1. Istyaningsih (20142010003)
2. Gendok Monika Erlina (2014201013)
3. Mathavania Anashabilla (2014201020)
Dosen Pembimbing:
2023
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan segala rahmat-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan
dengan judul “Keluarga dengan Kesehatan Mental” guna memenuhi sebagian persyaratan nilai
mata kuliah Keperawatan Keluarga di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro.
Penulis menyadari kelemahan serta keterbatasan yang ada sehingga dalam menyelesaikan
laporan pendahuluan dengan judul “Keluarga dengan Kesehatan Mental” ini memperoleh
bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Fidrotin Azizah, S.Kep.Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan
Keluarga.
Penulis menyadari laporan pendahuluan dengan judul “Keluarga dengan Kesehatan
Mental” ini masih banyak kekurangan baik dari isi maupun penyusunan. Semoga laporan
pendahuluan ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi para pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
2.1.3 Etiologi......................................................................................................................... 6
iii
2.2.6 Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan……………………………………………………………...17
iv
BAB I
PENDAHULUAN
signifikan yakni naik dari 1.7 %menjadi 7%. Untuk proporsi rumah tangga yang anggota
rumah tangga mengalami gangguan jiwa skizofenia atau psikosis dipasung selama 3
bulan terakhir menurut tempat tingal sebanyak 3.1%. Sedangkan prevalensi pengobatan
penderita gangguan 2 jiwa skizofrenia/psikosis sebanyak 15.1% tidak berobat 84,9%
berobat, pada penderita yang melakukan pengobatan hanya 48,9% yang rutin sedangkan
51,1% lainya tidak berobat secara rutin dengan alasan merasa sudah sehat, tidak mampu
membeli obat, tidak tahan dengan efek samping obat, merasa sudah sehat, sering lupa,
merasa dosis tidak sesuai, obat tidak tersedia dan berbagai alasan lainya (Kemenkes RI,
2018).
Berdasarkan data WHO, terdapat sekitar 21 juta orang di dunia yang mengalami
skizofrenia (Kemenkes RI, 2016). Sedangkan di Indonesia hasil Riset Kesehatan Dasar
tahun 2015 jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia pada usia dewasa diperkirakan
2,5 juta penduduk (Setiawan, 2016). DPRD Jawa Tengah menyebutkan pada tahun 2015,
jumlah penderita gangguan jiwa menjadi 317.504 jiwa (Rofiudin, 2016). Data Dinas
Kesehatan Kota Magelang tahun 2014 menunjukkan jumlah penderita gangguan jiwa
sebanyak 24.325 kasus (Dinkes Kota Magelang, 2014).
Menurut Hawari (2012) kendala dalam upaya penyembuhan pasien gangguan jiwa
dengan isolasi sosial adalah pengetahuan masyarakat dan keluarga yang masih rendah.
Keluarga dan masyarakat menganggap gangguan jiwa dengan isolasi sosial adalah
penyakit yang memalukan dan merupakan aib keluarga. Bahkan sebagian masyarakat
menganggap bahwa gangguan jiwa dengan isolasi sosial merupakan penyakit yang
disebabkan oleh hal-hal yang tidak rasional ataupun supranatural. Dampak dari
kepercayaan tersebut, upaya pengobatan pasien isolasi sosial dilakukan dengan cara
dibawa berobat ke dukun atau paranormal. Kondisi ini diperberat dengan sikap keluarga
yang cenderung memperlakukan penderita isolasi sosial dengan disembunyikan, diisolasi,
dikucilkan bahkan sampai ada yang dipasung. Sehingga pasien akan merasa semakin sulit
berhubungan dengan orang lain, curiga dan tidak mudah percaya.
Hasil penelitian Kritzinger (dalam jurnal Sefrina & Latipun, 2016) menyatakan
bahwa dengan adanya dukungan keluarga dapat berdampak 3 positif guna mencegah
kekambuhan gejala pada pasien gangguan jiwa dengan isolasi sosial. Keluarga
3
merupakan faktor yang sangat penting dalam proses kesembuhan klien yang mengalami
gangguan jiwa dengan isolasi sosial. Hasil pengobatan positif terkait secara langsung
dengan keinginan klien dan keluarga untuk terlibat dalam proses pengobatan.
(O’Donohue dan Levensky, dalam O’Brien, Kennedy, dan Ballard, 2014).
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Menggambarkan asuhan keperawatan keluarga dengan gangguan mental
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian mencakup identitas klien dan keluarga, riwayat kesehatan,
data umum, dan pemeriksaan fisik.
b. Melakukan analisa data dan merumuskan masalah keperawatan yang ditemukan.
c. Menentukan perencanaan keperawatan yang tepat.
d. Melakukan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah.
e. Melakukan evaluasi atau penilaian terhadap pencapaian tujuan dalam pengelolaan
keluarga.
f. Membahas kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang ditemukan di layanan
kesehatan terkait dengan masalah isolasi sosial
1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat memberikan informasi bagi pengembangan ilmu keperawatan
dan dapat memperluas ilmu lebih khususnya mengenai gangguan mental dalam masyarakat.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pelayanan Kesehatan
Menambah pengetahuan dan sebagai bahan masukan serta evaluasi yang
diperlukan dalam pelaksanaan praktik pelayanan keperawatan khususnya pada
keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami gangguan mental.
4
PEMBAHASAN
2.1.2 Epidemiologi
Data WHO (2006) mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk indonesia mengalami
gangguan jiwa dimana panic dan cemas adalah gejala paling ringan (Maramis 2006). Ada empat
jenis penyakit langsung yang dapat di timbulkan yaitu depresi, penggunaan alkohol, gangguan
bipolar dan skizofrenia (irmansyah,2008). Untuk tahun 2008 di perkirakan terjadi peningkatan
morbiditas gangguan jiwa sekitar 50 juta atau persen dari 220 juta penduduk Indonesia yang
mengalami gangguan jiwa. Artinya satu dari empat penduduk Indonesia mengidap penyakit jiwa
dari tingkat paling ringan sampai berat (Hawari,2008). Data di atas menunjukkan bahwa
peningkatan morbiditas gangguan jiwa di Indonesia menunjukkan penyebab yang sama dengan
morbiditas dunia dimana depresi menjadi salah satu penyebab yang harus di waspadai sebagai
pemicu awal terjadinya gangguan jiwa yang lebih berat.
5
2.1.3 Etiologi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit mental di antaranya:
1. Faktor genetic (keturunan) di dalam keluarga yang mempunyai sejarah penyakit mental
beresiko lebih tinggi di banding populasi yang tidak ada sejarah penyakit mental.
2. Gangguan bahan kimia dalam otak: bahan kimia dalam otak yang di kenal sebagai
neurotransmitter tidak berfungsi dengan baik gejala penyakit mental akan muncul sebagai
contohny:
a) Schizophrenia: penghasil dopamine secara berlebihan
b) Kemurungan: paras Serotonin terlalu rendah
c) Mania: Paras serotonin meningkat secara melampau
d) Kebimbingan : terdapat gangguan di dalam pengeluaran dan fungsi noradrenalin
3. Serangan Virus dalam penelitian ada penyakit akibat virus telah di kaitkan dengan
kemunculan penyakit mental
4. Sejarah hidup yang getir misalnya kehilangan orang tua semasa kecil terlalu banyak
ejekan dari teman-teman, dibully secara keterlaluan, dll
5. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah: faktor kemiskinan, dll.
2.1.4 Tanda dan gejala
1. Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar,gambaran alam perasaan ini dapat terlihat
dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
2. Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn), tidak mau bergaul atau kontak dengan
orang lain, suka melamun (Day dreaming).
3. Deliusi atau waham yaitu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal meskipun
telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinanya itu tidak rasional, namun penderita
tetap meyakini kebenaranya sering berpikir atau melamun yang tidak bisa (delusi).
4. Halusinasi yaitu pengalaman panca indra tanpa ada rangsangan misalnya penderita
mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari
suara atau atau bisikan itu.
