Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN ANKLE BRACHIAL INDEX (ABI) DAN GULA

DARAH ACAK (GDA)


Makalah Ini Disusun Untuk Mata Ajar Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu: Ns. Ginanjar Sasmito Adi, M.Kep.,Sp.Kep.M.B

OLEH:
KELOMPOK 7

Essha Amanda Yudisthira 1711011048


Liara Ayu Rahma D 1711011053
Nia Elin 1711011057
Jihan Dwi Agatha Ali 1711011061
Nabila 1711011071

S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
JEMBER, 2019

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan YME, atas segala anugerah yang selalu di
limpahkan kepada umatnya baik lahir maupun batin, sehingga pada akhirnya penulis
dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah
satu syarat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.

Makalah Keperawatan Medikal Bedah II ini berjudul ”Laporan Ankle Brachial Index
(ABI) dan Gula Darah Acak (GDA)”, demikian sangat disadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, yang tak lepas dari kesalahan dan kekurangan.

Akhir kata, semoga makalah ini banyak memberikan manfaat kepada diri penulis
sendiri khususnya dan pembaca sekalian umumnya.

Jember, 01 Juli 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1

B. Tujuan .................................................................................................................. 2

BAB II KONSEP DASAR ...................................................................................... 3

A. Diabtes Melitus .................................................................................................... 3

B. Ankle Brachial (ABI) ........................................................................................... 3

C. Gula Darah Acak (GDA) ...................................................................................... 4

BAB III HASIL LAPORAN.................................................................................. 15

A. Data ...................................................................................................................... 15

B. Hasil ..................................................................................................................... 15

BAB IV PEMBAHASAN ...................................................................................... 10

A.

B.

BAB V PENUTUP................................................................................................... 16

A. Simpulan .............................................................................................................. 16

B. Saran ..................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 17

LAMPIRAN............................................................................................................. 18

A. Dokumentasi ........................................................................................................ 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) setiap tahunnya semakin meningkat, berdasarkan data dari
WHO (2012) penderita DM dunia di tahun 2000 berjumlah 171 juta dan diperkirakan
meningkat menjadi tiga kali lipatnya, yaitu sekitar 366 juta penderita di tahun 2030.
Jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia mencapai 8,4 juta dan diperkirakan akan
meningkat menjadi 21,2 juta pada tahun 2030 (WHO, 2012).
Diabetes Mellitus adalah kelompok penyakit metabolic yang ditandai dengan
tingginya kadar glukosa di dalam darah (hiperglikemi) yang terjadi akibat gangguan
sekresi insulin, penurunan kerja insulin, atau akibat dari keduanya.
Menurut Kirsner, akibat dari lama menderita penyakit DM dan tingginya
hiperglikemi dapat menimbulkan efek samping neurologis yang dapat mempengaruhi
sistema saraf perifer. Price & Wilson juga mengatakan bahwa terdapat hubungan yang
kuat antara lama penderita DM dan gangguan sirkulasi perifer, kadar gula di dalam
darah yang tinggi secara terus menerus dapat merubah dan merusak jaringan pembuluh
darah. Pemeriksaan lanjutan yang diperlukan adalah Ankle Brachial Index (ABI) yang
merupakan rasio tekanan darah pada ankle dan lengan. Semakin rendah nilai ABI maka
akan meningkatkan resiko tinggi penyakit vaskular. Pada kondisi tersebut pssien
seringkali mengeluhkan klaudikasio (nyeri pada ekstremitas).
Lama seseorang yang menderita diabetes melitus leih dari 20 tahun dapat
mempengaruhi nilai ABI yaitu kurang dari 0,9 dengan nilai OR=1,54 yang berarti lama
seseorang menderita DM dapat berpengaruh besar pada ABI sebesar 1,54 kali.

B. Tujuan Penulisan

1
BAB II

TEORI DASAR

A. Diabetes Melitus
 Definisi Diabetes Militus
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis dengan metabolisme yang
tidak teratur. Ketika kita mengonsumsi karbohidrat (termasuk gula dan pati,
dll), bahan-bahan tersebut dipecah menjadi dekstrosa setelah dicerna dan
menjadi glukosa pada saat diserap oleh usus kecil ke dalam sistem
peredaran darah. Pankreas mengeluarkan insulin, yang membantu glukosa
masuk ke dalam sel untuk digunakan oleh tubuh. Kadar glukosa meningkat
bila sekresi insulin tidak mencukupi atau tubuh tidak bisa menggunakan
insulin yang dihasilkan. Hiperglikemia bisa mengakibatkan gangguan
metabolisme lemak dan protein, dan penghancuran berbagai macam sistem
tubuh dan organ, termasuk: kardiovaskular, retina, saraf, dan ginjal dalam
jangka waktu yang lama.
 Faktor Risiko Diabetes Militus
Jika Anda termasuk ke dalam salah satu dari kategori di bawah ini, Anda
memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi untuk menderita diabetes melitus:
a) riwayat diabetes melitus pada anggota keluarga dekat
b) penderita hipertensi atau hiperlipidemia (kadar lemak dalam darah yang
sangat tinggi)
c) wanita yang memiliki riwayat diabetes melitus gestasional (jenis
diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan) atau melahirkan
bayi yang mengalami kelebihan berat badan (bobot 4 kg ke atas)
d) obesitas (dengan IMT lebih dari 23)
e) berada di usia paruh baya (usia 45 tahun ke atas), dll.

 Cara Mencegah Diabetes Militus


Obesitas merupakan faktor risiko utama diabetes melitus. Dengan demikian,
kita bisa menurunkan risiko diabetes melitus dengan mencegah obesitas.
Beberapa metode pencegahan disarankan di bawah ini:
a) menjaga berat badan ideal. Mereka yang sudah mengalami
kelebihan berat badan wajib menetapkan sasaran penurunan berat
badan (5-10% dari berat badan saat ini).

2
b) Pola makan yang seimbang dengan target “Tiga rendah dan satu
tinggi” – yaitu prinsip pola makan rendah lemak, rendah gula,
rendah natrium, dan tinggi serat.
c) Tetap aktif, berolahraga secara teratur dengan intensitas sedang
(dianjurkan untuk berolahraga setiap hari selama 30 menit atau lebih
selama setidaknya 5 hari seminggu).
Karena gejala awal Diabetes Melitus yang tidak jelas,
pemeriksaan kesehatan yang tepat setiap tahun bisa membantu
mendeteksi penyakit ini sesegera mungkin.

 Penyebab diabetes militus


Diabetes Melitus umumnya diklasifikasikan menjadi 4 kategori
dengan penyebab yang berbeda-beda:
a) Diabetes Melitus Tipe 1 Disebut sebagai “Diabetes Melitus
yang Tergantung pada Insulin”. Terkait dengan faktor
genetik dan sistem kekebalan tubuh, yang mengakibatkan
kerusakan sel-sel yang memproduksi insulin, sehingga sel
tidak mampu untuk memproduksi insulin yang dibutuhkan
oleh tubuh. Kelompok orang yang paling sering mengidap
penyakit ini adalah anak-anak dan remaja, yang mewakili
3% dari jumlah seluruh pasien yang ada.
b) Diabetes Melitus Tipe 2 Disebut “Diabetes Melitus yang
Tidak Tergantung pada Insulin”, yang mewakili lebih dari
90% kasus diabetes melitus. Terkait dengan faktor pola
makan yang tidak sehat, obesitas, dan kurangnya olahraga.
Sel-sel tubuh menjadi resisten terhadap insulin dan
tidakbisa menyerap dan menggunakan dekstrosa dan
kelebihan gula darah yang dihasilkan secara efektif. Jenis
diabetes melitus ini memiliki predisposisi genetik yang
lebih tinggi daripada Tipe 1.
c) Diabetes Melitus Gestasional: Terutama disebabkan oleh
perubahan hormon yang dihasilkan selama kehamilan dan
biasanya berkurang atau menghilang setelah melahirkan.

3
Studi dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukkan
bahwa wanita yang pernah mengalami diabetes melitus
gestasional memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi untuk
mengidap penyakit diabetes melitus tipe II, sehingga wanita
tersebut harus lebih memerhatikan pola makan yang sehat
demi mengurangi risiko tersebut.
d) Jenis lain dari Diabetes Melitus: Ada beberapa penyebab
lain yang berbeda dari ketiga jenis diabetes melitus di atas,
termasuk sekresi insulin yang tidak memadai yang
disebabkan oleh penyakit genetik tertentu, disebabkan
secara tidak langsung oleh penyakit lainnya (misalnya
pankreatitis, yaitu peradangan pada pankreas), yang
diakibatkan oleh obat atau bahan kimia lainnya.
e) Gejala Diabetes Militus
 Beberapa pasien diabetes melitus mungkin mengalami
gejala-gejala berikut dalam tahap awal penyakit ini:
A. sering merasa haus
B. sering buang air kecil
C. sering merasa lapar
D. penurunan berat badan

f) Pemeriksaan Diabetes Militus


Setelah mencatat riwayat medis pasien, dokter
biasanya akan melakukan pemeriksaan berikut ini:
 tes glukosa darah secara acak: mengambil darah untuk
memeriksa kadar glukosa tanpa puasa.
 tes glukosa darah puasa: puasa setelah tengah malam dan
pengambilan darah keesokan harinya untuk memeriksa kadar
glukosa.
 tes toleransi glukosa oral: setelah tes glukosa darah puasa
dilakukan, pasien diberikan glukosa sebanyak 75g dan
dilakukan pengambilan darah setelah jangka waktu 2 jam, demi
keperluan pengamatan perubahan kadar glukosa darah.

4
g) Pengobatan Diabetes Militus
Saat ini tidak ada obat untuk menyembuhkan penyakit
diabetes melitus. Pasien harus mengikuti solusi pengobatan
untuk mengendalikan penyakit dan mengurangi risiko
komplikasi. Pasien harus menerapkan dan mengikuti berbagai
jenis pengobatan yang berbeda, sesuai dengan jenis dan tingkat
keakutan diabetes melitus.

B. Ankle Brachial Index (ABI)


a. Definisi
Ankle-Brachial Index adalah rasio tekanan darah sistolik (TDS) yang
diukur di kaki (dorsalis pedis dan posterior tibial) dan di lengan (brachial).
Pertama kali diperkenalkan oleh Winsor pada tahun 1950.
b. Indikasi
1. Menegakkan diagnosis arterial disease pada pasien dengan suspect
Lower Extremity Arterial Disease (LEAD)
2. Mengesampingkan LEAD pada pasien dengan luka pada ekstremitas
bawah
3. Klaudikasi intermiten
4. Usia lebih dari 65 tahun
5. Usia lebih dari 50 tahun dengan riwayat merokok atau diabetes
6. Menentukan aliran darah arterial yang adekuat pada ekstremitas
bawah sebelum dilakukan terapi kompresi atau debridement luka.
7. Jika ABI < 0,8 kompresi tinggi berkelanjutan (misal 30-40 mmHg
pada kaki) tidak direkomendasikan.
8. Pada kasus zampuran antara penyakit vena/ arterial (misal ABI
antara > 0,5 s.d < 0,8), dianjurkan untuk menurunkan leel kompresi
(23-30 mmhg). Jika ABI < 0,5 maka kompresi harus dihindari dan
pasien harus dirujuk ke dokter bedah vaskuler untuk dilakukan
evaluasi atau pemeriksaan lanjutan.
9. Mengkaji potensi penyembuhan luka
c. Kontraindikasi
1. Nyeri yang luar biasa pada tungkai bawah kaki
2. Deep vein thrombosis yang dapat menyebabkan
dislodgement thrombosit
3. Nyeri berat yang berhubungan dengan luka pada
ekstermitas bawah.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi ABI saat istirahat

5
1. Umur: menurun seiring bertambahnya usia dikarenakan
kekakuan pada arteri
2. Tinggi bahan: seseorang dengan tinggi badan yang lebih
tinggi akan memiliki ABI yang lebih tinggi dibandingkan
dengan orang yang pendek sebagai konsekuensi
peningkatan TDSdengan jarak yang lebh jauhdari jantung
3. Jenis kelamn: perempuan memiliki ABI lebih rendah
dibanding laki-laki
4. Etnik:kulit hitam memiliki ABI lebih rendah dibandingkan
kulit puttih
e. Alat dan bahan
1. Dooppler portable dengan probe 8-10 MHz, gunakan probe
5 MHz jika terdapat edema yang besar di daerah tingkai
bawah/laki
2. Sphygmomanometer aneroid
3. Gel ultrasound
4. Alcohol pada untuk membersihkan Doppler
5. Kassa, tissue atau pada untuk membersihkan gel dari kulit
pasien
6. Handuk atau selimut untuk menutup tungkai dan
ekstremitas
7. Kerts dn pena untuk menuliskan hasil pengukuran,
kalkulator
f. Protocol
1. Pasien harus berada dalam kondisi istirahat selama 5-10
menit pada posisi supine, relaks, kepala dan kaki disokong,
dalam ruangan dengan suhu yang nyaman (19 0C -22 0C)
2. Pasien harus tidak merokok minimal selama 2 jam sebelum
pengukuran ABI
3. Manset harus dipilih secara adekuatberdasarkanukuran
tungkai. Lebar manset minimal 40%dari lingkar tungaki.
4. Jangan menempatkan manset diatas bypass distal (resiko
thrombosis) atau diatas ulkus setiap luka terbuka yang
potensial mengalami kontaminasi harus ditutup
menggunkan dressing impermeable.
5. Pasien harus berada dalam kondisi diam/tenang saat
dilakukan pemeriksaan
6. Setelah perangkat dopler dihdupkan, probe harus
ditempatkan pada area nadipada sudur 450-600 dan
permukaan kulit. Probe harus dipindahkan disekitarnya
hingga tedengar sinyal yang terjelas

6
7. Serupa dengan pengukuran tekanan darah brachial, manset
harus diletakkan melingkari kaki menggunakan metode
pembungkus lurus ( straight wrapping method) tepi bawah
manset harus verada 2cm diatas aspek superior malleolus
medial
8. Gunakan dopler dengan 8-10 MHz. Gel harus diaplikasikan
diatas sensor
9. Manset harus digelembungkan secara progresif hingga
mencapai 20 mmHg diatas tigkat menghilangnya aliran
sinyal dan kemudian dikempiskan perlahan untuk
mendeteksi tingkat tekanan muncul kembalinya aliran
sinyal. Inflasi maksimum dalam 300 mmHg. Jika aliran
masih terdeteksi, manset haruus dikempiskan dengan cepat
untuk menghindari nyeri
10. Deteksi aliran darah brachial selama pengukuran tekanan
lengan juga harus dilakukan menggunakan dopler
11. Urutan yang sama harus digunakan pada pengukuran
tekanan tungkai, urutan harus sama bagi klinis yang bekerja
dalam satu tempat
12. Selama urutan pengukuran pertama harus diulang diakhir
urutan dan hasil keduanya dirat-rata untuk menghilangkan
while coat effect pada pengukuran pertama terkecuali bila
selisaih hasil antara 2 pengukuran pada lengan pertama
melebihi 10 mmHg. Dalam kasus tersebut, pengukuran
pertama harus diabaikan, dan hanya pengukuran kedua
yang digunakan. Misalnya, ketika urutan berlawanan arah
jarum jam-lengan kanan, posterior tibial kanan, dorsalis
pedís kanan, posterior tibial kiri. Dorsalis pedís kiri, lengan
kiri digunakan makan pengukuran lengan kanan harus
diulang diakhir urutan dan kedua hasil pengukuran pada
lengan kanan harus dirata-rata terkecuali bila perbedaan
antara kedua pengukuran pada lengan kanan melebihi 10
mmHg. Dalam kasus ini, hanya pengukuran lengan kanan
kedua yang digunakan.
13. Pada kasus dimana pengukuran tekanan ulang pada 4
tungkai (lihat indikasi), pengukuran harus diulang dengan
urutan yang berlawan dengan urutan yang pertama.
Misalnya urutan yang pertama berlawanan dengan arah
jarum jam (lengan kanann,posterior tibial kanan,dorsalis
pedís kanan,posterior tibial kiri, dorsalis pedís kiri, lengan
kiri), maka urutan searah jarum jam harus digunakan,
dengan awal dan akhir pada lengan kiri.

7
C. Gula Darah Acak (GDA)
Gula darah sewaktu atau Gula darah acak GDA adalah jenis pemeriksaan
gula darah yang dilakukan kapanpun tanpa memperhatikan waktu maupun
kondisi seseorang. GDA ini bisa dilakukan saat pasien bangun tidur, sedang
beraktivitas, setelah makan ngemil dan lain-lain. Pagi sore malam pun tidak
ada masalah. Oleh karena itulah disebut pengukuran gula darah acak. Biasanya
jika normal, maka akan di temukan angka gula darah yang ada didalam batas
normal. Adapaun angkanya bisa berubah kapanpun, sesuai dengan aktifitas
dan jenis makanan yang dia makan sebelum tes. Namun pada umumnya kadar
normal gula darah berada di angka 80-120 mg/dL atau 4.4-6.6 mmol/L jika
melakukan tes sebelum makan atau setelah bangun tidur dan angka normal
adalah 100-140 mg/dL atau 5.5-7.7 mmol/L Jika melakukan tes pada waktu
ingin tidur.
Gula darah setelah makan, atau 2 jam PP Maksudnya adalah
memeriksa kadar gula darah setelah 2 jam makan. Dokter akan
menyuruh anda makan seperti biasanya. Dua jam setelahnya anda akan
di periksa gula darahnya. Gunanya adalah untuk menilai seberapa besar
fungsi pankreas atau insulin yang di keluarkan oleh pankreas untuk
menetralisisr gula darah. Pada umumnya setelah makan pasien akan
mengalami kenaikan gula darah dan akan berangsur normal setelah kira-
kira dua jam setelahnya. Nah, apada pasien pra maupun diabetes
ditemukan angka yang tidak normal atau di atas ambang batas noirmal.
Adapun angka yang di tampilkan adalah kurang dari 140 mg/dL atau 7.8
mmol/L (orang yang berusia di bawah 50 tahun. 150 mg/dL atau 8.3
mmol/L untuk mereka yang berusia 50-60 tahun, kadar normalnya
adalah kurang dari. Jika Anda berusia 60 tahun ke atas, maka kadar
normal gula darah adalah 160 mg/dL atau 8.9 mmol/L.
Gula darah puasa Pemeriksaan ini di lakukan untuk mengetahui
seberapa besar respon insulin dalam menyeimbangkan gula darah. Anda
mungkin akan di suruh berpuasa selama 8 jam penuh tanpa makan oleh
petugas kesehatan. Ya, tanpa makan apapun kecuali minum air putih.
Setelah delapan jam selesai, maka sampel sudah dikatakan ideal untuk
mendapatkan angka gula darah puasa. Gula darah puasa anda di anggap
normal jika hasil ada di antara angka 70 hingga 99 mg/dL (3.9 to 5.5
mmol/L) , Jika di temukan angka Dari 100 hingga 125 mg/dL itu adalah
kondisi pra diabet, sedang jika gula darah puasa anda di atas 125, sudah
bisa di katakan jika andarentan terkena diabet.

1. Standar oprasional prosedur GDA


a. Pengertian
Pemeriksaan gula darah adalah salah satu jenis pemeriksaan
laboratorium untuk mendeteksi kadar gula di dalam darah dalam
kondisi sewaktu, puasa dan 2 jam postprandial,

8
Pemeriksaan gula darah dilakukan oleh analis laboratorium
, perawat, dan bidan yang sudah terlatih sesuai tugas dan
wewenang keprofesian.
Pemeriksaan gula darah dilakukan dalam gedung puskesmas,
Pustu, Polindes dan Posbindu.
b. Tujuan
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk
mengetahui kadar gula darah pada pasien
c. Alat dan Bahan
Alat :
a) Glukometer
b) Stik Gula Darah
c) Lancet
d) Neirbeiken
Bahan :
a) Kapas alcohol
b) Handscoen
Posedur
1. Petugas mencuci tangan,
2. Petugas menyiapkan alat-alat dan bahan,
3. Petugas menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan,
4. Petugas memakai handscoeen,
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin
6. Pasang stik gula darah pada alat glukomete,
7. Petugas membersihkan area penusukan menggunakan kapas
alcohol,
8. Petugas menusukkan lanset di jari tangan pasien,
9. Petugas meletakkan stik gula darah di jari tangan pasien,
10. Menutup bekas tusukan dengan kapas alcohol,
11. Alat glukometer akan berbunyi
12. Petugas membaca hasil dan menulis di form laboratorium.
13. Petugas memberitahu pasien bahwa tindakan sudah selesai,
14. Petugas membuang limbah padat pada tempat sampah infeksius.
15. Petugas memberikan hasil labotaroim dalam amplop tertutup
kepada pasien,

9
16. Petugas merapikan alat dan bahan,
17. Petugas mencuci tangan.

