Anda di halaman 1dari 21

KEPERAWATAN JIWA EKSDU28

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA RESIKO PERILAKU KEKERASAN

MAKALAH KEPERWATAN JIWA “RESIKO PERILAKU KEKERASAN”

Disusun Oleh KELOMPOK 4:


IMAM FAHRUROZI
JIMMY IRDA PRATAMA
KETRIN INDRIANI
KODRI

KELAS NON REGULER II TINGKAT II

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat Nya penyusun
masih diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Makalah yang berjudul “RESIKO PERILAKU KEKERASAN” ini disusun
untuk memenuhi tugas mahasiswa dari mata kuliah Keperawatan Jiwa di
Jurusan Keperawatan.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
·         IBU SULASTRI selaku dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya makalah ini.
·         Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi
kesempurnaan makalah ini dimasa akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan
masyarakat pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai
bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat dan
pembaca.

                                                                                    TANJUNG KARANG, SEPTEMBER


2013

                                                                                                            PENULIS

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan :
            Latar Belakang
            Tujuan Permasalahan
            Sistematika

BAB II Pembahasan :
            Pengertian Marah
Pengertian Perilaku Kekerasan
Rentang Respons Marah
Faktor Predisposisi & Presipitasi
Proses Marah
Gejala Marah
Mekanisme Koping
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

BAB III Penutup


            Kesimpulan
            Saran

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang Masalah


Gangguan jiwa pada mulanya dianggap suatu yang gaib, sehingga
penanganannya secara supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan kekuatan gaib. Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang terjadi
pada unsur jiwa yang manifestasinya pada kesadaran, emosi, persepsi, dan
intelegensi. Salah satu gangguan jiwa tersebut adalah gangguan perilaku
kekerasan.
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon
terhadap kecemasan yang dirasakansebagai ancaman individu. Pengungkapan
kemarahan dengan langsung dan konstruksif pada saat terjadi dapat
melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang
sebenarnya sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress, dan merasa
bersalah dan bahkan merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dalam hal
ini, peran serta keluarga sangat penting, namun perawatan merupakan ujung
tombak dalam pelayanan kesehatan jiwa.
2.      Tujuan Penulisan
a.      Tujuan umum
Setelah membahas kasus ini diharapkan mengerti dan memberikan asuhan
keperawatan pada pasien perilaku kekerasan.
b.      Tujuan Khusus
            Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
 Melakukan pengkajian pada klien dengan perilaku kekerasan
 Merumuskan diagnosa untuk klien dengan perilaku kekerasan
 Membuat perencanaan untuk klien dengan perilaku kekerasan
 Melakukan implementasi pada klien dengan perilaku kekerasan
 Membuat evaluasi pada klien dengan perilaku kekerasan.
3.      Sistematika
Untuk menghindari luas masalah maka dalam penyusunan makalah ini
kelompok mengkhususkan  pembahasan tentang penatalaksanaan pada pasien
dengan perilaku kekerasan. Asuhan keperawatan ini hanya menerapkan proses
keperawatan melalui tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, implementasi,
dan evaluasi pada kasus perilaku kekerasan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Marah


Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons
terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996).
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri
dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan
langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan
membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu
perawat harus pula mengetahui tentang respons kemarahan sesorang dan
fungsi positif marah.
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang
tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor
yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri,
kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.
1.      Frustasi: sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai
tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia
merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu
dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya
misalnya dengan kekerasan.
2.      Hilangnya harga diri:  pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan
yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya
individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak,
lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
3.      Kebutuhan akan status dan prestise: Manusia pada umumnya mempunyai
keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui
statusnya.
Tanda dan Gejala:
1.      Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
2.      Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
3.      Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
4.      Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
5.      Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya. (Budiana Keliat, 1999)
2.2. Pengertian Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993).
Berdasarkan defenisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi
perilaku kekerasan scara verbal dan fisik (Keltner et al, 1995). Sedangkan
marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada
suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan
perasaan marah (Berkowitz, 1993).
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan
suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang
lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
1.      Memperlihatkan permusuhan
2.      Mendekati orang lain dengan ancaman
3.      Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4.      Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5.      Mempunyai rencana untuk melukai
2.3. Rentang Respons Marah
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal
adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut :
(Keliat, 1997, hal 6).
1.      Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai
perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2.      Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan.
Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
3.      Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang dialami.
4.      Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat
dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk
mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama
dari orang lain.
5.      Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya
sendiri maupun terhadap orang lain.
2.4. Faktor Predisposisi
Faktor psikologis
1.                  Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotifasi PK.
2.      Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang
tidak menyenangkan
3.      Frustasi.
4.      Kekerasan dalam rumah atau keluarga.

