Oleh :
2019
HALAMAN JUDUL
Oleh :
2019
ii
SURAT PERNYATAAN
karya tulis ini saya susun tanpa melakukan plagiat sesuai dengan peraturan yang
Jika kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiat saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Stikes
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
NIM : 162.0010B
Surabaya.
menyetujui bahwa karya tulis ini diajukan dalam siding guna memenuhi sebagian
Pembimbing
NIP. 03.023
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Mengetahui,
Stikes Hangtuah Surabaya
Ka. Prodi DIII Keperawatan
v
MOTTO & PERSEMBAHAN
kesuksesan
sayangNya
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmad dan
hidayah-Nya pada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini
Karya tulis ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
hanya karena kemampuan penulis, tetapi banyak ditentukan oleh bantuan dari
berbagai pihak, yang telah dengan ikhlas membantu penulis demi terselesainya
penulisan, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih
selaku Kepala Rumkital Dr. Ramelan Surabaya, yang telah memberikan ijin
dan lahan praktik untuk penyusunan karya tulis dan selama kami berada di
Stikes Hang Tuah Surabaya yang telah memberikan kesempatan kepada kami
vii
4. Dwi Ernawati, S.Kep., Ns., M. Kep selaku pembimbing I, yang dengan telah
5. Meyta, S.Kep.,Ns selaku pembimbing II, yang dengan tulus ikhlas telah
6. Bapak dan ibu dosen Stikes Hang Tuah Surabaya, yang telah memberikan
bekal bagi penulis melalui materi-materi kuliah yang penuh nilai dan makna
dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini, juga kepada seluruh
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas
bantuannya. Penulis hanya bias berdoa’a semoga Allah SWT membalas amal
baik semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian karyatulis
ilmiah ini.
viii
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu saran dan kritik
semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang
ix
DAFTAR ISI
xi
3.1.10 Tanda – Tanda Vital ................................................................................... 53
3.1.11 Pemeriksaan fisik ....................................................................................... 53
3.1.12 Tingkat Perkembangan............................................................................... 55
3.1.13 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 56
3.2 Analisa Data .................................................................................................... 58
3.3 Prioritas Masalah ............................................................................................. 60
3.4 Rencana Keperawatan ..................................................................................... 61
3.5 Tindakan Keperawatan Dan Catatan Perkembangan ...................................... 66
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian ....................................................................................................... 76
4.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................................... 79
4.3 Perencanaan..................................................................................................... 80
4.4 Pelaksanaan ..................................................................................................... 82
4.5 Evaluasi ........................................................................................................... 83
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan ......................................................................................................... 84
5.2 Saran ................................................................................................................ 86
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 87
xii
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN
O2 : Oksigen
IV : Intra Vena
BCG : Bacillus Calmette Guerin
ASI : Air Susu Ibu
WIB : Waktu Indonesia Barat
TNI AL : Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut
DPT : Difteria, Pertusis, Tetanus
GCS : Glasgow Coma Scale
TB : Tinggi Badan
BB : Berat Badan
ICS : Intercosta
CRT : Capillary Reflil Time
HGB : Hemoglobin
HCT : Hematokrit
K : Kalium
Cl : Kalsium
MRS : Masuk Rumah Sakit
KRS : Keluar Rumah Sakit
IGD : Instalasi Gawat Darurat
WBC : White Blood Cell
S1 S2 : Suara 1 Suara 2
BAB : Buang Air Besar
BAK : Buang Air Kecil
ROM : Range Of Motion
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
TD : Tekanan Darah
xiv
xv
N : Nadi
RR : Respiratoty Rate
S : Suhu
CT SCAN : Computerized Tomografi Scanner
IM : Intramuskuler
TTV : Tanda tanda vital
WHO : World Health Organization
RSUPN : Rumah Sakit Umum Pusat Nasional
SSP : Susunan Saraf Pusat
AIDS : Acquired Immuno Deficiency Syndrome
EEG : Electroensefalografi
DL : Darah Lengkap
LED : Laju Endap Darah
BGA : Blood Gas Artery
OAE : Obat Anti Epilepsi
CM : Centi Meter
HIV : Human Immunodefisiency Virus
TBC : Tuberculosis
Ml : Mililiter
C : Celcius
Kg : Kilogram
RSAL :Rumah Sakit TNI Angkatan Laut
Mg : Miligram
SMRS : Sebelum Masuk Rumah Sakit
PEWS : Penilaian Early Warning Score
IV : Intra Vena
RM : Rekam Medis
BAB 1
PENDAHULUAN
Indonesia, masih banyaknya morbiditas pada masa perinatal dan masa bayi
Insidens (kasus baru) pada anak lebih tinggi dibanding dewasa dan
sering dimulai sejak usia bayi. Insidens epilepsy pada anak di Negara
Jakarta, Selama kurun waktu 2009-2010 terdapat 218 pasien baru dengan
Epilepsi umum dan 71 dengan Epilepsi fokal diantara 1700 pasien baru per
1
2
Surabaya pada anak penderita epilepsi pada tahun 2018 berjumlah 383 anak.
otak, kualitas hidup, maupun nyawa anak. Kejang lama dan status
20% pernah mengalami kejang berdurasi lebih dari 5 menit. Dalam 2 tahun
korteks serebri yang mendasarinya. Lesi di otak pada umumnya telah ada
akibat lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang
3
atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik.
Manifestasi klinis upama Epilepsi disebabkan oleh berbagai hal, yang dapat
mental maupun gangguan sikap dan perilaku. Menurut dr. Setyo komorbidat
berusia 6 bulan sampai 5 tahun yang sebelumnya dalam keadaan sehat, dan
penyebab pasti dari kejang demam tadi tidak diketahui kecuali demamnya
itu sendiri. Kejang demam ini mungkin diwariskan dan risiko untuk
penyakit ini sejak dini serta masih melekatnya faktor kebudayaan yang salah
4
pada penderita epilepsi, maka perlu dibahas asuhan keperawatan pada kasus
epilepsi lebihh dalam. Gangguan ini sangat penting untuk dibahas karena
sangat dekat sekali dengan kehidupan sehari-hari. Gangguan ini tentu bisa
Surabaya”.
Ramelan Surabaya.
1.4 Manfaat
memberi manfaat :
1. Akademis, hasil karya tulis ilmiah ini merupakan sumbangan bagi ilmu
Hasil karya tulis ilmiah ini, dapat menjadi masukan bagi pelayanan
b. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti
1.5.1 Metode
peristiwa atau gejala yang terjadi pada waktu sekarang yang meliputi studi
a. Wawancara
b. Observasi
c. Pemeriksaan
1. Data Primer
7
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari rekam medis, perawat, hasil pemeriksaan dan tim
kesehataan lainya.
berhubungan dengan judul karya tulis ilmiah dan masalah yang dibahas.
memahami karya tulis ilmiah ini, secara keseluruhan dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu :
2. Bagian inti, terdiri dari lima bab, yang masing – masing bab terdiri dari sub
kerangka masalah.
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab 2 ini akan diuraikan secara teoritis mengenai konsep penyakit
dan asuhan keperawatan epilepsi. Konsep penyakit akan diuraikan definisi, etiologi,
manifestasi klinis, dan cara penanganan secara medis. Konsep tumbuh kembang
usianya. Konsep hospitalisasi dapat diuraikan tentang definisi dan reaksi terhadap
efek hospitalisasi sesuai dengan usianya. Konsep imunisasi dapat diuraikan tentang
grisea. Otak merupakan organ yang sangat kompleks dan sensitif, berfungsi sebagai
pengendali dan pengatur seluruh aktivitas kita, ialah gerakan motorik, sensasi,
berpikir, dan emosi. Di samping itu, otak merupakan tempat kedudukan memori
dan juga sebagai pengatur aktivitas involuntar atau otonom. Sel-sel otak bekerja
terjadi cetusan listrik yang berlebihan dan tidak teratur dari sekelompok sel yang
9
10
yang mengatur hormon seks (hipotalamus dan hipofisis) dan demikian pula dengan
gonad. Sistem limbik merupakan bagian otak yang paling sensitif terhadap
bangkitan. Ada dugaan bahwa sistem paling kaya reseptor sterois seks. Ekspresi
aktivitas otak abnormal dapat berupa gangguan motorik, sensorik, kognitif, atau
psikis.
dan area frontotemporal bagian mesial sering kali merupakan letak awal munculnya
bangkitan epilepsi. Area subkorteks misalnya talamus, substansia nigra dan korpus
bangkitan epilepsi umum. Pada otak normal, rangsang penghambat dari area
Nyeri akut
Stress hospitalisasi TIK
Hambatan mobilitas fisik Aktivitas pasien terganggu Bergantung pada orang lain
oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attack, spell) yang bersifat spontan
(unprovoked) dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak
yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari irama. Istilah epilepsi tidak
boleh digunakan untuk bangkitan yang terjadi hanya sekali saja, bangkitan yang
misalnya kejang atau bangkitan pada hipoglikemi (Ambarwati & Nasution, 2015)
2.1.3 Etiologi
dan lengkap, berbekal pada pengetahuan kita tentang epilepsi. Kunci pertama untuk
yang dicirikan oleh gejala yang khas. Setelah itu harus dikembangkan anamnesis
yang runtut, cermat, dan lengkap. Berikutnya adalah berpikir tentang jenis
bangkitan yang ada dan kemudian dilakukan pemeriksaan fisik yang sistematik.
Sekali lagi perlu diingat bahwa apa yang dirancang adalah untuk menegakkan
diagnosis epilepsi dan mencari faktor penyebabnya. Untuk yang terakhir ini
bulan sampai 5 tahun yang sebelumnya dalam keadaan sehat, dan penyebab pasti
dari kejang demam tadi tidak diketahui kecuali demamnya itu sendiri. Kejang
13
demam ini mungkin diwariskan dan risiko untuk berkembang menjadi epilepsi
adalah kecil. Kejang demam kompleks yang ditandai dengan bangkitan parsial atau
kelompok lanjut usia. Pada saat onset, sekitar 2% penderita stroke mengalami
memiliki kemungkinan 20x lebih besar untuk epilepsi dari pada populasi umum.
Namun demikian tingginya resiko untuk terjadinya epilepsi pasca stroke didasarkan
atas penelitian di Rumah Sakit, dengan demikian ada kemungkinan salah estimasi.
Penderita dengan stroke berat terutama yang mengalami sumbatan total di sirkulasi
tinggi untuk mengalami bangkitan di kemudian hari. Sementara itu, penderita yang
pulih dalam waktu 1 bulan mempunyai resiko yang sangat rendah untuk terjadinya
sangat banyak dapat bersifat tunggal maupun dalam bentuk kombinasi, upaya untuk
serebrospinal, ct-scan, dan MRI. Berikut ini adalah daftar penyebab atau faktor
resiko epilepsi :
tahun
3. Kelainan Metabolik
c) Ketidakseimbangan Elektrolit
e) Defisiensi Nutrisi
4. Trauma kepala
kronis
6. Gangguan Kardiovaskuler
15
7. Infeksi
8. Penyakit Degeneratif
motor fokal.
Berdasarkan tanda klinik dan data EEG, kejang pada epilepsi dibagi
menjadi :
16
Jenis yang jarang umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau
3) Myoclonic Seizure
4) Atonic Seizure
segera recovered.
b. Kejang parsial / fokal jika dimulai dari daerah tertentu dari otak. Kejang
Kusuma, 2016).
a. Kebingungan sementara
e. Gejala psikis
f. Kekakuan otot
g. Gemetar atau kejang, pada sebagian tubuh (wajah, lengan, kaki) atau
keseluruhan
h. Kejang yang diikuti oleh tubuh menegang dan hilang kesadaran secara
2.1.6 Patofisiologi
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari sebuah
fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan
patologik.
yaitu:
pengaktifan
1. Migran
2. Hiperventilasi
3. Tics
4. Mikoklonus
5. Spasme Hemifasial
6. Syncope
19
7. TIA
2.1.8 Kompliasi
Penyakit Epilepsi harus segera ditangani dengan tepat dan cepat untuk
a. Terjatuh
b. Tenggelam
c. Kecelakaan
Selain itu komplikasi juga berdampak pada kesehatan mental yang tidak
dapat dianggap sepele. Pada umumnya, penderita Epilepsi akan mengalami depresi
karena kondisinya atau karena efek samping obat anti Epilepsi yang tidak
tertahankan.
a. Pemeriksaan Laboratorium
melihat apakah ada kelainan structural di otak. (dr. Badrul Munir Sp.S,
2015).
20
2.1.10 Pencegahan
Berikut adalah beberapa hal yang dapat mencegah risiko kambuhnya kejang
epilepsi :
a. Perbanyak jam tidur setiap malam, cobalah untuk mengatur jadwal tidur
2.1.11 Penatalaksanaan
tidur)
21
c. Gangguan konsep diri sehubungan dengan stigma sosial, salah persepsi dari
lingkungan sosial.
tingkat sel, organ, maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram,
pon, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang, dan keseimbangan
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai
hasil dari proses pematangan. Di sini menyangkut adanya proses diferensiasi sel-
22
sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ, dan system organ yang berkembang
juga perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi
mengatur dirinya sendiri, jika hasilnya baik anak meningkatkan kontrol diri. Jika
hasilnya tidak baik (negative) ia akan merasa malu bila pada fase ini kebutuhan
tidak dapat dipenuhi dengan baik maka akan timbul perasaan malu, ragu – ragu,
adalah sifat egosentris dan belum mampu berfikir dari sudut pandang orang lain.
b) Belajar Otonomi
c) Belajar Independent
1 Pengeluaran Kotoran Pada masa ini anak merasa puas jika dapat
mengotori lingkungan, pada masa ini penuh
dengan symbol menantang dan bebas. Bila pada
massa ini pemenuhanya terganggu maka pada
saat dewasa akan bersikap masa bodoh, tidak
rapi, serampangan dan serabutan.
2 Penahanan kotoran Pada masa ini anak akan merasa puas jika dapat
menahan kotoran. Bila tidak terpenuhi kepuasan
pada masa ini akan timbul sikap kaku, keras
kepala, kerapian dan keteraturan stimulasi pada
fase ini harus seimbang.
1. Perkembangan Motorik
UMUR MOTORIK
2. Perkembangan Emosional
Bagi anak pada usia ini bermain sangat penting untuk perkembangan social
tetapi jenis permainan yang paling banyak dilakukan adalah solitary play. (Adriana
Dian, 2011)
25
2.3 Hospitalisasi
dokter, tetenan perawatan akut, atau dipusat bedah sehari. Akibat tren ini, lebih
sedikit anak yang benar-benar masuk ke unit rumah sakit, dan mereka yang
rumah sakit sering kali lebih singkat karena tren ekonomis dalam lingkungan
lain yang berupaya untuk mengendalikan biaya. Kondisi akut, trauma, atau penyakit
anak dan keluarga mereka. Reaksi dan respon terhadap penyakit dan hospitalisasi
pengalaman ini serta meminimalkan efek yang negative. Strategi ini mencangkup
interpretasi yang akurat dan memberikan respon serta intervensi yang tepat ( Kyle
rumah sakit secara berbeda. Faktor yang mempengaruhi respons anak terhadap
2. Usia
3. Tingkat perkembangan
4. Tingkat kognitif
8. Temperamen
perawatan kesehatan
13. Reaksi orang tua terhadap penyakit dan hospitalisasi. (Kyle &
Carman,2012)
2.4 Imunisasi
2.4.1 Pengertian
Sistem imun adalah suatu system dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta
produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan
racunnya, yang masuk kedalam tubuh. Kuman disebut antigen. Pada saat pertama
kali antigen masuk kedalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat
zat anti yang disebut dengan antibody. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk
“pengalaman”. Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan seterusnya, tubuh sudah
antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih
dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksud sebagai tindakan
28
pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena
serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan
menjadi dua, yaitu: imunisasi aktif dan imunisasi pasif (Hidayat, 2008):
1. Imunisasi Aktif
seluler dan humoral serta dihasilkanya cell memory. Jika benar-benar terjadi
infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespons. Dalam imunisasi aktif
sebagai berikut
a. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebsgsi zat atau
b. Pelarut dapat berupa air steril atau berupa cairan kultur jaringan
29
2. Imunisasi Pasif
suatu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal
bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan saat bayi berumur <2
bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. BCG ulang tidak
lengan atas, untuk bayi berumur <1 tahun diberikan sebanyak 0,05
ml dan untuk anak berumur >1 tahun diberikan sebanyak 0,1 ml.
a. Difteri
menyebabkan komplikasi.
b. Pertusis
c. Tetanus
tetanonspasmin.
tetanus.
2) Kontraindikasi :
a) Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari flu
3) Waktu Pemberian
3. Polio
penyakit poliomyelitis.
c. Cara pemberian:
4. Campak
32
b. Kontraindikasi:
5) Wanita hamil
berumur 9 bulan/lebih. Pada KLB dapat diberikan pada umur 6 bulan dan
ml.
5. Hepatitis
c. Waktu pemberian: dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau
jika ibunya memiliki HBsAg negative, bisa diberikan pada saat bayi
berumur 2 bulan.
Cara pemberian: vaksin diberikan dengan cara disuntikan pada otot lengan
atau paha.
33
2.5.1 Pengertian
membantu proses pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak, mengingat
nutrisi dalam tubuh seperti kekurangan energi dan protein, anemia defisiensi
dan lain-lain yang dapat menghambat proses tumbuh kembang anak. (Hidayat,
2009)
1. Karbohidrat
kekurangan karbohidrat sekitar 15% dari kalori yang ada maka dapat
sebaliknya apabila jumlah kalori yang tersedia atau berasal dari karbohidrat
badan.
2. Lemak
A,D,E,K yang larut dalam lemak. Komponen lemak terdiri dari lemak
3. Protein
protoplasma sel, selain itu tersedianya protein dalam jumlah yang cukup
penting untuk pertumbuhan dan perbaikan sel jaringan dan sebagai larutan
tersedia dalam jumlah yang cukup apabila jumlahnya berlebih atau tinggi
apabila kekurangan protein saja tetapi jika kekurangan protein dan kalori
menyebabkan marasmus.
4. Air
kebutuhan air pada bayi relatif tinggi 75-80% dari berat badan dibandingkan
5. Vitamin
6. Mineral
mikro, yang terdiri dari kalsium, klorida, khormium, kobalt, tembaga, fluorin,
35
yodium, besi, magnesium, mangan, fosfor, kalium, natrium, sulfur dan seng.
pertumbuhan dan perkembangan sel atau organ pada anak berbeda, dan perbedaan
ini yang menyebabkan jumlah dan komponen zat gizi berlebihan. Secara umum
kebutuhan nutrisi pada anak dapat dikelompokkan berdasarkan usia anak, mulai
umur 0-4 bulan, 4-6 bulan, 6-9 bulan, 9-12 bulan, usia toddler atau pras sekolah,
pemenuhan kebutuhan nutrisi sudah mulai muncul, sehingga segala peralatan yang
berhubungan dengan makan seperti garpu, piring, sendok dan gelas semuanya harus
dijelaskan pada anak atau diperkenalkan dan dilatih tentang penggunaan, sehingga
dapat mengikuti aturan yang ada. Dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi pada usia
susu dan makanan yang dianjurkan antara lain daging, sup, sayuran dan buah-
buahan, pada anak ini juga perlu makanan padat sebab kemampuan mengunyah
2.6.1 Pengkajian
manusia.
2. Keluhan utama
mengeluh anaknya prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat. Klien
3. Riwayat penyakit
diagnosa. Riwayat ini akan ditunjang dengan keadaan fisik klien saat ini.
asal dari aktivitas kejang. Pada riwayat perlu dikaji factor pencetus yang
a. Awitan yakni serangan itu mendadak atau didahului oleh prodromal dan
fase aura.
f. Keadaan gigi. Apakah pada saat serangan gigi klien tertutup rapat atau
terbuka.
dari mulut.
5. Pemeriksaan fisik
c. Tanda-tanda vital
2) Frekuensi pernafasan:
38
3) Suhu tubuh
e. Integumen kulit
f. Kepala
menurut Gordon:
Data yang muncul sering orangtua berpersi meskipun anaknya batuk masih
respon sistemik melalui kontrol saraf pusat), mual dan muntah (karena
mikroorganisme)
c. Pola eliminasi
d. Pola tidur-istirahat
karena sesak nafas. Penampilan anak terlihat lemah, sering menguap, mata
ketidaknyamanan tersebut.
e. Pola aktivitas-latihan
atau bedrest.
f. Pola kognitif-persepsi
biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada otak.
Pada saat di rawat anak tampak bingung kalau ditanya tentang hal-hal baru
disampaikan.
h. Pola peran-hubungan
Anak tampak malas kalau diajak bicara baik dengan teman sebaya
maupun yang lebih besar, anak lebih banyak diam dan selalu bersama
i. Pola seksualitas-reproduksi
Pada kondisi sakit dan anak kecil sulit terkaji. Pada anak yang sudah
sering menangis, kalau sudah remaja saat sakit yang dominan adalah mudah
k. Pola nilai-keyakinan
untuk mendapat sumber kesembuhan dari Allah SWT. (Setiadi, et al. 2012)
makan)
fisik.
41
informasi.
2.6.3 Perencanaan
1. Diagnosa keperawatan 1:
kriteria hasil:
Intervensi:
akan dilakukan.
terganggu.
2. Diagnosa keperawatan 2:
c. Kesadaran composmentis
Intervensi:
tubuh.
dinginnya tubuh.
kepala/ketiak.
43
perantara.
3. Diagnosa Keperawatan 3:
hasil:
Intervensi:
penyembuhan.
4. Diagnosa keperawatan 4:
fisik
perawat.
Intervensi:
a) Melakukan fisioterapi
5. Diagnosa keperawatan 5:
informasi
kriteria hasil:
Intervensi:
c) Buatkan petunjuk yang jelas dalam pemberian obat, dan selalu diingatkan
ini termasuk dalam kategori perilaku untuk mencapai sebuah tujuan dan hasil yang
2.6.5 Evaluasi
berikan atau dilaksanakan dengan berpedoman pada tujuan yang ingin di capai.
46
Pada bagian ini akan di ketahui apakah perencanaan sudah mencapai sebagian atau
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Pasien adalah seorang anak laki – laki bernama An “U” usia 2 tahun 2 bulan,
lahir tanggal 23 April 2017 beragama islam, bahasa yang sering digunakan adalah
bahasa Indonesia dan bahasa madura, pasien adalah anak pertama dari Tn. S usia
33 tahun dan Ny. W usia 25 tahun. pasien tinggal di daerah Surabaya orang tua
klien beragama islam dan pekerjaan orang tua wiraswasta dan Ibu adalah ibu rumah
An. U saat berumur 8 bulan sudah sering kejang setiap hari sebanyak 2x
kira-kira kurang lebih 5 detik ibu pasien tidak melakukan apa-apa karena panik
bulan sekitar umur 1 tahun 2 bulan anak U berhenti mengkonsumsi obat. Kemudian
pada tanggal 23 Juni 2019 pukul 22.00 Wib An. U dibawa ke IGD RSAL dengan
keluhan kejang, lalu di IGD diberikan terapi infus D5 ¼ NS 1000 cc/24 jam, bolus
dilantin 100 mg setiap 1 jam. Injeksi Ceftriaxon 2x250 gram, injeksi Antrain 3x100
47
48
2x3 cc, B6 1x1 tab. Observasi Vital Sign An. U Suhu : 38˚C Nadi : 125 x/menit RR
: 24 x/menit. Kemudian tanggal 24 Juni 2019 pukul 03.00 Wib An. U dipindahkan
diruang D2 kamar 3C. Saat dilakukan pengkajian tanggal 7 Juni 2019 pukul 07.00
Wib. Observasi Vital Sign An. U Suhu : 37,8˚C Nadi : 122 x/menit RR : 22 x/menit.
An. U masih mengalami kejang pada pukul 05.00 Wib kurang lebih selama 5 detik.
An. U tidak memiliki alergi obat maupun alergi makanan. Selama diruang D2, An.
U mendapatkan terapi injeksi Ceftriaxon 2x250 mg, injeksi Antrain 100 mg,
Stesolid jika terjadi kejang, Ikalip Syrup 2x3 cc, B6 1x1 tablet, infus D5 ¼ NS 1000
cc/24 jam.
1. Prenatal Care
2. Natal Care
baik dan mendapatkan imunisasi, dan bayi dapat menyusu ibunya secara
langsung.
49
3. Penggunaan Obat
B6 dan ada obat kejangnya tetapi ibu pasien sudah lupa nama
operasi.
5. Alergi
yang lainya
6. Kecelakaan
7. Imunisasi
Ibu pasien mengatakan sudah imunisasi hepatitis (I, II, III) DPT (I,
II, III) polio, Campak, dan BCG lengkap di bidan dekat rumah
50
1. Genogram
2th
keterangan :
= pasien = meninggal
a. Psikososial Keluarga
Ibu pasien cemas dan khawatir karena anaknya masuk rumah sakit, ibu
sering bertanya tentang penyakit anaknya dan kapan anaknya pulang, ibu pasien
kelihatan cemas. Ibu pasien berharap anaknya cepat sembuh supaya bisa kembali
kerumah.
51
1. Pola Nutrisi
mendapatkan makan pada jam 06.00, 12.00, 18.00, pasien tidak ada
selera makan tetapi tidak ada reflek mual muntah hanya malas saat
kurang lebih 500 cc. Pada saat MRS nafsu makan menurun, pasien
mau minum susu yang disediakan ibu pasien, tetapi hanya minum
200 cc.
2. Pola Tidur
52
4. Pola Eliminasi
dan ibu pasien yakin bahwa pasien bisa cepat sembuh dan segera
pulang.
1. Cara Masuk
2. Keadaan Umum
5-6.
24x/menit, O2 : Nasal Kanul 2 Lpm, TB: 90 cm, BB: 10 kg, dan PEWS: 6.
Kepala pasien tidak terdapat benjolan atau bengkak, rambut warna hitam,
b. Mata
Gerakan mata normal, sclera tidak ikterus, konjungtiva tidak anemis, pupil
c. Hidung
tidak ada pernafasan cuping hidung tidak ada serumen, tidak terdapat alat
bantu nafas.
d. Telinga
pasien baik.
Mukosa bibir lembab, tidak tampak sianosis, tidak terdapat perdarahan pada
gusi, lidah bersih, tidak terdapat tonsil, tidak ada nyeri telan.
54
Leher simetris, terpusat pada posisi kepala, tidak ada pembesaran kelenjar
tambahan.
h. Paru
Pola nafas teratur, suara sonor, tidak ada suara ronkhi, tidak ada wheezing.
i. Jantung
Pada inspeksi pasien tidak terdapat sianosis, tidak ada pembengkakan pada
jari tangan dan jari kaki, pada palpasi tidak terdapat nyeri dada, nadi
regular.
j. Punggung
k. Pemeriksaan abdomen
Bentuk perut datar, tidak di dapatkan benjolan yang abnormal, tidak ada
Pasien berjenis kelamin laki-laki, area genetalia bersih dan tidak ada
hemoroid.
m. Pemeriksaan musculoskeletal
55
kemampuan otot tangan kanan dan kiri maksimal dan kekuatan kaki kanan
n. Pemeriksaan neurologi
ekstremitas atas dan bawah baik, tidak ada tremor, ada kejang, kaku kuduk
negative karena sewaktu kepala penderita dilakukan fleksi dan ekstensi dagu
o. Pemeriksaan integument
Warna kulit coklat, turgor kulit elastis, tidak ada odema, tidak ada sianosis,
akral hangat, CRT <2 detik, terpasang infus D5 ¼ Ns 1000 cc/24 jam.
a. Adaptasi sosial
Pasien cenderung diam dan tidur jika diajak berinteraksi dengan perawat
maupun dokter.
b. Bahasa
jelas.
c. Motorik halus
Pasien mengerti perintah sederhana oleh Ibu nya seperti disuruh makan,
d. Motorik kasar
56
e. Kesimpulan
1. Laboratorium
2. Rontgen
elektrolit (IV).
57
kejang (IV).
RIO
(Deddy Rio Shangrela)
58
Diagnosa Tanggal
No Paraf
Keperawatan Ditemukan Teratasi
2. Hipertermia
berhubungan dengan 27 juni 2019 Belum teratasi Rio
proses penyakit
3. Defisit nutrisi
berhubungan dengan
faktor psikologi 27 juni 2019 Belum teratasi Rio
epilepsi
4. Gangguan tumbuh
kembang berhubungan 27 juni 2019 Belum teratasi Rio
dengan efek
ketidakmampuan fisik
5. Defisit pengetahuan
epilepsi berhubungan 27 juni 20019 28 juni 2019 Rio
dengan kurang terpapar
informasi
62
1. Resiko Cidera Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1. Observasi kejang dan 1. Pemantauan yang teratur
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam diharapkan keluarga tanda vital tiap 4 jam. menentukan tindakan
kejang pasien dapat meminimalkan terjadinya yang akan dilakukan.
kejang dengan kriteria hasil: 2. Beri pengaman pada 2. Meminimalkan injuri saat
a. Tidak terjadi cidera fisik pada pasien. sisi tempat tidur. kejang.
b. Tidak terjadi serangan kejang ulang. 3. Tinggalah bersama 3. Meningkatkan keamanan
klien selama fase pasien.
kejang.
4. Berikan tongue spatel 4. Menurunkan resiko
diantara gigi atas dan trauma pada mulut.
bawah.
5. Catat tipe kejang 5. Membantu menurunkan
lokasi, lama, dan lokasi area cerebral yang
frekuensi kejang. terganggu.
6. Catat tanda-tanda vital 6. Mendeteksi secara dini
sesudah fase kejang. keadaan yang abnormal.
7. Kolaborasi dengan 7. Untuk terapi
dokter pemberian advis penyembuhan pasien.
obat
a. D5 ¼ Ns 1000
cc/24 jam 14 tpm
63
b. Injeksi Ceftriaxon
2x250 mg (IV)
c. Injeksi Antrain
3x100 mg (IV)
d. Injeksi Dilantin
3x20 mg
dilarutkan 10cc
aquades (IV)
e. P.O Syrup Ikalep
2x3 cc
f. P.O Paracetamol
3x1 tablet
g. P.O B6 1x1 tablet
64
2. Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji faktor terjadinya 1. Mengetahui penyebab
dengan proses penyakit selama 3 x 24 jam diharapkan suhu hipertermi. terjadinya hipertermi
tumbuh kembali normal, dengan kriteria karena penambahan
hasil: pakaian/selimut dapat
1. Suhu tubuh 36-37,5˚C, Nadi 100- menghambat penurunan
110x/menit, RR 20-24x/menit. suhu tubuh.
2. Anak tidak rewel. 2. Observasi tanda-tanda 2. Pemantauan tanda vital
3. Kesadaran composmentis vital tiap 4 jam sekali. yang teratur dapat
menetukan perkembangan
keperawatan yang
selanjutnya.
3. Pertahankan suhu 3. Suhu tubuh dapay
tubuh normal dengan dipengaruhi oleh tingkat
kompres hangat. aktivitas, suhu
lingkungan, kelembaban
tinggi akan
mempengaruhi panas atau
dinginnya tubuh.
4. Ajarkan pada keluarga 4. Proses konduksi /
memberikan kompres perpindahan panas dengan
hangat pada suatu bahan perantara.
kepala/ketiak.
5. Beri ekstra cairan 5. Kebutuhan cairan
dengan menganjurkan meningkat karena
pasien banyak minum. penguapan tubuh
meningkat.
6. Agar suhu tubuh kembali
normal.
65
6. Kolaborasi dengan
dokter pemberian obat
untuk penurun panas.
3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji pemenuhan 1. Mengetahui kekurangan
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan kebutuhan nutrisi klien. nutrisi klien.
faktor psikologi epilepsi nutrisi klien terpenuhi secara adekuat, 2. Kaji penurunan nafsu 2. Agar dapat dilakukan
dengan kriteria hasil: makan klien. intervensi dalam
1. Mempertahankan berat badan dalam pemberian makanan pada
batas normal 15kg. klien.
2. Klien mampu menghabiskan ½ porsi 3. Jelaskan ke keluarga 3. Dengan pengetahuan yang
makanan yang disediakan. pasien pentingnya baik tentang nutrisi akan
3. Klien mengalami peningkatan nafsu makanan bagi proses memotivasi untuk
makan. penyembuhan. meningkatkan pemenuhan
nutrisi.
4. Ukur tinggi dan berat 4. Membantu dalam
badan klien. identifikasi malnutrisi
protein kalori, khususnya
bila berat badan kurang
dari normal.
5. Dokumentasikan 5. Mengidentifikasi
masukan oral selama ketidakseimbangan
24 jam, riwayat kebutuhan nutrisi.
makanan, jumlah kalori
dengan tepat (intake).
6. Berikan makanan 6. Untuk meningkatkan
selagi hangat. nafsu makan dan untuk
66
memudahkan proses
makan.
4. Gangguan tumbuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Menganjurkan ibu 1. Agar pasien lebih
kembang berhubungan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien pasien untuk terus kooperatif diajak
dengan efek dapat melakukan aktivitas sehari-hari berkomunikasi dengan berbicara.
ketidakmampuan fisik semaksimal mungkin, dengan kriteria pasien .
hasil: 2. Kolaborasi dengan 2. Agar anak dapat
1. Pasien dapat berkomunikasi dengan petugas fisioterapi. melakukan aktivitas
keluarga, dokter, maupun perawat. kembali.
2. Pasien dapat melakukan aktivitas
seperti biasanya.
5. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Menjelaskan kembali 1. Agar keluarga pasien
epilepsi berhubungan selama 3 x 24 jam diharapkan keluarga proses penyakit serta paham tentang
dengan kurang terpapar pasien dapat paham tentang penyakit prognosanya. penyakitnya.
informasi pasiennya, dengan kriteria hasil: 2. Menjelaskan kembali 2. Agar keluarga paham dan
tentang pentingnya tidak terjadi kesalahan.
1. Keluarga mampu penanganan obat serta
pasien saat kejang. mengobservasi efek
2. Keluarga paham tentang dari obat tersebut.
pemberian obat. 3. Buatkan petunjuk yang 3. Agar keluarga mengerti
jelas dalam pemberian tentang pemberian obat.
obat, dan selalu
diinagtkan bahwa dosis
terapeutik saat ini
67
2 10.00
hangat kepada pasien.
Menganjurkan keluarga agar Rio Dx 2
memakaikan pasien pakaian S : Ibu pasien mengatakan anaknya
yang tipis. Rio badannya agak panas. Rio
O:
4 10.10 Melakukan fisioterapi oleh 1. Suhu 37,6˚C.
terapis. Rio 2. Badan masih agak panas.
3. Masih ada kejang jam 11.40
3 11.30 Memberi makanan pasien kurang lebih 5 detik.
bubur yang masih hangat. 4. Takikardi
Rio 5. Nadi 121x/menit
1 12.00 Memberikan terapi obat A : Masalah keperawatan
dilantin 20gr dilarutkan Hipertemia berhubungan
10cc. Melalui selang infus. Rio dengan proses penyakit belum
teratasi.
1 12.30 Mengingatkan keluarga P : Intervensi di lanjutkan nomor
pasien untuk menjauhkan 1,2,3,4,5,6
benda benda yang Rio
berbahaya disekitarnya. Dx 3
Menjelaskan ke keluarga Dx 4
5 13.50 pentingnya mengkonsumsi Rio S : Ibu pasien mengatakan tidak
obat agar tidak berhenti aktif dan hanya diam saja.
minum obat karena untuk O : pasien tampak lemas dan
kesembuhan pasien berbaring ditempat tidur saja.
A : Masalah keperawatan gangguan Rio
5 14.00 Menjelaskan ke keluarga
dengan jelas dalam
Rio tumbuh kembang berhubungan
dengan efek ketidakmampuan
pemberian obat. fisik belum teratasi
P : Intervensi di lanjutkan nomor 1,
2, 3.
Dx 5
S : Ibu pasien mengatakan
kurangnya pengetahuan tentang
penyakit epilepsi.
O : Pasien tampak bingung dan
panik saat anaknya kejang. Rio
71
Menganjurkan keluarga Dx 2
2,3 08.00 memberikan makan minum S : Ibu pasien mengatakan anaknya
sedikit-sedikit tapi sering. Rio badannya masih hangat. Rio
Mengobservasi dan
2,3 08.15 mencatat makan dan minum O:
pasien, dan menimbang
berat badan pasien. Rio 1.
2.
Badan hangat.
Suhu 37,5ºC
3. Masih kompres hangat.
4. Masih terdapat kejang.
73
1 12.00
bubur yang masih hangat. Rio 2, 3.
1 08.00
menjauhkan benda-benda
yang berbahaya dari pasien.
Rio Dx 2
S : Ibu pasien mengatakan anaknya Rio
Menganjurkan keluarga badannya masih hangat.
memberikan makan minum O:
2,3 08.30 sedikit-sedikit tapi sering.
Mengobservasi dan
Rio 1. Badan hangat.
2. Suhu 37,4ºC
mencatat makan dan minum 3. Masih kompres hangat.
pasien, dan menimbang 4. Masih terdapat kejang.
berat badan pasien. 5. Nadi 110x/menit.
77
2 09.00
hangat untuk pasien.
Rio hipertermi berhubungan dengan
proses penyakit teratasi
Memberikan terapi injeksi sebagian.
2,3 09.30
ceftriaxone 250gr melalui
selang infus.
Rio P : Intervensi di lanjutkan nomor 2,
3, 5, 6.
Menganjurkan keluarga
untuk memakaikan pakaian Rio
Dx 3
S : Ibu pasien mengatakan anaknya Rio
2 10.00 pasien dengan pakaian yang susah makan dan makan hanya
tipis. sedikit.
O:
An. U kejang. Tetap tinggal 5. Berat badan 11 kg
1 10.30
bersama pasien selama fase
kejang, kejang kurang lebih Rio 6. Tinggi badan 90 cm
7. Makan hanya ¼ porsi
5 detik. Memasangkan bubur tim.
oksiken nasal 2 Lpm, 8. Minum kira kira satu botol
mengamankan benda susu.
disekitar pasien, memasang A : Masalah keperawatan defisit
besi pengaman tempat tidur, Rio nutrisi berhubungan dengan
berikan injeksi Dilantin 20 faktor psikologi (keengganan
mg dilarutkan 10 cc aquades untuk makan) teratasi sebagian.
(IV) P : Intervensi dilanjutkan nomor 4,
5, 6.
1,2,3 11.00 Memantau keadaan umum
pasien observasi TTV dan Dx 4
mengkaji riwayat nutrisi
dengan hasil:
S : Ibu pasien mengatakan tidak
aktif dan hanya diam saja.
Rio
78
PEMBAHASAN
Penulis akan menguraikan tentang apa yang terjadi antara tinjauan pustaka
dan tinjauan kasus dalam asuhan keperawatan kepada pasien dengan diagnosa
4.1 Pengkajian
asuhan keperawatan pada pasien sehingga pasien dan keluarga terbuka dan
mengerti serta kooperatif. Pada tahap pengumpulan data ini di dapatkan data
meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomer registrasi dan diagnosa medis
dr. Badrul Munir Sp.S (2015) di dapatkan kasus terbanyak terjadi pada anak
berusia di bawah 3 tahun sedangkan pada pasien di dapatkan pasien dengan usia 2
tahun. Menurut dr. Badrul Munir Sp.S (2015) di dapatkan keluhan utama kejang
dan demam sedangkan pada pasien di dapatkan kejang. Pada riwayat penyakit
dengan kondisi kejang dan mengalami demam di dapatkan sebelum masuk Rumah
Sakit dan pada saat di ruang D2 pasien sudah mendapatkan terapi obat,
sehinggapada saat pengkajian kejang berkurang dan suhu tubuh sudah tidak tinggi.
79
80
Tahap pemeriksaan fisik antara tinjauan pustaka dan tinjauan pada status
pasien lemah, sedangkan pada pasien di dapatkan kondisi pasien sedang karena
asupan nutrisi pasien tercukupi. Tingkat kesadaran menurut Sukarmin dan Riyadi
tingkat penyakit, sedangkan pada pasien kesadaran pasien komposmentis dan GCS
4-5-6. Pada tanda-tanda vital menurut Sukarmin dan Riyadi (2009) frekuensi nadi
otot bantu pernafsan, pada suhu tubuh di dapatkan hipertermi, sedangkan pada
pasien frekuensi nadi cepat, frekuensi pernafasan takipnea, dan pada suhu tubuh di
dapatkan hipertermi pada sebelum masuk rumah sakit dan setelah di rawat hari ke
sianosis, turgor kulit tidak menurun, dan CRT < 2 detik karena asupan cairan pasien
sedangkan pada pasien tidak terdapat benjolan atau bengkak. Pemeriksaan thorak
dan paru pada tinjauan kasus inspeksi takipnea, pernafasan reguler, pektus
ekskavatum (dada corong), paktus karinatum (dada burung). Palpasi tidak ada nyeri
tekan, suara nafas normal. Sedangkan pada tinjauan kasus, inpeksi takipnea, palpasi
antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus. Pola persepsi sehat menurut Sukarmin
dan Riyadi (2009) orang tua berpersepsi meskipun anaknya sakit masih
81
menganggap belum terjadi gangguan serius dan menganggap anaknya sakit apabila
sudah kejang, sedangkan pada pasien orang tua akan segera membawa anaknya ke
dokter walaupun sakitnya hanya panas. Pola metabolik nutrisi menurut Sukarmin
dan Riyadi (2009) tidak di dapatkan anoreksia, mual dan muntah, sedangkan pada
pasien anak menghabiskan makan hanya setengah porsi tapi masih mau minum
susu. Pola eliminasi menurut Sukarmin dan Riyadi (2009) didapatkan pasien tidak
menurut Sukarmin dan Riyadi (2009) anak akan mengalami kesulitan tidur karena
kejang, sedangkan pada pasien tidak mengalami kesulitan tidur. Pola aktivitas
sedangkan pada pasien tidak ada kesenjangan karena pasien lebih banyak berbaring
di tempat tidur. Pola persepsi diri-konsep diri menurut Sukarmin dan Riyadi (2009)
anak lebih banyak diam dan ketakutan terhadap orang lain meningkat, sedangkan
pada pasien tidak takut tetapi tidak koperatif apabila ada perawat maupun dokter.
Pada pola sexsualitas-reproduksi antara teori Sukarmin dan Riyadi (2009) pada
anak kecil sulit terkaji. Pola stress-koping menurut Sukarmin dan Riyadi (2009)
anak sering menangis sedangkan pada pasien, saat dilakukan tindakan keperawatan
pasien tidak menolak tindakan yang dilakukan dan tidak menangis. Pola nilai-
keyakinan tidak ada kesenjangan antara teori Sukarmin dan Riyadi (2009) dan pada
pasien yaitu kebutuhan untuk mendapatkan sumber kesembuhan dari Allah SWT.
fisik.
informasi.
Diagnosa keperawatan pada tinjauan pustaka tidak semua ada pada tinjauan
kasus. Terdapat 5 diagnosa keperawatan yang muncul pada tinjauan kasus yang
sama dengan tinjauan putaka, dan terdapat 1 diagnosa keperawatan yang muncul
a. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien yang sama sesuai teori
b. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien yang tidak sama dengan
ketidakmampuan fisik.
informasi.
83
muncul pada tinjauan kasus/pada kasus nyata, karena diagnosa keperawatan pada
4.3 Perencanaan
Tujuan perumusan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus. Pada tinjauan
intervesi.
Tinjauan kasus dicantumkan kriteria waktu karena pada kasus nyata melihat
antar tinjauan pustaka dan tinjauan kasus terdapat kesamaan namun masing-masing
intervensi tetap mengacu pada sasaran, data dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
tujuan keluarga pasien dapat meminimalkan terjadinya kejang dengan kriteria hasil:
tidak terjadi cidera fisik pada pasien, mempertahankan tindakan yang mengontrol
terjadi kejang frekuensi kejang, lamanya terjadi kejang, pemberian obat Dilantin
untuk kejang .
84
tujuan suhu tubuh kembali normal dengan kriteria hasil: Suhu tubuh dalam batas
composmentis.
jam dengan tujuan diharapkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi secara adekuat
dengan kriteria hasil: mempertahankan berat badan dalam batas normal 15kg, klien
diharapkan pasien dapat melakukan aktivitas dengan kriteria hasil: pasien dapat
kooperatif dengan keluarga perawat dan dokter, pasien dapat melakukan aktifitas,
pasien dapat berinteraksi dengan keluarga. Sedangkan menurut teori Sukarmin dan
4.4 Pelaksanaan
pelaksanaan telah disusun dan direlisasikan pada klien dan ada pendokumentasian
sebenarnya.
tongue spatel diantara gigi atas dan bawah, mencatat tipe kejang lokasi lama dan
proses penyakit mengkaji factor terjadinya hipertermi, observasi tanda tanda vital
4.5 Evaluasi
proses penyakit belum tertatasi, defisit nutrisi berhubungan dengan factor psikologi
kurangnya tindakan keperawatan karena hanya 3 hari. Terapi yang diberikan dokter
sudah mengurangi intensitas kejang yang semula kejang dengan waktu kurang lebih
berhubungan dengan kurang terpapar informasi teratasi dengan orang tua pasien
sudah mengerti akan apa yang dilakukan saat anaknya mengalami kejang.
BAB 5
PENUTUP
secara langsung pada pasien dengan kasus Epilepsi di Ruangan D2 Rumkital Dr.
dengan Epilepsi.
5.1 Simpulan
Hasil yang telah diuraikan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
dapatkan sebelum masuk Rumah Sakit dan pada saat di ruang D2 pasien
berkurang dan suhu tubuh sudah tidak tinggi. Pada riwayat dahulu yaitu
87
88
pada sisi tempat tidur, tinggalah bersama klien selama fase kejang, berikan
tongue spatel diantara gigi atas dan bawah, mencatat tipe kejang lokasi lama
5.2 Saran
b. Orang Tua pasien dengan epilepsi yang mengalami resiko cidera sehingga
orang tua pasien di harapkan untuk mengerti apa yang harus dilakukan dan
DAFTAR PUSTAKA
Dian Adriana. (2011). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta:
Salemba Medika.
Dr. Badrul Munir Sp. S (2015). Neurologi dasar. Jakarta: Sagung Seto
Riyadi, S., & Sukarmin. (2009). Asuhan keperawatan pada anak. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI. (2016). Epilepsi Pada Anak. Jakarta: Badan
Penerbit Ikakatan Dokter Anak Indonesia.