SENSORI “RETINOBLASTOMA”
OLEH
SRI WAHYUNINGSIH
RITA TENRIANI
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt. karna rahmat dan hidahnyalah
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Sistem Sensori “Retinoblastoma”
Makalah ini telah dibuat dan mendapatkan bantun dan arahan dari Dosen
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
mengucapkan banyak terima kasih atas bimbingannya sehingga memperlancar
pembuatan makalah ini.
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang
Pada beberapa Negara frekuensi retinoblastoma adalah 1:1400
hingga 1:2000 angka kelahiran. Setiap tahunnya di Amerika serikat
diperkirakan terdapat 250 hingga 300kasus baru retinoblastoma.
Sedangkan di Inggris sekitas 40 hingga 50 kasus baru terdiagnosa
retinoblastoma setiap tahunnya. Penderita terbesar adalah anak-anak
dan didiagnosa sebelum uasia 5 tahun. Di inggris kasus retinoblastoma
bilateral ratra-rata didiagnosa saat usia anak menginjak 9 bulan,
sedangkan untuk kasus retinoblastoma unilateral rata-rata didiagnosa
pada saat anak berusia antara 24 hingga 30 bulan. Di Indonesia pada
tahun 2002 terdapat 15 hingga 22 kasus baru mengenai retinoblastoma
yang meningkat setiap tahunnta hingga 40 kasus pertahun. Sebagian
besar anak penderita retinoblastoma sudah memasuki stadium lanjut
intraocular dan proptosis (bola mata yang sudah terdorong keluar).
(Jurnal Oftamolog Indonesia, 2010).
Retinoblastoma dapat menyerang siapa saja, namun pada
umumnya retinoblastoma menyerang anak-anak dan lebih dari 90%
kasus sebelum usia 5 tahun. (American Cancer Society, 2013).
Di Negara berkembang, kasus retinoblastoma pada umumnya
didiagnosis setelah menyebar ke ekstraokular. Pada keadaan
ekstraokular, dapat dilihat massa jaringan lunak disekitar mata atau tumor
telah sampai pada daerah nervus optikus yang akan berkembang pada
bagian otak dan maningas. Retinoblastoma yang tidak ditangani dengan
segera akan tumbuh dan akan menimbulkan masalah pada mata, yang
dapat menyebabkan lepasnya retina, nekrosis, dan menginvasi mata,
saraf penglihatan dan system saraf pusat. Pada umumnta metastasis
tumus terjadi dalam kurun waktu kurang lebih 12 bulan. Pemeriksaan CT
scan, USG dna MRI sangat berguna untuk mengevaluasi nervus optikus,
orbital, keterlibatan system saraf pusat dan adanya klasifikasi intraokuler.
Penanganan retinoblastoma pada stadium awal dapat dilakukan dengan
cara radiotherapy dan cryotherapy. Pada kondisi ini bola mata masih
dapat diselamatkan, kemudian penanganan selanjutnya dengan
b. Fisiologi Retina
Retina adalah bagian mata yang paling kompleks dan paling
sensitif terhadap cahaya. Retina memiliki lapisan fotoreseptor berisi sel
batang dan kerucut yang memiliki peran dalam menangkap stimulus
cahaya lalu mentransmisikan impuls melalui nervus optikus ke korteks
visual bagian oksipital (Vaughan & Asburry’s general ophthalmology,
2007).
Fotoreseptor tersusun rapi pada bagian terluar avaskuler retina
dan banyak terjadi perubahan biokimia untuk proses melihat. Komposisi
sel kerucut lebih banyak pada bagian makula (fovea) dan sedikit pada
bagian perifer, sedangkan sel batang densitasnya tinggi pada bagian
perifer dan sedikit pada bagian makula (fovea). Sel kerucut berfungsi
untuk melihat warna dan saat siang hari sehingga fovea bertanggung
jawab pada penglihatan warna dan cahaya banyak. Sel batang,
mengandung pigmen fotosensitif rhodopsin, berfungsi untuk melihat
warna hitam-putih dan saat malam hari sehingga bagian perifer
B. Defenisi
Retinoblastoma adalah tumor ganas dalam mata yang berasal dari
jaringan embrional retina. Retinoblastoma merupakan jenis kanker yang
sangat langka, kanker ini menyerang pada bagian mata. Retinoblastoma
atau kanker mata merupakan tumor ganas intaokular primer, artinya
tumor yang tumbuh atau berkembang pada bagian dalam retina akibat
dari transformasi keganasan sel primitive pada retina sebelum
berdiferensiasi, kanker ini menyerang system saraf embrionik pada retina.
Retinoblasma dapat dikatakan sebagai kanker langka yang menyerang
satu mata (unilateral) atau menyeran dua mata (bilateral), retinoblastoma
dapat dikatakan sebagai kanker ganas yang mematikan pada anak, lebih
dari 90% kasus Retinoblastoma sebelum usia 5 tahun. (American Cancer
Society,2013) (Kusuma Dewi,2017)
1. Golongan 1
a. tumor soliter, lebih kecil dari 4 diameter diskus (DD), terletak pada
atau di belakang ekuator.
b. tumor multipel, lebih besar dari 4 DD, terletak pada atau di belakang
ekuator.
2. Golongan II
a. tumor soliter, 4 sampai 10 DD, terletak pada atau di belakang ekuator.
b. tumor multipel, 4 sampai 10 DD, terletak di belakang ekuator.
3. Golongan III
a. lesi anterior sampai ekuator.
b. tumor soliter, lebih besar dari 10 DD, terletak di belakang ekuator.
4. Golongan IV
a. tumor multipel, beberapa berukuran lebih besar dari 10 DD.
b. Ditemukan lesi yang memanjang dari anterior sampai ora serrata.
5. Golongan V
a. tumor massif yang melibatkan setengah atau lebih retina
1. Derajat I Intraokular
a. Tumor retina
b. Penyebaran ke lamina fibrosa
c. Penyebaran ke ueva
2. Derajat ii Orbita
a. Tumor orbita : sel sel episklera yang tersebar, tumor terbukti dengan
biopsy
b. Nervous optikus.
C. Etiologi
Retinoblastoma dibagi menjadi dua, yaitu
1. Rretinoblastoma mutasi genetic (gen RB1).
Retinoblastoma merupakan penyakit keganasan pertama yang
dapat diidentifikasi melalui genetik. Penyakit RB terjadi akibat mutasi
pada kedua buah alel gen RB1 yang terletak pada kromosom 13q14
(Etter & Bansal dalam AAO, 2005). Mutasi tersebut dapat berupa
perubahan jumlah regio kromosom 13q14 (delesi, translokasi),
perubahan nukleotida (substitusi, delesi, insersi, dan duplikasi), delesi
ekson (tunggal atau jamak); Loss of Heterozigosity (LOH), atau CpG
islands hypermethylation pada regio promoter gen RB1 (Joseph &
Kumaramanickavel, 2007). Ketidakstabilan gen akibat mutasi tersebut
menyebabkan perkembangan progresif lebih lanjut dari sel retina
menjadi RB malignan. Progesifitas tersebut disebabkan oleh
hilangnya kedua buah alel gen RB1 pada retina yang diikuti dengan
perubahan jumlah sel onkogen, seperti MYCN (2p24.3), E2F3 dan
DEK (6p22), KLF14 (7q32), dan MDM4 (1q32), juga tumor-suppressor
F. Patofisiologi
.
Gambar 2.12. CT scan orbital pada pasien RB dengan penyeberan
intracranial. Sumber: Pandey, A.N., 2013
3. Pemeriksaan lactic acid dehydrogenase (LDH): dengan membanding-
kan kadar LDH dalam akuos humor dan serum darah dapat
diperkirakan adanya retinoblastoma intraokuler. Rasio normal ialah
<1; bila rasio >1,5 dicurigai kemungkinan adanya retino-blastoma.
(Laya Rare, 2016)
I. Penatalaksanaan
Retinoblastoma ialah enukleasi bulbi yang disusul dengan radiasi.
Apabila retinoblastoma sudah meluas sampai ke jaringan orbita maka
dilakukan eksenterasi orbita disusul dengan radiasi dan bila diberikan
kemoterapi (Ilyas dkk, 2002). Enukleasi merupakan pilihan tata laksana
A. Pengkajian
1. Biodata : identitas klien meliputi, Nama, umur, agama, jenis kelamin,
pendidikan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,
diagnose medis.
2. Keluhan utama :
Keluhan dapat berupa perubahan persepsi penglihatan, demam,
kurang nafsu makan, gelisah, cengeng, nyeri pada luka post operasi,
terjadi infeksi pada luka post operasi, srta perawatan dan pengobatan
lanjutan dari tindakan operasi
3. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang:
Gejala awal yang muncul pada anak, bisa berupa bintik putih pada
mata tepatnya pada retina, terjadi pembesaran, mata merah dan
besar.
Riwayat kesehatan lalu:
Riwayat kesehatan lalu kemungkinan memakan makanan/minuman
yang terkontaminasi, infeksi ditempat lain, missal pernafasan.
Riwayat kesehatan keluarga
Berkaitan erat dengan penyakit keturunan dalam keluarga, misalnya
ada anggota keluarga menderita penyakit yang sama.
4. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visus)
Tajam penglihatan pada kasus RB umumnya sangat menurun
dan tergantung tingkat keparahannya. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk menentukan tingkat keparahan dan tata
laksana yang tepat. Penulis belum menemukan jurnal
mengenai tajam penglihatan awal sebelum dilakukan
intervensi dan tata laksana (Ilyas & Yulianti, 2011).
b. Pemeriksaan fundoskopi
Pemeriksaan funduskopi bertujuan untuk melihat gambaran
normal atau tidak normal pada bagian dalam mata atau fundus
okuli. Gambaran funduskopi pasien RB bermacam-macam
SoehartatiGondhowiardjo,2017
https://www.researchgate.net/publicaton/321503731