10
BAB III

HASIL LAPORAN

A.

B.

11
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pada saat melakukan pemeriksaan Gula Darah Acak yang tediri dari lima
pasien, hasil yang diperoleh yaitu Tn. Agus didapatkan hasil kadar gula
darahnya 132 mg/dl sebelum makan, ini menunjukan bahwa kadar gula
darah tinggi, sedangkan pada Tn. Muhammad Hafid didapatkan hasil
kadar gula darahnya 64 mg/dl bisa dikatakan mengalami hipoglikemia
atau kadar gula darahnya rendah. Bila level gula darah menurun terlalu
rendah, berkembanglah kondisi yang bisa fatal yang disebut hipoglikemia.
Sedangkan pada Ny. Siti didapatkan hasil kadar gula 210 mg/dl
mengalami hiperglikemia, kemudian pada Ny. Salami didapatkan hasil
kadar gula 110 mg/dl bisa dikatakan Normal karena saat pemeriksaan
pasien belum makan, lalu pada Tn. Yuda didapatkan hasil kadar gula 280
mg/dl dikatakan mengalami Hiperglikemia atau kadar gula darahnya
tinggi.
Gejala-gejala adalah perasaan lelah, fungsi mental yang menurun, rasa
mudah tersinggung, dan kehilangan kesadaran. Bila levelnya tetap tinggi,
yang disebut hiperglikemia, nafsu makan akan tertekan untuk waktu yang
singkat. Hiperglikemia dalam jangka panjang dapat menyebabkan
masalah-masalah kesehatan yang berkepanjangan pula yang berkaitan
dengan diabetes, termasuk kerusakan pada mata, ginjal, dan saraf. Kadar
gula glukosa darah yang ada mempunyai resiko kecil untuk dapat
berkembang menjadi diabetes atau menyebabkan munculnya penyakit
jantung dan pembuluh darah.
IGT oleh WHO didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang
mempunyai resiko tinggi untuk terjangkit diabetes walaupun seseorang
mempunyai resiko tinggi untuk terjangkit diabetes walaupun ada kasus
yang menunjukkan kadar gula darah dapat kembali ke keadaan normal.
Seseorang yang kadar gula darah dapat kembali ke keadaan normal.
Seseorang yang kadar gula darahnya termasuk dalam kategori IGT juga
mempunyai resiko terkena penyakit jantung dan pembuluh darah yang
sering mengiringi penderita diabetes. Kondisi IGT ini menurut para ahli
terjadi karena adanya kerusakan dari produksi hormon insulin dan
terjadinya kekebalan jaringan otot terhadap insulin yang diproduksi. IFG
sendiri mempunyai kedudukan hampir sama dengan IGT. Bukan entitas
penyakit akan tetapi sebuah kondisi dimana tubuh tidak dapat

12
memproduksi insulin secara optimal dan terdapatnya gangguan
mekanisme penekanan pengeluaran gula dari hati ke dalam darah.

B. Pada saat melakukan pemeriksaan Ankle Brachial Index yang tediri dari
lima pasien, hasil yang diperoleh yaitu Tn. Agus dengan usia 50 tahun ini
menunjukan bahwa kadar gula darah tinggi, sedangkan pada Tn.
Muhammad Hafid dengan umur 30 tahun didapatkan hasil kadar gula
darahnya 64 mg/dl bisa dikatakan mengalami hipoglikemia atau kadar
gula darahnya rendah. Bila level gula darah menurun terlalu rendah,
berkembanglah kondisi yang bisa fatal yang disebut hipoglikemia.
Sedangkan pada Ny. Siti dengan umur 48 tahun didapatkan hasil kadar
gula 210 mg/dl mengalami hiperglikemia, kemudian pada Ny. Siti dengan
umur 32 tahun didapatkan hasil kadar gula 110 mg/dl bisa dikatakan
Normal karena saat pemeriksaan pasien belum makan, lalu pada Tn. Yuda
dengan umur 54 tahun didapatkan hasil kadar gula 280 mg/dl dikatakan
mengalami Hiperglikemia atau kadar gula darahnya tinggi.

13
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

14
DAFTAR PUSTAKA

15
LAMPIRAN

A. Dokumentasi

16

Anda mungkin juga menyukai