Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MAKALAH KELOMPOK “X”

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN MASALAH SISTEM

SENSORI “RETINOBLASTOMA”

OLEH

FAUZIAH AYU PRATIWI

SRI WAHYUNINGSIH

RITA TENRIANI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt. karna rahmat dan hidahnyalah
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Sistem Sensori “Retinoblastoma”

Makalah ini telah dibuat dan mendapatkan bantun dan arahan dari Dosen
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
mengucapkan banyak terima kasih atas bimbingannya sehingga memperlancar
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih


banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
Karena itu kami dapat menerima segala saran ataupun kritikan dari Dosen agar
saya dapat memperbaiki Makalah ini.

Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga Makalah ini bisa


memberikan manfaat dan inspirasi bagi pembaca.

Samata, 1 Oktober 2019

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................ 2
C. Tujuan ............................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 3

A. Anatomi dan fisiologi system indra penglihatan ................................. 3


B. Definisi .............................................................................................. 5
C. Etiologi .............................................................................................. 7
D. Manifestasi Klinis............................................................................... 8
E. Patofisiologi ....................................................................................... 9
F. Komplikasi ......................................................................................... 10
G. Pemeriksaan Diagnostik .................................................................... 10
H. Penatalaksanaan .............................................................................. 11
I. Pengkajian ........................................................................................ 13
J. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul .................................. 15
K. Intervensi Keperawatan ..................................................................... 15

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... iii

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada beberapa Negara frekuensi retinoblastoma adalah 1:1400
hingga 1:2000 angka kelahiran. Setiap tahunnya di Amerika serikat
diperkirakan terdapat 250 hingga 300kasus baru retinoblastoma.
Sedangkan di Inggris sekitas 40 hingga 50 kasus baru terdiagnosa
retinoblastoma setiap tahunnya. Penderita terbesar adalah anak-anak
dan didiagnosa sebelum uasia 5 tahun. Di inggris kasus retinoblastoma
bilateral ratra-rata didiagnosa saat usia anak menginjak 9 bulan,
sedangkan untuk kasus retinoblastoma unilateral rata-rata didiagnosa
pada saat anak berusia antara 24 hingga 30 bulan. Di Indonesia pada
tahun 2002 terdapat 15 hingga 22 kasus baru mengenai retinoblastoma
yang meningkat setiap tahunnta hingga 40 kasus pertahun. Sebagian
besar anak penderita retinoblastoma sudah memasuki stadium lanjut
intraocular dan proptosis (bola mata yang sudah terdorong keluar).
(Jurnal Oftamolog Indonesia, 2010).
Retinoblastoma dapat menyerang siapa saja, namun pada
umumnya retinoblastoma menyerang anak-anak dan lebih dari 90%
kasus sebelum usia 5 tahun. (American Cancer Society, 2013).
Di Negara berkembang, kasus retinoblastoma pada umumnya
didiagnosis setelah menyebar ke ekstraokular. Pada keadaan
ekstraokular, dapat dilihat massa jaringan lunak disekitar mata atau tumor
telah sampai pada daerah nervus optikus yang akan berkembang pada
bagian otak dan maningas. Retinoblastoma yang tidak ditangani dengan
segera akan tumbuh dan akan menimbulkan masalah pada mata, yang
dapat menyebabkan lepasnya retina, nekrosis, dan menginvasi mata,
saraf penglihatan dan system saraf pusat. Pada umumnta metastasis
tumus terjadi dalam kurun waktu kurang lebih 12 bulan. Pemeriksaan CT
scan, USG dna MRI sangat berguna untuk mengevaluasi nervus optikus,
orbital, keterlibatan system saraf pusat dan adanya klasifikasi intraokuler.
Penanganan retinoblastoma pada stadium awal dapat dilakukan dengan
cara radiotherapy dan cryotherapy. Pada kondisi ini bola mata masih
dapat diselamatkan, kemudian penanganan selanjutnya dengan

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


kemoterapi yang berguna untuk menyelamatkan bola mata dan
mematikan sel kanker yang aktif dalam tubuh, namun apabila sudah
memasuki stadium lanjut maka akan dilakukan enuklasi yaitu
pengangkatan bola mata. (KusumaDewi, 2017)
Tantangan saat ini dalam terapi restinoblastoma adalah untuk
mencegah kebutaan dan efek serius yang lebih dari terapi yang
mengurangi umur hidup atau kualitas hidup setelah terapi. Terapi
bertujuan mempertahankan kehidupan, mempertahankan bola mata dan
penglihatan. Terapi konservatif meliputi, terapi kemoterpi, fotokoagulasi,
krioterapi. Sedangkan terapi bedah melipitu, enukleasi dan eksenterasi.
Suatu studi di Indonesia melaporkan bahwa sebanyak 20% anak-anak
yang dapat disembuhkan dengan enuklasi. Diperlukan aksi komunitas
untuk mempromosikan diagnosis dan rujukan dini, karenga tingginya
jumlah anak-anak dengan metastasis saat diagnose, terutama pada
Negara berpenghasilan rendah. (Ardizal, Rahman: 2017).
B. Rumusan masalah
1. Menjelaskan definisi Retinoblastoma
2. Bagaimana etiologi Retinoblastoma
3. Menjelaskan Manifestasi Klinis
4. Menjelaskan Patofisiologi
5. Bagaimana Komplikasi!
6. Menjelaskan Pemeriksaan Diagnostik
7. Menjelaskan Penatalaksanaan
8. Menjelaskan Pengkajian
9. Menjelaskan Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
10. Menjelaskan Rencana Keperawatan
C. Tujuan
1. Dapat Mengetahui defenisi retinoblastoma
2. Dapat Mengetahui etiologi retinoblastoma
3. Dapat Mengetahui Manifestasi Klinis
4. Dapat mengetahui Patofisiologi
5. Dapat mengetahui Komplikasi
6. Dapat mengtahui Pemeriksaan Diagnostik

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


7. Dapat mengetahui Penatalaksanaan
8. Dapat mengetahui Pengkajian
9. Dapat mengetahui Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
10. Dapat mengetahui Rencana Keperawatan

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


BAB II PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi Indra Penglihatan


System sensosi adalah proses mendeteksi keberaaan stimulus
dari lingkungan luar melalui indera (eksoreseptor). Pada manusia
terdapat lima system sensori yaitu, system visual (penglihatan), auditory
(pendengaran) somatosensory (perabaan) olfactory (penciuman) dan
gustory pengecepan. (dr.Yaswinda, 2019).
Mata adalah organ penglihatan suatu strukur yang sangat khusus
dan komplek, menerima dan mengirimkan data ke korteks cerebral,
seluruh lobus otak, lobus oksipital, ditujukan khusus untuk
menerjemahkan citra visual. Bola mata dan struktur yang berhubungan
dilindungi dilingkupi dalam tulang berongga bulat dinamakan orbita, orbita
ialah rongga yang berpontesi untuk terkumpulnya cairan, darah, dan
udara karena letak anatomisnya yang dekat dengan sinus dan pembuluh
darah. Pendesakan koponen lain kelengkungan orbita dapat
menyebabkan pergeseran, penekanan dan proktrusi bola mata dan
struktur disekitarnya.
a. Anatomi Retina
Bagian mata terdapat retina, Retina adalah bagian mata yang
sensitif terhadap cahaya yang terletak di segmen posterior mata. Retina
merupakan struktur yang terorganisasi memberikan informasi visual
ditransmisikan melalui nervus optikus ke korteks visual. Retina
berkembang dari cawan optikus eksterna yang mengalami invaginasi
mulai dari akhir empat minggu usia janin (Vaughan & Asbury’s general
ophthalmology, 2007).
Bola mata orang dewasa memiliki diameter sekitar 22 mm - 24,2
mm (diameter dari depan ke belakang). Bola mata anak ketika lahir
berdiameter 16,5 mm kemudian mencapai pertumbuhannya secara
maksimal sampai umur 7-8 tahun. Dari ukuran tersebut, retina menempati
dua pertiga sampai tiga perempat bagian posterior dalam bola mata. Total
area retina 1.100 mm2. Retina melapisi bagian posterior mata, dengan
pengecualian bagian nervus optikus, dan memanjang secara
sirkumferensial anterior 360 derajat pada ora serrate. Tebal retina rata-

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


rata 250 μm, paling tebal pada area makula dengan ketebalan 400 μm,
menipis pada fovea dengan ukuran 150 μm, dan lebih tipis lagi pada ora
serrata dengan ketebalan 80 μm (Vaughan & Asburry’s general
ophthalmology, 2007).

Gambar 2.1. Anatomi Retina


Sumber: Netter, F., 2006

b. Fisiologi Retina
Retina adalah bagian mata yang paling kompleks dan paling
sensitif terhadap cahaya. Retina memiliki lapisan fotoreseptor berisi sel
batang dan kerucut yang memiliki peran dalam menangkap stimulus
cahaya lalu mentransmisikan impuls melalui nervus optikus ke korteks
visual bagian oksipital (Vaughan & Asburry’s general ophthalmology,
2007).
Fotoreseptor tersusun rapi pada bagian terluar avaskuler retina
dan banyak terjadi perubahan biokimia untuk proses melihat. Komposisi
sel kerucut lebih banyak pada bagian makula (fovea) dan sedikit pada
bagian perifer, sedangkan sel batang densitasnya tinggi pada bagian
perifer dan sedikit pada bagian makula (fovea). Sel kerucut berfungsi
untuk melihat warna dan saat siang hari sehingga fovea bertanggung
jawab pada penglihatan warna dan cahaya banyak. Sel batang,
mengandung pigmen fotosensitif rhodopsin, berfungsi untuk melihat
warna hitam-putih dan saat malam hari sehingga bagian perifer

