Disusun Oleh :
1. Lia J 230 155 0
2. Linda J 230 155 0
3. M. yusuf J 230 155 0
4. Moh. Al khoif J 230 155 0
5. Mahfudz Bayu J 230 155 0
6. Noviana J 230 155 0
7. Nur’raini J 230 155 0
8. Reni Puspita J 230 155 0
7. Lampiran
a. Materi
b. Leaflet
Lampiran Materi:
A. Peran Keluarga Dalam Mencegah Kekambuhan Penyakit :
Penanganan gangguan jiwa harus dilakukan dengan cepat dan tepat
serta terencana terutama keluarga. Menurut Prof. Sasanto dalam Bali Post
(2005), salah satu titik penting untuk memulai pengobatan adalah keberanian
keluarga untuk menerima kenyataan. Mereka juga harus menyadari bahwa
gangguan jiwa itu memerlukan pengobatan. Terapi bagi penderita gangguan
jiwa bukan hanya pemberian obat dan rehabilitasi medik, namun diperlukan
peran keluarga dan masyarakat dibutuhkan guna resosialisasi dan pencegahan
kekambuhan.
Peran keluarga dan masyarakat dimaksudkan penderita agar mampu
kembali beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri,
mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi
beban keluarga, ( Hawari, 2007).
Penyakit jiwa atau gangguan jiwa seperti halnya penyakit-penyakit
umum lainnya. Penanganan penderita gangguan jiwa bersifat menyeluruh,
tidak sekedar minum obat saja, tetapi meliputi terapi psikologis, terapi perilaku
dan terapi kognitif/konsep berpikir yang melibatkan berbagai pihak. Selama ini
masyarakat beranggapan bahwa penanganan penderita gangguan jiwa adalah
tanggung jawab pihak Rumah Sakit jiwa, padahal faktor yang memegang
peranan penting dalam hal perawatan penderita adalah keluarga serta
masyarakat di sekitar penderita gangguan jiwa tersebut.
Stigma yang diciptakan oleh masyarakat terhadap penderita gangguan
jiwa secara tidak langsung menyebabkan keluarga atau masyarakat disekitar
penderita gangguan jiwa enggan untuk memberikan penanganan yang tepat
terhadap keluarga atau tetangga mereka yang mengalami gangguan jiwa.
Sehingga tidak jarang mengakibatkan penderita gangguan jiwa yang tidak
tertangani ini melakukan perilaku kekerasan atau tindakan tidak terkontrol
yang meresahkan keluarga, masyarakat serta lingkungan. Masyarakat juga
mempunyai peran penting dalam penanganan penderita gangguan jiwa, yang
paling penting persepsi yang harus dipahami masyarakat adalah penderita
gangguan jiwa merupakan manusia biasa seperti halnya penderita penyakit lain
adalah manusia biasa yang menghadapi masalah dan memerlukan bantuan.
Sikap yang tidak mau peduli, takut, anggapan yang keliru, memandang
rendah dan penolakan pada penderita gangguan jiwa merupakan masalah rumit
yang dilabelkan masyarakat pada penderita gangguan jiwa inilah yang harus
diubah oleh masyarakat, perasaan masyarakat bahwa penderita gangguan jiwa
adalah sesuatu yang mengancam juga harus diluruskan. Tidak bisa dipungkiri,
sikap dan penerimaan dari masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa
merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyembuhan penderita
gangguan jiwa.Tidak jarang penderita yang mengalami gangguan kejiwaan
sering keluar masuk rumah sakit karena mengalami kekambuhan. Faktor yang
memicu sebagai pencetus kekambuhan bermacam-macam mulai dari faktor
lingkungan, keluarga, timbulnya penyakit fisik yang diderita, maupun faktor
dari dalam individu sendiri tersebut.Keluarga dan lingkungan memiliki andil
besar dalam mencegah kekambuhan penderita gangguan kejiwaan.
Oleh karena itu, pemahaman keluarga dan lingkungannya mengenai
kondisi penderita serta kesediaan keluarga dan lingkungan menerima penderita
apa adanya dan memperlakukan penderita secara manusiawi merupakan salah
satu bentuk pengobatan yang dapat mencegah kekambuhan penderita.
B. Definisi Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu
rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi.
Saling berinteraksi satu dengan lainnya dan mempunyai peran masing-
masing dalam keluarga (Sudiharto, 2007).
1. Peran Keluarga Dalam Mencegah Kekambuhan
Pada keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan penyakit
kejiwaan mempunyai tuntutan pengorbanan ekonomi, sosial, psikologis,
yang lebih besar dari pada keluarga yang normal. Menurut Suliswati
(2004) peran keluarga dalam mencegah terjadinya kekambuhan antara
lain:
a. Menciptakan lingkungan yang sehat jiwa bagi klien
b. Mencintai dan menghargai klien
c. Membantu dan selalu memberikan dukungan positif bagi klien
d. Mengingatkan dan memberikan motivasi untuk kontrol dan minum obat
dengan teratur
e. Memberi pujian kepada klien untuk segala perbuatan yang baik
daripada menghukumnya pada waktu berbuat kesalahan
f. Menunjukkan empati pada penderita
g. Menghargai dan mempercayai penderita
h. Mengikutsertakan penderita untuk kegiatan kebersamaan
C. Harga diri rendah
1. Definisi
Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal
diri.Pencapaian ideal diri atau cita – cita atau harapan langsung
menghasilkan perasaan bahagia.(Budi Ana Keliat, 1998).Harga diri rendah
adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 1998:
227).Menurut Townsend (1998: 189) harga diri rendah merupakan
evaluasi diri dari perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negataif
baik langsung maupun tidak langsung.