5. Masa depresi,sedih atau stress tingkat secara terus menerus
6
6. Kesulitan untuk melakukan pekerjaan atau tugas sehari-hari walaupun pekerjaan tersebut
telah di jalani selama bertahun-tahun
7. Paranoid (cemas atau takut) pada hal-hal biasa yang bagi orang normal tidak perlu di
takuti atau di cemaskan
8. Suka menggunakan obat hanya untuk kesenangan
9. Memiliki pikiran untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri
10. Terjadi perubahan diri yang cukup berarti
11. Memiliki emosi atau perasaan yang berubah-ubah
12. Terjadi perubahan pola makan yang tidak seperti biasanya
13. Pola tidur terjadi perubahan tidak sepperti biasa
14. Kekacuan alam pikir yaitu yang dapat dilihat dari isi pembicaraanya, misalnya bicaranya
kacau sehingga tidak dapat diikuti jalan pikiranya.
15. Gaduh gelisah tidak dapat diam,mondar-mandir, agresif bicara dengan smangat dan
gembira berlebihan.
16. Kontak emosional sangat miskin sukar di ajak bicara, pendiam.
17. Sulit dalam berpikir abstrak.
18. Tidak ada atau kehilangan kehendak (avaltion), tidak ada inisiatif,tidak ada upaya
usaha,tidak ada upaya spontanitas,monoton serta tidak ingin apa- apa dan seba malas dan
selalu terlihat sedih.
2.1.5 Klarifikasi
DSM pada tahun 1994 telah di terbitkan edisi ke empat, sebagai penyempurnaan dari
klarifikasi sebelumnya.klarifikasi gangguan mental menurut DSM IV adalah sebagai berikut
(APA 1994)
1. gangguan yang di diagnosis pertama kali pada masa bayi masa kanak- kanak.atau
masa remaja reterdasi mental
2. delinum, demensia amnestic dan gangguan kognitif lainya
3. Gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat (alkohol, kafein. kokain, dll)
4. Skizofrenia dengan gangguan psikotik lain
7
5. Gangguan mood atau perasaan depresif dan bipolar
6. Gangguan somatoform
7. Gangguan kecemasan
8. Gangguan buatan (factious)
9. Gngguan dissosiatif
10. Gangguan seksual dan identitas gender
11. Gangguan makan dan tidur
12. Gangguan kepribadian (paranoid, skizopita, schizoid, antisosial, dan narsisistik, dll).
2.1.6 Jenis-jenis Gangguan
1. Depresi
Gangguan suasana hati yang menyebabkan penderitanya terus menerus sedih.
Contoh ilustrasinya adalah seorang wanita merasa depresi dan dia larut dalam kesedihan
selama berminggu-minggu karena berpisah dengan kekasihnya.
2. Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder)
Gangguan yang membuat penderitanya cemas dan takut secara berlebihan dalam
menjalani aktivitas sehari-hari. Contoh ilustrasinya adalah saat seorang wanita takut
untuk mandi, dia takut akan ditenggelamkan ke bak mandi oleh seseorang. Padahal hal
tersebut adalah hal yang tidak perlu untuk dicemaskan
3. Skizofrenia
Gangguan mental yang menimbulkan halusinasi, delusi serta kekacauan berfikir dan
berprilaku Contoh ilustrasinya seorang bapak merasa melihat laut di depannya, yang
padahal kenyataannya adalah jalan raya.
4. Gangguan Bipolar
Gangguan perubahan suasana hati. Contoh ilustrasinya adalah saat pagi hari seorang anak
perempuan menangis tersedu-sedu karena kedua orang tuanya meninggal dunia akbat
kecelakaan pesawat. Tetapi, sejam kemudia dia tertawa terbahak-bahak padahal saat itu
masih situasi berduka di dalam keluarganya.
5. Gangguan Tidur
8
Gangguan tidur yang mengganggu Kesehatan dan kualitas hidup penderitanya.
Contoh: sulit tidur (Insomnia), mimpi buruk (Para somnia), sangat mudah tidur
(Narkolepsi)
6. Gangguan Kepribadian Ganda (Personality Disorder)
Gangguan dimana seseorang memiliki dua atau lebih kepribadian dalam satu
tubuh. (cenderung buruk) Contoh ilustrasinya adalah seseorang wanita sedang berbelanja
pakaian di sebuah mall, 5 menit kemudia dia sudah berada di toilet sambil menghisap
rokok. (secara tidak sadar)
7. Gangguan Psikopat
Gangguan yang memiliki obsesi mengerikan. Contoh ilustrasinya seorang laki-
laki terobsesi mengoleksi tubuh wanita tanapa kepala di rumahnya.
8. PTSD (Post Traumatic Stress Disorder)
Gangguan trauma karena sebuah kejadian yang tidak nyaman dan memberi kesan
perih. Contoh ilustrasinya adalah seorang wanita saat kecilnya mengalami pelecehan
seksual, dan akhirnya sampai beranjak dewasa dia tidak pernah keluar rumah dan setiap
melihat seseorang lelaki dia akan pingsan.
9. Gangguan Kontrol Impuls dan Kecanduan (Impulse Control da Addition Disorder)
Gangguan yang membuat seseorang membahayakan dirinya dan orang lain.
Contoh ilustrasinya adalah seorang anak laki-laki bermain balapan liar dijalan raya, ia
tidak memikirkan keselamatan diri sendiri dan orang lain.
10. Gangguan Obsesif Kompulsif (OCD)
Gangguan yang membuat seseorang melakukan suatuhal yang berulang-ulang
Contoh ilustrasinya adalah seseorang bapak yang terus menerus mencuci tanga dan
mandi dimanapun dan kapanpun.
2.1.7 Penanganan
1. Psikofarmakologi
Penanganan penderita gangguan mental dengan cara ini adalah dengan cara
memberikan terapi obat-obatan yang akan di tunjukan pada gangguan fungsi neuro-
transmitter sehingga gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan.
9
2. Psikoterapi
Terapi kejiwaan yang harus di berikan apabila penderita telah di berikan terapi
psikofarmaka dan telah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realistis sudah
kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik.
3. Terapi Psikososial
Terapi keagamaan ini berupa ritual keagamaanseperti sembahyang berdoa,
memanjatkan puji-pujian kepada tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab suci.
4. Rehabilitasi
Progam rehabilitasi ini dilakukan sebagai persiapan penempatan kembali ke
keluarga dan masyarakat.progam ini biasanyadilakukan di lembaga (institusi) rehabilitasi
misalnya di dalam rumah sakit jiwa dalam progam ini dilakukan berbagai kegiatan antara
lain: dengan terapi kelompok yang bertujuan membebaskan penderita dari stress dan
dapat membantu terbentknya mekanisme pembelaan yang lebih baik dan dapat di terima
oleh keluarga dan masyarakat.
2.1.8 Pencegahan
1. Jaga kesehatan fisik
Olahraga dan kebiasaan makan yang sehat bukan hanya berguna untuk kesehatan
jasmani semata, tapi juga untuk kesehatn mental.
2. Jaga otak selalu bekerja
Jika otak anda dibiarkan tidak mendapat rangsangan yang menantang lambat laun
akan mati, dan itu awal depresi berkepanjangan yang dapat menimbulkan gangguan
mental yang serius. Belajar bahasa ketrampilan baru memilih hobi yang menantang,
bermain catur puzzle, dan sejenisnya dapat membantu otak anda tetap mendapatkan
tantangan agar selalu memiliki kemampuan memecahkan masalah sepanjang kehidupan.
3. Mengendalikan amarah
Kemarahan dapat merusak hubungan serta kesehatan untuk itu cobalah belajar
untuk mengatur dan mengendalikan jangan biarkan kemarahan mengendalikan dan
menghancurkan hidup anda.
4. Mengontrol dan menurunkan stress
10
Stres dapat menghancurkan kebahagian. Oleh karna itu, buatlah prioritas.
mendelegasikan tugas, serta hal-hal lain yang dapat membantu anda mengurangi stress.
memiliki hobi, adalah hal yang cukup banyak membantu.
5. Menjaga hubungan baik
Banyak riset telah menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki hubungan
baik dan harmonis dalam jangka panjang lebih sehat dan bahagia.
6. Ambil waktu untuk bersenang senang
Keluarlah dari rutinitas dan lakukan hal-hal yang anda senangi tertawa,
melakukan perjalanan, menghabiskan waktu bersama teman- teman, bermain serta
lakukan hal apapun yang membuat anda bahagia.
7. Melakukan apapun dengan rasa percaya diri
Kepercayaan diri yang rendah berhubungan erat dengan kesehatan mental yang
rendah pula.selain itu juga ternyata berkaitan dengan gangguan dan hilangnya selera
makan, menarik diri dari pergaulan, mengisolasi diri dan sebagainya
8. Berpikir positif
Selalu berpikir, dan jangan menganggap segala sesuatunya secara serius berfikir
bahwa gelas itu setengah penuh, bukanya setengah kosong, adalah melulu tentang
perspektif dan cara anda memandang sesuatu. Selalu ada sisi positif dalam setiap hal.
Carilah hal positif tersebut, sambil tetap mengupayakan solusi untuk keluar dari masalah
9. Tidur yang cukup dan berkualitas
Tidur yang kurang, diketahui adalah salah satu faktor yang meningkatkan resiko
penurunan kesehatan, baik fisik maupun kesehatan mental karena itu pastikan tidur yang
cukup, beristirahatlah Dengan tidur, tubuh menjadi lebih siap lagi menghadapi tantangan
berikutnya.
10. Jangan malu mencari bantuan
Jika segala sesuatu terasa begitu berat, dan anda menemukan diri anda sendiri
berada pada kondisi yang tidak menguntungkan, carilah bantuan.
11
2.2 KONSEP DASAR KELUARGA
12
1) Keluarga Inti (Nuclear Family) Keluarga inti merupakan keluarga kecil dalam satu
rumah. Dalam keseharian, anggota keluarga inti ini hidup bersama dan saling
menjaga. Mereka adalah ayah, ibu, dan anak-anak.
2) Keluarga Besar (Extended Family) Anggota keluarga besar misalnya kakek, nenek,
paman, tante, keponakan, saudara sepupu, cucu, cicit, dan lain sebagainya.
3) Keluarga Dyad (Pasangan Inti) Tipe keluarga ini biasanya terjadi pada sepasang
suami istri yang baru menikah. Mereka telah membina rumah tangga tetapi belum
dikaruniai anak atau keduanya bersepakat untuk tidak memiliki anak lebih dulu.
Akan tetapi jika di kemudian hari memiliki anak, maka status tipe keluarga ini
menjadi keluarga inti.
4) Keluarga Single Parent Single parent adalah kondisi seseorang tidak memiliki
pasangan lagi. Hal ini bisa disebabkan karena perceraian atau meninggal dunia.
5) Single Adult (Bujang dewasa) Tipe keluarga ini disebut sebagai pasangan yang
sedang Long Distance Relationship (LDR), yaitu pasangan yang mengambil jarak
atau berpisah sementara waktu untuk kebutuhan tertentu, misalnya bekerja atau
kuliah.
b. Tipe Keluarga Modern (Nontradisional)
Keberadaan keluarga modern merupakan bagian dari perkembangan sosial di
masyarakat. Banyak faktor yang melatarbelakangi kenapa muncul keluarga modern.
Salah satu faktor tersebut adalah munculnya kebutuhan berbagi dan berkeluarga yang
tidak hanya sebatas keluarga inti. Berikut ialah beberapa tipe keluarga modern.
13
4) Commune Family Tipe keluarga ini biasanya hidup di dalam penampungan atau
memang memiliki kesepakatan bersama untuk hidup satu atap. Hal ini bisa
berlangsung dalam waktu yang singkat, sampai dengan waktu yang lama. Mereka
tidak memiliki hubungan darah namun memutuskan hidup bersama dalam satu
rumah, satu fasilistas, dan pengalaman yang sama.
5) The Non Marital Heterosexual Conhibiting Family Tanpa ikatan pernikahan,
seseorang memutuskan untuk hidup bersama dengan pasangannya. Namun dalam
waktu yang relatif singkat, seseorang itu kemudian berganti pasangan lagi dan tetap
tanpa hubungan pernikahan.
6) Gay and Lesbian Family Seseorang dengan jenis kelamin yang sama menyatakan
hidup bersama sebagaimana pasangan suami-istri (marital partners).
7) Cohibiting Couple Misalnya dalam perantauan, karena merasa satu negara atau satu
daerah, kemudian dua atau lebih orang bersepakatan untuk tinggal bersama tanpa
ikatan pernikahan. Kehidupan mereka sudah seperti kehidupan berkeluarga. Alasan
untuk hidup bersama ini bisa beragam.
8) Group-Marriage Family Beberapa orang dewasa menggunakan alat-alat rumah
tangga bersama dan mereka merasa sudah menikah, sehingga berbagi sesuatu
termasuk seksual dan membesarkan anaknya bersama.
9) Group Network Family Keluarga inti yang dibatasi oleh aturan atau nilai-nilai,
hidup bersama atau berdekatan satu sama lainnya, dan saling menggunakan barang-
barang rumah tangga bersama, pelayanan dan tanggung jawab membesarkan
anaknya.
10) Foster Family Seorang anak kehilangan orangtuanya, lalu ada sebuah keluarga
yang bersedia menampungnya dalam kurun waktu tertentu. Hal ini dilakukan
hingga anak tersebut bisa bertemu dengan orangtua kandungnya. Dalam kasus lain,
bisa jadi orangtua si anak menitipkan kepada seseorang dalam waktu tertentu
hingga ia kembali mengambil anaknya.
11) Institusional Anak atau orang dewasa yang tinggal dalam suatu panti. Entah dengan
alasan dititipkan oleh keluarga atau memang ditemukan dan kemudian ditampung
oleh panti atau dinas sosial.
14
12) Homeless Family Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan
yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi
dan atau problem kesehatan mental.
a. Peranan Ayah
Ayah memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam keluarga. Posisinya
sering menjadi rujukan anggota keluarga dalam menentukan perilaku dan arah hidup
keluarga. Ayah memiliki peran sebagai pemimpin/kepala keluarga, pencari nafkah,
pelindung, pemberi rasa aman, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai
anggota masyarakat dari lingkungannya.
b. Peranan Ibu
Selain mengurus wilayah domestik keluarga, ibu juga berperan sebagai salah satu
anggota kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya. Bahkan ibu dapat pula berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam
keluarga.
c. Peranan Anak
Anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangan baik
fisik, mental, sosial dan spiritual.
a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif berkaitan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan basis
kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial.
Keberhasilan fungsi afektif tampak melalui keluarga yang gembira dan bahagia.
15
Anggota keluarga mengembangkan gambaran diri yang positif, perasaan yang dimiliki,
perasaan yang berartu, dan merupakan sumber kasih sayang.
b. Fungsi Sosialisasi
Proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu menghasilkan
interaksi sosial, dan individu tersebut melaksanakan perannya dalam lingkungan sosial.
Keluarga merupakan tempat individu melaksanakan sosialisasi dengan anggota keluarga
dan belajar disiplin, norma budaya, dan perilaku melalui interaksi dalam keluarga,
sehingga individu mampu berperan di dalam masyarakat.
c. Fungsi Reproduksi
Fungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya
manusia.
d. Fungsi Ekonomi
Fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti makanan, pakaian, perumahan, dan
lain-lain.
e. Fungsi Perawatan Keluarga/Pemeliharaan
Kesehatan Salah satu fungsi keluarga yang memerlukan penyediaan kebutuhan-
kebutuhan fisik, seperti: makanan, pakaian, tempat tinggal, dan perawatan kesehatan.
16
Keluarga diharapkan dapat memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang
sedang mempunyai masalah kesehatan. Dilihat dari bagaimana sikap keluarga terhadap
anggota keluarga yang sakit.
d. Mempertahankan lingkungan rumah yang sehat
Ketika memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat
bagi semua anggota keluarga. Keluarga mampu untuk memelihara lingkungan dengan
memanfaatkan sumber-sumber yang dimiliki.
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat
Keluarga mempunyai kepercayaan terhadap petugas dan fasilitas kesehatan yang
ada sehingga dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang saat ada anggota keluarga
yang sakit.
18
d. Tahap IV keluarga dengan anak usia sekolah (families with school children)
Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki sekolah pada usia 6 tahun dan
berakhir pada usia 12 tahun. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah
sebagai berikut.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai berikut.
f. Tahap VI keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (launching center families)
Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Tujuan utama
pada tahap ini adalah mengorganisasi kembali keluarga untuk tetap berperan dalam
melepas anaknya untuk hidup sendiri. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini di
antaranya sebagai berikut.
19
1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
2) Mempertahankan keintiman pasangan.
3) Membantu orang tua suami atau istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua.
4) Mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anaknya.
5) Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga.
6) Berperan suami istri, kakek, dan nenek.
7) Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-anaknya.
1) Mempertahankan kesehatan.
2) Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam arti mengolah minat sosial
dan waktu santai.
3) Memulihkan hubungan antara generasi muda dengan generasi tua,
4) Keakraban dengan pasangan.
5) Memelihara hubungan/kontak dengan anak dan keluarga.
6) Persiapan masa tua atau pensiun dan meningkatkan keakraban pasangan.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai berikut.
20
4) Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
5) Melakukan file review.
6) Menerima kematian pasangan, kawan, dan mempersiapkan kematian
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesehatan mental adalah suatu kondisi yang dialami seseorang yang mana ia tidak
mendapatkan gangguan atau penyakit jiwa, sehingga ia mampu menyesuaikan diri dengppan
dirinya sendiri serta lingkungannya, serta mampu mengembangkan potensi yang dimiliki secara
harmonis dan seimbang.
Sedangkan, orang yang kesehatan mental nya tidak stabil atau disebut gangguan mental
akan mempengaruhi kesehatan fisik dan spiritualitas penderita dan kebanyakan kasus di
Indonesia orang yang terkena gangguan mental di awali dengan stress, penderita terlalu banyak
berfikir dan merenung sendirian tidak mengeluarkan apa yang ada di isi hati dan pikirannya,
factor lainnya karena juga ada problema di dalam rumah tangga, keluarga, dalam pekerjaan.
Manusia adalah makhluk social, tidak bisa hidup hanya mengandalkan diri sendiri, maka
dari itu untuk mencegah gangguan mental, kita bisa sharing bersama orang yang menurut kita
bisa dipercaya, serta mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebenarnya, gangguan
mental bisa diobati tanpa harus ke dokter. Kita bisa mensugestikan diri sendiri dan menenangkan
diri sendiri seperti berkumpul bersama keluarga, teman masa sekolah dan bisa juga mengikuti
kegiatan-kegiatan yang berbau rohani serta membuat kegiatan yang positif dan menyibukkan diri,
sehingga kata stress akan jauh dari kehidupan kita. Jadi, inti nya adalah diri kita sendiri lah
obatnya.
3.2 Saran
Demikian Laporan Pendahuluan "Kesehatan Mental" ini, besar harapan kami Laporan
Pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan semakin berkurang orang yang terkena
penyakit kesehatan mental di Indonesia. Apabila ada terdapat kesalahan mohon dimaafkan, kami
menyadari Laporan Pendahuluan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu apabila ada saran
dan kritik yang membangun mohon disampaikan kepada kami, akan sangat membantu dalam
penulisan kami untuk kedepannya.
22
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. 1994. Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorder.
DSM IV. Fourth. Washington: American Psychiatric Association.
Bakri & Maria, H. (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka Mahardika.
Dion, Yohanes & Yasinta Betan. (2013). Asuhan Keperawatan Keluarga, Konsep dan Praktik.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Hawari, Dadang. (2008). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: FK Universitas.
Indonesia.
Perry and potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, proses, dan praktik/
patricia A. Potter, Anne Griffin Perry: alih bahsa, Yasmin Asih [et all]; editor edisi
bahasa Indonesia, Devi Yulianti, Monica Ester. Ed.4.-Jakarta: EGC
Stuart Gail W dan Sandra J. Sundeen. 1995. Buku SakuKeperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Buku Kedokteran
Sundari, Siti, 2005. Kesehatan Mental dalam Kehidupan. Jakarta: PT. Rincka Cipta
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Alih bahasa, Renata Komalasari,
Alfrina Hany: Editor edisi bahasa Indonesia, pemilih Eko Karyuni, Jakarta: EGC
Yosep. Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Editor: Aep Gunarsa. Bandung. PT. Refika Aditama.
23