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


bertanggung jawab untuk penglihatan gelap pada malam hari (Dahl, A.,
2013).
Retina juga memiliki lapisan neural yang terdiri dari sel bipolar, sel
ganglion, sel horizontal, dan sel amakrin. Sel bipolar tersebar di retina
dan bertugas menghubungkan sel fotoreseptor (postsinaps sel batang
dan kerucut) dan sel ganglion. Sel ganglion memberikan akson yang akan
bergabung dengan serabut nervus optikus ke otak. Sel horizontal terletak
pada lapisan pleksiform luar dan berfungsi sebagai interkoneksi sel
bipolar dengan sel bipolar lainnya. Sel amakrin terletak pada lapisan
pleksiform dalam dan berfungsi sebagai penghubung sel bipolar dengan
sel ganglion (Dahl, A., 2013).
Selain itu, retina juga memiliki sel glia atau sel pendukung yang
terdiri dari sel Muller, astrosit, dan sel mikroglia. Sel Muller terletak pada
lapisan inti dalam dan memberikan ketebalan ireguler yang memanjang
sampai ke lapisan pleksiform luar. Sel astrosit tertutup rapat pada lapisan
serabut saraf retina. Sel mikroglia berasal dari lapisan mesodermal dan
bukan merupakan sel neuroglia (Sherwood, L., 2010).

B. Defenisi
Retinoblastoma adalah tumor ganas dalam mata yang berasal dari
jaringan embrional retina. Retinoblastoma merupakan jenis kanker yang
sangat langka, kanker ini menyerang pada bagian mata. Retinoblastoma
atau kanker mata merupakan tumor ganas intaokular primer, artinya
tumor yang tumbuh atau berkembang pada bagian dalam retina akibat
dari transformasi keganasan sel primitive pada retina sebelum
berdiferensiasi, kanker ini menyerang system saraf embrionik pada retina.
Retinoblasma dapat dikatakan sebagai kanker langka yang menyerang
satu mata (unilateral) atau menyeran dua mata (bilateral), retinoblastoma
dapat dikatakan sebagai kanker ganas yang mematikan pada anak, lebih
dari 90% kasus Retinoblastoma sebelum usia 5 tahun. (American Cancer
Society,2013) (Kusuma Dewi,2017)

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


(sumber Direktorat P2PTM Kemenkes RI, 2018)

Retinoblastoma adalah tumor endo okuar pada anak yang mengenai


saraf embrionik retina. Kasus ini jarang terjadi, sehingga sulit dideteksi secara
awal. Rata-rata usia klien saat didiagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral,
13 bulan pada kasus kasus bilateral. Beberapa kasus bilateral tampak sebagai
kasus unilateral dan tumor pada bagian mata yang lain terdeteksi pada saat
pemeriksaan evaluasi. Ini menunjukan pentingnya untuk memeriksa klien dengan
anastesi pada anak dengan retinoblastoma unilateral, khususnya pada usia
dibawa 1 tahun. (Pudjo Hagung Sutaryo, 2006)

Retinoblastoma (RB) adalah suatu penyakit keganasan pada lapisan


retina mata, yaitu bagian mata yang paling peka terhadap cahaya. Penyakit RB
dapat menyerang segala usia, tetapi umumnya menyerang anak dengan usia di
bawah 3 tahun (Radhakrishnan, V., dkk., AAO 2012).

Klasifikasi Penyakit RB dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk mutasi


genetik, lateralisasi, dan arah perkembangannya (Jijelava, dkk., 2013).

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


a) Unilateral, yaitu Penyakit RB unilateral menyerang satu mata dengan
prevalensi dunia sekitar 60% (Aerts, dkk., 2006).
b) Bilateral, yaitu Penyakit RB bilateral menyerang kedua mata dengan
prevalensi dunia sekitar 40% (Aerts, dkk. 2006)

Berdasarkan arah perkembangannya, RB dapat diklasifikasikan menjadi


(National Cancer Institute of Spain, 2013):

1. Retinoblastoma intraocular, harapan hidup 5 tahun >90%. Retina ini


terdapat dalammata dan terbatas pada retina atau mungkin dapat meluas
dalam bola mata. Retinoblastoma intraocular tidak akan meluas menuju
jaringan sekitar mata atau bagian tubuh yang lain.
2. Retinoblastoma ektraokular, harapan 5 tahun <10%. Retinoblastoma
ektraikular dapat meluas keluar mata. Secara tipikal dapat mengenai
system saraf pusat, dan tersering mengenai sumsum tulang atau nodi
limfEtiologi (Laya Rares, 2017)

Berdasarkan klasifikasi stadium menurut Reese Ellsworth (National Cancer


Institute of Spain, 2013) :

1. Golongan 1
a. tumor soliter, lebih kecil dari 4 diameter diskus (DD), terletak pada
atau di belakang ekuator.
b. tumor multipel, lebih besar dari 4 DD, terletak pada atau di belakang
ekuator.
2. Golongan II
a. tumor soliter, 4 sampai 10 DD, terletak pada atau di belakang ekuator.
b. tumor multipel, 4 sampai 10 DD, terletak di belakang ekuator.
3. Golongan III
a. lesi anterior sampai ekuator.
b. tumor soliter, lebih besar dari 10 DD, terletak di belakang ekuator.
4. Golongan IV
a. tumor multipel, beberapa berukuran lebih besar dari 10 DD.
b. Ditemukan lesi yang memanjang dari anterior sampai ora serrata.
5. Golongan V
a. tumor massif yang melibatkan setengah atau lebih retina

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


b. tumor menyebar hingga vitreous. (Soehartati Gondhowiardjo, 2017)
Apabila tumor menjadi lebih besa, bola mata membesar menyebabkan
eksoftalmus kemudian dapat pecah kedepan sampai keluar dari rongga orbita
disertai nekrose diatasnya.

Menurut Grabowski dan Abrahamson, membagi penderajatan berdasarkan


tempat utama dimana restinoblastoma menyebar, sebagai berikut:

1. Derajat I Intraokular
a. Tumor retina
b. Penyebaran ke lamina fibrosa
c. Penyebaran ke ueva
2. Derajat ii Orbita
a. Tumor orbita : sel sel episklera yang tersebar, tumor terbukti dengan
biopsy
b. Nervous optikus.
C. Etiologi
Retinoblastoma dibagi menjadi dua, yaitu
1. Rretinoblastoma mutasi genetic (gen RB1).
Retinoblastoma merupakan penyakit keganasan pertama yang
dapat diidentifikasi melalui genetik. Penyakit RB terjadi akibat mutasi
pada kedua buah alel gen RB1 yang terletak pada kromosom 13q14
(Etter & Bansal dalam AAO, 2005). Mutasi tersebut dapat berupa
perubahan jumlah regio kromosom 13q14 (delesi, translokasi),
perubahan nukleotida (substitusi, delesi, insersi, dan duplikasi), delesi
ekson (tunggal atau jamak); Loss of Heterozigosity (LOH), atau CpG
islands hypermethylation pada regio promoter gen RB1 (Joseph &
Kumaramanickavel, 2007). Ketidakstabilan gen akibat mutasi tersebut
menyebabkan perkembangan progresif lebih lanjut dari sel retina
menjadi RB malignan. Progesifitas tersebut disebabkan oleh
hilangnya kedua buah alel gen RB1 pada retina yang diikuti dengan
perubahan jumlah sel onkogen, seperti MYCN (2p24.3), E2F3 dan
DEK (6p22), KLF14 (7q32), dan MDM4 (1q32), juga tumor-suppressor

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


gene CDH11(16q21) dan p75NTR (17q21) (Kandalam, M., dkk.,
2010).
Gen cacat RB1 dapat diwariskan dari orang tua pada beberapa
anak, mutasi terjadi pada tahap awal perkembangan janin. Tidak
diketahui apa yang menyebabkan kelainan gen, melainkan yang
paling mungkin menjadi kesalahan acak selama proses copy yang
terjadi ketika sel membelah.
Fungsi RB1 dapat dirusak dengan ekspresi berlebih dari cyclin-D
atau hilangnya p16INK4A (Kandalam, M., dkk., 2010). Cyclin-D
adalah protein regulator, berikatan dengan enzim cyclin dependent
kinases (CDKs), berfungsi untuk mengontrol titik transisi siklus sel
melalui proses fosforilasi dan defosforilasi. Pada kasus RB,
checkpoint dari fase G1 ke S, berfungsi untuk cek DNA apakah sudah
direplikasi dengan sempurna, mengalami hiperfosforilasi. Keadaan
hiperfosforilasi tersebut dapat dipicu oleh virus yang mengubah
protein regulator, seperti adenovirus EIA, siman virus 40 (SV40), dan
HPV-7. Akibatnya, replikasi DNA menjadi tidak terkontrol dan hasil
replikasi tersebut tidak sempurna (Othman I.S., 2012).
2. Kelainan Kromosom
Terjadi karena kehilangan kedua kromosom dari satu pasang alel
dominant protektif yang berada dalam pita kromosom 13q14. Bisa
karena mutasi atau diturunkan. Penyebabnya adalah tidak
terdapatnya gen penekan tumor, yang sifatnya cenderung diturunkan.
Kanker bisa menyerang salah satu mata yang bersifat somatic
maupun kedua mata yang merupakan kelainan yang diturunkan
secara autosom dominant. Kanker bisa menyebar ke kantung mata
dan ke otak (melalui saraf penglihatan/nervus optikus). (Friska
mardianty 2017)
D. Faktor Resiko
Faktor risiko RB dapat berupa mutasi gen RB1 yang
menyebabkan sel retinoblas membelah tidak terkontrol sehingga
membentuk tumor. Mutasi ini dapat terjadi secara sporadic (didapat) yang
bisa terjadi kapan saja selama hidupnya atau inherited (diwariskan) dari

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


orang tua ke anak. Faktor risiko berikutnya adalah riwayat keluarga. Anak
dengan orang tua yang mempunyai riwayat RB bilateral mempunyai risiko
45%, sedangkan anak dengan orang tua yang mempunyai riwayat RB
unilateral mempunyai risiko 7,5% untuk mengalami RB. Anak dengan
riwayat saudara kandung yang mengalami RB bilateral mempunyai risiko
5-7%, sedangkan untuk RB unilateral mempunyai risiko 1%. Anak dengan
saudara kandung yang mengalami RB unilateral atau bilateral, disertai
dengan riwayat orang tua yang juga mengalami RB, memiliki risiko 45%
untuk mendapatkan RB (Canadian Cancer Society, 2014).
Faktor risiko selanjutnya adalah status gizi anak. Status gizi anak
menentukan diagnosis tingkat keparahan dan penatalaksanaan RB.
Penelitian sebelumnya oleh Selvi di RSUP H.Adam Malik periode 1999-
2003, dari total 32 pasien, dijumpai ada 13 (40,6%) pasien RB dengan
malnutrisi berat, 9 (28,1%) pasien RB dengan malnutrisi sedang, dan 2
(6,3%) pasien dengan malnutrisi ringan, dan hanya 8 (25%) pasien RB
dengan status gizi normal (Nafianti, 2006). Kurangnya asupan folat
selama kehamilan juga diprediksi berperan dalam faktor risiko RB,
terutama RB unilateral, pada negara berkembang (Orjuela, M.A., dkk.,
2012).
Selain itu, di negara berkembang, terdapat tingkat pendidikan dan
kondisi sosioekonomi yang rendah, serta kurang memadainya sarana
kesehatan. Hal ini mengakibatkan tertundanya diagnosis dan
penatalaksanaan RB yang optimal. Hal ini turut berperan dalam
meningkatkan risiko RB dan dapat memperparah kondisi anak
(Rodriguez-Galindo, dkk., 2010).
E. Manifestasi klinis
Gejala dan tanda-tanda retinoblastoma ditentukan oleh luas dan
lokasi tumor pada waktu didiagnosis. Gejala yang paling sering ialah
leukokoria (refleks putih pada pupil),Ciri-ciri lain meliputi heterokromia,
hifema spontan, amauritic cat’ eye (bila mata kena sinar akan
memantulkan cahaya seperti mata kucing). Dalam perkembangan
selanjutnya tumor dapat tumbuh ke arah badan kaca (endofilik) dan
kearah koroid (eksofilik). Pada pertumbuhan endofilik tampak massa putih

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


yang menembus melalui membran limitan interna. Tumor eksofilik
berwarna putih-kekuningan dan terjadi pada ruang subretinal sehingga
pembuluh darah retina yang terdapat di atasnya sering bertambah
ukurannya dan berkelok-kelok. (Laya Rare, 2016)
Gejala umum lainnya meliputi mata juling, mata merah,
buphthalmos, pupil midriasis dan proptosis.
1. Strabismus, ketidaksegarisan mata akibat ketidakeimbangan otot
ekstraokuler, kedua mata tidak terviksasi pada satu objek yang
sedang dilihat.
2. Mata merah sering terjadi akibat radang yang disebabkan oleh
keberadaan sel-sel tumor yang nekrosis (mati). Mata merah juga
sering dikaitkan dengan glaucoma sekunder yang terjadi akibat
retinoblastoma, radang jaringan uvea mata, atau pndarahan badan-
kaca. Nyeri terkadang juga menyertai mata merah.
3. Buphthalmos adalah tipe glaucoma kongetal (bawaan) yang
didapatkan saat pekembangan bayi dan berhubungan dengan
peningkatan tekanan intraokuler bola mata akibat tumor yang
membesar
4. Pupil midriasis adalah melebarnya pupil mata akibat tumor yang
mengganggu system mata akibat tumor yang mengganggu system
saraf parasimpatis
5. Proptosis adalah menonjol atau keluarya bola mata akibat desakan
dan pembesaran tumor bola mata. (buku dr. Dito Anurogo, 2016)
6. Leukokoria, reflek putih, sepeti mata kucing ketika terkena cahaya.

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


Gambar 2.9. Gejala Klinis Leukokoria (mata kiri) Sumber: Reddy &
Honavar, 2008

F. Patofisiologi

Retinoblastoma terjadi karena adanya mutasi pada gen RB1


yyang terletak pada kromosom 13q14 (kromosom nomor 13 sequence ke
14) baik terjadi karena faktor hereditas maupun karena faktor lingkungan
seperti virus, zat kimia, dan radiasi. Gen RB1 ini merupakan gen
suppressor tumor, bersifat alel dominan protektif, dan merupakan
pengkode protein RB1 (P-RB) yang merupakan protein yang berperan
dalam regulasi suatu pertumbuhan sel (Anwar, 2010:1). Apabila terjadi
mutasi seperti kesalahan transkripsi, tranlokasi, maupun delesi informasi
genetic, maka gen RB1 (P-RB) menjadi inactive sehingga protein RB1 (P-
RB) juga inactive atau tidak diproduksi sehingga memicu pertumbuahan
sel kanker (Tomlinson, 2006). Retinoblastoma biasa terjadi di bagian
posterior retina. Dalam perkembangannya massa tumor dapat tumbuh
baik secara internal dengan memenuhi vitrous body (endofitik). Maupun
bisa tumbuh kearah luar menembus koroid, saraf optikus, dan sclera
eksofitik. (Anwar, Faten. 2015).

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


Pathaway dan WOC Retinablastoma menurut Anwar Faten 2015 :

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


G. Komplikasi
a. Uveitis, kerusakan pembuluh darah retina dan perdarahan dapat
terlihat
b. Tumor non okuler sekunder dapat muncul pada penderita
retinoblastoma. Contohnya Osteosarkoma, berbagai jenis sarkoma
jaringan lunak yang lain, melanoma malignan, berbagai jenis
karsinoma, leukemia dan limfoma dan berbagai jenis tumor otak
c. Komplikasi vaskular : kerusakan pembuluh darah retina dan
perdarahan dapat terlihat.
d. Efek pada tulang, gigi dan jaringan lunak setelah radiasi. Terjadi
hipoplasia pada tulang dan struktur jaringan lunak setelah terapi
dengan dosis radiasi.
(Laya Rare,2016)

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


H. pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan X foto: dengan pemeriksaan ini hampir 60-70%
terdeteksi adanya kalsifikasi di dalam tumor. Bila tumor mengadakan
infiltrasi ke saraf optik, foramen optikum akan tampak melebar.
2. Pemeriksaan USG atau CT scan atau MRI: Pemeriksaan MRI
menggunakan magnet untuk menghasilkan potongan gambar jaringan
yang lebih spesifik dibandingkan CT scan. Tes MRI sangat berguna
jika ada kecurigaan metastasis ekstraokular (sering pada metastasis
intrakranial) dimana anak datang dengan tekanan intrakranial yang
meningkat dan dicurigai adanya trilateral retinoblastoma (Parulekar,
2010).

.
Gambar 2.12. CT scan orbital pada pasien RB dengan penyeberan
intracranial. Sumber: Pandey, A.N., 2013
3. Pemeriksaan lactic acid dehydrogenase (LDH): dengan membanding-
kan kadar LDH dalam akuos humor dan serum darah dapat
diperkirakan adanya retinoblastoma intraokuler. Rasio normal ialah
<1; bila rasio >1,5 dicurigai kemungkinan adanya retino-blastoma.
(Laya Rare, 2016)
I. Penatalaksanaan
Retinoblastoma ialah enukleasi bulbi yang disusul dengan radiasi.
Apabila retinoblastoma sudah meluas sampai ke jaringan orbita maka
dilakukan eksenterasi orbita disusul dengan radiasi dan bila diberikan
kemoterapi (Ilyas dkk, 2002). Enukleasi merupakan pilihan tata laksana

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


untuk intraokular unilateral RB dengan klasifikasi grup E yang melibatkan
neovaskularisasi dari iris, glaukoma sekunder, tumor invasif anterior
chamber, tumor >75% volum vitreous, tumor nekrosis dengan inflamasi
sekunder orbital, tumor terkait hifema atau perdarahan vitreous, dimana
karakteristik tumor tidak bisa dilihat, dan melibatkan satu mata (unilateral)
(Pandey, 2013). Metode enukleasi dilakukan dengan mengangkat penuh
mata hingga ke nervus optikus, kemudian dilakukan pemeriksaan
histopatologinya (Parulekar, 2010). Konseling genetik harus ditawarkan
dan anak dengan orang tua yang pernah mengalami retinoblastoma
harus diawasi sejak bayi (James dkk, 2005).
Pendekatan multidisiplin yang terdiri dari dokter spesialis mata,
onkologi anak, onkologi radiasi, patologi, dan konselor genetika. Metode
Terapi yang tersedia antara lain:
1. kemoterapi,
Chemotherapy merupakan pilihan tata laksana pada pasien
dengan tujuan mengurangi volum tumor sampai ukuran dimana terapi
laser bisa diberikan (chemoreduction) (Parulekar, 2010). Terapi ini
juga efektif untuk kelainan vitreous dan subretinal, dan ekstraokular
maupun metastasis RB (Parulekar, 2010). Chemotherapy dilakukan
sebanyak enam sesi selama 3-4 minggu. Dua regimen obat untuk
systemic chemotherapy adalah carboplatin dan etoposide (Othman,
I.S., 2012).
2. Pembedahan
1) Enukleasi : Dilakukan pada tumor yang masih terbatas pada
itraokuler ialah dengan mengangkat seluruh bola mata dan
meotong saraf optik sepanjang mungkin. Enukleasi merupakan
pilihan tata laksana untuk intraokular unilateral RB dengan
klasifikasi grup E yang melibatkan neovaskularisasi dari iris,
glaukoma sekunder, tumor invasif anterior chamber, tumor >75%
volum vitreous, tumor nekrosis dengan inflamasi sekunder orbital,
tumor terkait hifema atau perdarahan vitreous, dimana
karakteristik tumor tidak bisa dilihat, dan melibatkan satu mata
(unilateral) (Pandey, 2013). Metode enukleasi dilakukan dengan

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


mengangkat penuh mata hingga ke nervus optikus, kemudian
dilakukan pemeriksaan histopatologinya (Parulekar, 2010).
2) Eksentrasi Orbita : Dilakukan pada tumor yang sudah ekstensi ke
jaringan orbita ialah dgn mengangkat seluruh isi orbita dengan
jaringan periostnya
3) Sesudah operasi diberikan therapi radiasi untuk membunuh sisa–
sisa sel tumor
3. Krioterapi, yaitu menggunakan probe yang sangat dingin untuk
membekukan dan mematikan tumor, juga digunakan untuk tumor
yang kecil. Cryotherapy merupakan pilihan tata laksana untuk tumor
kecil pada garis ekuator atau retina perifer dengan ukuran diameter
basal ≤ 4mm dan ketebalan 2mm. Cryotherapy diaplikasikan pada RB
dengan interval 4-6 minggu sampai tumor mengalami regresi. Akan
tetapi, cryotherapy mempunyai kelemahan, yaitu meninggalkan
jaringan parut lebih besar dari tumor. Komplikasi lebih lanjut meliputi
lepasnya retina sementara, robekan retina, maupun rhegmatogenous
retinal detachment (Pandey, A.N., 2013).
4. Fotokoagulasi yaitu menggunakan laser untuk mematikan tumor,
digunakan untuk tumor yang kecil
5. Termoterapi, merupakan terapi panas yang menggunakan infra merah
untuk mematikan tumor, digunakan untuk tumor yang kecil. (Aurika
Sinambela, 2017)

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata : identitas klien meliputi, Nama, umur, agama, jenis kelamin,
pendidikan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,
diagnose medis.
2. Keluhan utama :
Keluhan dapat berupa perubahan persepsi penglihatan, demam,
kurang nafsu makan, gelisah, cengeng, nyeri pada luka post operasi,
terjadi infeksi pada luka post operasi, srta perawatan dan pengobatan
lanjutan dari tindakan operasi
3. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang:
Gejala awal yang muncul pada anak, bisa berupa bintik putih pada
mata tepatnya pada retina, terjadi pembesaran, mata merah dan
besar.
Riwayat kesehatan lalu:
Riwayat kesehatan lalu kemungkinan memakan makanan/minuman
yang terkontaminasi, infeksi ditempat lain, missal pernafasan.
Riwayat kesehatan keluarga
Berkaitan erat dengan penyakit keturunan dalam keluarga, misalnya
ada anggota keluarga menderita penyakit yang sama.
4. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visus)
Tajam penglihatan pada kasus RB umumnya sangat menurun
dan tergantung tingkat keparahannya. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk menentukan tingkat keparahan dan tata
laksana yang tepat. Penulis belum menemukan jurnal
mengenai tajam penglihatan awal sebelum dilakukan
intervensi dan tata laksana (Ilyas & Yulianti, 2011).
b. Pemeriksaan fundoskopi
Pemeriksaan funduskopi bertujuan untuk melihat gambaran
normal atau tidak normal pada bagian dalam mata atau fundus
okuli. Gambaran funduskopi pasien RB bermacam-macam

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


tergantung pada tingkat keparahannya. Stadium awal dengan
keluhan leukokoria menghasilkan gambaran funduskopi
berupa daerah retina yang tampak memutih. Gambaran
lainnya dapat berupa neovaskularisasi, hifema, hipopion, atau
depresi sklera (Lin & O’brien, 2009).
c. Pemeriksaan Tekanan Bola Mata
Pemeriksaan tekanan bola mata bertujuan untuk menilai
perubahan pada tekanan bola mata dengan alat tonometer
(Ilyas & Yulianti, 2011). Terkadang pasien RB datang dalam
stadium berat dengan komplikasi berupa glaukoma sehingga
pengukuran tekanan bola mata penting untuk diagnosis awal
(Lin & O’brien, 2009).
5. Analisa data
a. Data Subjektif
1. Mengeluh nyeri pada mata
2. Sulit melihat dengan jelas
3. Mengeluh sakit kepala
4. Merasa takut
b. Data objektif
1. Mata juling (strabismus)
2. Mata merah
3. Bola mata besar
4. Aktivitas kurang
5. Tekanan bola mata meningkat
6. Gelisah
7. Refleks pupil berwarna putih (leukokoria)
8. Tajam penglihatan menurun
9. Sering meringis
10. Tak akurat mengikuti intruksi
11. Keluarga Nampak murung
12. Pertanyaan/pernyataan keluarga salah konsepsi
6. Diagnose keperawatan

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


1. Gangguan rasa nyaman b/d gejala penyakit d/d aktifitas kurang,
gelisah, dan sering meringis
2. Gangguan persepsi sensorik, b/d gangguan penglihatan d/d
menurunnya ketajaman penglihatan, mata juling, mata merah, boa
mata membesar
3. Resiko cedera b/d ketidakamanan transportasi d/d menurunnya
ketajaman penglihatan,
7. Intervensi keperawatan
NO DIAGNOSA INTERVENSI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN
1 Gangguan rasa nyaman Observasi
1. Identifikasi lokasi,
karakteristik,durasi,
frekuensi, kualitas, dan
intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi nyeri pada
kualitas hidup
Terapeutik
1. Berikan tekhnik
nonfarmakologis untuk
menguragi rasa nyeri,
misalnya terapi
music,tekhnik imajinasi
terbimbing, dan terapi
bermain
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
misalnya suhu
ruangan,cahaya, dan
kebisingan
3. Fasilitasi istrahat dan tidur,
Kolaborasi

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


1. Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu
(Berman, A., Snyder, S. dan
Fratsen. (2016)
2. Gangguan persepsi Observasi:
sensorik 1. Periksa status mental,
status sensori dan tingkat
kenyamanan
Terapeutik:
1. Diskusikan tingkat toleransi
terhadap beban sensori
2. Batasi stimulus lingkungan,
mis: cahaya, suara,
aktivitas
Edukasi:
1. Edukasi cara
meminimalisasi stimulus
Kolaborasi:
1. Kaloborasi pemberian obat
yang mempengaruhi
persepsi sensori
2. Resiko cedera Observasi
1. Identivikasi area
lingkungan yang berpotensi
menyebabkan cedera
Terapeutik
1. Diskusikan mengenai alat
bantu mobilitas yang sesuai
2. Diskusikan bersama
keluarga yang dapat
mendampingi pasien
Edukasi :
1. Jelaskan alasan intervensi

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


pencegahan cedera
kepasien dan keluarga
Intervensi pendukung:
1. Edukasi keaman anak
2. Pencegahan resiko
lingkungan

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


BAB III PENUTUP

Retinoblastoma merupakan tumor ganas utama intraokuler ditemukan


pada anak-anak, terutama pada usia dibaeah 5 tahun. Gejala retinoblastoma
dapat menyerupai dengan penyakit mata lainnya. Dalam proses pengkajian
dilakukan secara anamnesis dengan menanyai langsung si pasien ataupun
keluarga. Meliputi data, riwayat esehatan dahulu dan sekarsng serta keluhan
pasien. pengkajian dengan pemeriksaan fisik umum dan khusus untuk mata
serta pemeriksaan penunjangnya. Berdasarkan dari hasil pengkjaian tersebut
kita dapat menyimpulkan diagnose keperawaannya mulai dari gangguan rasa
nyaman, gangguan prsepsi sensosi, dan reiko cedera.

Pada orang tua yang anaknya mengalami Retinoblastoma hendaknya


melakukan pemeriksaan mata. Karena retinoblastoma dapat diturunkan keanak
mereka. Sebaiknya orang tua mengetahuhi tanda dan gejalanya adanya
retinoblastoma secara dini, ini bertujuan untuk menghindari prognosis yang
sangat buruk.

Tantangan saat ini dalam terapi restinoblastoma adalah untuk mencegah


kebutaan dan efek serius yang lebih dari terapi yang mengurangi umur hidup
atau kualitas hidup setelah terapi. Terapi bertujuan mempertahankan kehidupan,
mempertahankan bola mata dan penglihatan. Terapi konservatif meliputi, terapi
kemoterpi, fotokoagulasi, krioterapi. Sedangkan terapi bedah melipitu, enukleasi
dan eksenterasi. Suatu studi di Indonesia melaporkan bahwa sebanyak 20%
anak-anak yang dapat disembuhkan dengan enuklasi. Diperlukan aksi komunitas
untuk mempromosikan diagnosis dan rujukan dini, karenga tingginya jumlah
anak-anak dengan metastasis saat diagnose, terutama pada Negara
berpenghasilan rendah. (Ardizal, Rahman: 2017).

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page


DAFTAR PUSTAKA

dr. Dito Anugro,2016, The Art Of Medicine, PT Gramedia Pustaka


Utama.

Laya rere,Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2016

Ardizan Rahman Dilemma Dalam Managemen Retinoblastoma, Volume


37, Nomor 2, 2017

Suzanne C,dkk,2002 Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume


3,

Suddarth & Brunner, keperawatan medical bedah, 2002. EGC : Jakarta

Friska Mardianty, Sri Suryanti, Bethy S. Hernowo, Korelasi antara


Imunoekspresi Retinoid Acid Receptor (RAR) 2017
,
Aurika Sinambela, H.M., Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol.8 (2)
Juli 2017:77-83

Anwar, Faten. 2015. Retinoblastoma Expression in Thyroid


Neoplasms. The United States and Canadian Academy of Pathology journal. Vol
13,562. Diakses 13 oktober 2011, dari medline database

SoehartatiGondhowiardjo,2017
https://www.researchgate.net/publicaton/321503731

Berman, A., Snyder, S. & Fradsen, G. (2016). Kozier & Erb’s


Fundamentals of nursing (10th ed). USA: Person Education.

PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Defenisi dan


tindakan keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi dan


tindakan keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Keolompok 10 LP dan ASKEP Restinoblastoma Page

Anda mungkin juga menyukai