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Gangguan harga diri yang disebut dengan harga diri rendah dapat
terjadi secara:
a. Situasional, yaitu terjadinya trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan
malu karena sesuatu terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara dan
lain-lain).Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena :
1) Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perineal).
2) Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/sakit/penyakit.
3) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya :
berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan
tanpa persetujuan.
b. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif.
Kejadian sakit daan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap
dirinya.
D. Kepatuhan Minum Obat
1. Jenis-jenis Obat dan Fungsinya
a. Anti Psikotik
Fungsi : sebagai penenang, menurunkan aktivitas motorik, mengurangi
insomnia, sangat efektif untuk mengatasi delusi, harga diri rendah,
ilusi, dan gangguan proses berpikir. Obat antipsikotik dibagi menjadi 2
yaitu :
1) Antipsikotik tipikal
Contoh obat : Chlorpromazine, Trifluoperazine, Haloperidol
2) Antipsikotik atipikal
Contoh obat : Risperidone
b. Anti Depresi
Fungsi: mengurangi gejala depresi, sebagai penenang.
Contoh obat : Amitriptilin, Fluvoxamin, Trazodon
c. Anti Ansietas
Fungsi : mengurangi gejala ansietas
Contoh obat : Diazepam, Alprazolam
d. Anti Insomnia
Fungsi : Memperantarai fungsi tidur
Contoh obat : Fenobarbital, Nitrazepam, Triazolam
e. Anti Maniak
Fungsi: mengurangi hiperaktivitas, tidak menimbulkan efek sulit tidur.
Contoh obat : Litium karbonat, Karbamazepin
2. Efek Samping Obat
a. Phenobarbital: mengantuk, kepala terasaa berat, mudah marah,
kelelahan, depresi mental, ataksia dan alergi kulit, bingung pada orang
dewasa, hiperaktif pada anak, mual, muntah, anemia megaloblastik
(dapat diterapi dengan asam folat).
b. Resperidone: insomnia/ gangguan tidur,cemas, sakit kepala, somnolen,
kelelahan, pusing, konsentrasi terganggu, konstipasi, dispepsia, mual,
mutah, nyeri perut, gangguan penglihatan, ASI berlebih, gangguan
siklus menstruasi. Gemetar, pembentukan liur yang berlebih, tekanan
darah menurun, dapat dikurangi dengan pengurangan dosis atau
dengan pemberian obat antiparkinson.
c. Hexymer: mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, cemas,
konstipasi, retensi urine, takikardi, dilatasi pupil, tekanan intra okuler
(TIO) meningkat, sakit kepala.
d. Penitoin: diplopia, ataksia, vertigo, nistagmus, sukar berbicara, disertai
gejala lain: tremor, gugup, kantuk, rasa lelah, gangguan mental yang
sifatnya gelap, ilusi, sampai psikotik.
e. Chlorpomazine HCL/ CPZ : penyakit kuning, hipotensi postural,
depresi pernafasan, gangguan penglihatan, mengantuk, jika dosis besar
dapat mengakibatkan ekstrapiramidal (kekuatan otot leher, tremor,
kesulitan bicara), sakit kepala, kejang, insomnia, diare, mual, muntah.
f. Haloperidol: edema paru, hipertensi, mulut kering.
g. THP/ Trihaexyphenidyl: hilang memori, pusing, mengantuk,
penglihatan kabur.
h. Diazepam: gatal-gatal, berat badan menurun, keletihan, anoreksia.
3. Keuntungan Minum Obat Secara Teratur
a. Dapat mengendalikan emosi
b. Dapat mengendalikan perilaku
c. Dapat beristirahat dengan nyenyak
d. Dapat berkonsentrasi (proses pikir baik)
4. Kerugian Bila Putus Obat
a. Emosi tidak terkendali
1) Sulit tidur
2) Klien akan lebih cepat marah dan mudah tersinggung
c. Berkata kotor, teriak-teriak dan mengancam orang lain
d. Menganggu lingkungan
e. Memukul atau melukai orang lain
f. Melukai diri sendiri
g. Merusak peralatan rumah tangga
b. Perilaku tidak terkendali
1) Malas berbicara dengan orang lain
2) Banyak menyendiri dan melamun
3) Malas melakukan aktivitas harian
4) Mondar mandir, keluyuran/ pergi tanpa tujuan
Kaplan, Harold. (1998). Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta: Widya Medika.
Keliat, B.A. (2009). Model praktik keperawatan profesiona jiwa. Jakarta: EGC.
Kusuma, Farida (2010). Buku ajar keperawatan jiwa. Malang : Salemba Medika.