2.5. Faktor Presipitasi


Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik
berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor
pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.
1. Klien           : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan
yang penuh agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2. Interaksi      : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
merasa terancam, baik internal dari perusahaan diri klien sendiri maupun
eksternal dari lingkungan.
3. Lingkungan : panas, padat, dan bising.
A.    Tanda dan gejala
1.      Fisik
2.      Mata melotot
3.      Pandangan tajam
4.      Tangan mengepal
5.      Rahang mengatup
6.      Wajah memerah
7.      Postur tubuh kaku
B.     Verbal
1.      Mengancam
2.        Mengumpat dengan kata-kata kotor
3.        Suara keras
4.        Bicara kasar, ketus
C.     Perilaku
1.      Menyerang orang
2.        Melukai diri sendiri/orang lain
3.        Merusak lingkungan
4.        Amuk/agresif

2.6. Proses Marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang
harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan
yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan
dapat menimbulkan kemarahan.

2.7. Gejala Marah
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan
pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala
atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah
diantaranya adalah:
1.      Perubahan fisiologik : Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan
pernapasan meningkat, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar
meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.
2.      Perubahan emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi
wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
3.      Perubahan perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga,
mengamuk, nada suara keras dan kasar.

2.8. Perilaku Kekerasan
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1.      Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf
otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan
darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl
meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot,
seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek
yang cepat.
2.      Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif
adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat
mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik
maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan
diri klien.
3.      Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting
out” untuk menarik perhatian orang lain.
4.      Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan.

2.9. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan
Sundeen, 1998 hal 33).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya
ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain:
1.      Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok
dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.
2.      Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
3.      Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang
tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak
baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan
akhirnya ia dapat melupakannya.
4.      Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5.      Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun
marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.

2.9.1.      Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan yang meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian,
perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi dan evaluasi, yang
masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan
professional tenaga keperawatan.
Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam
pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik
sistimatis, bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah. Proses keperawatan klien
marah adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian
            a. Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi
terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi,
muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang
sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot
seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini
disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
 b, Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan
dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
            c. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses
intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu
pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi
penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
d. Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien
seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain
sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar
yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan
individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
            e. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak
berdosa.
Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan
permasalahan yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah
dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil
analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
Pohon masalah
         Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
         Perilaku kekerasan
         Gangguan konsep diri : harga diri rendah

 2. Diagnosa Keperawatan


1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan/ amuk.
                        a. Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin
membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
                        b. Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan
tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
            2. Perilaku kekerasan / amuk dengan gangguan harga diri: harga diri
rendah.
 a. Data Subjektif :
                        Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa
lainnya.
b. Data Objektif
                        1. Mata merah, wajah agak merah.
                        2. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
                        3. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan
tajam.
                        4. Merusak dan melempar barang barang.
3. Rencana tindakan keperawatan/intervensi
Perencanaan tindakan keperawatan adalah merupakan suatu pedoman
bagi perawat dalam melakukan intervensi yang tepat. Pada karya tulis ini akan
diuraikan rencana tindakan keperawatan pada diagnosa :
1.      Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perilaku kekerasan.
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
6. Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara
konstruktif.
7. Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
8. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
9. Klien dapat menggunakan obat yang benar.
Tindakan keperawatan :
1.      Bina hubungan saling percaya.
Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak
waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi
respon verbal dan non verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan
sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2.      Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien
dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
3.      Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal.
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak
mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian
persoalan.
4.      Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari
penyelesaian masalah yang konstruktif pula.
5.      Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan
untuk intervensi.
6.      Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
7.      Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.
8.      Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
9.      Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan
masalahnya selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan
masalahnya.
10.  Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
11.  Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
12.  Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.
13.  Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga
diri klien.
14.  Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
a. Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau
pekerjaan yang memerlukan tenaga.
            b. Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
c. Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan
asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
d. Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan
agar diberi kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan
klien.
15.  Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol
perilaku kekerasan.
16.  Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.
Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.
17.  Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.
Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.
18.  Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara
tersebut.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
19.  Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel /
marah.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
20.  Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang
telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien.
21.  Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam
perubahan perilaku klien.
22.  Jelaskan cara-cara merawat klien.Terkait dengan cara mengontrol perilaku
kekerasan secara konstruktif. Sikap tenang, bicara tenang dan jelas. Bantu
keluarga mengenal penyebab marah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat klien secara
bersama
23.  Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
Rasional : mengetahui sejauh mana keluarga menggunakan cara yang
dianjurkan.
24.  Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan
demonstrasi.
Rasional : mengetahui respon keluarga dalam merawat klien.
25.  Jelaskan pada klien dan keluarga jenis-jenis obat yang diminum klien
seperti : CPZ, haloperidol, Artame.
Rasional : menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang obat dan
fungsinya.
26.  Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa
seizin dokter.
Rasional : memberikan informasi pentingnya minum obat dalam mempercepat
penyembuhan.
27.  Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat
berhubungan dengan orang lain :

Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang
dimiliki.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
4. Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan
yang dimiliki.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan keperawatan :
1.      Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat
dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2.      Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.
3.      Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien
dalam hidupnya.
4.      Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek
positif klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
5.      Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.
6.      Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah
sakit.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.
7.      Berikan pujian.
Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan.
8.      Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah
sakit.
Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai
kemampuan yang dimiliki.
9.      Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan.
10.  Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik.
11.  Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
Rasional : mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur.
12.  Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya
menggunakan respon koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif.
13.  Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
14.  Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.
15.  Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah.
16.  Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarg a dalam merawat klien
secara bersama.
Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
Rasional : meningkatkan peran serta keluarga dalam membantu klien
meningkatkan harga diri rendah.
17.  Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Rasional : memotivasi keluarga untuk merawat klien.

4.Implementasi
Ada 5 prinsip utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan pada
klien khususnya, pada kien amuk/ kekerasan yaitu:
a.       Psikoterapiutik
1)      Membina hubungan saling percaya
2)      Membantu meningkatkan harga diri
3)      Membantu koping klien
b.      Lingkungan terapiutik
     1)    Lingkungan yang bersahabat
     2)      Pujian atas keberhasilan klien
c.       Kegiatan hidup sehari-hari
     1)      Membantu memenuhi aktivitas sehari-hari
     2)      Membimbing klien dalam perawatan diri.
d.      Somatik
Memberi obat sesuai ketentuan, membujuk klien untuk minum obat.
     Pendidikan kesehatan :
     1)      Membantu klien mengenal penyakitnya.
     2)      Mengikutsertakan keluarga dalam mengatasi masalah klien.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengukur tujuan dan kriteria yang sudah
tercapai dan yang belum sehingga dapat menentukan intervensi lebih lanjut.
Bentuk evaluasi yang positif adalah sebagai brikut :
1. Identifikasi situasi yang dapat membangkitkan kemarahan.
2. Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci pada orang tersebut.
3. Sudahkah klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada
orang lain.
4. Buatlah komentar yang kritikal.
5. Apakah klien sudah mampu mengekspresikan sesuatu yang berbeda.
6. Klien mampu menggunakan aktifitas secara fisik untuk mengurangi
perasaan marahnya.
7. Konsep diri klien sudah meningkat.
8. Kemandirian berpikir dan aktivitas meningkat.
BAB III
PENUTUPAN
3.1.  KESIMPULAN
Perilaku kekerasan atau tindak kekerasan merupakan ungkapan
perasaan marah dan bermusuhan sebagai respon terhadap
kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang mengakibatkan hilangnya
kontrol diri dimana individu bisa berperilaku menyerang atau melakukan suatu
tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3.2. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas saran yang dapat kami buat yaitu untuk
lebih memperdalam lagi tentang asuhan keperawatan dengan resiko perilaku
kekerasan dan perilaku kekerasan karena dalam makalah kami tentunya masih
banyak kekurangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Budi Anna Kelliat, 2005, “Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa”, Jakarta. EGC
Keliat, B.A. (1999). “Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial, Menarik
diri”.          Jakarta : FKUI
Keliat, B.A. (1999). “Proses Keperawatan Jiwa”. Jakarta :EGC
Stuart GW, Sunden . 1998 . “Buku Saku Keperawatan Jiwa” . Jakarta EGC
Maramis, WF.1998, Proses keperawatan Kesehatan jiwa,
(Terjemahan ).Penerbit Buku Kedokteran,EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai