Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

KELUARGA DENGAN KESEHATAN MENTAL

Disusun Oleh Kelompok 3:

1. Istyaningsih (20142010003)
2. Gendok Monika Erlina (2014201013)
3. Mathavania Anashabilla (2014201020)

Dosen Pembimbing:

Fidrotin Azizah, S.Kep.Ns.,M.Kep

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

STIKES RAJEKWESI BOJONEGORO

2023

i
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan segala rahmat-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan
dengan judul “Keluarga dengan Kesehatan Mental” guna memenuhi sebagian persyaratan nilai
mata kuliah Keperawatan Keluarga di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro.
Penulis menyadari kelemahan serta keterbatasan yang ada sehingga dalam menyelesaikan
laporan pendahuluan dengan judul “Keluarga dengan Kesehatan Mental” ini memperoleh
bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Fidrotin Azizah, S.Kep.Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan
Keluarga.
Penulis menyadari laporan pendahuluan dengan judul “Keluarga dengan Kesehatan
Mental” ini masih banyak kekurangan baik dari isi maupun penyusunan. Semoga laporan
pendahuluan ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi para pembaca.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bojonegoro, 10 Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3

1.3 Tujuan …………….……………………………………………………..…...………….3

1.4 Manfaat …………….………………………………………………………………..….3

BAB II PEMBAHASAAN ...................................................................................................... 5

2.1 Konsep Dasar Kesehatan Mental…………………………………………………….....5

2.1.1 Pengertian Gangguan Mental ....................................................................................... 5

2.1.2 Epidemiologi ................................................................................................................ 5

2.1.3 Etiologi......................................................................................................................... 6

2.1.4 Tanda dan Gejala ......................................................................................................... 6

2.1.5 Klasifikasi .................................................................................................................... 7

2.1.6 Jenis-jenis Gangguan ................................................................................................... 8

2.1.7 Penanganan …………………………………………..……………………………………………………………....9

2.1.8 Pencegahan ………………………………………………………………………………………………………….10

2.2 Konsep Dasar Keluarga …………………...…………………………………………..12

2.2.1 Pengertian Keluarga ……………………………………………………………………………………………12

2.2.2 Karakteristik Keluarga ………………………………………………………………………………………….12

2.2.3 Tipe Keluarga ………………………………………………………………………………………………………12

2.2.4 Peran Keluarga ……………………………………………………………………………………………………15

2.2.5 Fungsi Keluarga …………………………………………………………………………………………………..15

iii
2.2.6 Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan……………………………………………………………...17

2.2.7 Perkembangan Keluarga ………………………………………………………………………………….…..18

BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 22

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 22

3.2 Saran ............................................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 23

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Penyakit mental saat ini menjadi topik utama di seluruh dunia, karena semakin
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.Sekitar 700 juta orang di seluruh dunia menderita
beberapa bentuk gangguan mental atau neurologis. Suatu hal yang tidak biasa untuk
menemukan keluarga yang tidak memiliki setidaknya satu anggota keluarga yang
menderita gangguan mental (Pompeo, Carvalho, Olive, Souza, & Galera, 2018).
UU No. 18 tahun 2014, menyatakan sehat jiwa adalah kondisi seseorang yang
mampu berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial (jurnal Aji, Widodo, &
Pratiwi, 2017). Seseorang tidak bisa bermasyarakat dengan baik, jika mengalami
gangguan jiwa. Dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, gangguan jiwa dapat
menimbulkan hambatan dalam hal bersosialisasi dalam masyarakat (jurnal Wakhid,
Hamid, & Helena, 2013). Departemen Kesehatan RI dalam jurnal Hastuti, Keliat, &
Mustikasari (2016) menyatakan 70% gangguan jiwa terbesar adalah skizofrenia.
Skizofrenia adalah penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara berfikir,
bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya (Direja, 2011). Perilaku yang sering muncul pada
klien skizofrenia adalah isolasi sosial dengan prosentase sebesar 72% (jurnal Hastuti,
Keliat, & Mustikasari, 2016).
Menurut hasil penelitian oleh Wakhid, Hamid, & Helena (2013) isolasi sosial
sebagai salah satu gejala negatif pada skizofrenia yang digunakan oleh klien untuk
menghindar dari orang lain agar pengalaman yang tidak menyenangkan dalam
berhubungan dengan orang lain tidak terulang lagi. Isolasi sosial adalah kesendirian yang
dialami oleh individu dan dianggap timbul karena orang lain dan sebagai suatu
pernyataan negatif atau mengancam.
Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 yang dipaparkan oleh kementrian
kesehatan bahwa proporsi rumah tangga dengan anggota keluarga gangguan jiwa
skizofrenia atau psikosis lainya berdasarkan provinsi mengalami peningkatan yang sangat
1
2

signifikan yakni naik dari 1.7 %menjadi 7%. Untuk proporsi rumah tangga yang anggota
rumah tangga mengalami gangguan jiwa skizofenia atau psikosis dipasung selama 3
bulan terakhir menurut tempat tingal sebanyak 3.1%. Sedangkan prevalensi pengobatan
penderita gangguan 2 jiwa skizofrenia/psikosis sebanyak 15.1% tidak berobat 84,9%
berobat, pada penderita yang melakukan pengobatan hanya 48,9% yang rutin sedangkan
51,1% lainya tidak berobat secara rutin dengan alasan merasa sudah sehat, tidak mampu
membeli obat, tidak tahan dengan efek samping obat, merasa sudah sehat, sering lupa,
merasa dosis tidak sesuai, obat tidak tersedia dan berbagai alasan lainya (Kemenkes RI,
2018).
Berdasarkan data WHO, terdapat sekitar 21 juta orang di dunia yang mengalami
skizofrenia (Kemenkes RI, 2016). Sedangkan di Indonesia hasil Riset Kesehatan Dasar
tahun 2015 jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia pada usia dewasa diperkirakan
2,5 juta penduduk (Setiawan, 2016). DPRD Jawa Tengah menyebutkan pada tahun 2015,
jumlah penderita gangguan jiwa menjadi 317.504 jiwa (Rofiudin, 2016). Data Dinas
Kesehatan Kota Magelang tahun 2014 menunjukkan jumlah penderita gangguan jiwa
sebanyak 24.325 kasus (Dinkes Kota Magelang, 2014).
Menurut Hawari (2012) kendala dalam upaya penyembuhan pasien gangguan jiwa
dengan isolasi sosial adalah pengetahuan masyarakat dan keluarga yang masih rendah.
Keluarga dan masyarakat menganggap gangguan jiwa dengan isolasi sosial adalah
penyakit yang memalukan dan merupakan aib keluarga. Bahkan sebagian masyarakat
menganggap bahwa gangguan jiwa dengan isolasi sosial merupakan penyakit yang
disebabkan oleh hal-hal yang tidak rasional ataupun supranatural. Dampak dari
kepercayaan tersebut, upaya pengobatan pasien isolasi sosial dilakukan dengan cara
dibawa berobat ke dukun atau paranormal. Kondisi ini diperberat dengan sikap keluarga
yang cenderung memperlakukan penderita isolasi sosial dengan disembunyikan, diisolasi,
dikucilkan bahkan sampai ada yang dipasung. Sehingga pasien akan merasa semakin sulit
berhubungan dengan orang lain, curiga dan tidak mudah percaya.
Hasil penelitian Kritzinger (dalam jurnal Sefrina & Latipun, 2016) menyatakan
bahwa dengan adanya dukungan keluarga dapat berdampak 3 positif guna mencegah
kekambuhan gejala pada pasien gangguan jiwa dengan isolasi sosial. Keluarga
3

merupakan faktor yang sangat penting dalam proses kesembuhan klien yang mengalami
gangguan jiwa dengan isolasi sosial. Hasil pengobatan positif terkait secara langsung
dengan keinginan klien dan keluarga untuk terlibat dalam proses pengobatan.
(O’Donohue dan Levensky, dalam O’Brien, Kennedy, dan Ballard, 2014).

1.2 Rumusan masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan Keluarga dengan gangguan mental?

1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Menggambarkan asuhan keperawatan keluarga dengan gangguan mental
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian mencakup identitas klien dan keluarga, riwayat kesehatan,
data umum, dan pemeriksaan fisik.
b. Melakukan analisa data dan merumuskan masalah keperawatan yang ditemukan.
c. Menentukan perencanaan keperawatan yang tepat.
d. Melakukan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah.
e. Melakukan evaluasi atau penilaian terhadap pencapaian tujuan dalam pengelolaan
keluarga.
f. Membahas kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang ditemukan di layanan
kesehatan terkait dengan masalah isolasi sosial

1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat memberikan informasi bagi pengembangan ilmu keperawatan
dan dapat memperluas ilmu lebih khususnya mengenai gangguan mental dalam masyarakat.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pelayanan Kesehatan
Menambah pengetahuan dan sebagai bahan masukan serta evaluasi yang
diperlukan dalam pelaksanaan praktik pelayanan keperawatan khususnya pada
keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami gangguan mental.
4

b. Bagi Institusi Pendidikan


Hasil pengelolaan kasus ini dapat dijadikan wawasan dan bahan bacaan bagi
mahasiswa khususnya Prodi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Rajekwesi
Bojonegoro
c. Bagi Klien dan Keluarga
Klien dapat mengetahui dan menanggulangi masalah yang terjadi pada keluarga
dengan anggota keluarga yang mengalami gangguan mental.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR GANGGUAN MENTAL

2.1.1 Pengertian Gangguan Mental


Gangguan mental dimaknakan sebagai tidak adanya atau kekurangannya dalam hal
kesehatan mental.pengertian ini sejalan dengan yang di kemukakan oleh Kaplan dan sadock
1994 yang menyatakan gangguan mental itu "as any significant deviation from ideal state of
positive mental health" artinya penyimpangan dari keadaan ideal dari suatu kesehatan mental
merupakan indikasi adanya gangguan mental pengertian lain gangguan mental dimaknakan
sebagai adanya penyimpangan dari norma-norma perilaku yang mencakup pikiran perasaan dan
tindakan gangguan mental atau penyakit kejiwaan adalah pola psikologis atau perilaku yang pada
umumnya terkait dengan stress atau kelahiran mental yang tidak di anggap sebagai bagian dari
perkembangan normal manusia.

2.1.2 Epidemiologi
Data WHO (2006) mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk indonesia mengalami
gangguan jiwa dimana panic dan cemas adalah gejala paling ringan (Maramis 2006). Ada empat
jenis penyakit langsung yang dapat di timbulkan yaitu depresi, penggunaan alkohol, gangguan
bipolar dan skizofrenia (irmansyah,2008). Untuk tahun 2008 di perkirakan terjadi peningkatan
morbiditas gangguan jiwa sekitar 50 juta atau persen dari 220 juta penduduk Indonesia yang
mengalami gangguan jiwa. Artinya satu dari empat penduduk Indonesia mengidap penyakit jiwa
dari tingkat paling ringan sampai berat (Hawari,2008). Data di atas menunjukkan bahwa
peningkatan morbiditas gangguan jiwa di Indonesia menunjukkan penyebab yang sama dengan
morbiditas dunia dimana depresi menjadi salah satu penyebab yang harus di waspadai sebagai
pemicu awal terjadinya gangguan jiwa yang lebih berat.

5
2.1.3 Etiologi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit mental di antaranya:

1. Faktor genetic (keturunan) di dalam keluarga yang mempunyai sejarah penyakit mental
beresiko lebih tinggi di banding populasi yang tidak ada sejarah penyakit mental.
2. Gangguan bahan kimia dalam otak: bahan kimia dalam otak yang di kenal sebagai
neurotransmitter tidak berfungsi dengan baik gejala penyakit mental akan muncul sebagai
contohny:
a) Schizophrenia: penghasil dopamine secara berlebihan
b) Kemurungan: paras Serotonin terlalu rendah
c) Mania: Paras serotonin meningkat secara melampau
d) Kebimbingan : terdapat gangguan di dalam pengeluaran dan fungsi noradrenalin

3. Serangan Virus dalam penelitian ada penyakit akibat virus telah di kaitkan dengan
kemunculan penyakit mental
4. Sejarah hidup yang getir misalnya kehilangan orang tua semasa kecil terlalu banyak
ejekan dari teman-teman, dibully secara keterlaluan, dll
5. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah: faktor kemiskinan, dll.
2.1.4 Tanda dan gejala
1. Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar,gambaran alam perasaan ini dapat terlihat
dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
2. Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn), tidak mau bergaul atau kontak dengan
orang lain, suka melamun (Day dreaming).
3. Deliusi atau waham yaitu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal meskipun
telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinanya itu tidak rasional, namun penderita
tetap meyakini kebenaranya sering berpikir atau melamun yang tidak bisa (delusi).
4. Halusinasi yaitu pengalaman panca indra tanpa ada rangsangan misalnya penderita
mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari
suara atau atau bisikan itu.
5. Masa depresi,sedih atau stress tingkat secara terus menerus

6
6. Kesulitan untuk melakukan pekerjaan atau tugas sehari-hari walaupun pekerjaan tersebut
telah di jalani selama bertahun-tahun
7. Paranoid (cemas atau takut) pada hal-hal biasa yang bagi orang normal tidak perlu di
takuti atau di cemaskan
8. Suka menggunakan obat hanya untuk kesenangan
9. Memiliki pikiran untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri
10. Terjadi perubahan diri yang cukup berarti
11. Memiliki emosi atau perasaan yang berubah-ubah
12. Terjadi perubahan pola makan yang tidak seperti biasanya
13. Pola tidur terjadi perubahan tidak sepperti biasa
14. Kekacuan alam pikir yaitu yang dapat dilihat dari isi pembicaraanya, misalnya bicaranya
kacau sehingga tidak dapat diikuti jalan pikiranya.
15. Gaduh gelisah tidak dapat diam,mondar-mandir, agresif bicara dengan smangat dan
gembira berlebihan.
16. Kontak emosional sangat miskin sukar di ajak bicara, pendiam.
17. Sulit dalam berpikir abstrak.
18. Tidak ada atau kehilangan kehendak (avaltion), tidak ada inisiatif,tidak ada upaya
usaha,tidak ada upaya spontanitas,monoton serta tidak ingin apa- apa dan seba malas dan
selalu terlihat sedih.

2.1.5 Klarifikasi
DSM pada tahun 1994 telah di terbitkan edisi ke empat, sebagai penyempurnaan dari
klarifikasi sebelumnya.klarifikasi gangguan mental menurut DSM IV adalah sebagai berikut
(APA 1994)

1. gangguan yang di diagnosis pertama kali pada masa bayi masa kanak- kanak.atau
masa remaja reterdasi mental
2. delinum, demensia amnestic dan gangguan kognitif lainya
3. Gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat (alkohol, kafein. kokain, dll)
4. Skizofrenia dengan gangguan psikotik lain

7
5. Gangguan mood atau perasaan depresif dan bipolar
6. Gangguan somatoform
7. Gangguan kecemasan
8. Gangguan buatan (factious)
9. Gngguan dissosiatif
10. Gangguan seksual dan identitas gender
11. Gangguan makan dan tidur
12. Gangguan kepribadian (paranoid, skizopita, schizoid, antisosial, dan narsisistik, dll).
2.1.6 Jenis-jenis Gangguan
1. Depresi
Gangguan suasana hati yang menyebabkan penderitanya terus menerus sedih.
Contoh ilustrasinya adalah seorang wanita merasa depresi dan dia larut dalam kesedihan
selama berminggu-minggu karena berpisah dengan kekasihnya.
2. Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder)
Gangguan yang membuat penderitanya cemas dan takut secara berlebihan dalam
menjalani aktivitas sehari-hari. Contoh ilustrasinya adalah saat seorang wanita takut
untuk mandi, dia takut akan ditenggelamkan ke bak mandi oleh seseorang. Padahal hal
tersebut adalah hal yang tidak perlu untuk dicemaskan
3. Skizofrenia
Gangguan mental yang menimbulkan halusinasi, delusi serta kekacauan berfikir dan
berprilaku Contoh ilustrasinya seorang bapak merasa melihat laut di depannya, yang
padahal kenyataannya adalah jalan raya.
4. Gangguan Bipolar
Gangguan perubahan suasana hati. Contoh ilustrasinya adalah saat pagi hari seorang anak
perempuan menangis tersedu-sedu karena kedua orang tuanya meninggal dunia akbat
kecelakaan pesawat. Tetapi, sejam kemudia dia tertawa terbahak-bahak padahal saat itu
masih situasi berduka di dalam keluarganya.
5. Gangguan Tidur

8
Gangguan tidur yang mengganggu Kesehatan dan kualitas hidup penderitanya.
Contoh: sulit tidur (Insomnia), mimpi buruk (Para somnia), sangat mudah tidur
(Narkolepsi)
6. Gangguan Kepribadian Ganda (Personality Disorder)
Gangguan dimana seseorang memiliki dua atau lebih kepribadian dalam satu
tubuh. (cenderung buruk) Contoh ilustrasinya adalah seseorang wanita sedang berbelanja
pakaian di sebuah mall, 5 menit kemudia dia sudah berada di toilet sambil menghisap
rokok. (secara tidak sadar)
7. Gangguan Psikopat
Gangguan yang memiliki obsesi mengerikan. Contoh ilustrasinya seorang laki-
laki terobsesi mengoleksi tubuh wanita tanapa kepala di rumahnya.
8. PTSD (Post Traumatic Stress Disorder)
Gangguan trauma karena sebuah kejadian yang tidak nyaman dan memberi kesan
perih. Contoh ilustrasinya adalah seorang wanita saat kecilnya mengalami pelecehan
seksual, dan akhirnya sampai beranjak dewasa dia tidak pernah keluar rumah dan setiap
melihat seseorang lelaki dia akan pingsan.
9. Gangguan Kontrol Impuls dan Kecanduan (Impulse Control da Addition Disorder)
Gangguan yang membuat seseorang membahayakan dirinya dan orang lain.
Contoh ilustrasinya adalah seorang anak laki-laki bermain balapan liar dijalan raya, ia
tidak memikirkan keselamatan diri sendiri dan orang lain.
10. Gangguan Obsesif Kompulsif (OCD)
Gangguan yang membuat seseorang melakukan suatuhal yang berulang-ulang
Contoh ilustrasinya adalah seseorang bapak yang terus menerus mencuci tanga dan
mandi dimanapun dan kapanpun.

2.1.7 Penanganan
1. Psikofarmakologi
Penanganan penderita gangguan mental dengan cara ini adalah dengan cara
memberikan terapi obat-obatan yang akan di tunjukan pada gangguan fungsi neuro-
transmitter sehingga gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan.

9
2. Psikoterapi
Terapi kejiwaan yang harus di berikan apabila penderita telah di berikan terapi
psikofarmaka dan telah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realistis sudah
kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik.
3. Terapi Psikososial
Terapi keagamaan ini berupa ritual keagamaanseperti sembahyang berdoa,
memanjatkan puji-pujian kepada tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab suci.
4. Rehabilitasi
Progam rehabilitasi ini dilakukan sebagai persiapan penempatan kembali ke
keluarga dan masyarakat.progam ini biasanyadilakukan di lembaga (institusi) rehabilitasi
misalnya di dalam rumah sakit jiwa dalam progam ini dilakukan berbagai kegiatan antara
lain: dengan terapi kelompok yang bertujuan membebaskan penderita dari stress dan
dapat membantu terbentknya mekanisme pembelaan yang lebih baik dan dapat di terima
oleh keluarga dan masyarakat.

2.1.8 Pencegahan
1. Jaga kesehatan fisik
Olahraga dan kebiasaan makan yang sehat bukan hanya berguna untuk kesehatan
jasmani semata, tapi juga untuk kesehatn mental.
2. Jaga otak selalu bekerja
Jika otak anda dibiarkan tidak mendapat rangsangan yang menantang lambat laun
akan mati, dan itu awal depresi berkepanjangan yang dapat menimbulkan gangguan
mental yang serius. Belajar bahasa ketrampilan baru memilih hobi yang menantang,
bermain catur puzzle, dan sejenisnya dapat membantu otak anda tetap mendapatkan
tantangan agar selalu memiliki kemampuan memecahkan masalah sepanjang kehidupan.
3. Mengendalikan amarah
Kemarahan dapat merusak hubungan serta kesehatan untuk itu cobalah belajar
untuk mengatur dan mengendalikan jangan biarkan kemarahan mengendalikan dan
menghancurkan hidup anda.
4. Mengontrol dan menurunkan stress

10
Stres dapat menghancurkan kebahagian. Oleh karna itu, buatlah prioritas.
mendelegasikan tugas, serta hal-hal lain yang dapat membantu anda mengurangi stress.
memiliki hobi, adalah hal yang cukup banyak membantu.
5. Menjaga hubungan baik
Banyak riset telah menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki hubungan
baik dan harmonis dalam jangka panjang lebih sehat dan bahagia.
6. Ambil waktu untuk bersenang senang
Keluarlah dari rutinitas dan lakukan hal-hal yang anda senangi tertawa,
melakukan perjalanan, menghabiskan waktu bersama teman- teman, bermain serta
lakukan hal apapun yang membuat anda bahagia.
7. Melakukan apapun dengan rasa percaya diri
Kepercayaan diri yang rendah berhubungan erat dengan kesehatan mental yang
rendah pula.selain itu juga ternyata berkaitan dengan gangguan dan hilangnya selera
makan, menarik diri dari pergaulan, mengisolasi diri dan sebagainya
8. Berpikir positif
Selalu berpikir, dan jangan menganggap segala sesuatunya secara serius berfikir
bahwa gelas itu setengah penuh, bukanya setengah kosong, adalah melulu tentang
perspektif dan cara anda memandang sesuatu. Selalu ada sisi positif dalam setiap hal.
Carilah hal positif tersebut, sambil tetap mengupayakan solusi untuk keluar dari masalah
9. Tidur yang cukup dan berkualitas
Tidur yang kurang, diketahui adalah salah satu faktor yang meningkatkan resiko
penurunan kesehatan, baik fisik maupun kesehatan mental karena itu pastikan tidur yang
cukup, beristirahatlah Dengan tidur, tubuh menjadi lebih siap lagi menghadapi tantangan
berikutnya.
10. Jangan malu mencari bantuan
Jika segala sesuatu terasa begitu berat, dan anda menemukan diri anda sendiri
berada pada kondisi yang tidak menguntungkan, carilah bantuan.

11
2.2 KONSEP DASAR KELUARGA

2.2.1 Pengertian Keluarga


Menurut Reisner (Bakri, 2017) keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari
dua orang atau lebih yang masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri
dari bapak, ibu, adik, kakak, kakek, dan nenek. Sedangkan menurut Logan (Bakri, 2017)
keluarga adalah sebuah sistem sosial dan sebuah kumpulan beberapa komponen yang saling
berinteraksi satu sama lain. Friedman (Suprajitno, 2014) mendefinisikan bahwa keluarga
adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan
emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari
keluarga.

2.2.2 Karakteristik Keluarga


Karakteristik keluarga (Mubarak, 2012) adalah sebagai berikut.
a. Terdiri atas dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan, atau
adopsi.
b. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memerhatikan
satu sama lain.
c. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran
sosial sebagai suami, istri, anak, kakak, dan adik.
d. Mempunyai tujuan menciptakan, mempertahankan budaya, meningkatkan
perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.
2.2.3 Tipe Keluarga
Secara umum, tipe keluarga dibagi menjadi dua yaitu keluarga tradisional dan keluarga
modern (nontradisional). Pembagian tipe keluarga menurut Sussman, Maclin, Anderson Carter,
dan Setiadi (Bakri, 2017) antara lain sebagai berikut:
a. Tipe Keluarga Tradisional
Tipe keluarga tradisional menunjukkan sifat-sifat homogen, yaitu keluarga yang
memiliki struktur tetap dan utuh. Ada beberapa ciri atau tipe keluarga tradisional,
sebagai berikut.

12
1) Keluarga Inti (Nuclear Family) Keluarga inti merupakan keluarga kecil dalam satu
rumah. Dalam keseharian, anggota keluarga inti ini hidup bersama dan saling
menjaga. Mereka adalah ayah, ibu, dan anak-anak.
2) Keluarga Besar (Extended Family) Anggota keluarga besar misalnya kakek, nenek,
paman, tante, keponakan, saudara sepupu, cucu, cicit, dan lain sebagainya.
3) Keluarga Dyad (Pasangan Inti) Tipe keluarga ini biasanya terjadi pada sepasang
suami istri yang baru menikah. Mereka telah membina rumah tangga tetapi belum
dikaruniai anak atau keduanya bersepakat untuk tidak memiliki anak lebih dulu.
Akan tetapi jika di kemudian hari memiliki anak, maka status tipe keluarga ini
menjadi keluarga inti.
4) Keluarga Single Parent Single parent adalah kondisi seseorang tidak memiliki
pasangan lagi. Hal ini bisa disebabkan karena perceraian atau meninggal dunia.
5) Single Adult (Bujang dewasa) Tipe keluarga ini disebut sebagai pasangan yang
sedang Long Distance Relationship (LDR), yaitu pasangan yang mengambil jarak
atau berpisah sementara waktu untuk kebutuhan tertentu, misalnya bekerja atau
kuliah.
b. Tipe Keluarga Modern (Nontradisional)
Keberadaan keluarga modern merupakan bagian dari perkembangan sosial di
masyarakat. Banyak faktor yang melatarbelakangi kenapa muncul keluarga modern.
Salah satu faktor tersebut adalah munculnya kebutuhan berbagi dan berkeluarga yang
tidak hanya sebatas keluarga inti. Berikut ialah beberapa tipe keluarga modern.

1) The Unmarriedteenage Mother Kehidupan seorang ibu bersama anaknya tanpa


pernikahan inilah yang kemudian masuk dalam kategori keluarga
2) Reconstituded Nuclear Sebuah keluarga yang tadinya berpisah, kemudian kembali
membentuk keluarga inti melalui perkawinan kembali. Mereka tinggal serta hidup
bersama anak-anaknya, baik anak dari perkawinan sebelumnya, maupun hasil dari
perkawinan baru.
3) The Stepparent Family Dewasa ini kita temui seorang anak diadopsi oleh sepasang
suami-istri, baik yang sudah memiliki anak atau belum.

13
4) Commune Family Tipe keluarga ini biasanya hidup di dalam penampungan atau
memang memiliki kesepakatan bersama untuk hidup satu atap. Hal ini bisa
berlangsung dalam waktu yang singkat, sampai dengan waktu yang lama. Mereka
tidak memiliki hubungan darah namun memutuskan hidup bersama dalam satu
rumah, satu fasilistas, dan pengalaman yang sama.
5) The Non Marital Heterosexual Conhibiting Family Tanpa ikatan pernikahan,
seseorang memutuskan untuk hidup bersama dengan pasangannya. Namun dalam
waktu yang relatif singkat, seseorang itu kemudian berganti pasangan lagi dan tetap
tanpa hubungan pernikahan.
6) Gay and Lesbian Family Seseorang dengan jenis kelamin yang sama menyatakan
hidup bersama sebagaimana pasangan suami-istri (marital partners).
7) Cohibiting Couple Misalnya dalam perantauan, karena merasa satu negara atau satu
daerah, kemudian dua atau lebih orang bersepakatan untuk tinggal bersama tanpa
ikatan pernikahan. Kehidupan mereka sudah seperti kehidupan berkeluarga. Alasan
untuk hidup bersama ini bisa beragam.
8) Group-Marriage Family Beberapa orang dewasa menggunakan alat-alat rumah
tangga bersama dan mereka merasa sudah menikah, sehingga berbagi sesuatu
termasuk seksual dan membesarkan anaknya bersama.
9) Group Network Family Keluarga inti yang dibatasi oleh aturan atau nilai-nilai,
hidup bersama atau berdekatan satu sama lainnya, dan saling menggunakan barang-
barang rumah tangga bersama, pelayanan dan tanggung jawab membesarkan
anaknya.
10) Foster Family Seorang anak kehilangan orangtuanya, lalu ada sebuah keluarga
yang bersedia menampungnya dalam kurun waktu tertentu. Hal ini dilakukan
hingga anak tersebut bisa bertemu dengan orangtua kandungnya. Dalam kasus lain,
bisa jadi orangtua si anak menitipkan kepada seseorang dalam waktu tertentu
hingga ia kembali mengambil anaknya.
11) Institusional Anak atau orang dewasa yang tinggal dalam suatu panti. Entah dengan
alasan dititipkan oleh keluarga atau memang ditemukan dan kemudian ditampung
oleh panti atau dinas sosial.

14
12) Homeless Family Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan
yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi
dan atau problem kesehatan mental.

2.2.4 Peran Keluarga


Adapun peran masing-masing anggota keluarga (Bakri, 2017) dapat dideskripsikan
sebagai berikut.

a. Peranan Ayah
Ayah memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam keluarga. Posisinya
sering menjadi rujukan anggota keluarga dalam menentukan perilaku dan arah hidup
keluarga. Ayah memiliki peran sebagai pemimpin/kepala keluarga, pencari nafkah,
pelindung, pemberi rasa aman, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai
anggota masyarakat dari lingkungannya.

b. Peranan Ibu
Selain mengurus wilayah domestik keluarga, ibu juga berperan sebagai salah satu
anggota kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya. Bahkan ibu dapat pula berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam
keluarga.

c. Peranan Anak
Anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangan baik
fisik, mental, sosial dan spiritual.

2.2.5 Fungsi Keluarga


Menurut Friedman (Mubarak, 2012) fungsi keluarga dibagi menjadi 5 yaitu.

a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif berkaitan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan basis
kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial.
Keberhasilan fungsi afektif tampak melalui keluarga yang gembira dan bahagia.

15
Anggota keluarga mengembangkan gambaran diri yang positif, perasaan yang dimiliki,
perasaan yang berartu, dan merupakan sumber kasih sayang.
b. Fungsi Sosialisasi
Proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu menghasilkan
interaksi sosial, dan individu tersebut melaksanakan perannya dalam lingkungan sosial.
Keluarga merupakan tempat individu melaksanakan sosialisasi dengan anggota keluarga
dan belajar disiplin, norma budaya, dan perilaku melalui interaksi dalam keluarga,
sehingga individu mampu berperan di dalam masyarakat.
c. Fungsi Reproduksi
Fungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya
manusia.
d. Fungsi Ekonomi
Fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti makanan, pakaian, perumahan, dan
lain-lain.
e. Fungsi Perawatan Keluarga/Pemeliharaan
Kesehatan Salah satu fungsi keluarga yang memerlukan penyediaan kebutuhan-
kebutuhan fisik, seperti: makanan, pakaian, tempat tinggal, dan perawatan kesehatan.

2.2.6 Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan


Ada 5 pokok tugas keluarga menurut Friedman (dalam Dion & Betan, 2013) yaitu:

a. Mengenal masalah kesehatan keluarga


Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang
dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian keluarga dan orang
tua. Pada tugas ini perlu diketahui sejauh mana keluarga mengetahui dan mengenal
fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor
penyebab dan yang mempengaruhinya, serta persepsi keluarga terhadap masalah.
b. Membuat keputusan tindakan yang tepat
Tugas keluarga yaitu untuk dapat membuat keputusan yang tepat mengenai
masalah kesehatan yang dialami oleh anggota keluarga.
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit

16
Keluarga diharapkan dapat memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang
sedang mempunyai masalah kesehatan. Dilihat dari bagaimana sikap keluarga terhadap
anggota keluarga yang sakit.
d. Mempertahankan lingkungan rumah yang sehat
Ketika memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat
bagi semua anggota keluarga. Keluarga mampu untuk memelihara lingkungan dengan
memanfaatkan sumber-sumber yang dimiliki.
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat
Keluarga mempunyai kepercayaan terhadap petugas dan fasilitas kesehatan yang
ada sehingga dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang saat ada anggota keluarga
yang sakit.

2.2.7 Perkembangan Keluarga


Kerangka perkembangan keluarga menurut Evelyn Duval (Mubarak, 2012) memberikan
pedoman untuk memeriksa serta menganalisis perubahan dan perkembangan tugas-tugas dasar
yang ada dalam keluarga selama siklus kehidupan mereka. Tingkat perkembangan keluarga
ditandai oleh usia anak yang tertua.

Berikut tahap-tahap perkembangan tersebut.

a. Tahap I pasangan baru atau keluarga baru (beginning family)


Keluarga baru dimulai pada saat masing-masing individu, yaitu suami dan istri
membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga masing-
masing, secara psikologis keluarga tersebut sudah memiliki keluarga baru.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain:

1) Membina hubungan intim dan kepuasan bersama.


2) Menetapkan tujuan bersama.
3) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, dan kelompok sosial.
4) Merencanakan anak (KB).
5) Menyesuaikan diri dengan kehamilan dan mempersiapkan diri untuk menjadi orang
tua.
17
b. Tahap II keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing family)
Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai kelahiran
anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan (2,5 tahun). Tugas
perkembangan pada masa ini antara lain.

1) Persiapan menjadi orang tua.


2) Membagi peran dan tanggung jawab.
3) Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah yang
menyenangkan
4) Mempersiapkan biaya atau dana child bearing.
5) Memfasilitasi role learning anggota keluarga.
6) Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita.
7) Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.

c. Tahap III keluarga dengan anak prasekolah (families with preschool)


Tahap ini dimulai saat kelahiran anak berusia 2,5 tahun dan berakhir saat anak
berusia 5 tahun. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai
berikut.

1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti: kebutuhan tempat tinggal, privasi,


dan rasa aman.
2) Membantu anak untuk bersosialisasi.
3) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain
juga harus terpenuhi.
4) Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar keluarga
(keluarga lain dan lingkungan sekitar).
5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan, dan anak (tahap paling repot).
6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
7) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak.

18
d. Tahap IV keluarga dengan anak usia sekolah (families with school children)
Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki sekolah pada usia 6 tahun dan
berakhir pada usia 12 tahun. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah
sebagai berikut.

1) Meberikan perhatian tentang kegiatan sosial anak, pendidikan, dan semangat


belajar.
2) Tetap mempertahankan hubungan yang harmonis dalam perkawinan.
3) Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual.
4) Menyediakan aktivitas untuk anak.
5) Menyesuaikan pada aktivitas komunitas dengan mengikutsertakan anak.

e. Tahap V keluarga dengan anak remaja (families with teenagers)


Tahap ini dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir
sampai pada usia 19-20 tahun, pada saat anak meninggalkan rumah orang tuanya.
Tujuan keluarga adalah melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab serta
kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai berikut.

1) Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat remaja


yang sudah bertambah dewasa dan meningkatkan otonominya.
2) Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
3) Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, hindari
perdebatan, kecurigaan, dan permusuhan.
4) Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.

f. Tahap VI keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (launching center families)
Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Tujuan utama
pada tahap ini adalah mengorganisasi kembali keluarga untuk tetap berperan dalam
melepas anaknya untuk hidup sendiri. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini di
antaranya sebagai berikut.
19
1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
2) Mempertahankan keintiman pasangan.
3) Membantu orang tua suami atau istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua.
4) Mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anaknya.
5) Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga.
6) Berperan suami istri, kakek, dan nenek.
7) Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-anaknya.

g. Tahap VII keluarga usia pertengahan (middle age families)


Tahapan ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan
berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain.

1) Mempertahankan kesehatan.
2) Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam arti mengolah minat sosial
dan waktu santai.
3) Memulihkan hubungan antara generasi muda dengan generasi tua,
4) Keakraban dengan pasangan.
5) Memelihara hubungan/kontak dengan anak dan keluarga.
6) Persiapan masa tua atau pensiun dan meningkatkan keakraban pasangan.

h. Tahap VIII keluarga usia lanjut


Dimulai pada saat salah satu pasangan pensiun, berlanjut salah satu pasangan
meninggal, sampai keduanya meninggal.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai berikut.

1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.


2) Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik, dan
pendapatan.
3) Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat.

20
4) Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
5) Melakukan file review.
6) Menerima kematian pasangan, kawan, dan mempersiapkan kematian

21
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Kesehatan mental adalah suatu kondisi yang dialami seseorang yang mana ia tidak
mendapatkan gangguan atau penyakit jiwa, sehingga ia mampu menyesuaikan diri dengppan
dirinya sendiri serta lingkungannya, serta mampu mengembangkan potensi yang dimiliki secara
harmonis dan seimbang.

Sedangkan, orang yang kesehatan mental nya tidak stabil atau disebut gangguan mental
akan mempengaruhi kesehatan fisik dan spiritualitas penderita dan kebanyakan kasus di
Indonesia orang yang terkena gangguan mental di awali dengan stress, penderita terlalu banyak
berfikir dan merenung sendirian tidak mengeluarkan apa yang ada di isi hati dan pikirannya,
factor lainnya karena juga ada problema di dalam rumah tangga, keluarga, dalam pekerjaan.

Manusia adalah makhluk social, tidak bisa hidup hanya mengandalkan diri sendiri, maka
dari itu untuk mencegah gangguan mental, kita bisa sharing bersama orang yang menurut kita
bisa dipercaya, serta mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebenarnya, gangguan
mental bisa diobati tanpa harus ke dokter. Kita bisa mensugestikan diri sendiri dan menenangkan
diri sendiri seperti berkumpul bersama keluarga, teman masa sekolah dan bisa juga mengikuti
kegiatan-kegiatan yang berbau rohani serta membuat kegiatan yang positif dan menyibukkan diri,
sehingga kata stress akan jauh dari kehidupan kita. Jadi, inti nya adalah diri kita sendiri lah
obatnya.

3.2 Saran

Demikian Laporan Pendahuluan "Kesehatan Mental" ini, besar harapan kami Laporan
Pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan semakin berkurang orang yang terkena
penyakit kesehatan mental di Indonesia. Apabila ada terdapat kesalahan mohon dimaafkan, kami
menyadari Laporan Pendahuluan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu apabila ada saran
dan kritik yang membangun mohon disampaikan kepada kami, akan sangat membantu dalam
penulisan kami untuk kedepannya.

22
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. 1994. Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorder.
DSM IV. Fourth. Washington: American Psychiatric Association.

Bakri & Maria, H. (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka Mahardika.

Dion, Yohanes & Yasinta Betan. (2013). Asuhan Keperawatan Keluarga, Konsep dan Praktik.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Friedman. (2013). Keperawatan Keluarga . Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Hawari, Dadang. (2008). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: FK Universitas.
Indonesia.

Irmansyah, M. A. (2018). Perilaku Konsumen (Sikap Dan Pemasaran). Yogyakarta:


DEEPUBLISH (Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA).

Mubarak, et all. (2012). Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Sagung Seto.

Perry and potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, proses, dan praktik/
patricia A. Potter, Anne Griffin Perry: alih bahsa, Yasmin Asih [et all]; editor edisi
bahasa Indonesia, Devi Yulianti, Monica Ester. Ed.4.-Jakarta: EGC

Suprajitno. (2014). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakata: EGC.

Stuart Gail W dan Sandra J. Sundeen. 1995. Buku SakuKeperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Buku Kedokteran

Sundari, Siti, 2005. Kesehatan Mental dalam Kehidupan. Jakarta: PT. Rincka Cipta

Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Alih bahasa, Renata Komalasari,
Alfrina Hany: Editor edisi bahasa Indonesia, pemilih Eko Karyuni, Jakarta: EGC

Yosep. Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Editor: Aep Gunarsa. Bandung. PT. Refika Aditama.

23

Anda mungkin juga menyukai