Anda di halaman 1dari 16

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PERAN KELUARGA DAN MASYARAKAT DALAM MENCEGAH


KEKAMBUHAN PADA KLIEN Ny. S DENGAN HARGA DIRI RENDAH
DI Jl. AHMAD YANI 111 A. SURAKARTA

Disusun Oleh :
1. Lia J 230 155 0
2. Linda J 230 155 0
3. M. yusuf J 230 155 0
4. Moh. Al khoif J 230 155 0
5. Mahfudz Bayu J 230 155 0
6. Noviana J 230 155 0
7. Nur’raini J 230 155 0
8. Reni Puspita J 230 155 0

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Peran Keluarga Dan Masyarakat Dalam Mencegah


Kekambuhan Klien Harga diri rendah
Sub Pokok Bahasan : Peran Keluarga Dan Masyarakat Dalam Mencegah
Kekambuhan
Harga diri rendah
Kepatuhan Minum Obat
Waktu : 30 menit
Sasaran : Keluarga, Klien dan Tetangga Lingkungan Sekitar
Tempat : Di Rumah Klien Ny. S Jl. A. Yani 111 A.
Surakarta
1. Tujuan Instruksional Umum
Keluarga dan masyarakat mampu memahami peran keluarga dalam mencegah
kekambuhan klien Harga diri rendah
2. Tujuan Intruksional Khusus
Setelah diberikan penyuluhan tentang pencegahan kekambuhan diharapkan :
A. Bagi keluarga dan masyarakat :
Mampu mengetahui peran keluarga dan masyarakat dalam mencegah
kekambuhan penyakit
B. Bagi Keluarga :
1) Mampu mengetahui tentang Harga diri rendah
2) Menyebutkan jenis-jenis obat
3) Menjelaskan efek obat
4) Menjelaskan keuntungan minum obat
5) Menjelaskan kerugian akibat putus obat
6) Menjelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 12 benar
3. Kegiatan Belajar Mengajar
No Tahap Waktu Kegiatan Media
1. Pembukaan 5 menit - Memberikan salam
- Memperkenalkan diri
- Apersepsi
2. Pelaksanaan 20 menit  Menjelaskan tentang : Leaflet
1) Peran keluarga dan
masyarakat dalam
mencegah kekambuhan
penyakit
2) Harga diri rendah
3) Kepatuhan Minum Obat
- Jenis-jenis obat dan
fungsinya
- Efek samping obat
- Keuntungan minum obat
- Kerugian akibat putus obat
- Cara menggunakan obat
dengan prinsip 5 benar
 Memberikan kesempatan
keluarga klien untuk bertanya
(Diskusi)
 Menjawab pertanyaan
3. Penutup 5 menit  Evaluasi
Meminta keluarga untuk
menjelaskan kembali tentang :
- Peran keluarga
dalam mencegah
kekambuhan penyakit
- Jenis-jenis obat
- Efek obat
- Keuntungan minum obat
- Kerugian akibat putus obat
- Cara menggunakan obat
dengan prinsip 5 benar
 Salam penutup
4. Metode
Ceramah dan tanya jawab.
5. Media
Leaflet, laptop, lembar balik.
6. Evaluasi
a. Struktur :
1) Keluarga, klien dan tetangga hadir ditempat penyuluhan
2) Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di Rumah Ny. S Jl. A.
Yani 111 A. Surakarta
3) Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan
sebelumnya
b. Proses :
1) Keluarga dan tetangga antusias terhadap materi penyuluhan yang
disampaikan oleh pembicara
2) Keluarga klien dan masyarakat tidak meninggalkan tempat sebelum
kegiatan selesai
3) Keluarga dan tetangga terlibat aktif dalam kegiatan penyuluhan.
c. Hasil:
a) Keluarga dan tetangga :
peran keluarga dan tetangga dalam mencegah kekambuhan.
b) Keluarga mampu menyebutkan:
a) Peran keluarga dalam mencegah kekambuhan yaitu sebesar 75%
b) Jenis-jenis obat yaitu sebesar 75% (4 dari 6 jenis obat)
c) Efek samping obat yaitu sebesar 60% ( 5 dari 8 efek obat yang
disebutkan)
d) Keuntungan minum obat yaitu sebesar 80% (3 dari 4
keuntungan)
e) Kerugian tidak minum obat sebesar 80% (3 dari 4 kerugian)
f) Prisip 12 benar minum obat yaitu sebesar 80%% (4 dari 5
prinsip minum obat)
g) Ada umpan balik positif dari keluarga klien misalnya dapat
menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pemateri.

7. Lampiran
a. Materi
b. Leaflet
Lampiran Materi:
A. Peran Keluarga Dalam Mencegah Kekambuhan Penyakit :
Penanganan gangguan jiwa harus dilakukan dengan cepat dan tepat
serta terencana terutama keluarga. Menurut Prof. Sasanto dalam Bali Post
(2005), salah satu titik penting untuk memulai pengobatan adalah keberanian
keluarga untuk menerima kenyataan. Mereka juga harus menyadari bahwa
gangguan jiwa itu memerlukan pengobatan. Terapi bagi penderita gangguan
jiwa bukan hanya pemberian obat dan rehabilitasi medik, namun diperlukan
peran keluarga dan masyarakat dibutuhkan guna resosialisasi dan pencegahan
kekambuhan.
Peran keluarga dan masyarakat dimaksudkan penderita agar mampu
kembali beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri,
mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi
beban keluarga, ( Hawari, 2007).
Penyakit jiwa atau gangguan jiwa seperti halnya penyakit-penyakit
umum lainnya. Penanganan penderita gangguan jiwa bersifat menyeluruh,
tidak sekedar minum obat saja, tetapi meliputi terapi psikologis, terapi perilaku
dan terapi kognitif/konsep berpikir yang melibatkan berbagai pihak. Selama ini
masyarakat beranggapan bahwa penanganan penderita gangguan jiwa adalah
tanggung jawab pihak Rumah Sakit jiwa, padahal faktor yang memegang
peranan penting dalam hal perawatan penderita adalah keluarga serta
masyarakat di sekitar penderita gangguan jiwa tersebut.
Stigma yang diciptakan oleh masyarakat terhadap penderita gangguan
jiwa secara tidak langsung menyebabkan keluarga atau masyarakat disekitar
penderita gangguan jiwa enggan untuk memberikan penanganan yang tepat
terhadap keluarga atau tetangga mereka yang mengalami gangguan jiwa.
Sehingga tidak jarang mengakibatkan penderita gangguan jiwa yang tidak
tertangani ini melakukan perilaku kekerasan atau tindakan tidak terkontrol
yang meresahkan keluarga, masyarakat serta lingkungan. Masyarakat juga
mempunyai peran penting dalam penanganan penderita gangguan jiwa, yang
paling penting persepsi yang harus dipahami masyarakat adalah penderita
gangguan jiwa merupakan manusia biasa seperti halnya penderita penyakit lain
adalah manusia biasa yang menghadapi masalah dan memerlukan bantuan.
Sikap yang tidak mau peduli, takut, anggapan yang keliru, memandang
rendah dan penolakan pada penderita gangguan jiwa merupakan masalah rumit
yang dilabelkan masyarakat pada penderita gangguan jiwa inilah yang harus
diubah oleh masyarakat, perasaan masyarakat bahwa penderita gangguan jiwa
adalah sesuatu yang mengancam juga harus diluruskan. Tidak bisa dipungkiri,
sikap dan penerimaan dari masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa
merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyembuhan penderita
gangguan jiwa.Tidak jarang penderita yang mengalami gangguan kejiwaan
sering keluar masuk rumah sakit karena mengalami kekambuhan. Faktor yang
memicu sebagai pencetus kekambuhan bermacam-macam mulai dari faktor
lingkungan, keluarga, timbulnya penyakit fisik yang diderita, maupun faktor
dari dalam individu sendiri tersebut.Keluarga dan lingkungan memiliki andil
besar dalam mencegah kekambuhan penderita gangguan kejiwaan.
Oleh karena itu, pemahaman keluarga dan lingkungannya mengenai
kondisi penderita serta kesediaan keluarga dan lingkungan menerima penderita
apa adanya dan memperlakukan penderita secara manusiawi merupakan salah
satu bentuk pengobatan yang dapat mencegah kekambuhan penderita.
B. Definisi Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu
rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi.
Saling berinteraksi satu dengan lainnya dan mempunyai peran masing-
masing dalam keluarga (Sudiharto, 2007).
1. Peran Keluarga Dalam Mencegah Kekambuhan
Pada keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan penyakit
kejiwaan mempunyai tuntutan pengorbanan ekonomi, sosial, psikologis,
yang lebih besar dari pada keluarga yang normal. Menurut Suliswati
(2004) peran keluarga dalam mencegah terjadinya kekambuhan antara
lain:
a. Menciptakan lingkungan yang sehat jiwa bagi klien
b. Mencintai dan menghargai klien
c. Membantu dan selalu memberikan dukungan positif bagi klien
d. Mengingatkan dan memberikan motivasi untuk kontrol dan minum obat
dengan teratur
e. Memberi pujian kepada klien untuk segala perbuatan yang baik
daripada menghukumnya pada waktu berbuat kesalahan
f. Menunjukkan empati pada penderita
g. Menghargai dan mempercayai penderita
h. Mengikutsertakan penderita untuk kegiatan kebersamaan
C. Harga diri rendah
1. Definisi
Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal
diri.Pencapaian ideal diri atau cita – cita atau harapan langsung
menghasilkan perasaan bahagia.(Budi Ana Keliat, 1998).Harga diri rendah
adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 1998:
227).Menurut Townsend (1998: 189) harga diri rendah merupakan
evaluasi diri dari perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negataif
baik langsung maupun tidak langsung.
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi konsep Diri harga diri keracunan depersonalisasi


Diri positif rendah identitas
2. Penyebab.
Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan
ideal diri yang tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin
ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti :
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan kejadian yang megancam.
b. Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalami frustrasi.

Ada tiga jenis transisi peran :


a. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan
norma-norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
b. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan
sehat ke keadaan sakit.Transisi ini mungkin dicetuskan oleh
kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan
dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan
keperawatan.

Gangguan harga diri yang disebut dengan harga diri rendah dapat
terjadi secara:
a. Situasional, yaitu terjadinya trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan
malu karena sesuatu terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara dan
lain-lain).Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena :
1) Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perineal).
2) Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/sakit/penyakit.
3) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya :
berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan
tanpa persetujuan.

b. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif.
Kejadian sakit daan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap
dirinya.
D. Kepatuhan Minum Obat
1. Jenis-jenis Obat dan Fungsinya
a. Anti Psikotik
Fungsi : sebagai penenang, menurunkan aktivitas motorik, mengurangi
insomnia, sangat efektif untuk mengatasi delusi, harga diri rendah,
ilusi, dan gangguan proses berpikir. Obat antipsikotik dibagi menjadi 2
yaitu :

1) Antipsikotik tipikal
Contoh obat : Chlorpromazine, Trifluoperazine, Haloperidol
2) Antipsikotik atipikal
Contoh obat : Risperidone
b. Anti Depresi
Fungsi: mengurangi gejala depresi, sebagai penenang.
Contoh obat : Amitriptilin, Fluvoxamin, Trazodon
c. Anti Ansietas
Fungsi : mengurangi gejala ansietas
Contoh obat : Diazepam, Alprazolam
d. Anti Insomnia
Fungsi : Memperantarai fungsi tidur
Contoh obat : Fenobarbital, Nitrazepam, Triazolam
e. Anti Maniak
Fungsi: mengurangi hiperaktivitas, tidak menimbulkan efek sulit tidur.
Contoh obat : Litium karbonat, Karbamazepin
2. Efek Samping Obat
a. Phenobarbital: mengantuk, kepala terasaa berat, mudah marah,
kelelahan, depresi mental, ataksia dan alergi kulit, bingung pada orang
dewasa, hiperaktif pada anak, mual, muntah, anemia megaloblastik
(dapat diterapi dengan asam folat).
b. Resperidone: insomnia/ gangguan tidur,cemas, sakit kepala, somnolen,
kelelahan, pusing, konsentrasi terganggu, konstipasi, dispepsia, mual,
mutah, nyeri perut, gangguan penglihatan, ASI berlebih, gangguan
siklus menstruasi. Gemetar, pembentukan liur yang berlebih, tekanan
darah menurun, dapat dikurangi dengan pengurangan dosis atau
dengan pemberian obat antiparkinson.
c. Hexymer: mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, cemas,
konstipasi, retensi urine, takikardi, dilatasi pupil, tekanan intra okuler
(TIO) meningkat, sakit kepala.
d. Penitoin: diplopia, ataksia, vertigo, nistagmus, sukar berbicara, disertai
gejala lain: tremor, gugup, kantuk, rasa lelah, gangguan mental yang
sifatnya gelap, ilusi, sampai psikotik.
e. Chlorpomazine HCL/ CPZ : penyakit kuning, hipotensi postural,
depresi pernafasan, gangguan penglihatan, mengantuk, jika dosis besar
dapat mengakibatkan ekstrapiramidal (kekuatan otot leher, tremor,
kesulitan bicara), sakit kepala, kejang, insomnia, diare, mual, muntah.
f. Haloperidol: edema paru, hipertensi, mulut kering.
g. THP/ Trihaexyphenidyl: hilang memori, pusing, mengantuk,
penglihatan kabur.
h. Diazepam: gatal-gatal, berat badan menurun, keletihan, anoreksia.
3. Keuntungan Minum Obat Secara Teratur
a. Dapat mengendalikan emosi
b. Dapat mengendalikan perilaku
c. Dapat beristirahat dengan nyenyak
d. Dapat berkonsentrasi (proses pikir baik)
4. Kerugian Bila Putus Obat
a. Emosi tidak terkendali
1) Sulit tidur
2) Klien akan lebih cepat marah dan mudah tersinggung
c. Berkata kotor, teriak-teriak dan mengancam orang lain
d. Menganggu lingkungan
e. Memukul atau melukai orang lain
f. Melukai diri sendiri
g. Merusak peralatan rumah tangga
b. Perilaku tidak terkendali
1) Malas berbicara dengan orang lain
2) Banyak menyendiri dan melamun
3) Malas melakukan aktivitas harian
4) Mondar mandir, keluyuran/ pergi tanpa tujuan

c. Proses pikir terganggu


1) Bicara dan tertawa sendiri
3) Cemas dan khawatir yang berlebihan
4) Mendengar bisikan tanpa ada wujudnya
5) Melihat bayangan tanpa ada wujudnya
6) Memikirkan hal-hal yang idak sesuai dengan kenyataan
7)
5. Cara menggunakan obat dengan prinsip 12 benar.
A. Benar Klien
a. Selalu dipastikan dengan memeriksa identitas pasien dengan
memeriksa gelang identifikasi dan meminta menyebutkan namanya
sendiri.
b. Klien berhak untuk mengetahui alasan obat
c. Klien berhak untuk menolak penggunaan sebuah obat
d. Membedakan klien dengan dua nama yang sama
B. Benar Obat
a. Klien dapat menerima obat yang telah diresepkan
b. Perawat bertanggung jawab untuk mengikuti perintah yang tepa
c. Perawat harus menghindari kesalahan, yaitu dengan membaca label
obat minimal tiga kali:
a. Pada saat melihat botol atau kemasan obat
b. Sebelum menuang/menghisap obat
c. Setelah menuang/ mengisap obat
d. Memeriksa apakah perintah pengobatan lengkap dan sah
e. Mengetahui alasan mengapa klien menerima obat tersebut
f. Memberikan obat-obatan tanda: nama obat, tanggal kadaluarsa
C. Benar Dosis Obat
a. Dosis yang diberikan klien sesuai dengan kondisi klien.
b. Dosis yang diberikan dalam batas yang direkomendasikan untuk
obat yang bersangkutan.
c. Perawat harus teliti dalam menghitung secara akurat jumlah dosis
yang akan diberikan, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut: tersedianya obat dan dosis obat yang diresepkan/ diminta,
pertimbangan berat badan klien (mg/KgBB/hari), jika ragu-ragu
dosisi obat harus dihitung kembali dan diperiksa oleh perawat
lain.
d. Melihat batas yang direkomendasikan bagi dosis obat tertentu.
D. Benar Waktu Pemberian
a. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
b. Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari.
Misalnya seperti dua kali sehari, tiga kali sehat, empat kali sehari
dan 6 kali sehari sehingga kadar obat dalam plasma tubuh dapat
dipertimbangkan.
c. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu paruh obat (t ½ ).
Obat yang mempunyai waktu paruh panjang diberikan sekali
sehari, dan untuk obat yang memiliki waktu paruh pendek
diberikan beberapa kali sehari pada selang waktu tertentu.
d. Pemberian obat juga memperhatikan diberikan sebelum atau
sesudah makan atau bersama makanan
e. Memberikan obat obat-obat seperti kalium dan aspirin yang dapat
mengiritasi mukosa lambung bersama-sama dengan makanan.
f. Menjadi tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah klien
telah dijadwalkan untuk memeriksa diagnostik, seperti tes darah
puasa yang merupakan kontraindikasi pemeriksaan obat.
E. Benar Cara Pemberian (rute)
a. Memperhatikan proses absorbsi obat dalam tubuh harus tepat dan
memadai.
b. Memperhatikan kemampuan klien dalam menelan sebelum
memberikan obat-obat peroral
c. Menggunakan teknik aseptik sewaktu memberikan obat melalui
rute parenteral
d. Memberikan obat pada tempat yang sesuai dan tetap bersama
dengan klien sampai obat oral telah ditelan.Rute yang lebih sering
dari absorpsi adalah :
a) oral ( melalui mulut ): cairan , suspensi ,pil , kaplet , atau
kapsul
b) sublingual ( di bawah lidah untuk absorpsi vena )
c) bukal (diantara gusi dan pipi)
d) topikal ( dipakai pada kulit )
e) inhalasi ( semprot aerosol )
f) instilasi ( pada mata, hidung, telinga, rektum atau vagina )
g) parenteral : intradermal , subkutan , intramuskular , dan
intravena.
F. Benar Dokumentasikan.
Pemberian obat sesuai dengan standar prosedur yang berlaku di rumah
sakit. Dan selalu mencatat informasi yang sesuai mengenai obat yang
telah diberikan serta respon klien terhadap pengobatan.
G. Benar pendidikan kesehatan perihal medikasi klien.
Perawat mempunyai tanggungjawab dalam melakukan pendidikan
kesehatan pada pasien, keluarga dan masyarakat luas terutama yang
berkaitan dengan obat seperti manfaat obat secara umum, penggunaan
obat yang baik dan benar, alasan terapi obat dan kesehatan yang
menyeluruh, hasil yang diharapkan setelah pembeian obat, efek
samping dan reaksi yang merugikan dari obat, interaksi obat dengan
obat dan obat dengan makanan, perubahan-perubahan yang diperlukan
dalam menjalankan aktivitas sehari-hari selama sakit, dsb.
H. Hak klien untuk menolak
Klien berhak untuk menolak dalam pemberian obat. Perawat harus
memberikan Inform consent dalam pemberian obat.
I. Benar pengkajian
Perawat selalu memeriksa TTV (Tanda-tanda vital) sebelum
pemberian obat.
J. Benar evaluasi
Perawat selalu melihat/ memantau efek kerja dari obat setelah
pemberiannya.
K. Benar reaksi terhadap makanan
Obat memiliki efektivitas jika diberikan pada waktu yang tepat. Jika
obat itu harus diminum sebelum makan (ante cimum atau a.c) untuk
memperoleh kadar yang diperlukan harus diberi satu jam sebelum
makan misalnya tetrasiklin, dan sebaiknya ada obat yang harus
diminum setelah makan misalnya indometasin.
L. Benar reaksi dengan obat lain
Pada penggunaan obat seperti chloramphenicol diberikan dengan
omeprazol penggunaan pada penyakit kronis
DAFTAR PUSTAKA

Kaplan, Harold. (1998). Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta: Widya Medika.

Keliat, B.A. (2009). Model praktik keperawatan profesiona jiwa. Jakarta: EGC.

Kusuma, Farida (2010). Buku ajar keperawatan jiwa. Malang : Salemba Medika.

Stuart, Gail W. (2006). Buku saku keperawatn jiwa. Jakarta: EGC.

Sudiharto. (2007). Asuhan keperawaan keluarga dengan pendekatan keperawatan


transkultural. Jakarta : EGC.

Suliswati. (2004). Konsep dasar keperawaan jiwa. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai