

Prinsip Terapi Farmakologi :

OAE diberikan bila :

a. Diagnosis epilepsi sudah dipastikan

b. Faktor pencetus bangkitan dapat dihindari (misal: alkohol, stres, kurang

tidur)
21

c. Terdapat minimal 2 bangkitan dalam setahun

d. Penderita dan keluarga sudah dijelaskan tujuan pengobatan dan efek

samping dari OAE. (dr. Badrul Munir Sp. S, 2015).

2.1.12 Dampak masalah

a. Potensial kecelakaan sehubungan dengan penurunan kesadaran, kelemahan

fisik, gerak otot tonik klonik.

b. Potensial terjadi sumbatan jalan nafas sehubungan dengan obstruksi tracheo

bronchial, gangguan persepsi dan neuro muskuler.

c. Gangguan konsep diri sehubungan dengan stigma sosial, salah persepsi dari

lingkungan sosial.

d. Gangguan mekanisme koping (koping tidak efektif) sehubungan dengan

terdiagnose epilepsi dan keterikatan dengan obat.

e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit (epilepsi) dan pengobatannya

sehubungan dengan mis interpretasi dan kurang informasi.

2.2 Konsep anak

2.2.1 Pengertian tumbuh kembang

Pertumbuhan adalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, atau dimensi

tingkat sel, organ, maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram,

pon, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang, dan keseimbangan

metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi

tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai

hasil dari proses pematangan. Di sini menyangkut adanya proses diferensiasi sel-
22

sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ, dan system organ yang berkembang

sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk

juga perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi

dengan lingkungannya. (Adriana Dian, 2011).

2.2.2 Tumbuh kembang anak usia toodler

1. Perkembangan Psikososial ( Fase Autonomy vs Shame) anak mulai dapat

mengatur dirinya sendiri, jika hasilnya baik anak meningkatkan kontrol diri. Jika

hasilnya tidak baik (negative) ia akan merasa malu bila pada fase ini kebutuhan

tidak dapat dipenuhi dengan baik maka akan timbul perasaan malu, ragu – ragu,

keras kepala, menantang, paranoid, obsessive convulsive.

2. Perkembangan Psikointelektual (fase preoperasional anal) ciri pada fase ini

adalah sifat egosentris dan belum mampu berfikir dari sudut pandang orang lain.

3. Tugas perkembangan pada fase ini :

a) Belajar Toilet Training

b) Belajar Otonomi

c) Belajar Independent

4. Perkembangan Psikoseksual (fase Anal)

Pusat kenikmatan terletak di anus dibagi 2 sub masa :

Tabel 2.2 Massa Perkembangan Psikoseksual Fase Anal

NO SUB MASA PERKEMBANGAN


23

1 Pengeluaran Kotoran Pada masa ini anak merasa puas jika dapat
mengotori lingkungan, pada masa ini penuh
dengan symbol menantang dan bebas. Bila pada
massa ini pemenuhanya terganggu maka pada
saat dewasa akan bersikap masa bodoh, tidak
rapi, serampangan dan serabutan.

2 Penahanan kotoran Pada masa ini anak akan merasa puas jika dapat
menahan kotoran. Bila tidak terpenuhi kepuasan
pada masa ini akan timbul sikap kaku, keras
kepala, kerapian dan keteraturan stimulasi pada
fase ini harus seimbang.

1. Perkembangan Motorik

Tabel 2.3 Perkembangan Motorik masa Toddler


24

UMUR MOTORIK

NO (BULAN) KASAR MOTORIK HALUS

1 15 bulan Bisa berjalan a. Bisa memegang cangkir


sendiri a. Memasukkan jari ke lubang
b. Membawa kotak
c. Membuang benda

2 18 bulan a. Berlari a. menggunakan sendok


b. Menarik mainan b. membuka hal baru
c. Naik tangga c. menyusun balok – balok
dengan bantuan

3 24 bulan a. berlari sudah a. membuka pintu dan kunci


baik b. menggunting
b. naik tangga c. minum dengan gelas
sendiri dengan dua d. menggunakan sendok dengan baik
kaki tiap tahap
4 36 bulan a naik turun tangga a. menggambar huruf O
tanpa bantuan b. mencuci tangan sendiri
b. memakai baju c. menggosok gigi
dengan bantuan
c. mulai bisa
bersepeda

Ciri pertumbuhan fisiknya :

Pada usia 2 tahun BB= 4X BBL, TB 50 % dari TB dewasa

2. Perkembangan Emosional

Bagi anak pada usia ini bermain sangat penting untuk perkembangan social

tetapi jenis permainan yang paling banyak dilakukan adalah solitary play. (Adriana

Dian, 2011)
25

2.3 Hospitalisasi

Dalam lingkungan perawatan kesehatan saat ini, anak menerima sebagai

besar perawatan penyakit mereka ditatanan kesehatan komunitas, seperti di klinik

dokter, tetenan perawatan akut, atau dipusat bedah sehari. Akibat tren ini, lebih

sedikit anak yang benar-benar masuk ke unit rumah sakit, dan mereka yang

dihospitalisasi umumnya mengalami penyakit akut.Selain itu, lama rawat inap di

rumah sakit sering kali lebih singkat karena tren ekonomis dalam lingkungan

perawatan kesehatan, seperti system penghantaran manajemen asuhan dan faktor

lain yang berupaya untuk mengendalikan biaya. Kondisi akut, trauma, atau penyakit

atau kesakitan kronis memerlukan intervensi bedah yang menyebabkan

hospitalisasi pada anak (Kyle & Carman, 2012)

Hospitalisasi sering kali membingungkan, komplek, dan berlebihan bagi

anak dan keluarga mereka. Reaksi dan respon terhadap penyakit dan hospitalisasi

bergantung pada sejumlah factor, termasuk terhadap perkembangan anak. Strategi

keperawatan diperlukan untuk mempersiapkan anak dan keluarga mereka terhadap

pengalaman ini serta meminimalkan efek yang negative. Strategi ini mencangkup

mengidentifikasi kebutuhan anak dan keluarga melalui pengkajian yang cermat

terhadap perilaku nonverbal dan verbal, kemudian memvalidaasi informasi dengan

interpretasi yang akurat dan memberikan respon serta intervensi yang tepat ( Kyle

& Carman, 2012 )

2.3.1 Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi

Reaksi terhadap hospitalisasi:


a. Dalam berespons terhadap kejadian yang menegangkan, seperti

hospitalisasi, mekanisme pertahanan primer toodler adalah regresi.


26

b. Toodler juga dapat merasa kehilangan kendali berkaitan dengan

keterbatasan fisik, kehilangan rutinitas, ketergantungan, dan takut terhadap

cedera atau nyeri pada tubuh.

c. Perpisahan dianggap toodler sebagai ditinggalkan (18 bulan merupakan

puncak ansietas perpisahan). Hospitalisasi yang dapat meningkatkan

ansietas perpisahan memiliki 3 fase motorik/bermain, bahasa,

social/kognitif. (Adriana Dian, 2011)

2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi

Berbagai faktor memiliki dampak besar pada kemampuan anak untuk

menghadapi penyakit dan hospitalisasi. Faktor ini dapat menimbulkan atau

menghilangkan ketakutan anak yang sedang sakit dan dihospitalisasi. Setiap

anak berespons secara berbeda dan akan mempersepsikan pengalaman di

rumah sakit secara berbeda. Faktor yang mempengaruhi respons anak terhadap

penyakit & hospitalisai adalah:

1. Frekuensi perpisahan dari orang tua/pengasuh

2. Usia

3. Tingkat perkembangan

4. Tingkat kognitif

5. Pengalaman sebelumnya dengan penyakit dan hospitalisasi

6. Stress dan perubahan kehidupan saat ini

7. Jenis dan jumlah persiapan


27

8. Temperamen

9. Latar belakang budaya

10. Keterampilan koping bawaan/alamiah

11. Keseriusan diagnosis/awitan penyakit atau cidera (akut atau kronis)

12. System pendukung yang tersedia, termasuk keluarga dan professional

perawatan kesehatan

13. Reaksi orang tua terhadap penyakit dan hospitalisasi. (Kyle &

Carman,2012)

2.4 Imunisasi

2.4.1 Pengertian

Sistem imun adalah suatu system dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta

produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan

terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau

racunnya, yang masuk kedalam tubuh. Kuman disebut antigen. Pada saat pertama

kali antigen masuk kedalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat

zat anti yang disebut dengan antibody. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk

membentuk antibodi tidak terlalu kuat, karena tubuh belum mempunyai

“pengalaman”. Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan seterusnya, tubuh sudah

mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga pembentukan

antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih

banyak.Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya,

dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksud sebagai tindakan
28

pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena

pun, tidak akan menimbulkan yang fatal (Ridha, 2014)

2.4.2 Tujuan Imunisasi

Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal

terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas

serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi (Hidayat, 2008)

2.4.3 Macam – macam Imunisasi

Berdasarkan proses atau mekanisme pertahanan tubuh, imunisasi dibagi

menjadi dua, yaitu: imunisasi aktif dan imunisasi pasif (Hidayat, 2008):

1. Imunisasi Aktif

Imunisasi aktif merupakan pemberian zat sebagai antigen yang

diharapkan akan terjadi suatu proses infeksi buatan, sehingga tubuh

mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan respon

seluler dan humoral serta dihasilkanya cell memory. Jika benar-benar terjadi

infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespons. Dalam imunisasi aktif

terdapat empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya, yang dijelaskan

sebagai berikut

a. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebsgsi zat atau

mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan (berupa polisakarida,

toksoid, virus yang dilemahkan atau bakteri yang dimatikan)

b. Pelarut dapat berupa air steril atau berupa cairan kultur jaringan
29

c. Preservatif, stabilizer, dan antibiotik yang berguna untuk mencegah

tumbuhnya mikroba sekaligus untuk stabilisasi antigen

d. Adjuvans yang terdiri atas garam alumunium yang berfungsi untuk

meningkatkan imunogenitas antigen

2. Imunisasi Pasif

Imunisasi pasif merupakan pemberian zat (immunoglobulin), yaitu

suatu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal

dari plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi

mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.

2.4.4 Jenis Imunisasi

Menurut Ridha (2014), yaitu:

1. BCG (Bacillus Calmette-Guerin )

a. Tujuan: Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif

terhadap penyakit Tuberkulosis (TBC).

b. Kontraindikasi: Penderita gangguan system kekebalan (misalnya

penderita leukemia, penderita yang menjalani pengobatan steroid

jangka panjang, penderita infeksi HIV)

c. Waktu pemberian: dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai 12

bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan saat bayi berumur <2

bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. BCG ulang tidak

dianjurkan karena diragukan keberhasilanya. Apabila BCG akan

diberikan pada umur >3bulan sebaiknya dilakukan uji tuberculin

terlebih dahulu dan BCG diberikan apabila uji tuberkulin negative.


30

d. Cara pemberian: vaksin BCG disuntikan secara intracutan pada

lengan atas, untuk bayi berumur <1 tahun diberikan sebanyak 0,05

ml dan untuk anak berumur >1 tahun diberikan sebanyak 0,1 ml.

2. DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)

a. Difteri

Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Crynebacterium Diphteriae yang menyerang tenggorokan dan dapat

menyebabkan komplikasi.

b. Pertusis

Penyakit pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan “Batuk

Seratus Hari” adalah penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh

bakteri Bordetella Pertusis.

c. Tetanus

Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri yang disebut dengan

Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan

tetanonspasmin.

1) Tujuan: vaksin DPT digunakan melindungi dari difteri, pertusisi, dan

tetanus.

2) Kontraindikasi :

a) Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari flu

ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat

b) Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau

perkembanganya abnormal, penyuntikan DPT ditunda sampai

kondisinya membaik atau kejangnya dapat dikendalikan.


31

c) Jika anak mengalami alergi vaksin pertusis, maka sebaiknya

diberikan vaksin DT bukan DPT.

3) Waktu Pemberian

a) Diberikan pada anak berusia <7 tahun

b) Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali

c) Saat anak berusia 2 bulan (DPT 1)

d) Saat anak berusia 3 bulan (DPT II)

e) Saat anak berusia 4 bulan (DPT III)

f) Imunisasi ulang diberikan 1 tahun setelah DPT dan pada usia

pra sekolah (5-6 tahun)

4) Cara pemberian: vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha.

3. Polio

a. Tujuan: imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap

penyakit poliomyelitis.

b. Waktu pemberian: imunisasi polio diberikan sebanyak 4 kali (polio

I,II,III,IV) dengan interval < 4 minggu.imunisasi ulang dapat

diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat

masuk SD (5-6 tahun) dan saat meninggalkan SD (12 tahun)

c. Cara pemberian:

1) IPV: diberikan secara suntikan

2) OPV dengan tipe vaksin sabin diberikan secara oral dengan

cara meneteskan 2 tetes (0,1 ml) langsung kemulut, atau

dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.

4. Campak
32

a. Tujuan: memberikan kekebalan kepada penyakit campak (tampek)

b. Kontraindikasi:

1) Infeksi akut yang disertai dengan demam tinggi >38°C

2) Gangguan system kekebalan

3) Pemakaian obat imunosupresan

4) Alerg terhadap protein telur

5) Wanita hamil

6) Hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin.

c. Waktu pemberian: vaksin diberikan sebanyak 1dosis pada saat anak

berumur 9 bulan/lebih. Pada KLB dapat diberikan pada umur 6 bulan dan

diulangi 6 bulan kemudian.

d. Cara pemberian: vaksin diberikan secara subcutan dalam sebanyak 0,5

ml.

5. Hepatitis

a. Tujuan: imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B

b. Kontra indikasi: pemberian imunisasi terhadap anak yang sakit berat

sebaiknya ditunda sampai anak bener-bener pulih.

c. Waktu pemberian: dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau

jika ibunya memiliki HBsAg negative, bisa diberikan pada saat bayi

berumur 2 bulan.

Cara pemberian: vaksin diberikan dengan cara disuntikan pada otot lengan

atau paha.
33

2.5 Nutrisi pada anak usia toodler

2.5.1 Pengertian

Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam

membantu proses pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak, mengingat

manfaat nutrisi dalam tubuh dapat membantu proses pertumbuhan dan

perkembangan anak, serta mencegah terjadinya berbagai penyakit akibat kurang

nutrisi dalam tubuh seperti kekurangan energi dan protein, anemia defisiensi

yodium, defisiensi seng, defisiensi vitamin A, defisiensi thiamin, defisiensi kalium

dan lain-lain yang dapat menghambat proses tumbuh kembang anak. (Hidayat,

2009)

2.5.2 Komponen zat gizi

Menurut Hidayat (2009), yaitu:

1. Karbohidrat

Merupakan sumber energi yang tersedia dengan mudah disetiap

makanan, karbohidrat harus tersedia dalam jumlah yang cukup sebab

kekurangan karbohidrat sekitar 15% dari kalori yang ada maka dapat

menyebabkan terjadi kelaparan dan berat badan menurun demikian

sebaliknya apabila jumlah kalori yang tersedia atau berasal dari karbohidrat

dengan jumlah yang tinggi dapat menyebabkan terjadi peningkatan berat

badan.

2. Lemak

Lemak merupakan zat gizi yang berperan dalam pengangkut vitamin

A,D,E,K yang larut dalam lemak. Komponen lemak terdiri dari lemak

alamiah sekitar 98% diantarnya trigliserida, dan gliserol sedangkan 2%-nya


34

adalah asam lemak bebas diantaranya monogliserida, digliserida, kolesterol

dan fosfolipid termasuk lesitin, sefalin, sfingomielin dan serebrosid.

3. Protein

Merupakan zat gizi dasar yang berguna dalam pembentukan

protoplasma sel, selain itu tersedianya protein dalam jumlah yang cukup

penting untuk pertumbuhan dan perbaikan sel jaringan dan sebagai larutan

untuk keseimbangan osmotik. Jumlah protein dalam tubuh tersebut harus

tersedia dalam jumlah yang cukup apabila jumlahnya berlebih atau tinggi

dapat memperburuk insufisiensi ginjal demikian juga apabila jumlahnya

kurang maka dapat menyebabkan kelemahan, odem, dapat kwashiorkor

apabila kekurangan protein saja tetapi jika kekurangan protein dan kalori

menyebabkan marasmus.

4. Air

Air merupakan kebutuhan nutrisi yang sangat penting, meningkat

kebutuhan air pada bayi relatif tinggi 75-80% dari berat badan dibandingkan

dengan orang dewasa yang hanya 55-60%.

5. Vitamin

Vitamin merupakan senyawa oranik yang digunakan untuk

mengkatalisator metabolisme sel yang dapat berguna untuk pertumbuhan dan

perkembangan serta dapat mempertahankan organisme.

6. Mineral

Mineral merupakan komponen zat gizi yang tersedia dalam kelompok

mikro, yang terdiri dari kalsium, klorida, khormium, kobalt, tembaga, fluorin,
35

yodium, besi, magnesium, mangan, fosfor, kalium, natrium, sulfur dan seng.

Kesemuanya harus tersedia dalam jumlah yang cukup.

2.5.3 Kebutuhan Nutrisi Berdasarkan usia Tumbuh Kembang

Kebutuhan Nutrisi pada setiap anak berbeda, mengingat kebutuhan untuk

pertumbuhan dan perkembangan sel atau organ pada anak berbeda, dan perbedaan

ini yang menyebabkan jumlah dan komponen zat gizi berlebihan. Secara umum

kebutuhan nutrisi pada anak dapat dikelompokkan berdasarkan usia anak, mulai

umur 0-4 bulan, 4-6 bulan, 6-9 bulan, 9-12 bulan, usia toddler atau pras sekolah,

usia sekolah dan usia remaja ( Hidayat, 2009).

2.5.4 Kebutuhan Nutrisi berdasarkan usia tumbuh kembang pada toodler

Pada usia ini kemampuan kemandirian dalam pemenuhan dalam

pemenuhan kebutuhan nutrisi sudah mulai muncul, sehingga segala peralatan yang

berhubungan dengan makan seperti garpu, piring, sendok dan gelas semuanya harus

dijelaskan pada anak atau diperkenalkan dan dilatih tentang penggunaan, sehingga

dapat mengikuti aturan yang ada. Dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi pada usia

ini sebaiknya penyediaan bervariasi menunya untuk mencegah kebosanan, berikan

susu dan makanan yang dianjurkan antara lain daging, sup, sayuran dan buah-

buahan, pada anak ini juga perlu makanan padat sebab kemampuan mengunyah

sudah mulai kuat (Hidayat, 2009).

2.6 Asuhan keperawatan

2.6.1 Pengkajian

1. Pengkajian dilakukan secara komprehensif dengan berbagai metode

pengkajian seperti anamnesa, observasi, pengukuran, dokumentasi dan

pemeriksaan fisik. Metode pengkajian yang digunakan untuk


36

mengoptimalkan hasil yang diperoleh meliputi beberapa cara diantaranya

head to toe, teknik persistem, maupun berdasarkan atas kebutuhan dasar

manusia.

2. Keluhan utama

Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat

pelayanan kesehatan karena klien yang mengalami penurunan kesadaran

secara tiba-tiba disertai mulut berbuih. Kadang kadang klien/keluarga

mengeluh anaknya prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat. Klien

atau keluarga mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti

mendadak bila diajak bicara.

3. Riwayat penyakit

Fokus pengkajian yang dilakukan adalah pada riwayat kesehatan

dan pemeriksaan fisik. Ini dapat dimengerti karena riwayat kesehatan

terutama berhubungan dengan kejang sangat membantu dalam menentukan

diagnosa. Riwayat ini akan ditunjang dengan keadaan fisik klien saat ini.

Pemeriksaan neurologi terutama berkaitan dengan serangan kejang harus

lengkap karena temuan-temuan fokal sangat membantu dalam menentukan

asal dari aktivitas kejang. Pada riwayat perlu dikaji factor pencetus yang

dapat diidentifikasikan hingga saat ini adalah : demam, cedera kepala,

stroke, gangguan tidur, penggunaan obat, kelemahan fisik, hiperventilasi,

dan stress emosional.

a. Awitan yakni serangan itu mendadak atau didahului oleh prodromal dan

fase aura.

b. Durasi kejang berapa lama dan berapa kali frekuensinya.


37

c. Aktivitas motoric mencakup apakah eksterminatas yang terkena seisi

atau bilateral, dimana mulainya dan bagaimana kemajuannya.

d. Status kesadaran dan nilai kesadarannya. Apakah klien dapat

dibangunkan selama atau setelah serangan?

e. Distrakbilitas, apakah klien dapat memberi respon terhadap

lingkungan. Hal ini sangat penting untuk membedakan apakah yang

terjadi pada klien benar epilepsy atau hanya reaksi konversi.

f. Keadaan gigi. Apakah pada saat serangan gigi klien tertutup rapat atau

terbuka.

g. Aktivitas tubuh seperti inkontinensia, muntah, salivasi dan perdarahan

dari mulut.

h. Masalah yang dialami setelah serangan paralisis, kelemahan, baal atau

semutan, disfagia, disfasia cedera komplikasi, periode post iktal atau

lupa terhadap semua peristiwa yang baru saja terjadi.

i. Faktor pencetus seperti stress emosional dan fisik.

4. Riwayat penyakit dahulu

Anak sering kejang

5. Pemeriksaan fisik

a. Status penampilan kesehatan: Lemah

b. Tingkat kesadaran kesehatan: Kesadaran composmentis, letargi, stupor,

koma, apatis tergantung tingkat penyakit

c. Tanda-tanda vital

1) Frekuensi nadi dan tekanan darah: Takikardi, tekanan darah meningkat.

2) Frekuensi pernafasan:
38

Tidak ada suara tambahan, regular, pola nafas teratur, sonor.

3) Suhu tubuh

Hipertermi akibat kejang

d. Berat badan dan tinggi badan

Kecendrungan berat badan anak mengalami penurunan

e. Integumen kulit

Tidak ada odema, akral hangat turgor kulit baik.

f. Kepala

a. Perhatikan bentuk dan kesimetrisan

b. Palpasi tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakan yang nyata

c. Pemeriksaan hygiene kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan

rambut, perubahan warna

g. Thorak dan paru

1) Inspeksi: bentuk normochest

2) Palpasi: Tidak adanya nyeri tekan

3) Perkusi: Pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya

tympani (terisi udara) resonansi

4) Auskultasi: tidak ada suara tambahan, regular.

6. Pengkajian riwayat keperawatan berdasarkan pola kesehatan fungsional

menurut Gordon:

a. Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat

Data yang muncul sering orangtua berpersi meskipun anaknya batuk masih

menganggap belum terjadi gangguan serius, biasanya orangtua menganggap

anaknya benar-benar sakit apabila anak sudah mengalami sesak nafas


39

b. Pola metabolik nutrisi

Anak dengan bronchopneumonia sering muncul anoreksia (akibat

respon sistemik melalui kontrol saraf pusat), mual dan muntah (karena

peningkatan rangsangan gaster sebagai dampak peningkatan toksik

mikroorganisme)

c. Pola eliminasi

Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat

perpindahan cairan melalui proses evaporasi karena demam

d. Pola tidur-istirahat

Data yang sering muncul adalah anak mengalami kesulitan tidur

karena sesak nafas. Penampilan anak terlihat lemah, sering menguap, mata

merah, anak juga sering menangis pada malam hari karena

ketidaknyamanan tersebut.

e. Pola aktivitas-latihan

Anak tampak menurun aktifitas dan latihannya sebagai dampak

kelemahan fisik. Anak tampak lebih banyak minta digendong orangtuanya

atau bedrest.

f. Pola kognitif-persepsi

Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah disampaikan

biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada otak.

Pada saat di rawat anak tampak bingung kalau ditanya tentang hal-hal baru

disampaikan.

g. Pola persepsi diri-konsep diri


40

Tambah gambaran orang tua terhadap anak diam kurang bersahabat,

tidak suka bermain, ketakutan terhadap orang lain meningkat.

h. Pola peran-hubungan

Anak tampak malas kalau diajak bicara baik dengan teman sebaya

maupun yang lebih besar, anak lebih banyak diam dan selalu bersama

dengan orang terdekat orang tua.

i. Pola seksualitas-reproduksi

Pada kondisi sakit dan anak kecil sulit terkaji. Pada anak yang sudah

mengalami pubertas mungkin terjadi gangguan menstruasi pada wanita

tetapi bersifat sementara dan biasanya penundaan.

j. Pola toleransi stress-koping

Aktifitas yang sering tampak saat menghadapi stress adalah anak

sering menangis, kalau sudah remaja saat sakit yang dominan adalah mudah

tersinggung dan suka marah.

k. Pola nilai-keyakinan

Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan

untuk mendapat sumber kesembuhan dari Allah SWT. (Setiadi, et al. 2012)

2.6.2 Diagnosa keperawatan

1. Resiko Cidera berhubungan dengan kejang

2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

3. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologi (keengganan untuk

makan)

4. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek ketidakmampuan

fisik.
41

5. Defisit pengetahuan (epilepsi) berhubungan dengan kurang terpapar

informasi.

2.6.3 Perencanaan

1. Diagnosa keperawatan 1:

Resiko cidera berhubungan dengan kejang.

Tujuan: Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan keluarga pasien dapat meminimalkan terjadinya kejang dengan

kriteria hasil:

a. Tidak terjadi cidera fisik pada pasien.

b. Tidak terjadi serangan kejang ulang.

Intervensi:

a) Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam.

Rasioanal: Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang

akan dilakukan.

b) Beri pengaman pada sisi tempat tidur.

Rasional: Meminimalkan injuri saat kejang.

c) Tinggalah bersama klien selama fase kejang.

Rasional: Meningkatkan keamanan pasien.

d) Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.

Rasional: Menurunkan resiko trauma pada mulut.

e) Catat tipe kejang lokasi, lama, dan frekuensi kejang.

Rasional: Membantu menurunkan lokasi area cerebral yang

terganggu.

f) Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang.


42

Rasional: Mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal.

g) Kolaborasi dengan dokter pemberian advis obat.

Rasioanal: Untuk terapi penyembuhan pasien.

2. Diagnosa keperawatan 2:

Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan suhu tumbuh kembali noraml, dengan kriteria hasil:

a. Suhu tubuh 36-37,5˚C, Nadi 100-110x/menit, RR 20-24x/menit.

b. Anak tidak rewel.

c. Kesadaran composmentis

Intervensi:

a) Kaji faktor terjadinya hipertermi.

Rasional: Mengetahui penyebab terjadinya hipertermi karena

penambahan pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu

tubuh.

b) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam sekali.

Rasional: Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menetukan

perkembangan keperawatan yang selanjutnya.

c) Pertahankan suhu tubuh normal dengan kompres hangat.

Rasional: Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu

lingkungan, kelembaban tinggi akan mempengaruhi panas atau

dinginnya tubuh.

d) Ajarkan pada keluarga memberikan kompres hangat pada

kepala/ketiak.
43

Rasional: Proses konduksi / perpindahan panas dengan suatu bahan

perantara.

e) Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum.

Rasional: Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.

f) Kolaborasi dengan dokter pemberian obat untuk penurun panas.

Rasional: Agar suhu tubuh kembali normal.

3. Diagnosa Keperawatan 3:

Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor epilepsi

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi secara adekuat, dengan kriteria

hasil:

a. Mempertahankan berat badan dalam batas normal 15kg.

b. Klien mampu menghabiskan ½ porsi makanan yang disediakan.

c. Klien mengalami peningkatan nafsu makan.

Intervensi:

a) Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien.

Rasional: Mengetahui kekurangan nutrisi klien.

b) Kaji penurunan nafsu makan klien.

Rasional: Agar dapat dilakukan intervensi dalam pemberian

makanan pada klien.

c) Jelaskan ke keluarga pasien pentingnya makanan bagi proses

penyembuhan.

Rasional: Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan

memotivasi untuk meningkatkan pemenuhan nutrisi.


44

d) Ukur tinggi dan berat badan klien.

Rasional: Membantu dalam identifikasi malnutrisi protein kalori,

khususnya bila berat badan kurang dari normal.

e) Dokumentasikan masukan oral selama 24 jam, riwayat makanan,

jumlah kalori dengan tepat (intake).

Rasional: Mengidentifikasi ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi.


f) Berikan makanan selagi hangat.

Rasional: Untuk meningkatkan nafsu makan dan untuk

memudahkan proses makan.

4. Diagnosa keperawatan 4:

Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek ketidakmampuan

fisik

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari semaksimal

mungkin, dengan kriteria hasil:

a. Pasien dapat berkomunikasi dengan keluarga, dokter, maupun

perawat.

b. Pasien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya.

Intervensi:

a) Melakukan fisioterapi

Rasional: agar anak dapat melakukan aktivitas kembali

b) Menganjurkan ibu pasien untuk terus berkomunikasi dengan pasien

Rasional: agar pasien lebih kooperatif diajak berbicara.

c) Kolaborasi dengan dokter pemberian obat


45

Rasional: agar keadaan pasien lebih membaik.

5. Diagnosa keperawatan 5:

Defisit pengetahuan epilepsi berhubungan dengan kurang terpapar

informasi

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan keluarga pasien dapat paham tentang penyakit pasiennya, dengan

kriteria hasil:

Intervensi:

a) Menjelaskan kembali proses penyakit serta prognosanya

Rasional: agar keluarga pasien paham tentang penyakitnya.

b) Menjelaskan kembali tentang pentingnya obat serta mengobservasi efek

dari obat tersebut.

Rasional: agar keluarga paham dan tidak terjadi kesalahan.

c) Buatkan petunjuk yang jelas dalam pemberian obat, dan selalu diingatkan

bahwa dosis terapeutik saat ini dapat berubah suatu saat.

Rasional: agar keluarga mengerti tentang pemberian obat.

2.6.4 Pelaksanaan keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan, hal

ini termasuk dalam kategori perilaku untuk mencapai sebuah tujuan dan hasil yang

di perkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.

2.6.5 Evaluasi

Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah di

berikan atau dilaksanakan dengan berpedoman pada tujuan yang ingin di capai.
46

Pada bagian ini akan di ketahui apakah perencanaan sudah mencapai sebagian atau

akan timbul masalah lain yang baru.


BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas

Pasien adalah seorang anak laki – laki bernama An “U” usia 2 tahun 2 bulan,

lahir tanggal 23 April 2017 beragama islam, bahasa yang sering digunakan adalah

bahasa Indonesia dan bahasa madura, pasien adalah anak pertama dari Tn. S usia

33 tahun dan Ny. W usia 25 tahun. pasien tinggal di daerah Surabaya orang tua

klien beragama islam dan pekerjaan orang tua wiraswasta dan Ibu adalah ibu rumah

tangga. pasien MRS tanggal 23 juni 2019 jam 22.00 wib.

3.1.2 Keluhan Utama

Ibu pasien mengatakan klien kejang.

3.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang

An. U saat berumur 8 bulan sudah sering kejang setiap hari sebanyak 2x

kira-kira kurang lebih 5 detik ibu pasien tidak melakukan apa-apa karena panik

hanya memeluk anaknya . Karena tidak mempunyai biaya pengobatan selama 10

bulan sekitar umur 1 tahun 2 bulan anak U berhenti mengkonsumsi obat. Kemudian

pada tanggal 23 Juni 2019 pukul 22.00 Wib An. U dibawa ke IGD RSAL dengan

keluhan kejang, lalu di IGD diberikan terapi infus D5 ¼ NS 1000 cc/24 jam, bolus

dilantin 100 mg setiap 1 jam. Injeksi Ceftriaxon 2x250 gram, injeksi Antrain 3x100

ml, Stesolid jika perlu, Paracetamol/asam mefenamat/ctm 3x1, Depakene Syrup

47
48

2x3 cc, B6 1x1 tab. Observasi Vital Sign An. U Suhu : 38˚C Nadi : 125 x/menit RR

: 24 x/menit. Kemudian tanggal 24 Juni 2019 pukul 03.00 Wib An. U dipindahkan

diruang D2 kamar 3C. Saat dilakukan pengkajian tanggal 7 Juni 2019 pukul 07.00

Wib. Observasi Vital Sign An. U Suhu : 37,8˚C Nadi : 122 x/menit RR : 22 x/menit.

An. U masih mengalami kejang pada pukul 05.00 Wib kurang lebih selama 5 detik.

An. U tidak memiliki alergi obat maupun alergi makanan. Selama diruang D2, An.

U mendapatkan terapi injeksi Ceftriaxon 2x250 mg, injeksi Antrain 100 mg,

Stesolid jika terjadi kejang, Ikalip Syrup 2x3 cc, B6 1x1 tablet, infus D5 ¼ NS 1000

cc/24 jam.

3.1.4 Riwayat Kehamilan dan Persalinan

1. Prenatal Care

Ibu pasien mengatakan tiap bulan sekali selalu memeriksakan

kehamilanya dan waktu kehamilan 7 bulan pernah mengalami kram perut

hebat dan tidak mengkonsumsi obat apapun.

2. Natal Care

Ibu pasien mengatakan bahwa saat lahir tidak ada kelainan,

persalinan dilakukan dibidan dekat rumah dengan melahirkan normal. Usia

kandungan 9 bulan 10 hari dengan BB : 3000 gram, PB : 50 cm

3. Post Natal Care

Ibu pasien mengatakan tali pusat lepas pada hari ke 7 setelah

melahirkan. Keadaan bayi normal, anggota tubuh lengkap, reflek menghisap

baik dan mendapatkan imunisasi, dan bayi dapat menyusu ibunya secara

langsung.
49

1.1.5 Riwayat Penyakit Masa Lampau

1. Penyakit – penyakit waktu kecil

Ibu pasien mengatakan An. U sejak umur 8 bulan sudah kejang

2. Pernah di rawat di Rumah Sakit

Sudah 3x dirawat di RSAL dr. Ramelan sekitar tahun 2018.

3. Penggunaan Obat

Ibu pasien mengatakan An. U mengkonsumsi Paracetamol, Vitamin

B6 dan ada obat kejangnya tetapi ibu pasien sudah lupa nama

obatnya karena sudah lama berhenti meminum obat.

4. Tindakan Operasi ataupun yang lain

Ibu pasien mengatakan pasien tidak pernah melakukan tindakan

operasi.

5. Alergi

Ibu pasien mengatakan pasien tidak mempunyai alergi obat maupun

yang lainya

6. Kecelakaan

Ibu pasien mengatakan pasien tidak pernah mengalami kecelakaan

7. Imunisasi

Ibu pasien mengatakan sudah imunisasi hepatitis (I, II, III) DPT (I,

II, III) polio, Campak, dan BCG lengkap di bidan dekat rumah
50

1.1.6 Pengkajian Keluarga

1. Genogram

2th

keterangan :

= laki – laki = hub. darah

= perempuan = tinggal 1 rumah

= pasien = meninggal

Keluarga tidak ada yang pernah menderita penyakit epilepsi.

a. Psikososial Keluarga

Ibu pasien cemas dan khawatir karena anaknya masuk rumah sakit, ibu

sering bertanya tentang penyakit anaknya dan kapan anaknya pulang, ibu pasien

kelihatan cemas. Ibu pasien berharap anaknya cepat sembuh supaya bisa kembali

kerumah.
51

1.1.7 Riwayat Sosial

1. Yang Mengasuh Anak

Klien di asuh oleh orang tuanya sendiri

2. Hubungan Dengan Anggota Keluarga

Pasien sangat disayangi oleh semua anggota keluarganya karena

pasien adalah anak tunggal.

3. Hubungan Dengan Teman Sebaya

Pasien tidak mempunyai teman sebaya.

4. Pembawaan Secara Umum :

Pasien terlihat lemah dan hanya tiduran di tempat tidur.

3.1.8 Kebutuhan Dasar

1. Pola Nutrisi

SMRS pasien makan 3 x sehari, hanya habis 1/2 porsi menu

yang disediakan dan mendapatkan diit bubur lunak tinggi protein

mendapatkan makan pada jam 06.00, 12.00, 18.00, pasien tidak ada

selera makan tetapi tidak ada reflek mual muntah hanya malas saat

disuapin makan. Pasien juga mengkonsumsi susu botol 3 x sehari

kurang lebih 500 cc. Pada saat MRS nafsu makan menurun, pasien

menghabiskan 2 sendok makan porsi yang disediakan, pasien juga

mau minum susu yang disediakan ibu pasien, tetapi hanya minum

200 cc.

2. Pola Tidur
52

SMRS Ibu pasien mengatakan pasien minum susu sebelum

tidur. Ketika di Rumah Sakit pasien sering tidur.

3. Pola Aktifitas Bermain

Ibu pasien mengatakan sebelum sakit pasien hanya bermain

di rumah dengan kedua orangtuanya.

4. Pola Eliminasi

SMRS pasien BAB 1 x sehari dengan konsistensi lunak

warna kuning. pasien dirumah BAK 3 x sehari. Pada saat MRS

pasien belum bisa BAB selama 3 hari dan BAK 2 x sehari.

5. Pola Kognitif Perseptual

Ibu pasien mengatakan anaknya nafsu makannya menurun

dan ibu pasien yakin bahwa pasien bisa cepat sembuh dan segera

pulang.

6. Pola Seksualitas Reproduksi

Ibu pasien mengatakan pasien berjenis kelamin laki laki dan

tidak ada masalah pada area organ reproduksinya.

7. Pola Koping Toleransi Stress

Ibu Pasien mengatakan anak susah diajak berinteraksi karena

pasien lemas dan mengantuk dan pasien terkadang rewel.

3.1.9 Keadaan Umum

1. Cara Masuk

Pasien masuk ke RS Dr. Ramelan pada tanggal 23 Juni 2019

pukul 22.00 wib diantar oleh orangtuanya.


53

2. Keadaan Umum

Pasien tampak lemas, lesu, kesadaran composmetis, GCS 4-

5-6.

3.1.10 Tanda-tanda Vital

Tanda-tanda vital observasi klien suhu: 37,7°C, nadi: 122x/menit, RR:

24x/menit, O2 : Nasal Kanul 2 Lpm, TB: 90 cm, BB: 10 kg, dan PEWS: 6.

3.1.11 Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan kepala dan rambut

Kepala pasien tidak terdapat benjolan atau bengkak, rambut warna hitam,

kulit kepala bersih tidak ada benjolan.

b. Mata

Gerakan mata normal, sclera tidak ikterus, konjungtiva tidak anemis, pupil

isokor, mata tidak cowong.

c. Hidung

Hidung normal, bentuk simetris, terdapat lendir, septum tepat di tengah,

tidak ada pernafasan cuping hidung tidak ada serumen, tidak terdapat alat

bantu nafas.

d. Telinga

Bentuk telinga normal, bentuk simetris, tidak ada serumen, pendengaran

pasien baik.

e. Mulut dan tenggorokan

Mukosa bibir lembab, tidak tampak sianosis, tidak terdapat perdarahan pada

gusi, lidah bersih, tidak terdapat tonsil, tidak ada nyeri telan.
54

f. Tengkuk dan leher

Leher simetris, terpusat pada posisi kepala, tidak ada pembesaran kelenjar

getah bening, tidak ada pembesaran tyroid.

g. Pemeriksaan thorax / dada

Pergerakan dada simetris, bentuk dada normochest, tidak ada suara

tambahan.

h. Paru

Pola nafas teratur, suara sonor, tidak ada suara ronkhi, tidak ada wheezing.

i. Jantung

Pada inspeksi pasien tidak terdapat sianosis, tidak ada pembengkakan pada

jari tangan dan jari kaki, pada palpasi tidak terdapat nyeri dada, nadi

122x/menit. Pada auskultasi bunyi jantung S1 S2 tunggal, irama jantung

regular.

j. Punggung

Pada punggung pasien tidak terdapat benjolan atau kelainan tulang

belakang, tidak ada iritasi kulit, tidak ada fraktur.

k. Pemeriksaan abdomen

Bentuk perut datar, tidak di dapatkan benjolan yang abnormal, tidak ada

nyeri tekan abdomen, bising usus 12x/menit.

l. Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya (Genetalia dan anus)

Pasien berjenis kelamin laki-laki, area genetalia bersih dan tidak ada

hemoroid.

m. Pemeriksaan musculoskeletal
55

Pada pasien tidak terdapat fraktur, kemampuan gerak sendi bebas,

kemampuan otot tangan kanan dan kiri maksimal dan kekuatan kaki kanan

dan kiri maksimal.

n. Pemeriksaan neurologi

Tingkat kesadaran pasien composmentis, GCS 4-5-6, pergerakan

ekstremitas atas dan bawah baik, tidak ada tremor, ada kejang, kaku kuduk

negative karena sewaktu kepala penderita dilakukan fleksi dan ekstensi dagu

penderita mampu menyentuh dua jari yang diletakkan di incisura jugularis

dan tidak ada suatu tahanan.

o. Pemeriksaan integument

Warna kulit coklat, turgor kulit elastis, tidak ada odema, tidak ada sianosis,

akral hangat, CRT <2 detik, terpasang infus D5 ¼ Ns 1000 cc/24 jam.

3.1.12 Tingkat Perkembangan

a. Adaptasi sosial

Pasien cenderung diam dan tidur jika diajak berinteraksi dengan perawat

maupun dokter.

b. Bahasa

Pasien menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Madura dengan tidak

jelas.

c. Motorik halus

Pasien mengerti perintah sederhana oleh Ibu nya seperti disuruh makan,

anak minta apa.

d. Motorik kasar
56

Pasien hanya bisa miring kanan dan kiri.

e. Kesimpulan

Tumbuh kembang pasien tidak sesuai dengan usianya.

3.1.13 Pemeriksaan Penunjuang

1. Laboratorium

Pemeriksaan lab tanggal 23 juni 2019

Tabel 3.1.13 Hasil Lab (Hematologi)

Pemerikaan Hasil Nilai Normal


Leukosit (WBC) 11,16 x 10³ uL 4,0 - 10,00
Hemoglobin (HGB) 12,2 g/dL 11,0 – 16,0
Eritrosit (RBC) 37,0 % 3,70 – 54,0
Hematocrit (HCT) 37,0 % 31,0 - 45,0
Trombosit (PLT) 3,0 x 103 dL 150 - 400

Tabel 3.1.14 Hasil Lab (Kimia)

Pemerikaan Hasil Nilai Normal


Chlorida 107,8 mmol/L 95,0 - 105,0
Natrium 141,7 mmol/L 135,0 – 147,0
Kalium 3,85 mmol/L 3,00 – 5,00
Kalsium 9,7 mg/dL -
Phospor 3,9 mg/dL -

2. Rontgen

Di laksaksanakan CT-Scan kepala irisan sejajar OML tanpa kontras pada

tanggal 27 Juni 2019 dengan hasil : belum keluar.

3. Terapi tanggal 07 Juni 2019

1. Infus D5 ¼ Ns 1000 cc/24 jam (14 tpm) untuk keseimbangan cairan

elektrolit (IV).
57

2. Injeksi ceftriaxone 2x250 mg untuk antibiotic (IV).

3. Injeksi antrain 3x100 mg untuk mengurangi nyeri dan demam (IV).

4. Injeksi Dilantin 3x20 mg dilarutkan dalam 10 cc Aquades untuk

kejang (IV).

5. P.O Syrup ikalep 2x3 cc untuk kejang dan migran.

6. P.O Paracetamol 3x1 tablet untuk mengurangi panas.

7. P.O B6 1x1 tablet untuk nutrisi saraf pusat.

Surabaya, 27 Juni 2019


Tanda Tangan Perawat

RIO
(Deddy Rio Shangrela)
58

3.2 Analisa Data

Nama px : An. U Ruang kamar : D2 / 3C

Umur : 2 tahun 2 bulan RM : 62xxxx

Table 3.2 Analisa Data

No Data (symptom) Penyebab (etiologi) Masalah (problem)

1. DS: Kejang Resiko cidera


Ibu pasien mengatakan
An. U kejang
DO:
a. Pasien kejang
tangan dan kaki
kaku, gigi geligi
terkunci selama 5
detik
b. Pasien tampak
mengantuk
c. Pasien tampak
mengantuk
d. Hasil TTV pasien
Suhu: 37,7ºC
Nadi: 122x/menit
RR: 24x/menit
O2 : Nasal Kanul 2
Lpm
PEWS: 6

2. DS: Proses Penyakit Hipertermia


Ibu pasien mengatakan
An. U badannya hangat
DO:
a. Pasien kejang
b. Hasil TTV pasien
Suhu: 37,7˚C
c. Akral hangat
d. Takikardi 122
x/menit
59

3 DS : Faktor Psikologi Defisit nutrisi


Ibu pasien mengatakan epilepsi
An. U sebelum masuk
rumah sakit BB : 15 kg
DO :
a. SMRS BB : 15 kg
MRS BB : 10 kg
b. Pasien makan 2
sendok makan
c. Nafsu makan
menurun
d. Tidak ada diare dan
muntah

4. DS : Efek Gangguan tumbuh


Ibu pasien mengatakan ketidakmampuan kembang
An. U kurang fisik
beraktifitas hanya diam
saja lemas berbaring
ditempat tidur.
DO :
a. Pasien hanya
berbaring di tempat
tidur
b. Pasien kurang
berinteraksi dengan
sekitar
c. Pasien lemas dan
hanya tidur
d. Mendapatka
fisioterapi untuk
tumbuh
kembangnya
5. DS:
Ibu pasien mengatakan Kurang terpapar Defisit pengetahuan
sering bingung dan informasi epilepsi
panik bila anak tiba-tiba
kejang
DO:
a. Ibu bingung saat
anak tiba tiba
kejang
b. Ibu tidak paham
penanganan saat
anak kejang
60

c. Ibu sering bertanya


tentang penggunaan
obat anaknya
61

3.3 Prioritas Masalah

Nama px : An. U Ruang kamar : D2 / 3C

Umur : 2 tahun 2 bulan RM : 62xxxx

Table 3.3 Prioritas masalah

Diagnosa Tanggal
No Paraf
Keperawatan Ditemukan Teratasi

1. Resiko Cidera 27 juni 2019 Belum teratasi Rio


berhubungan dengan
kejang

2. Hipertermia
berhubungan dengan 27 juni 2019 Belum teratasi Rio
proses penyakit

3. Defisit nutrisi
berhubungan dengan
faktor psikologi 27 juni 2019 Belum teratasi Rio
epilepsi

4. Gangguan tumbuh
kembang berhubungan 27 juni 2019 Belum teratasi Rio
dengan efek
ketidakmampuan fisik

5. Defisit pengetahuan
epilepsi berhubungan 27 juni 20019 28 juni 2019 Rio
dengan kurang terpapar
informasi
62

3.4 Rencana Keperawatan


62
Table 3.4 Rencana Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Resiko Cidera Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1. Observasi kejang dan 1. Pemantauan yang teratur
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam diharapkan keluarga tanda vital tiap 4 jam. menentukan tindakan
kejang pasien dapat meminimalkan terjadinya yang akan dilakukan.
kejang dengan kriteria hasil: 2. Beri pengaman pada 2. Meminimalkan injuri saat
a. Tidak terjadi cidera fisik pada pasien. sisi tempat tidur. kejang.
b. Tidak terjadi serangan kejang ulang. 3. Tinggalah bersama 3. Meningkatkan keamanan
klien selama fase pasien.
kejang.
4. Berikan tongue spatel 4. Menurunkan resiko
diantara gigi atas dan trauma pada mulut.
bawah.
5. Catat tipe kejang 5. Membantu menurunkan
lokasi, lama, dan lokasi area cerebral yang
frekuensi kejang. terganggu.
6. Catat tanda-tanda vital 6. Mendeteksi secara dini
sesudah fase kejang. keadaan yang abnormal.
7. Kolaborasi dengan 7. Untuk terapi
dokter pemberian advis penyembuhan pasien.
obat
a. D5 ¼ Ns 1000
cc/24 jam 14 tpm
63

b. Injeksi Ceftriaxon
2x250 mg (IV)
c. Injeksi Antrain
3x100 mg (IV)
d. Injeksi Dilantin
3x20 mg
dilarutkan 10cc
aquades (IV)
e. P.O Syrup Ikalep
2x3 cc
f. P.O Paracetamol
3x1 tablet
g. P.O B6 1x1 tablet
64

2. Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji faktor terjadinya 1. Mengetahui penyebab
dengan proses penyakit selama 3 x 24 jam diharapkan suhu hipertermi. terjadinya hipertermi
tumbuh kembali normal, dengan kriteria karena penambahan
hasil: pakaian/selimut dapat
1. Suhu tubuh 36-37,5˚C, Nadi 100- menghambat penurunan
110x/menit, RR 20-24x/menit. suhu tubuh.
2. Anak tidak rewel. 2. Observasi tanda-tanda 2. Pemantauan tanda vital
3. Kesadaran composmentis vital tiap 4 jam sekali. yang teratur dapat
menetukan perkembangan
keperawatan yang
selanjutnya.
3. Pertahankan suhu 3. Suhu tubuh dapay
tubuh normal dengan dipengaruhi oleh tingkat
kompres hangat. aktivitas, suhu
lingkungan, kelembaban
tinggi akan
mempengaruhi panas atau
dinginnya tubuh.
4. Ajarkan pada keluarga 4. Proses konduksi /
memberikan kompres perpindahan panas dengan
hangat pada suatu bahan perantara.
kepala/ketiak.
5. Beri ekstra cairan 5. Kebutuhan cairan
dengan menganjurkan meningkat karena
pasien banyak minum. penguapan tubuh
meningkat.
6. Agar suhu tubuh kembali
normal.
65

6. Kolaborasi dengan
dokter pemberian obat
untuk penurun panas.

3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji pemenuhan 1. Mengetahui kekurangan
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan kebutuhan nutrisi klien. nutrisi klien.
faktor psikologi epilepsi nutrisi klien terpenuhi secara adekuat, 2. Kaji penurunan nafsu 2. Agar dapat dilakukan
dengan kriteria hasil: makan klien. intervensi dalam
1. Mempertahankan berat badan dalam pemberian makanan pada
batas normal 15kg. klien.
2. Klien mampu menghabiskan ½ porsi 3. Jelaskan ke keluarga 3. Dengan pengetahuan yang
makanan yang disediakan. pasien pentingnya baik tentang nutrisi akan
3. Klien mengalami peningkatan nafsu makanan bagi proses memotivasi untuk
makan. penyembuhan. meningkatkan pemenuhan
nutrisi.
4. Ukur tinggi dan berat 4. Membantu dalam
badan klien. identifikasi malnutrisi
protein kalori, khususnya
bila berat badan kurang
dari normal.
5. Dokumentasikan 5. Mengidentifikasi
masukan oral selama ketidakseimbangan
24 jam, riwayat kebutuhan nutrisi.
makanan, jumlah kalori
dengan tepat (intake).
6. Berikan makanan 6. Untuk meningkatkan
selagi hangat. nafsu makan dan untuk
66

memudahkan proses
makan.

4. Gangguan tumbuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Menganjurkan ibu 1. Agar pasien lebih
kembang berhubungan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien pasien untuk terus kooperatif diajak
dengan efek dapat melakukan aktivitas sehari-hari berkomunikasi dengan berbicara.
ketidakmampuan fisik semaksimal mungkin, dengan kriteria pasien .
hasil: 2. Kolaborasi dengan 2. Agar anak dapat
1. Pasien dapat berkomunikasi dengan petugas fisioterapi. melakukan aktivitas
keluarga, dokter, maupun perawat. kembali.
2. Pasien dapat melakukan aktivitas
seperti biasanya.

5. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Menjelaskan kembali 1. Agar keluarga pasien
epilepsi berhubungan selama 3 x 24 jam diharapkan keluarga proses penyakit serta paham tentang
dengan kurang terpapar pasien dapat paham tentang penyakit prognosanya. penyakitnya.
informasi pasiennya, dengan kriteria hasil: 2. Menjelaskan kembali 2. Agar keluarga paham dan
tentang pentingnya tidak terjadi kesalahan.
1. Keluarga mampu penanganan obat serta
pasien saat kejang. mengobservasi efek
2. Keluarga paham tentang dari obat tersebut.
pemberian obat. 3. Buatkan petunjuk yang 3. Agar keluarga mengerti
jelas dalam pemberian tentang pemberian obat.
obat, dan selalu
diinagtkan bahwa dosis
terapeutik saat ini
67

dapat berubah suatu


saat.
68

3.5 Tindakan Keperawatan dan Catatan Perkembangan

Table 3.5 Tindakan Keperawatan dan Catatan Perkembangan

No Dx Waktu Tindakan Keperawatan TT Waktu Catatan Perkembangan TT


(Tgl & Jam) Perawat (Tgl & Jam) Perawat
27 juni 2109 23 juni 2019 Dx 1
1,2,3 07.00 Mengobservasi TTV pasien
dengan hasil :
Rio 14.00 S : Ibu pasien mengatakan anaknya
masih kejang.
Rio
1. Suhu 37,7ºC O:
2. Nadi 120x/menit 1. Pasien tampak lemah dan
3. RR 24x/menit lesu.
4. BB : 10Kg 2. Pasien kejang tangan dan
kaki kaku, gigi geligi
1 07.25 Memasang pengahalang
tempat tidur untuk Rio terkunci. Kejang pada jam
11.50.
meminimalkan injuri bila 3. TTV :
kejang. Suhu 37,6ºC
Nadi 121x/menit
1,2 07.45 Memberikan injeksi Rio RR 23x/menit
ceftriaxon 250gr melalui A : Masalah keperawatan Resiko
selang infus. cidera berhubungan dengan
kejang belum teratasi.
2,3 08.00 Menganjurkan ibu pasien P : Intervensi di lanjutkan nomor
membarikan makan minum Rio 1,2,3,4,5,6,7.
sedikit-sedikit tapi sering.
69

2 09.35 Memberikan kompres

2 10.00
hangat kepada pasien.
Menganjurkan keluarga agar Rio Dx 2
memakaikan pasien pakaian S : Ibu pasien mengatakan anaknya
yang tipis. Rio badannya agak panas. Rio
O:
4 10.10 Melakukan fisioterapi oleh 1. Suhu 37,6˚C.
terapis. Rio 2. Badan masih agak panas.
3. Masih ada kejang jam 11.40
3 11.30 Memberi makanan pasien kurang lebih 5 detik.
bubur yang masih hangat. 4. Takikardi
Rio 5. Nadi 121x/menit
1 12.00 Memberikan terapi obat A : Masalah keperawatan
dilantin 20gr dilarutkan Hipertemia berhubungan
10cc. Melalui selang infus. Rio dengan proses penyakit belum
teratasi.
1 12.30 Mengingatkan keluarga P : Intervensi di lanjutkan nomor
pasien untuk menjauhkan 1,2,3,4,5,6
benda benda yang Rio
berbahaya disekitarnya. Dx 3

1,2,3 13.00 Memonitoring TTV dan


S : Ibu pasien mengatakan anaknya
susah makan dan makan hanya
Rio
mengkaji nutrisi pasien : sedikit.
Suhu 37,6˚C, RR O:
23x/menit, Nadi 1. BB SMRS 15kg, BB MRS
121x/menit, makan 4 Rio 10kg.
sendok makan. 2. Makan hanya sekitar ¼
porsi bubur tim.
70

2 13.30 Menganjurkan keluarga 3. Pasien tampak tidur terus


untuk memberikan minum dan lemas.
lebih banyak untuk
membantu menurunkan
Rio A : Masalah keperawatan defisit
panas pasien. nutrisi berhubungan dengan
faktor psikologi epilepsi belum
Menjelaskan ke keluarga teratasi.
5 13.40 tentang proses penyakit
yang di derita pasien. Rio P : Intervensi di lanjutkan nomor 1,
2, 3, 4, 5, 6.

Menjelaskan ke keluarga Dx 4
5 13.50 pentingnya mengkonsumsi Rio S : Ibu pasien mengatakan tidak
obat agar tidak berhenti aktif dan hanya diam saja.
minum obat karena untuk O : pasien tampak lemas dan
kesembuhan pasien berbaring ditempat tidur saja.
A : Masalah keperawatan gangguan Rio
5 14.00 Menjelaskan ke keluarga
dengan jelas dalam
Rio tumbuh kembang berhubungan
dengan efek ketidakmampuan
pemberian obat. fisik belum teratasi
P : Intervensi di lanjutkan nomor 1,
2, 3.

Dx 5
S : Ibu pasien mengatakan
kurangnya pengetahuan tentang
penyakit epilepsi.
O : Pasien tampak bingung dan
panik saat anaknya kejang. Rio
71

A : Masalah keperawatan defisit


pengetahuan epilepsi
berhubungan dengan kurang
terpapar informasi belum
teratasi.
P : Intervensi dilanjutkan nomor 1,
2, 3.
72

28 Juni 2019 Memantau keadaan umum 28 juni 2019 Dx 1


1,2,3 07.00 pasien observasi TTV dan
mengkaji riwayat nutrisi Rio 14.00 S : Ibu pasien mengatakan anaknya
masih kejang
Rio
dengan hasil: O:
1. Suhu 37,5ºC 1. Pasien kejang pada pukul
2. Nadi 110x/menit 09.30 kurang lebih selama 5
3. RR 24x/menit detik.
4. Makan masih sedikit 2. Pasien tampak lemah dan
sedikit. lesu.
5. Minum habis 200 cc. 3. Pasien tampak tidur terus.
4. Pasien saat kejang tangan
Mengingatkan keluarga agar dan kaki kaku, gigi geligi
1 07.15 tetap memasang penghalang terkunci.
tempat tidur pasien. Rio A : Masalah keperawatan resiko
cidera berhubunagn dengan
Mengingatkan keluarga agar kejang teratasi sebagian.
1 07.20 menjauhkan benda-benda P : Intervensi di lanjutkan no 1, 3,
yang berbahaya dari pasien. Rio 4, 5, 6, 7.

Menganjurkan keluarga Dx 2
2,3 08.00 memberikan makan minum S : Ibu pasien mengatakan anaknya
sedikit-sedikit tapi sering. Rio badannya masih hangat. Rio
Mengobservasi dan
2,3 08.15 mencatat makan dan minum O:
pasien, dan menimbang
berat badan pasien. Rio 1.
2.
Badan hangat.
Suhu 37,5ºC
3. Masih kompres hangat.
4. Masih terdapat kejang.
73

2 08.20 Memberikan kompres


hangat untuk pasien.
Rio 5. Nadi 110x/menit.
A : Masalah keperawatan
hipertermi berhubungan dengan
2 08.30 Memberikan terapi injeksi
ceftriaxone 250gr melalui
Rio proses penyakit teratasi
sebagian.
selang infus. P : Intervensi di lanjutkan nomor 2,
3, 5, 6.
2 09.00 Menganjurkan keluarga
untuk memakaikan pakaian
pasien dengan pakaian yang Rio Dx 3
S : Ibu pasien mengatakan anaknya Rio
tipis. susah makan dan makan hanya
sedikit.
1 09.30 An. U kejang. Tetap tinggal O:
bersama pasien selama fase 1. Berat badan 10,5 kg
kejang, kejang kurang lebih Rio 2. Tinggi badan 90 cm
5 detik. Memasangkan 3. Makan hanya ¼ porsi
oksiken nasal 2 Lpm, bubur tim.
mengamankan benda 4. Minum kira kira satu botol
disekitar pasien, memasang susu.
besi pengaman tempat tidur,
berikan injeksi Dilantin 20
Rio A : Masalah keperawatan defisit
nutrisi berhubungan dengan
mg dilarutkan 10 cc aquades faktor psikologi (keengganan
(IV) untuk makan) teratasi sebagian.
1,2,3 11.00 P : Intervensi dilanjutkan nomor 4,
Memantau keadaan umum 5, 6.
pasien observasi TTV dan
mengkaji riwayat nutrisi
dengan hasil: Dx 4
74

1. Suhu 37,5ºC S : Ibu pasien mengatakan tidak


2. Nadi 110x/menit aktif dan hanya diam saja.
3.
4.
RR 24x/menit
Makan masih sedikit
Rio O : pasien tampak lemas dan
berbaring ditempat tidur saja.
Rio
sedikit. A : Masalah keperawatan gangguan
5. Minum habis satu botol tumbuh kembang berhubungan
susu. dengan efek ketidakmampuan
3 11.30 fisik belum teratasi
Memberikan makan pasien P : Intervensi di lanjutkan nomor 1,

1 12.00
bubur yang masih hangat. Rio 2, 3.

Memberikan terapi obat Dx 5


dilantin 20gr. S : Ibu pasien mengatakan
4 12.30 Rio kurangnya pengetahuan tentang
Melakukan fisioterapi oleh penyakit epilepsi.
terapis O : Pasien tampak bingung dan Rio
5 12.40
Mengobservasi pasien sudah
Rio panik saat anaknya kejang.
A : Masalah keperawatan defisit
kooperatif atau belum pengetahuan epilepsi
5 12.50 berhubungan dengan kurang
Menanyakan kembali ke Rio terpapar informasi belum
keluarga sudah paham teratasi.
tentang proses penyakit, P : Intervensi dihentikan, keluarga
obat dan pemberian obat sudah paham. Keluarga pasien
mampu menjelaskan kembali
proses penyakit pasien, keluarga
mampu menjelaskan kembali
pentingnya obat serta efek obat
75

tersebut, keluarga mampu


menjelaskan kembali waktu
pemberian obat, dosis obat.
76

29 Juni 2019 29 juni 2019


1,2,3 07.00 Memantau keadaan umum 14.00 Dx 1
pasien observasi TTV dan
mengkaji riwayat nutrisi
Rio S : Ibu pasien mengatakan anaknya
masih kejang
Rio
dengan hasil: O:
1. Suhu 37,4ºC 1. Pasien kejang pada pukul 10.30
2. Nadi 110x/menit kurang lebih selama 5 detik.
3. RR 24x/menit 2. Pasien tampak lemah dan lesu.
4. Makan masih sedikit 3. Pasien tampak tidur terus.
sedikit. 4. Pasien saat kejang tangan dan
5. Minum habis 200cc kaki kaku, gigi geligi terkunci.
A : Masalah keperawatan resiko
Mengingatkan keluarga agar cidera berhubunagn dengan
1 07.30 tetap memasang penghalang
tempat tidur pasien.
Rio kejang teratasi sebagian.
P : Intervensi di lanjutkan no 1, 3,
4, 5, 6, 7.
Mengingatkan keluarga agar

1 08.00
menjauhkan benda-benda
yang berbahaya dari pasien.
Rio Dx 2
S : Ibu pasien mengatakan anaknya Rio
Menganjurkan keluarga badannya masih hangat.
memberikan makan minum O:
2,3 08.30 sedikit-sedikit tapi sering.
Mengobservasi dan
Rio 1. Badan hangat.
2. Suhu 37,4ºC
mencatat makan dan minum 3. Masih kompres hangat.
pasien, dan menimbang 4. Masih terdapat kejang.
berat badan pasien. 5. Nadi 110x/menit.
77

Memberikan kompres A : Masalah keperawatan

2 09.00
hangat untuk pasien.
Rio hipertermi berhubungan dengan
proses penyakit teratasi
Memberikan terapi injeksi sebagian.

2,3 09.30
ceftriaxone 250gr melalui
selang infus.
Rio P : Intervensi di lanjutkan nomor 2,
3, 5, 6.

Menganjurkan keluarga
untuk memakaikan pakaian Rio
Dx 3
S : Ibu pasien mengatakan anaknya Rio
2 10.00 pasien dengan pakaian yang susah makan dan makan hanya
tipis. sedikit.
O:
An. U kejang. Tetap tinggal 5. Berat badan 11 kg

1 10.30
bersama pasien selama fase
kejang, kejang kurang lebih Rio 6. Tinggi badan 90 cm
7. Makan hanya ¼ porsi
5 detik. Memasangkan bubur tim.
oksiken nasal 2 Lpm, 8. Minum kira kira satu botol
mengamankan benda susu.
disekitar pasien, memasang A : Masalah keperawatan defisit
besi pengaman tempat tidur, Rio nutrisi berhubungan dengan
berikan injeksi Dilantin 20 faktor psikologi (keengganan
mg dilarutkan 10 cc aquades untuk makan) teratasi sebagian.
(IV) P : Intervensi dilanjutkan nomor 4,
5, 6.
1,2,3 11.00 Memantau keadaan umum
pasien observasi TTV dan Dx 4
mengkaji riwayat nutrisi
dengan hasil:
S : Ibu pasien mengatakan tidak
aktif dan hanya diam saja.
Rio
78

1. Suhu 37,4ºC O : pasien tampak lemas dan


2. Nadi 110x/menit berbaring ditempat tidur saja.
3. RR 24x/menit A : Masalah keperawatan gangguan
4. Makan masih sedikit tumbuh kembang berhubungan
sedikit. Rio dengan efek ketidakmampuan
5. Minum habis satu botol fisik belum teratasi
susu. P : Intervensi di lanjutkan nomor 1,

3 11.30 Memberikan makan pasien Rio 2, 3.

bubur yang masih hangat. Rio


1 12.00 Memberikan terapi obat
dilantin 20gr.
Rio
4 12.30 Dilakukan tindakan
fisioterapi oleh terapis

4 13.00 Mengobservasi pasien sudah


dapat berinteraksi dengan
perawat atau belum
BAB 4

PEMBAHASAN

Penulis akan menguraikan tentang apa yang terjadi antara tinjauan pustaka

dan tinjauan kasus dalam asuhan keperawatan kepada pasien dengan diagnosa

epilepsi di Ruangan D2 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya, yang meliputi pengkajian,

perencanaan, pelaksanaan ,dan evaluasi.

4.1 Pengkajian

Tahap pengumpulan data, penulis tidak mengalami kesulitan karena telah

mengadakan perkenalan dan menjelaskan maksud penulis yaitu melaksanakan

asuhan keperawatan pada pasien sehingga pasien dan keluarga terbuka dan

mengerti serta kooperatif. Pada tahap pengumpulan data ini di dapatkan data

meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku

bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomer registrasi dan diagnosa medis

dr. Badrul Munir Sp.S (2015) di dapatkan kasus terbanyak terjadi pada anak

berusia di bawah 3 tahun sedangkan pada pasien di dapatkan pasien dengan usia 2

tahun. Menurut dr. Badrul Munir Sp.S (2015) di dapatkan keluhan utama kejang

dan demam sedangkan pada pasien di dapatkan kejang. Pada riwayat penyakit

dengan kondisi kejang dan mengalami demam di dapatkan sebelum masuk Rumah

Sakit dan pada saat di ruang D2 pasien sudah mendapatkan terapi obat,

sehinggapada saat pengkajian kejang berkurang dan suhu tubuh sudah tidak tinggi.

Pada riwayat dahulu yaitu kejang sejak usia 8 bulan.

79
80

Tahap pemeriksaan fisik antara tinjauan pustaka dan tinjauan pada status

penampilan kesehatan menurut Sukarmin dan Riyadi (2009) di dapatkan kondisi

pasien lemah, sedangkan pada pasien di dapatkan kondisi pasien sedang karena

asupan nutrisi pasien tercukupi. Tingkat kesadaran menurut Sukarmin dan Riyadi

(2009) di sebutkan kesadaran composmentis, letargi, stupor, apatis, tergantung

tingkat penyakit, sedangkan pada pasien kesadaran pasien komposmentis dan GCS

4-5-6. Pada tanda-tanda vital menurut Sukarmin dan Riyadi (2009) frekuensi nadi

takikardi, frekuensi pernafasan takipnea, pernafasan reguler, tidak ada penggunaan

otot bantu pernafsan, pada suhu tubuh di dapatkan hipertermi, sedangkan pada

pasien frekuensi nadi cepat, frekuensi pernafasan takipnea, dan pada suhu tubuh di

dapatkan hipertermi pada sebelum masuk rumah sakit dan setelah di rawat hari ke

3. Pemeriksaan integument menurut Sukarmin dan Riyadi (2009) tidak didapatkan

sianosis, turgor kulit tidak menurun, dan CRT < 2 detik karena asupan cairan pasien

terpenuhi, sehingga pasien tidak mengalami dehidrasi. Pemeriksaan kepala menurut

Sukarmin dan Riyadi (2009) di dapatkan adanya nodus atau pembengkakan

sedangkan pada pasien tidak terdapat benjolan atau bengkak. Pemeriksaan thorak

dan paru pada tinjauan kasus inspeksi takipnea, pernafasan reguler, pektus

ekskavatum (dada corong), paktus karinatum (dada burung). Palpasi tidak ada nyeri

tekan, suara nafas normal. Sedangkan pada tinjauan kasus, inpeksi takipnea, palpasi

tidak adanya nyeri tekan, auskultasi tidak di temukan suara nafas.

Pengkajian riwayat keperawatan berdasarkan pola kesehatan fungional

antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus. Pola persepsi sehat menurut Sukarmin

dan Riyadi (2009) orang tua berpersepsi meskipun anaknya sakit masih
81

menganggap belum terjadi gangguan serius dan menganggap anaknya sakit apabila

sudah kejang, sedangkan pada pasien orang tua akan segera membawa anaknya ke

dokter walaupun sakitnya hanya panas. Pola metabolik nutrisi menurut Sukarmin

dan Riyadi (2009) tidak di dapatkan anoreksia, mual dan muntah, sedangkan pada

pasien anak menghabiskan makan hanya setengah porsi tapi masih mau minum

susu. Pola eliminasi menurut Sukarmin dan Riyadi (2009) didapatkan pasien tidak

mengalami penurunan produksi urin, pasien mengalami hipertermi Pola tidur

menurut Sukarmin dan Riyadi (2009) anak akan mengalami kesulitan tidur karena

kejang, sedangkan pada pasien tidak mengalami kesulitan tidur. Pola aktivitas

menurut Sukarmin dan Riyadi (2009) anak tampak menurun aktifitasnya,

sedangkan pada pasien tidak ada kesenjangan karena pasien lebih banyak berbaring

di tempat tidur. Pola persepsi diri-konsep diri menurut Sukarmin dan Riyadi (2009)

anak lebih banyak diam dan ketakutan terhadap orang lain meningkat, sedangkan

pada pasien tidak takut tetapi tidak koperatif apabila ada perawat maupun dokter.

Pada pola sexsualitas-reproduksi antara teori Sukarmin dan Riyadi (2009) pada

anak kecil sulit terkaji. Pola stress-koping menurut Sukarmin dan Riyadi (2009)

anak sering menangis sedangkan pada pasien, saat dilakukan tindakan keperawatan

pasien tidak menolak tindakan yang dilakukan dan tidak menangis. Pola nilai-

keyakinan tidak ada kesenjangan antara teori Sukarmin dan Riyadi (2009) dan pada

pasien yaitu kebutuhan untuk mendapatkan sumber kesembuhan dari Allah SWT.

4.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang ada pada tinjauan pustaka menurut Sukarmin

dan Riyadi (2009) ada 6 yaitu:


82

a. Risiko cidera berhubungan dengan kejang.

b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

c. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologi (epilepsi)

d. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek ketidakmampuan

fisik.

e. Defisit pengetahuan (epilepsi) berhubungan dengan kurang terpapar

informasi.

Diagnosa keperawatan pada tinjauan pustaka tidak semua ada pada tinjauan

kasus. Terdapat 5 diagnosa keperawatan yang muncul pada tinjauan kasus yang

sama dengan tinjauan putaka, dan terdapat 1 diagnosa keperawatan yang muncul

yang tidak sama dengan tinjauan pustaka.

a. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien yang sama sesuai teori

Sukarmin dan Riyadi (2009) yaitu:

1. Risiko cidera berhubungan dengan kejang.

2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

3. Defisitt nutrisi berhubungan dengan faktor psikologi (epilepsi)

b. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien yang tidak sama dengan

teori dari Sukarmin dan Riyadi (2009) yaitu:

1. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek

ketidakmampuan fisik.

2. Defisit pengetahuan (epilepsi) berhubungan dengan kurang terpapar

informasi.
83

Sukarmin & Riyadi, 2009 diagnosa keperawatan pada tinjauan pustaka

muncul pada tinjauan kasus/pada kasus nyata, karena diagnosa keperawatan pada

tinjauan pustaka merupakan diagnosa keperawatan pada pasien dengan epilepsi

secara umum sedangkan pada kasus nyata diagnosa keperawatan disesuaikan

dengan kondisi pasien secara lagsung.

4.3 Perencanaan

Tujuan perumusan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus. Pada tinjauan

pustaka perencanaan menggunakan kriteria hasil yang mengacu pada pencapaian

tujuan. Sedangkan pada tinjauan kasus perencanaan menggunakan sasaran, dan

intervesi.

Tinjauan kasus dicantumkan kriteria waktu karena pada kasus nyata melihat

keadaan pasien secara langsung. Intervensi diagnosa keperawatan yang ditampilkan

antar tinjauan pustaka dan tinjauan kasus terdapat kesamaan namun masing-masing

intervensi tetap mengacu pada sasaran, data dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.

Sukarmin dan Riyadi (2009) pada diagnosa resiko cidera berhubungan

dengan kejang. Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam dengan

tujuan keluarga pasien dapat meminimalkan terjadinya kejang dengan kriteria hasil:

tidak terjadi cidera fisik pada pasien, mempertahankan tindakan yang mengontrol

kejang memberikan tindakan pemberian tongspatel saat kejang, tidak terjadi

serangan kejang ulang, mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika

terjadi kejang frekuensi kejang, lamanya terjadi kejang, pemberian obat Dilantin

untuk kejang .
84

Sukarmin dan Riyadi (2009) diagnosa hipertermia berhubungan dengan

proses penyakit. Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam dengan

tujuan suhu tubuh kembali normal dengan kriteria hasil: Suhu tubuh dalam batas

normal 36°-37,0º, nadi 100-110x/menit, anak tidak rewel, kesadaran

composmentis.

Sukarmin dan Riyadi (2009) diagnosa defisit nutrisi berhubungan dengan

factor psikologi (epilepsi). Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24

jam dengan tujuan diharapkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi secara adekuat

dengan kriteria hasil: mempertahankan berat badan dalam batas normal 15kg, klien

mampu menghabiskan ½ porsi makanan yang disediakan, klien mengalami

peningkatan nafsu makan.

Pasien di diagnosa Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek

ketidakmampuan fisik di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan pasien dapat melakukan aktivitas dengan kriteria hasil: pasien dapat

kooperatif dengan keluarga perawat dan dokter, pasien dapat melakukan aktifitas,

pasien dapat berinteraksi dengan keluarga. Sedangkan menurut teori Sukarmin dan

Riyadi (2009) tidak di sebutkan diagnosa keperawatan tersebut.

4.4 Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah perwujudan atau realisasi dari perencanaan yang telah

disusun. Pelaksanaan pada tinjauan pustaka belum dapat direalisasikan karena

hanya membahas teori asuhan keperawatan. Sedangkan pada kasus nyata

pelaksanaan telah disusun dan direlisasikan pada klien dan ada pendokumentasian

dan intervensi keperawatan. Pelaksanaan rencana keperawatan dilakukan secara


85

terkoordinasi dan terintegrasi karena disesuaikan dengan keadaan pasien yang

sebenarnya.

Diagnosa keperawatan resiko cidera berhubungan dengan kejang,

mengobservasi kejang, memberikan pengaman pada sisi tempat tidur, memberikan

tongue spatel diantara gigi atas dan bawah, mencatat tipe kejang lokasi lama dan

frekuensi kejang. Pada diagnosa keperawatan Hipertermia berhubungan dengan

proses penyakit mengkaji factor terjadinya hipertermi, observasi tanda tanda vital

setiap 4 jam sekali, mengajarkan keluarga kompres dingin, memberikan ekstra

cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum . Pada diagnosa keperawatan

defiisit nutrisi berhubungan dengan factor psikologi (epilepsi) mengkaji

pemenuhan kebutuhan nutrisi klien, mengkaji penurunan nafsu makan klien,

menjelaskan ke keluarga pasien pentingnya makanan bagi proses penyembuhan..

Pada diagnosa keperawatan gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek

ketidakmampuan fisik, melakukan fisioterapi, pemberian terapi obat advis dokter.

Pada diagnosa keperawatan defisit pengetahuan (epilepsi) berhubungan dengan

kurang terpapar informasi, mengedukasi keluarga tentang penyakit pasien,

mengajarkan penanganan saat terjadinya kejang.

4.5 Evaluasi

Kondisi pasien setelah dilaksanakan asuhan keperawatan untuk resiko

cidera berhubungan dengan kejang belum teratasi, hipertermi berhubungan dengan

proses penyakit belum tertatasi, defisit nutrisi berhubungan dengan factor psikologi

epilepsi belum tertatasi, gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek


86

ketidakmampuan fisik belum tertasi karena kondisi pasien belom menunjukkan

kemajuan yang signifikan. Masalah keperawatan yang belum teratasi karena

kurangnya tindakan keperawatan karena hanya 3 hari. Terapi yang diberikan dokter

sudah mengurangi intensitas kejang yang semula kejang dengan waktu kurang lebih

5 detik berkurang menjadi 3 detik. Sedangkan defisit pengetahuan epilepsi

berhubungan dengan kurang terpapar informasi teratasi dengan orang tua pasien

sudah mengerti akan apa yang dilakukan saat anaknya mengalami kejang.
BAB 5

PENUTUP

Penulis melakukan pengamatan dan melaksanakan asuhan keperawatan

secara langsung pada pasien dengan kasus Epilepsi di Ruangan D2 Rumkital Dr.

Ramelan Surabaya, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sekaligus

saran yang dapat bermanfaat dalam meningkatkan asuhan keperawatan pasien

dengan Epilepsi.

5.1 Simpulan

Hasil yang telah diuraikan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan

Epilepsi, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Riwayat penyakit dengan kondisi kejang dan mengalami demam di

dapatkan sebelum masuk Rumah Sakit dan pada saat di ruang D2 pasien

sudah mendapatkan terapi obat, sehingga pada saat pengkajian kejang

berkurang dan suhu tubuh sudah tidak tinggi. Pada riwayat dahulu yaitu

kejang sejak usia 8 bulan.

b. Diagnosa keperawatan yang muncul pada epilepsi di temukan ada 5 yaitu:

Resiko cidera berhubunagn dengan kejang. Hipertermia berhubungan

denagn proses penyakit. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor

psikologi (epilepsi). Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek

ketidakmampuan fisik. Defisit pengetahuan (epilepsi) berhubungan dengan

kurang terpapar informasi.Intervensi yang diberikan pada pasien dengan

diagnosa keperawatan resiko cidera berhubungan denag kejang yaitu

87
88

dengan melakukan obsevasi kejang dan tanda vital, memberikan pengaman

pada sisi tempat tidur, tinggalah bersama klien selama fase kejang, berikan

tongue spatel diantara gigi atas dan bawah, mencatat tipe kejang lokasi lama

dan frekuensi kejang. Pada diagnosa keperawatan hipertermia berhubungan

dengan proses penyakit yaitu kaji faktor terjadinya hipertermia, observasi

tanda-tanda vital tiap 4 jam sekali, mengajarkan pada keluarga memberikan

kompres, beri ekstra cairan dengan menganjurkan minum. Pada diagnosa

keperawatan defiisit nutrisi berhubungan dengan factor psikologi (epilepsi)

yaitu menjelaskan keluarga pasien pentingnya makanan bagi proses

penyembuhan. Pada diagnosa gangguan tumbuh kembang berhubungan

dengan efek ketidakmampuan fisik yaitu melakukan fisioterapi,

menganjurkan keluarga berinteraksi dengan pasien lebih banyak, ajak

bermain pasien. Pada diagnosa defsit pengetahuan epilepsi berhubungan

dengan kurang terpapar informasi memberikan informasi penyakit pasien

kepada keluarga, mengajarkan penanganan kejang kepada keluarga pasien.

c. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien dengan epilepsi di laksanakan

sesuai perencanaan dengan berdasarkan pada pengetahuan dan konsep teori.

Pada diagnosa keperawatan resiko cidera berhubungan dengan kejang,

penatalaksanaan sesuai dengan intervensi. Pada diagnosa hipertermia

berhubungan dengan proses penyakit penatalaksanaan sesuai intervensi.

Pada diagnosa defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologi (epilepsi)

penatalaksanaan sesuai dengan intervensi yang telah di buat. Pada diagnosa

keperawatan gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek


89

ketidakmampuan fisik penatalaksanaan sesuai dengan intervensi yang telah

di buat. Pada diagnosa keperawatan defisit pengetahuan epilepsi

berhubungan dengan kurang terpapar informasi penatalaksanaan sesuai

dengan intervensi yang telah di buat.

d. Evaluasi pada pasien dengan epilepsi diagnosa resiko cidera berhubungan

dengan kejang belum teratasi teratasi. Diagnosa keperawatan hipertermia

berhubungan dengan proses penyakit belum teratasi. Pada diagnosa

keperawatan defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologi (epilepsi)

belum teratasi. Pada diagnosa keperawatan gangguan tumbuh kembang

berhubungan dengan efek ketidak mampuan fisik belum teratasi. Pada

diagnosa defisit pengetahuan epilepsi berhubungan dengan kurang terpapar

informasi belum teratasi.

5.2 Saran

a. Pencapaian hasil keperawatan di perlukan hubungan yang baik dan

keterlibatan pasien, keluarga, dan tim kesehatan lainnya.

b. Orang Tua pasien dengan epilepsi yang mengalami resiko cidera sehingga

orang tua pasien di harapkan untuk mengerti apa yang harus dilakukan dan

meminimalkan terjadinya kejang, untuk hipertermi dapat memantau suhu

tubuh dan memberikan minum sedikit tapi sering.


90

DAFTAR PUSTAKA

Amin, H, & Hardhi, K. ( 2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Jakarta: Salemba


Medika.

Dian Adriana. (2011). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta:
Salemba Medika.

Dr. Badrul Munir Sp. S (2015). Neurologi dasar. Jakarta: Sagung Seto

Dr. Rudi Hantoro. (2015). Buku Pintar Keperawatan Epilepsi. Yogyakarta:


Cakrawala Ilmu.

Hidayat, A. A. (2009). Pengantar ilmu keperawatan anak. Jakarta: Salemba


Medika.

Kusuma, H., & Nurarif, A. H. (2012). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan


NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Hardy.

Ridha , H. (2014). Buku ajar keperawatan anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Riyadi, S., & Sukarmin. (2009). Asuhan keperawatan pada anak. Yogyakarta:
Graha Ilmu.

Setiadi. (2012). Buku Ajar Sistem Persarafan. Surabaya: STD Group.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI. (2016). Epilepsi Pada Anak. Jakarta: Badan
Penerbit Ikakatan Dokter Anak Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai